Blog ini berisi makalah, artikel, KTI, ASKEP, ASKEB, LP, KLIPPING dan masih banyak lagi guna melengkapi tugas sekolah/kuliah Anda, semoga bermanfaat...
Sunday, 28 May 2017
MAKALAH
KEBIJAKAN
FISKAL PADA AWAL PEMERINTAHAN DALAM ISLAM
![]() |
Makalah Di ajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro Islam Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN)
Watampone
Disusun
Oleh:
Kelompok 5
1. Ristia Ningsih
2. Sri Gusti Handayani
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
W A T A M P O N E
|
2017
KATA
PENGANTAR

Alhamdulillah...
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Pencipta dan Pemelihara
alam semesta ini, atas karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul “Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam”. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan bagi Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman
termasuk kita semua.
Makalah
ini kami susun sebagai bahan diskusi bagi mahasiswa untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ekonomi
Makro Islam di Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) Watampone. Dan diharapkan dengan disusunnya makalah
ini akan menjadi acuan untuk mendukung proses perkuliahan.
Disadari
sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari teknis
penulisan sampai dengan pembahasan materi untuk itu besar harapan kami akan
saran dan masukan yang sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak
lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pembina yang telah memberi
arahan untuk membuat Makalah ini dan tidak lupa untuk rekan rekan mahasiswa
kami ucapkan terima kasih semoga apa yang saya susun bermanfaat.
Watampone, 20 April 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang..................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................. 2
C.
Tujuan
Penulisan................................................................... 2
BAB II... PEMBAHASAN
A.
Kebijakan Fiskal Pada Awal Masa Pemerintahan Islam...... 3
B.
Kebijakan
Fiskal Pada Masa Rasulullah.............................. 5
C.
Kebijakan
Fiskal Masa Pemerintahan Khalafaul
Rashidin... 9
D.
Komponen Kebijakan Fiskal Dalm Islam ........................... 13
BAB III.. PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................... 20
B.
Saran..................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kebijakan fiskal adalah, “langkah
pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem perpajakan atau dalam
pembelanjaan, yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang
dihadapi negara. Degan demikian kebijakan
fiskal adalah kebijaksanaan yang dilakukan pemerintah di bidang keuangan,
meliputi penerimaan negara dan pengeluaran negara.[1]
Munculnya pemikiran tentang kebijakan
fiskal dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran terhadap pengaruh pengeluaran dan
penerimaan pemerintah. Akan tetapi, karena kesadaran akan pengaruh-pengaruh
penerimaan dan pengeluaran pemerintah tersebut, timbullah gagasan untuk-dengan
sengaja-mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna memperbaiki
kestabilan ekonomi. Jadi angaran belanja negara terdiri dari penerimaan dan
pengeluaran. Adapun cara-cara yang dapat ditempuh pemerintah untuk mendapatkan
uang bisa digolongkan sebagai berikut: pajak, restribusi, keuntungan dari
perusahaan-perusahaan negara, sumbangan masyarakat, pencetakan uang kertas,
pinjaman dll. Sedangkan pengeluaran yang dilakukan pemerintahan dapat dibedakan
menjadi dua macam yakni: pengeluaran konsumsi pemerintah dan pengeluaran
pemerintah.[2]
Di dalam sejarah Islam, keuangan publik berkembang bersamaan
dengan pengembangan masyarakat muslim dan pembentukan negara Islam oleh
Rasulullah SAW, kemudian diteruskan oleh para sahabat (Khulafaur Rassyidin).
Kendatipun, sebelumnya telah digariskan dalam AL-Qur’an, dalam hal santunan
kepada orang miskin.
Fungsi fiskal menurut konvensional
adalah sebuah fungsi dalam tataran perekonomian yang sangat identik kemampuan
yang ada pada pemerintah dalam masalah menghasilkan pendapatan untuk menutupi
kebutuhanya dan lalu mengalokasikan anggarannya yang ada, atau bisa disebut
dengan anggaran belanja Negara dan juga mendistribusikanya agar tercapai apa
yan dinamakan dengan efisiensi anggaran. Sedangkan instrument fiskal yang bisa
digunakan adalah pajak dan anggaran. Dalam pandangan ekonomi islam pendapatan
dan anggaran merupakan alat yang efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan
ekonomi.[3]
Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk menciptakan
masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan dengan
menempatkan nilai-nilai material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan
fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam dibanding dengan ekonomi
konvensioanl.
Setelah perjuangan dalam tataran ideologi sudah dibenahi,
maka Rasulullah melangkah pada tahap berikutnya yaitu dengan
mereformasi bidang ekonomi dengan berbagai macam kebijakan beliau. Seperti
diulas panjang di atas bahwa kondisi ekonomi dalam keadaan nol. Kas negara
kosong, kondisi gegrafis tidak menguntungkan dan aktivitas ekonomi berlajan
secara tradisional. Melihat kondisi yang tidak menentu seperti ini maka
Rasulullah S.A.W.melakukan upaya-upaya yang terkenal dengan Kebijakan Fiskal
beliau sebagai pemimpin di Madinah yaitu dengan meletakkan dasar-dasar ekonomi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sistem kebijakan fiskal pada masa awal
pemerintahan islam ?
2.
Apa saja instumen kebijakan
fiskal pada awal pemerintahan Islam?
3.
Apa saja sumber penerimaan
negara pada awal pemerintahan Islam?
4.
Apa saja sumber pengeluaran negara pada awal
pemerintahan Islam ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui sistem
kebijakan fiskal pada masa awal pemerintahan Islam.
2.
Mengetahui
instumen kebijakan fiskal pada awal pemerintahan Islam.
