Sunday 28 May 2017

Mengulit Kenangan DATA MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/bqPE86ZXeZw

Nyanyian Rindu Buat Kekasih DATA MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/XAt3n7H5HoQ

Satu Nama Tetap Dihati NEW EYE MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/NEa7vKk6GN4

Setiamu Gugur Dimata EYE MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/g4payEl9_Z8

Terserlah Kasih Abadi EYE MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/g3yk6s5TxJA

zinkan Selamanya Namamu Di Hati EYE MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/JAHDQFkhPdk

KAU SEBUT NAMAKU#SONIA#MALAYSIA#POP#LEFT





https://youtu.be/sfPmaA3z268

KULAYANGKAN RINDU SONIA MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/JqDrShuu4dI

Ku Relakan SONIA MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/E50dzpa1BFM

KUMBANG SERIBU SONIA MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/UbIFFdyYY-Y

Luruh Cintaku SONIA MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/92ZzeygKzXw

LURUH CINTAKU VERSI 2 SONIA MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/4pudNOV1Dr4

MASIH TERKENANG SONIA MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/iwFFfm83Sc4

PALING BAHAGIA SONIA MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/ndwJd5_JvTo

RINDU AKU RINDU KAMU SONIA MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/Y-TKS0Fj8Lc

TETESAN DEMI TETESAN SONIA MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/i_HwnQnsszc

SELIMUT JIWA SONIA MALAYSIA KARAOKE





https://youtu.be/zyVm6Vy1hZs

Elly Noor Air Jahat Karaoke





https://youtu.be/qGmlaB4KwCQ

Hamari adhuri kahani ARIJIT SINGH INDIA karaoke song





https://youtu.be/dOnw_0u-b84
MAKALAH

KEBIJAKAN FISKAL PADA AWAL PEMERINTAHAN DALAM ISLAM


 








Makalah   Di ajukan  Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Watampone


Disusun Oleh:
Kelompok 5

1.       Ristia Ningsih
2.       Sri Gusti Handayani







SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
W A T A M P O N E

 
2017


KATA PENGANTAR
https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQtl08659PjYUwWbz0DrlYEW2TccnYhTElz8N2AmWyc_zgaXDb5Vg
Alhamdulillah... Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Pencipta dan Pemelihara alam semesta ini, atas karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam”. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan bagi Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman termasuk kita semua.
Makalah ini kami susun sebagai bahan diskusi bagi mahasiswa untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Makro Islam di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Watampone. Dan diharapkan dengan disusunnya makalah ini akan menjadi acuan untuk mendukung proses perkuliahan.
Disadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari teknis penulisan sampai dengan pembahasan materi untuk itu besar harapan kami akan saran dan masukan yang sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pembina yang telah memberi arahan untuk membuat Makalah ini dan tidak lupa untuk rekan rekan mahasiswa kami ucapkan terima kasih semoga apa yang saya susun bermanfaat.



Watampone, 20 April 2017

        Penyusun
   

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................               i
DAFTAR ISI .............................................................................................               ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.....................................................................               1
B.       Rumusan Masalah.................................................................               2
C.       Tujuan Penulisan...................................................................               2
BAB II... PEMBAHASAN
A.       Kebijakan Fiskal Pada Awal Masa Pemerintahan Islam......               3
B.       Kebijakan Fiskal Pada  Masa Rasulullah..............................               5
C.       Kebijakan Fiskal Masa Pemerintahan Khalafaul Rashidin...               9
D.        Komponen Kebijakan Fiskal Dalm Islam ...........................               13
BAB III.. PENUTUP
A.       Kesimpulan...........................................................................               20
B.       Saran.....................................................................................               20
DAFTAR PUSTAKA
















BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kebijakan fiskal adalah, “langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem perpajakan atau dalam pembelanjaan, yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi  negara. Degan demikian kebijakan fiskal adalah kebijaksanaan yang dilakukan pemerintah di bidang keuangan, meliputi penerimaan negara dan pengeluaran negara.[1]
Munculnya pemikiran tentang kebijakan fiskal dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran terhadap pengaruh pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Akan tetapi, karena kesadaran akan pengaruh-pengaruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah tersebut, timbullah gagasan untuk-dengan sengaja-mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna memperbaiki kestabilan ekonomi. Jadi angaran belanja negara terdiri dari penerimaan dan pengeluaran. Adapun cara-cara yang dapat ditempuh pemerintah untuk mendapatkan uang bisa digolongkan sebagai berikut: pajak, restribusi, keuntungan dari perusahaan-perusahaan negara, sumbangan masyarakat, pencetakan uang kertas, pinjaman dll. Sedangkan pengeluaran yang dilakukan pemerintahan dapat dibedakan menjadi dua macam yakni: pengeluaran konsumsi pemerintah dan pengeluaran pemerintah.[2]
Di dalam sejarah Islam, keuangan publik berkembang bersamaan dengan pengembangan masyarakat muslim dan pembentukan negara Islam oleh Rasulullah SAW, kemudian diteruskan oleh para sahabat (Khulafaur Rassyidin). Kendatipun, sebelumnya telah digariskan dalam AL-Qur’an, dalam hal santunan kepada orang miskin.
Fungsi fiskal menurut konvensional adalah sebuah fungsi dalam tataran perekonomian yang sangat identik kemampuan yang ada pada pemerintah dalam masalah menghasilkan pendapatan untuk menutupi kebutuhanya dan lalu mengalokasikan anggarannya yang ada, atau bisa disebut dengan anggaran belanja Negara dan juga mendistribusikanya agar tercapai apa yan dinamakan dengan efisiensi anggaran. Sedangkan instrument fiskal yang bisa digunakan adalah pajak dan anggaran. Dalam pandangan ekonomi islam pendapatan dan anggaran merupakan alat yang efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan ekonomi.[3]
Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam dibanding dengan ekonomi konvensioanl.
Setelah perjuangan dalam tataran ideologi sudah dibenahi, maka Rasulullah  melangkah pada tahap berikutnya yaitu dengan mereformasi bidang ekonomi dengan berbagai macam kebijakan beliau. Seperti diulas panjang di atas bahwa kondisi ekonomi dalam keadaan nol. Kas negara kosong, kondisi gegrafis tidak menguntungkan dan aktivitas ekonomi berlajan secara tradisional. Melihat kondisi yang tidak menentu seperti ini maka Rasulullah S.A.W.melakukan upaya-upaya yang terkenal dengan Kebijakan Fiskal beliau sebagai pemimpin di Madinah yaitu dengan meletakkan dasar-dasar ekonomi.

B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana sistem kebijakan fiskal pada masa awal pemerintahan islam ?
2.         Apa saja instumen kebijakan fiskal pada awal pemerintahan Islam?
3.         Apa saja sumber penerimaan negara pada awal pemerintahan Islam?
4.         Apa saja sumber pengeluaran negara pada awal pemerintahan Islam ?