3.
Mengetahui sumber
penerimaan negara pada awal pemerintahan Islam.
4.
Mengetahui sumber
pengeluaran negara pada awal pemerintahan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
2.
A. Kebijakan Fiskal Pada Awal
Pemerintahan Islam
Kebijakan fiskal di dalam dunia
Islam dipenngaruhi oleh banyak faktor salah satunya karena fiskal merupakan
bagian dari instrumen ekonomi publik. Untuk itu faktor-faktor seperti sosial,
budaya dan politik inklud di dalamnya. Tantangan Rasulullah
sangat besar dimana beliau dihadapkan pada kehidupan yang tidak menentu baik
dari kelompok internal maupun kelompok eksternal. Kelompok internal yang harus
diselesaikan oleh Rasulullah yaitu bagaimana menyatukan antara kaum Anshor dan
kaum Muhajirin pasca hijrah dari mekah ke Madinaha (Yastrib). Sementara
tantangan dari kelompok eksternal yaitu bagaimana Rasul mampu mengimbangi
rongrongan dan serbuan dari kaum kafir Kuraiys. Akan tetapi Rasulullah mampu
mengatasi berkat pertolongan Allah SWT.
Di sisi lain Rasulullah harus
melakukan pembenahan di sektor ekonomi. Dalam kondisi yang tidak menentu
tersebut dimana kondisi alam yang tidak mendukung ditambah kondisi ekonomi
masyarakat yang masih lemah maka salah sumber daya alam yang bisa diandalkan
adalah pertanian. Sektor pertanian yang menjadi satu-satunya harapan tersebut
terkelola dengan cara-cara tradisional sehingga terkesan apa adanya.
Banyaknya problematika yang
dihadapi oleh beliau tentunya diperlukan kejeniusan, ketegaran dan kesabaran
seorang pemimpin sehingga kebijakan yang dibuatnya bersifat menguntungkan semua
pihak. Di dalam sejarah Islam keuangan publik berkembang bersamaan dengan
pengembangan masyarakat Muslim dan pembentukan negara Islam oleh Rasulullah SAW
pasca hijrah, kemudian diteruskan oleh Khulafaul Rasyidun.
Seperti yang dijelaskan
sebelumnya bahwa tantangan yang dihadapi oleh Rasulullah SAW sangat berat.
Sebagai seorang perintis sebuah keberadaan negara Islam tentunya dimulai dari
serba nol. Mulai dari tatanan politik, kondisi ekonomi, sosial maupun budaya
semuanya ditata dari awal. Dari kondisi nol tersebut membutuhkan jiwa seorang
pejuang dan jiwa seorang yang ikhlas dalam menata sebuah rumah tangga
pemerintahan, menyatukan kelompok-kelpompok masyarakat yang sebelumnya terkenal
dengan perpecahan yang mana masing-masing kelompok menonjolkan karakter dan
budayanya. Di sisi lain Rasulullah S.A.W.harus mengendalikan depresi yang
dialami oleh kaum muslimin melaui strategi dakwahnya agar ummat muslim
mempunyai keteguhan hati (beriman) dalam berjuang, mentata perekonomian yang
carut marut dengan menyuruh kaum muslimin bekerja tanpa pamrih dan lain
sebagainya.
Upaya Rasulullah s.a.w dalam
mencegah terjadinya perpecahan di kalangan kaum muslimin maka beliau
mempersatukan kaum Anhsor (sebagai tuan rumah) dengan kaum Muhajirin (sebagai
kelompok pendatang). Rasulullah menganjurkan agar kaum Anshor yang notabene
memiliki kekayaan dapat membantu saudara-saudaranya dari kaum Muhajirin. Maka
hasil dari upaya tersebut terjadilah akulturasi budaya antara kaum Anshor
dengan kaum Muhajirin sehingga kekuatan kaum Muslim bertambah.
Untuk mengantisipasi kondisi keamanan
yang selalu mengancam maka Rasulullah SAW. mengeluarkan kebijakan bahwa daerah
Madinah dipimpim oleh beliau sendiri dengan sebuah sistem pemerintahan
ala-Rasul. Dari kepemimpinan beliau maka lahirlah berbagai macam kreativitas
kebijakan yang dapat menguntungkan bagi kaum muslim. Kebijakan utama beliau
adalah membangun masjid sebagai pusat aktivitas kaum muslimin. Istilah
yang populernya penulis sebut dengan istilah Madinah Muslims Center (MMC).
Menurut Sabzwari[4][1], terdapat tujuh kebijakan yang
dihasilkan oleh Rasulullah sebagai kepala negara, diantaranya ialah :
1.
Membangun
masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya.
2.
Merehabilitasi
Muhajirin Mekkah di Madinah.
3.
Meciptakan
kedamaian dalam negara.
4.
Mengeluarkan
hak dan kewajiban bagi warga negaranya.
5.
Membuat
konstitusi negara.
6.
Menyusun
sistem pertahanan Madinah.
7.
Meletakkan
dasar-dasar sistem keuangan negara.
Namun yang paling
utama dibangun oleh Rasulullah S.A.W.adalah masjid karena dengan adanya masjid
menandakan perjungan beliau tidak hanya berada pada tataran duniawi saja akan
tetapi berdimensi akhirat. Jika ini ditafsirkan dengan akal (tafsir bil
ra’yi) maka sesungguhnya terdapat sesuatu ajaran yang cukup dalam dimana
Rasulullah S.A.W.meletakkan dasar ideologi perjuangan yang selalu bergandengan
antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat. Sebagai mediasinya adalah
dibangunlah masjid.
Perjuangan dalam
tataran ideologi sudah dibenahi, maka rasulullah S.A.W.melangkah pada tahap
berikutnya yaitu dengan mereformasi bidang ekonomi dengan berbagai macam
kebijakan beliau. Seperti diulas panjang di atas bahwa kondisi ekonomi dalam
keadaan nol. Kas negara kosong, kondisi gegrafis tidak menguntungkan dan
aktivitas ekonomi berlajan secara tradisional. Melihat kondisi yang tidak
menentu seperti ini maka Rasulullah S.A.W.melakukan upaya-upaya yang terkenal
dengan Kebijakan Fiskal beliau sebagai pemimpin di Madinah yaitu
dengan meletakkan dasar-dasar ekonomi.
B. Kebijakan Fiskal Pada Masa
Rasulullah
Diantara
kebijakan tersebut instrument-instrumentnya adalah:
1.
Memfungsikan
Baitul Maal [5]
Baitul maal sengaja dibentuk oleh Rasulullah s.a.w
sebagai tempat pengumpulan dana atau pusat pengumpulan kekayaan negara Islam
yang digunakan untuk pengeluaran tertentu. Karena pada awal pemerintahan Islam
sumber utama pendapatannya adalah Khums, zakat, kharaj, dan jizya (bagian
ini akan dijelaskan secara mendetail pada bagian komponen-komponen penerimaan
negara Islam).
Pendirian Baitul Maal ini masih banyak sumber yang
berbeda pendapat, ada yang mengatakan didirikan oleh Rasulullah S.A.W.dan ada
sumber yang mengatakan bahwa secara resmi baitul maal didirikan oleh Sayidina
Umar ibn Khaththab r.a. Di dalam buku Kebijakan Ekonomi Umar Bin Khaththab
dikatakan bahwa salah satu keberhasilan beliau adalah mampu mendirikan Baitul
Maal[6]. Namun disisi lainsecara implisit fungsi
akan Baitul Maal sudah dibentuk oleh Rasulullah S.A.W terbukti dengan membangun
masjid bersama kekayaan fungsi di dalamnya (Muslims Centre). Akan tetapi
secara eksplisit pendirian Baitul Maal dilakukan oleh Khalifah Umar ibn
Khaththab r.a. Kesimpulannya, tidak ada perbedaan yang mendasar dari semua
pendapat, hanya saja dikompromikan kapan fungsi secara implisit dari Baiyul
Maal dan kapan pendirian secara eksplisit.
Untuk itu fungsi dari Baitul Maal disini adalah
sebagai mediasi kebiajakan fiskal Rasulullah S.A.W. dari pendapat negara Islam hingga penyalurannya. Tidak
sampai lama harta yang mengendap di dalam Baitul Maal, ketika mendapatkannya
maka langsung disalurkan kepada yang berhak menerimanya yaitu kepada Rasul dan
kerabatnya, prajurt, petugas Baitul Maal dan fakir miskin.
2.
Pendapatan
Nasional dan Partisipasi Kerja
Salah satu kebijakan Rasulullah S.A.W dalam pengaturan
perekonomian yaitu peningkatan pendaptan dan kesempatan kerja dengan
mempekerjakan kaum Muhajirin dan Anshor[7]. Upaya tersebut tentu saja
menimbulkan mekanisme distrubusi pendapatan dan kekayaan sehingga meningkatkan
permintaan agregat terhadap output yang
akan diproduksi. Disi lain Rasullah membagikan tanah sebagai modal kerja.
Kebijakan ini dilakukan oleh Rasulullah S.A.W.karena kaum Muhajirin dan Anshor
keahliannnya bertani dan hanya pertanian satu-satunya pekerjaan yang
menghasilkan. Kebijakan beliau sesuai dengan teori basis, yaitu bahwa jika
suatu negara atau daerah ingin ekonominya maju maka jangan melupakan potensi
basis yang ada di negara atau daerah tersebut.
3.
Kebijakan
Pajak
Pajak secara etimologi, terdapat dalam bahasa arab disebut
dengan istilah dharibah, yang berasal dari kata yang artinya mewajibkan,
menetapkan, memukul, menerangkan atau membebankan, dan lain-lain.
Dharaba adalah bentuk kata kerja (fi’il), sedangkan
bentuk kata bendanya (ism) adalah dharibah, yang dapat berarti beban. Dharibah
adalah isim mufrad (kata benda tunggal) dengan bentuk jamaknya adalah dharaib.
Ia disebut beban, karena merupakan kewajiban tambahan atas harta setelah zakat,
sehingga dalam pelaksanaannya akan dirasakan sebagai sebuah beban (pikulan yang
berat).
Dengan demikian, pengertian pajak (dharibah) tetaplah
“beban tambahan” yang dipikulkan kepada kaum muslim, untuk kepentingan mereka
sendiri yaitu kaum muslim, yang tidak terpenuhi oleh negara dari sumber-sumber
yang utama, seperti Ghanimah, Shadaqah (zakat dan ‘ushr), Fay’i’ (jizyah,
kharaj dan ‘ushr), dan sumber pendapatan sekunder lainnya.
Ada beberapa ketentuan tentang pajak (dharibah)
menurut syariat islam, yang sekaligus membedakannya dengan pajak dalam sistem
kapitalis (non islam), yaitu:
a.
Pajak (dharibah) bersifat temporer, tidak bersifat
kontinu; hanya boleh dipungut ketika di baitul mal tidak ada harta atau kurang.
b.
Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut untuk pembiayaan
yang merupakan kewajiban bagi kaum muslim dan sebatas jumlah yang diperlukan
untuk pembiayaan wajib tersebut.
c.