C.      Tujuan Penulisan
1.         Mengetahui sistem kebijakan fiskal pada masa awal pemerintahan Islam.
2.         Mengetahui instumen kebijakan fiskal pada awal pemerintahan Islam.
3.         Mengetahui sumber penerimaan negara pada awal pemerintahan Islam.
4.         Mengetahui sumber pengeluaran negara pada awal pemerintahan Islam.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Kebijakan fiskal di dalam dunia Islam dipenngaruhi oleh banyak faktor salah satunya karena fiskal merupakan bagian dari instrumen ekonomi publik. Untuk itu faktor-faktor seperti sosial, budaya dan politik inklud di dalamnya. Tantangan Rasulullah sangat besar dimana beliau dihadapkan pada kehidupan yang tidak menentu baik dari kelompok internal maupun kelompok eksternal. Kelompok internal yang harus diselesaikan oleh Rasulullah yaitu bagaimana menyatukan antara kaum Anshor dan kaum Muhajirin pasca hijrah dari mekah ke Madinaha (Yastrib). Sementara tantangan dari kelompok eksternal yaitu bagaimana Rasul mampu mengimbangi rongrongan dan serbuan dari kaum kafir Kuraiys. Akan tetapi Rasulullah mampu mengatasi berkat pertolongan Allah SWT.
Di sisi lain Rasulullah harus melakukan pembenahan di sektor ekonomi. Dalam kondisi yang tidak menentu tersebut dimana kondisi alam yang tidak mendukung ditambah kondisi ekonomi masyarakat yang masih lemah maka salah sumber daya alam yang bisa diandalkan adalah pertanian. Sektor pertanian yang menjadi satu-satunya harapan tersebut terkelola dengan cara-cara tradisional sehingga terkesan apa adanya.
Banyaknya problematika yang dihadapi oleh beliau tentunya diperlukan kejeniusan, ketegaran dan kesabaran seorang pemimpin sehingga kebijakan yang dibuatnya bersifat menguntungkan semua pihak. Di dalam sejarah Islam keuangan publik berkembang bersamaan dengan pengembangan masyarakat Muslim dan pembentukan negara Islam oleh Rasulullah SAW pasca hijrah, kemudian diteruskan oleh Khulafaul Rasyidun.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa tantangan yang dihadapi oleh Rasulullah SAW sangat berat. Sebagai seorang perintis sebuah keberadaan negara Islam tentunya dimulai dari serba nol. Mulai dari tatanan politik, kondisi ekonomi, sosial maupun budaya semuanya ditata dari awal. Dari kondisi nol tersebut membutuhkan jiwa seorang pejuang dan jiwa seorang yang ikhlas dalam menata sebuah rumah tangga pemerintahan, menyatukan kelompok-kelpompok masyarakat yang sebelumnya terkenal dengan perpecahan yang mana masing-masing kelompok menonjolkan karakter dan budayanya. Di sisi lain Rasulullah S.A.W.harus  mengendalikan depresi yang dialami oleh kaum muslimin melaui strategi dakwahnya agar ummat muslim mempunyai keteguhan hati (beriman) dalam berjuang, mentata perekonomian yang carut marut dengan menyuruh kaum muslimin bekerja tanpa pamrih dan lain sebagainya.
Upaya Rasulullah s.a.w dalam mencegah terjadinya perpecahan di kalangan kaum muslimin maka beliau mempersatukan kaum Anhsor (sebagai tuan rumah) dengan kaum Muhajirin (sebagai kelompok pendatang). Rasulullah menganjurkan agar kaum Anshor yang notabene memiliki kekayaan dapat membantu saudara-saudaranya dari kaum Muhajirin. Maka hasil dari upaya tersebut terjadilah akulturasi budaya antara kaum Anshor dengan kaum Muhajirin sehingga kekuatan kaum Muslim bertambah.
Untuk mengantisipasi kondisi keamanan yang selalu mengancam maka Rasulullah SAW. mengeluarkan kebijakan bahwa daerah Madinah dipimpim oleh beliau sendiri dengan sebuah sistem pemerintahan ala-Rasul. Dari kepemimpinan beliau maka lahirlah berbagai macam kreativitas kebijakan yang dapat menguntungkan bagi kaum muslim. Kebijakan utama beliau adalah membangun masjid sebagai pusat aktivitas kaum muslimin. Istilah  yang populernya penulis sebut dengan istilah Madinah Muslims Center (MMC). Menurut Sabzwari[4][1], terdapat tujuh kebijakan yang dihasilkan oleh Rasulullah sebagai kepala negara, diantaranya ialah :
1.         Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya.
2.         Merehabilitasi Muhajirin Mekkah di Madinah.
3.         Meciptakan kedamaian dalam negara.
4.         Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya.
5.         Membuat konstitusi negara.
6.         Menyusun sistem pertahanan Madinah.
7.         Meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara.
Namun yang paling utama dibangun oleh Rasulullah S.A.W.adalah masjid karena dengan adanya masjid menandakan perjungan beliau tidak hanya berada pada tataran duniawi saja akan tetapi berdimensi akhirat. Jika ini ditafsirkan dengan akal (tafsir bil ra’yi) maka sesungguhnya terdapat sesuatu ajaran yang cukup dalam dimana Rasulullah S.A.W.meletakkan dasar ideologi perjuangan yang selalu bergandengan antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat. Sebagai mediasinya adalah dibangunlah masjid.
Perjuangan dalam tataran ideologi sudah dibenahi, maka rasulullah S.A.W.melangkah pada tahap berikutnya yaitu dengan mereformasi bidang ekonomi dengan berbagai macam kebijakan beliau. Seperti diulas panjang di atas bahwa kondisi ekonomi dalam keadaan nol. Kas negara kosong, kondisi gegrafis tidak menguntungkan dan aktivitas ekonomi berlajan secara tradisional. Melihat kondisi yang tidak menentu seperti ini maka Rasulullah S.A.W.melakukan upaya-upaya yang terkenal dengan Kebijakan Fiskal beliau sebagai pemimpin di Madinah yaitu dengan meletakkan dasar-dasar ekonomi.