Pajak (dharibah) hanya diambil dari kaum muslim dan
tidak dipungut dari non muslim
d.
Pajak (dharibah) hanya dipungut dari kaum muslim yang
kaya, tidak dipugut dari selainnya.
e.
Pajak (dharibah) hanya dipungut sesuai dengan jumlah
pembiayaan yang diperlukan, tidak boleh lebih.
f.
Pajak (dharibah) dapat dihapus bila sudah tidak
diperlukan.[8]
Sedangkan fungsi pajak biasanya dibagi menjadi dua
yaitu fungsi budgetair dan fungsi mengatur.
a.
Fungsi Budgetair, yaitu memasukkan uang
sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara. Diantara para sarjana ada yang
berpendapat bahwa pajak haruslah ditujukan semata-mata untuk menutup biaya yang
harus dikeluarkan pemerintah dalam menunaikan tugasnya.
b.
Fungsi mengatur (regulerend). Menurut fungsi ini,
pajak di samping berfungsi untuk mengisi kas negara, juga berfungsi untuk
mengatur, sebagai usaha pemerintah untuk turut campur dalam segala bidang guna
menyelenggarakan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh pemerintah yang
letaknya di luar bidang keuangan dan fungsi mengatur banyak ditujukan kepada
sektor swasta.[9]
4.
Kebijakan
Fiskal Berimbang
Untuk kasus ini pada masa pemerintahan Rasulullah
s.a.w dengan metode hanya mengalami sekali defisit neraca Anggaran Belanja
yaitu setelah terjadinya “Fathul Makkah”, namun kemudian kembali membaik
(surplus) setelah perang Hunain.
5.
Kebijakan
Fiskal Khusus
Kebijakan ini dikenakan dari sektor voulentair (sukarela)
dengan cara meminta bantuan Muslim kaya. Jalan yang ditempuh yaitu dengan
memberikan pijaman kepada orang-orang tertentu yang baru masuk Islam serta
menerapkan kebijakan insentif.[10]
Selain itu masih ada lagi yang disebut dengan amwal
fadhla, yaitu harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal
dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya. Instrumen lain
adalah nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada kaum
muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat
dan ini pernah terjadi pada masa perang Tabuk.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sumber
penerimaan pada masa Rasulullah dapat digolongkan menjadi tiga golongan bedar,
yakni dari kaum muslim, dari nonmuslim, dan dari sumber lain. Untuk mengelola
sumber penerimaan negara dan sumber pengeluaran negara maka Rasulullah
menyerahkan kepada Baitulmal dengan menganut asas anggaran berimbang artinya
semua penerimaan habis digunakan untuk pengeluaran negara.[11]
C. Kebijakan Fiskal Masa Pemerintahan Khulafaul
Rasyidin
Pada periode ini terbagi menjadi empat dekade sesuai
dengan kekhalifhan pasca meninggalnya Rasulullah SAW yaitu :
1.
Masa
Kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq r.a
Abu Bakar Ash-Shiddiq
mendapat kepercayaan pertama dari kalangan muslim untuk menggantikan posisi
Rasulullah SAW setelah beliau wafat. Konon ada beberapa kreteria yang melekat
pada diri Abu Bakar sehingga kaum muslimin mempercayai puncak kepemimpinan
Islam diantaranya adalah terdapat ketaatan dan keimanan beliau yang luar biasa,
faktor kesenioran diantara yang lain sehingga wibawa menjadi penentu. Juga
faktor kesetiaan dalam mengikuti dan mendapingi Rasulullah dalam berdakwah
menyadarkan kaum muslim bahwa beliau memang pantas menjadi pengganti raululllah
SAW. Pemilihan tersebut berlangsung secara alami tanpa ada interpensi dari
Rasulullah SAW.
Abu Bakar terkenal
dengan keakuratan dan ketelitiannya dalam mengelola dan menghitung zakat.
Tebukti dengan ketelitian dan kehatia-hatiannya beliau mengangkat seorang amil
zakat yaitu Anas.
Pada awal
kepemimpinannya beliau mengalami kesulitan di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari sehingga dengan penuh keterbukaan dan keterusterangan beliau
mengatakan kepada ummatnya bahwa perdagangan beliau tidak mencukupi untuk
memenuhi kebtuhan keluarganya. Tentunya dengan adanya beban sebagai kepala
negara akan mengurangi aktivitas dagangnya karena sibuk mengurus negara.
Kesulitan beliau
diketahui oleh khalayak ramai terutama oleh Siti Aisyah dan dengan kesepakatan
bersama selama kepemimpinan beliau baitul maal mengeluarkan kebutuhan khalifah
Abu Bakar yaitu sebesar dua setengah atau dua tiga perempat dirham setiap
harinya dengan tambahan makanan berupa daging domba dan pakaian biasa. Setelah
berjalan beberapa waktu, ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi sehingga
ditetapkan 2.000 atau 2.500 dirham dan menurut keterangan yang lain mencapai
6.000 dirham pertahun.
Namun yang menarik
dari kepemimpinan beliau adalah ketika beliau mendekati wafatnya, yaitu
kebijakan internal dengan mengembalikan kekayaan kepada negara karena melihat
kondisi negara yang belum pulih dari krisis ekonomi. Beliau lebih mementingkan
kondisi rakyatnya dari pada kepentingan inividu dan keluarganya. Gaji yang
selama ini diambil dari baitul maal yang ketika dikalkulasi berjumlah 8.000
dirham, mengganti dengan menjual sebagain besar tanah yang dimikinya dan
seluruh penjualannya diberikan untuk pendanaan negara. Sikap tegas seperti ini
belum kita temukan di negara kita tercinta ini. Bahkan yang terjadi sebaliknya,
yaitu dipenghujung jabatannya justru mengeluarkan kebijakan yang dapat
menguntungakan dirinya. Enggan mempublikasi kekayaan pribadi ketika KPK
memeriksanya.
Berkaitan dengan
kebijakan fiskal masa kekhalifahan Abu Bakar yaitu melanjutkan
kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan oleh Rasulullah SAW. Hanya ada
beberapa kebijakan fiskal beliau yang cukup dominan dibandingkan yang lain
yaitu pemberlakuan kembali kewajiaban zakat setelah banyak yang membangkangnya.
Kebijakan berikutnya adalah selektif dan kehati-hatian dalam pengelolaan zakat
sehingga tidak ditemukan penyimpangan di dalam pengelolaannya.
2.
Masa
Kekhalifahan ‘Umar Ibn Khaththab ra
Strategi yang dipakai oleh Amirul Mukminin Umar Ibn
Khaththab adalah dengan cara penanganan urusan kekayaan negara, di samping
urusan pemerintahan. Khalifah adalah penanggung jawab rakyat, sedangkan rakyat
adalah sumber pemasukan kekayaan negara yang manfaatnya kembali kepada mereka
dalam bentuk jasa dan fasilitas umum yang diberikan negara.
Apa yang telah diterapkan oleh Umar Ibn Khaththab pada
masa dahulu adalah serupa dengan apa yang diterapkan oleh pemerintahan Amerika
sekarang, dimana pemimpin negara langsung memeriksa kantor strategi pertahanan
negara. Juga kepala negara mengikuti proses restrukturisasi stabilitas umum dan
program ekonomi negara. Ia diberi kesempatan untuk memberi perhatian dan
pengawasan atas sirkulasi ekonomi[12].
Dalam sambutannya ketika diangkat menjadi khalifah,
beliau mengumumkan kebijakan ekonominya yang berkaitan dengan fiskal yang akan
dijalankannya. Dari pidato yang beliau sampaikan di hadapan khalayak ramai
sebagai dasar-dasar beliau dalam menjalankan kepemimpinannya yang terkenal
dengan sebutan 3 dasar sebagai
berikut[13]:
a.
Negara
Islam mengambil kekayaan umum dengan benar, dan tidak mengambil hasil
dari kharaj atau harta fa’i yang diberikan
Allah kecuali dengan mekanisme yang benar.
b.
Negara
memberikan hak atas kekayaan umum, dan tidak ada pengeluaran kecuali sesuai
dengan haknya; dan negara menambahkan subsidi serta menutup hutang.
c.
Negara
tidak menerima harta kekayaan dari hasil yang kotor. Seorang penguasa tidak
mengambil harta umum kecuali seperti pemungutan harta anak yatim. Jika dia
berkecukupan, dia tidak mendapat bagian apapun. Kalau dia membutuhkan maka dia
memakai dengan jalan yang benar.
3.
Masa
Kekhalifahan ‘Utsman Ibn ‘Affan ra
Enam tahun pertama kepemimpinannya, Balkh, Kabul,
Ghazani, Kerman dan Sistan ditaklukkan. Untuk menata pendapatan baru, kebijakan
khalifah sebelumnya yaitu Umar diikuti. Tidak lama setelah negara-negara
ditaklukkan, kemudian tindakan efektif diterapkan dalam rangka mengembangkan
sumber daya alam. Aliran air digali, jalan dibangun, pepohonan ditanam serta
kemanan perdagangan diberikan dengan cara pembentukan organisasi kepolisian
tetap. Pada masa Usman tidak
ada perubahan yang signifikan pada kondisi ekonomi secara keseluruhan.
Kebanyakan kebijakan ekonomi mengikuti khalifah sebelumnya yang kebanyakan
pakar mengatakan bahwa khalifah sebelumnya (Umar) adalah sang reformis dalam
bidang ekonomi.
4.
Masa
Kekhalifahan ‘Ali Ibn Thalib r.a
‘Ali berkuasa selama
lima tahun. Sejak awal kepemimpinannya, beliau selalu mendapatkan rongrongan
dari kelompok umat Islam sendiri yaitu kaum khawarij serta peperangan
berkepanjangan dengan kelompok Mu’awiyah yang memproklamirkan dirinya sebagai
penguasa yang independen di daerah Syiria dan Mesir.
Untuk itu awal-awal
kepemimpinan beliau adalah dengan sebuah kebijakan membersihkan kalangan
pejabat yang korup yang dilakukan sebelumnya. Maka tidak sedikit pejabat
sebelumnya yang dijebloskan ke dalam penjara. Salah satu yang berhasil
dijebloskan ke dalam penjara adalah Gubernur Ray dengan tuduhan penggelapan
uang.
Mengenai kebijakan
fiskalnya, ‘Ali tetap mengacu pada khalifah sebelumnya. Bahkan kebijakan fiskal
yang diterapkan oleh Umar banyak diteruskan oleh ‘Ali, bukan Ustman.
D. Komponen-Komponen Kebijakan
Fiskal Dalam Islam
Untuk sementara, mari
kita ulas sedikit mengenai kebijakan fiskal di jaman Rasulullah dan
khulafaurrasyidin. Di dalam kebijakan fiskal di jaman Rasulullah S.A.W dan
khulafaurrasyidin penulis bagi menjadi dua yaitu kebijakan pemasukan yang
terbagi kenjadi dua yaitu pemasukan dari kaum muslim dan pemasukan dari
nonmuslim, kedua kebijakan pengeluaran kekayaan negara Islam. Terkesan asing
saat disebutkan pendapatan dari nonmuslim, akan tetapi pada zaman tersebut
merupakan konsekuensi logis dan berada pada taraf kewajaran. Seperti, kelompok
kafir harus membayar pajak kepada negara Islam sebagai bentuk perlindungan dan
lain sebagainya.
1.
Kebijakan
Pemasukan dari Muslim
a.
Zakat
Zakat adalah salah
satu dari dasar ketetapan Islam yang menjadi sumber utama pendapatan di dalam
suatu pemerintahan Islam pada periode klasik. Sebelum diwajibkan zakat bersifat
suka rela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum. Peraturan
mengenai pengeluaran zakat muncul pada tahun ke sembilan hijriyah ketika dasar
Islam telah kokoh.
Zakat sendiri bukanlah satu kegiatan yang semata-mata untuk tujuan duniawi,
seperti distribusi pendapatan, stabilitas ekonomi, dan lainnya, tetapi juga
mempunyai implikasi untuk kehidupan di akhirat. Sebagaimana dijelaskan dalam
Q.S. at-Taubah ayat: 103 berikut ini:
{è‹õ BÏ`ô &rBøquº;ÎlÏNö ¹|‰y%spZ ?èÜsgdÎãdèNö ru?è“t.jÏŽkÍN 5Íkp$ ru¹|@eÈ æt=n‹øgÎNö ( )Îb¨ ¹|=nq4?s7y ™y3s`Ö ;°lçNö 3 ru#$!ª ™yJÏ‹ìì æt=ΊOí ÈÌÉÊÇ
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
Sementara itu dampak untuk pengeluaran-pengeluaran lainnya seperti sedekah
dan lain-lain, perhatikan QS. Al-Baqarah ayat: 261.
B¨Ws@ã #$!©%Ïïût ƒãZÿÏ)àqbt &rBøquº9sgßOó ûÎ’ ™y6΋@È #$!« .xJyVs@È my6¬p> &rR/;uFtMô ™y7öìy ™yZu$/Î@Ÿ ûÎ’ .ä@eÈ ™ßY/7ç#s'7 BiÏ$(spè my6¬p7 3 ru#$!ª ƒãÒŸ»èÏ#ß 9ÏJy` „o±t$!äâ 3 ru#$!ª ruº™Åìì æt=ΊOí ÈÊÏËÇ
Artinya: Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir,
pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Dalam al-Quran diperkirakan terdapat 30 ayat yang berkaitan dengan perintah
untuk mengeluarkan zakat. Perintah berzakat sering muncul berdampingan sesudah
perintah mendirikan shalat. Hal ini menunjukkan berapa pentingnya kegiatan
berzakat dalam Islam. Zakat sesungguhnya merupakan instrumen Islami sangat luar
biasa potensinya. Potensi zakat ini jika digarap dengan baik, akan menjadi
sumber pendanaan yang sangat besar, sehingga dapat menjadi kekuatan pendorong
pemberdayaan ekonomi umat dan memerataan pendapatan. Ujung dari semua itu akan
bermuara pada meningkatnya perekonomian bangsa.[14]
Pada masa Rasulullah,
zakat dikenakan pada hal-hal sebagai berikut[15]:
1)
Benda
logam yang terbuat dari emas seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk
lain
2)
Benda
logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam
bentuk lainnya
3)
Binatang
ternak unta, sapi domba dan kambing
4)
Berbagai
jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan
5)
Hasil
pertanian termasuk buah-buahan
6)
Luqta, harta benda yang ditinggalkan
musuh
7)
Barang
temuan.
Zakat emas dan perak
ditentukan bedasarkan beratnya, binatang ternak ditentukan berdasarkan
jumlahnya, dan barang dagangan, bahan tambang, danluqta ditentukan
berdasarkan nilainya serta zakat hasil pertanian dan buah-buahan ditentukan
berdasarkan kuantitasnya.
b.
Ushr
Ushr adalah bea impor
yang dikenakan kepada semua pedagang dimana pembayarannya hanya sekali dalam
satu tahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200
dirham. Tingkat bea orag-orang yang dilindungi adalah 5% dan pedagang muslim
2,5%. Hal ini juga terjadi di Arab sebelum masa Islam, terutama di Mekkah,
pusat perdagangan terbesar. Yang menarik dari kebijakan Rasulullah adalah
dengan menghapuskan semua bea impor dengan tujuan agar perdagangan lancar dan
arus ekonomi dalam perdangan cepat mengalir sehingga perekonomian di negara
yang beliau pimpin menjadi lancar. Beliau mengatakan bahwa barang-barang milik
utusan dibebaskan dari bea impor di wilayah muslim, bila sebelumya telah
terjadi tukar menukar barang[16]
c.
Wakaf
Wakaf
adalah harta benda yang didedikasikan kepada umat Islam yang disebabkan
karena Allah SWT
dan pendapatannya akan
didepositokan
di baitul maal.
d.
Amwal
Fadhla
Amwal Fadhla berasal
dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal
dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
e.
Nawaib
Nawaib
yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada kaum muslimin
yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah
terjadi pada masa perang tabuk.
f.
Zakat
Fitrah
Zakat fitrah ini
diwajibkan bagi kaum muslimin dalam satu tahun sekali sebagai pembersih harta
yang mereka miliki. Tepatnya pada bulan ramadhan dan zakat fitrah ini hingga
sekarang semakin menunjukkan perkembangannya karena bersifat wajib.
g.
Khumus
Khumus adalah
karun/temuan. Khumus sudah berlaku pada periode sebelum Islam.
h.
Kafarat
Kafarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan
seorang muslim pada acara keagamaan seperti berburu di musim haji. Kafarat juga
biasa terjadi pada orang-orang muslim yang tidak sanggup melaksanakan kewajiban
seperti seorang yang sedang hamil dan tidak memungkin jika melaksanakan puasa
maka dikenai kafarat sebagai penggantinya.
2.
Kebijakan
Pemasukan dari nonmuslim
a.
Jizyah
Jizyah adalah pajak
yang dibayarkan oleh orang nonmuslim khususnya ahli kitab sebagai jaminan
perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-nilai dan tidak wajib
militer.
Pada masa Rasulullah S.A.W. besarnya jizyah satu dinar
pertahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya. Perempuan, anak-anak,
pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit jiwa dan semua yang menderita
penyakit dibebaskan dari kewajiban ini. Di antara ahli kitab yang harus membayar
pajak sejauh yang diketahui adalah orang-orang Najran yang beragama Kristen
pada Tahun keenam setelah Hijriyah. Orang-orang Ailah, Adhruh dan Adhriat
membayarnya pada perang Tabuk. Pembayarannya tidak harus berupa uang tunai,
tetapi dapat juga berupa barang atau jasa sepeti yang disebutkan Baladhuri
dalam kitabnya Fhutuh al-Buldan, ketika menjelaskan pernyataan lengkap
perjanjian Rasulullah S.A.W dengan orang-orang Najran yang dengan jelas
dikatakan: “......Setelah dinilai, dua ribu pakaian/garmen masing-masing
bernilai satu aukiyah, seribu garmen dikirim pada bulan Rajab tiap tahun,
seribu lagi pada bulan Safar tiap tahun. Tiap garmen berniali satu aukiyah,
jadi bila ada yang bernilai lebih atau kurang dari satu aukiyah,
kelebihan atau kekurangannya itu substitusi garmen harus diperhitungkan[17]
b.
Kharaj
Kharaj adalah pajak
tanah yang dipungut dari kaum nonmuslim ketika khaibar ditaklukkan. Tanahnya
diambil alih oleh orang muslim dan pemilik lamanya menawarkan untuk mengolah
tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah dan bersedia memberikan sebagian
hasil produksi kepada negara. Jumlah kharaj dari tanah ini
tetap yaitu setengah dari hasil produksi yang diserahkan kepada negara.
Rasulullah S.A.W biasanya mengirim orang yang memiliki pengetahuan dalam maslah
ini untuk memperkirakan jumlah hasil produksi. Setelah mengurangi sepertiga
sebagai kelebihan perkiraan, dua pertiga bagian dibagikan dan mereka bebas
memilih yaitu menerima atau menolak pembagian tersebut. Prosedur yang sama juga
diterapkan di daerah lain. Kharaj ini menjadi sumber
pendapatan yang peting.
Kharaj (tribute soil/pajak,
upeti atas tanah) dan jizyah (tribute capitis/ pajak kekayaan)
kedunya juga terdapat pada zaman kekaisaran Romawi dengan bentuk yang sama, dan
merupakan fakta bahwa pembayaran pajak umum diterapkan pada kekaisaran
Sasanides dan Persia. Kaum muslimin pada periode awal mengikuti pendahulunya
dan keduanya ditentukan sekedarnya sesuai prinsip keadilan. Penting untuk
diketahui bahwa nonmuslim hanya membayar tiga jenis pajak, sementara muslim
membayar lebih banyak lagi jenis pajak. Kharaj yang dibayar
nonmuslim sama halnya dengan kaum muslim membayar ‘Ushr dari
hasil pertanian. Jizyah dibayar sebagai pajak untuk
perlindungan sebagai pengganti wajib militer bagi nonmuslim.
c.
‘Ushr
‘Ushr adalah bea impor yang dikenakan
kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku
terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingkat bea orang-orang
yang dilindungi adalah 5% dan pedagang muslim 2,5%. Hal ini juga terjadi di
Arab sebelum masa Islam, terutama di Mekkah, pusat perdagangan terbesar.
Menurut Hamidullah, Rasulullah s.a.w berinisiatif mempercepat peningkatan
perdagangan, walaupun menjadi beban pendapatan negara. Ia menghapuskan semua
bea masuk dan dalam banyak perjanjian dengan berbagai suku menjelaskan hal
tersebut. Ia mengatakan “barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea impor
di wilayah muslim, bila sebelumnya telah terjadi tukar menukar barang”.......
3.
Kebijakan
Pengeluaran
Kebijakan Pengeluaran
pendapatan negara didistrubusikan langsung kepada orang-orang yang berhak
menerimanya. Di antara golongan yang berhak menerima pendapatan (distribusi
pendapatan) adalah berdasarkan atas kreteria langsung dari Allah S.W.T yang
tergambar di dalam al-Qur’an QS. (9:60)
* )ÎR¯Jy$ #$9Á¢‰y%s»Mà 9Ï=ùÿà)st#!äÏ ru#$9øJy¡|»3ÅüûÈ ru#$9øèy»JÏ#Î,ût æt=nŽökp$ ru#$9øJßsx9©ÿxpÏ %è=èq5ækåNö ruûΆ #$9hÌ%s$>É ru#$9øót»ÌBÏüût ruûΆ ™y6΋@È #$!« ru#$óøûÈ #$9¡¡6΋@È ( ùs̃ҟpZ BiÏÆš #$!« 3 ru#$!ª æt=ΊOí my6Å‹OÒ ÈÉÏÇ
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf
yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Biajaksana. (QS. 9:60).
Orang-orang yang
berhak menerima harta zakat ini terkenal dengan sebutan delapan asnab.
Delapan asnab ini langsung mendapat rekomendasi dari Allah S.W.T sehingga tidak
ada yang bisa membatahnya. Ini artinya kreteria dalam al-Qur;an terhadap
orang-orang yang berhak mendapatkan atas kekayaan negara lebih rinci
dibandingkan dengan kreteria yang tetapkan oleh pemerintah kita yang secara umum
di-inklud-kan kepada orang-orang miskin saja.
BAB
III
PENUTUP
1.
2.
3.
A. Kesimpulan
Kebijakan fiskal telah dikenal dalam ekonomi Islam
sejak zaman Rasulullah SAW. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang meliputi
kegiatan penerimaan dan pengeluaran negara yang digunakan pemerintah untuk
menjaga stabilitas ekonomi serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Tujuan yang
ingin dicapai oleh kebijakan fiskal adalah kestabilan ekonomi yang lebih
mantap. Mengenai pendapatan negara, Allah telah menggariskan secara tegas dalam
al-Quran beberapa sumber yang boleh dipungut oleh Ulil Amri, misalnya: zakat,
Jizyah, fay’i, ghanimah, kharaj, dan waqaf. Yang mana ada beberapa prinsip yang
harus ditaati oleh ulil amri dalam melaksanakan pemungutan pendapatan negara,
yaitu sebagai berikut:
1.
Nash
yang memerintahkannya
2.
Harus
ada pemisahan muslim dan non-muslim
3.
Hanya
golongan kaya yang menanggung beban
4.
Adanya
tuntutan kemaslahatan umum
B. Saran
Demikianlah makalah yang
dapat kami sajikan dan kami sampaikan. Kami yakin dalam penulisan maupun
penyampaiannya masih terdapat kesalahan serta kekurangan, untuk itu kami mohon
ma’af yang sebesar-besarnya. Dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami
harapkan untuk perbaikan kami selanjutnya. Dan semoga makalah ini bermanfa’at bagi
pembaca semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Gusfahmi, Pajak, Menurut Syariah,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Karnaen A Perwataatmajda, “Sejarah
Pemikiran Eonomi Islam” Diktat Kuliah, Universitas Islam Negeri SYAHID
Jakarta, 2006.
M. Nazori Majid, Pemikiran
Ekonomi Islam Abu Yusuf; Relevansinya dengan Ekonomi Kekinian,
Yogyakarta, Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI), 2003.
M. Nur Rianto Al Arif, . Teori Makro Ekonomi Islam Konsep,
Teori, dan Analisis, Bandung: Alfabeta, 2010.
Muhammad,
Quthb Ibrahim, Kebijakan Ekonomi Umar
bin Khaththab (As-Siyâsah al-Mâliyah li ‘Umar bin al-Khaththab),
Penerjemah Ahmad Syarifuddin Shaleh. (Jakarta: Pstaka Azzam), 2002.
Nasution. Mustafa Edwin, Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010.
Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan
Fiskal, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
[1] Mustafa Edwin Nasution,
Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), Cet-3, h. 203.
[2] Gusfahmi, Pajak, Menurut Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2007), h. 143.
[3] M. Nur Rianto Al Arif,
S.E., M.Si. Teori Makro Ekonomi Islam Konsep, Teori, dan Analisis, (Bandung:
Alfabeta, 2010), h 149-150
[4] Lihat M.A Sabwari, “Sistem
Ekonomi dan Fiskal Pada Masa Pemerintahan Nabi Muhammad S.A.W” dalam Adiwarman
Karim, “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, 2010, Jakarta, halaman 20. pendapat yang sama juga dapat dilihat pada
Nazori Majid, “Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf, Relevansinya dengan Ekonomi
Kekinian”, 2003, Yogyakarta, halaman 173-174.
[5] Lihat Karnaen A
Perwataatmajda, “Sejarah Pemikiran Eonomi Islam” Diktat Kuliah, Universitas
Islam Negeri SYAHID Jakarta, 2006, halaman 14. lihat juga pada Kadim As-Sadr
“Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam”, dalam Adiwarman Karim,
“Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, Op. Cit. Halaman 74.
[6] Lihat Quthb Ibrahim
Muhammad, “Kebijakan Ekonomi Umar Bin Khaththab”, Terjemahan, 2002, Jakarta,
halaman 23
[7] Nasori Majid. Op. Cit.
halaman 223
[8] Mustafa Edwin Nasution,
Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet-3, h. 27-35.
[9] Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam
Kebijakan Fiskal, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.100-101
[10] Op.Cit.
halaman 224
[11] Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet-3, h. 203
[12] Said Ahmad, Al-Idarah
Al-Maliyah, halaman 259
[13] Pidato
beliau dikutif dari buku “Quthb Ibrahim Muhammad; “Kebijakan Ekonomi Umar Ibn
Khaththab; Ibid, halaman 34
[14] Mustafa Edwin Nasution,
Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), Cet-3, h. 206-208.
[15] M.A. Sabzwari, dalam Karim;
Op. Cit. halaman. 34
[16] Sabzwari. Op. Cit.
halaman 32
[17] Sabzwari, dalam karnaen.
Halaman 32
Subscribe to:
Posts (Atom)
MAKALAHKU
MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN
Tugas Individu MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN Oleh ASRIANI 213095 2006 SEKOLAH TINGGI ILMU P...

-
SATUAN ACARA PENYULUHAN ( S A P ) CARA MENCUCI TANGAN YANG BAIK DAN BENAR DISUSUN OLEH : Mahasiswi Akademi Kebida...
-
LP HEMIPARESE SINISTRA I. KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang mengacu kepada s...