B.       Kebijakan Fiskal Pada Masa Rasulullah
Diantara kebijakan tersebut instrument-instrumentnya adalah:
1.         Memfungsikan Baitul Maal [5]
Baitul maal sengaja dibentuk oleh Rasulullah s.a.w sebagai tempat pengumpulan dana atau pusat pengumpulan kekayaan negara Islam yang digunakan untuk pengeluaran tertentu. Karena pada awal pemerintahan Islam sumber utama pendapatannya adalah Khums, zakat, kharaj, dan jizya (bagian ini akan dijelaskan secara mendetail pada bagian komponen-komponen penerimaan negara Islam).
Pendirian Baitul Maal ini masih banyak sumber yang berbeda pendapat, ada yang mengatakan didirikan oleh Rasulullah S.A.W.dan ada sumber yang mengatakan bahwa secara resmi baitul maal didirikan oleh Sayidina Umar ibn Khaththab r.a. Di dalam buku Kebijakan Ekonomi Umar Bin Khaththab dikatakan bahwa salah satu keberhasilan beliau adalah mampu mendirikan Baitul Maal[6]. Namun disisi lainsecara implisit fungsi akan Baitul Maal sudah dibentuk oleh Rasulullah S.A.W terbukti dengan membangun masjid bersama kekayaan fungsi di dalamnya (Muslims Centre). Akan tetapi secara eksplisit pendirian Baitul Maal dilakukan oleh Khalifah Umar ibn Khaththab r.a. Kesimpulannya, tidak ada perbedaan yang mendasar dari semua pendapat, hanya saja dikompromikan kapan fungsi secara implisit dari Baiyul Maal dan kapan pendirian secara eksplisit.
Untuk itu fungsi dari Baitul Maal disini adalah sebagai mediasi kebiajakan fiskal Rasulullah S.A.W. dari pendapat negara Islam hingga penyalurannya. Tidak sampai lama harta yang mengendap di dalam Baitul Maal, ketika mendapatkannya maka langsung disalurkan kepada yang berhak menerimanya yaitu kepada Rasul dan kerabatnya, prajurt, petugas Baitul Maal dan fakir miskin.
2.         Pendapatan Nasional dan Partisipasi Kerja
Salah satu kebijakan Rasulullah S.A.W dalam pengaturan perekonomian yaitu peningkatan pendaptan dan kesempatan kerja dengan mempekerjakan kaum Muhajirin dan Anshor[7]. Upaya tersebut tentu saja menimbulkan mekanisme distrubusi pendapatan dan kekayaan sehingga meningkatkan permintaan  agregat terhadap output yang akan diproduksi. Disi lain Rasullah membagikan tanah sebagai modal kerja. Kebijakan ini dilakukan oleh Rasulullah S.A.W.karena kaum Muhajirin dan Anshor keahliannnya bertani dan hanya pertanian satu-satunya pekerjaan yang menghasilkan. Kebijakan beliau sesuai dengan teori basis, yaitu bahwa jika suatu negara atau daerah ingin ekonominya maju maka jangan melupakan potensi basis yang ada di negara atau daerah tersebut.
3.         Kebijakan Pajak
Pajak secara etimologi, terdapat dalam bahasa arab disebut dengan istilah dharibah, yang berasal dari kata yang artinya mewajibkan, menetapkan, memukul, menerangkan atau membebankan, dan lain-lain.
Dharaba adalah bentuk kata kerja (fi’il), sedangkan bentuk kata bendanya (ism) adalah dharibah, yang dapat berarti beban. Dharibah adalah isim mufrad (kata benda tunggal) dengan bentuk jamaknya adalah dharaib. Ia disebut beban, karena merupakan kewajiban tambahan atas harta setelah zakat, sehingga dalam pelaksanaannya akan dirasakan sebagai sebuah beban (pikulan yang berat).
Dengan demikian, pengertian pajak (dharibah) tetaplah “beban tambahan” yang dipikulkan kepada kaum muslim, untuk kepentingan mereka sendiri yaitu kaum muslim, yang tidak terpenuhi oleh negara dari sumber-sumber yang utama, seperti Ghanimah, Shadaqah (zakat dan ‘ushr), Fay’i’ (jizyah, kharaj dan ‘ushr), dan sumber pendapatan sekunder lainnya.
Ada beberapa ketentuan tentang pajak (dharibah) menurut syariat islam, yang sekaligus membedakannya dengan pajak dalam sistem kapitalis (non islam), yaitu:
a.         Pajak (dharibah) bersifat temporer, tidak bersifat kontinu; hanya boleh dipungut ketika di baitul mal tidak ada harta atau kurang.
b.        Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan kewajiban bagi kaum muslim dan sebatas jumlah yang diperlukan untuk pembiayaan wajib tersebut.
c.         Pajak (dharibah) hanya diambil dari kaum muslim dan tidak dipungut dari non muslim
d.        Pajak (dharibah) hanya dipungut dari kaum muslim yang kaya, tidak dipugut dari selainnya.
e.         Pajak (dharibah) hanya dipungut sesuai dengan jumlah pembiayaan yang diperlukan, tidak boleh lebih.
f.         Pajak (dharibah) dapat dihapus bila sudah tidak diperlukan.[8]
Sedangkan fungsi pajak biasanya dibagi menjadi dua yaitu fungsi budgetair dan fungsi mengatur.
a.         Fungsi Budgetair, yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara. Diantara para sarjana ada yang berpendapat bahwa pajak haruslah ditujukan semata-mata untuk menutup biaya yang harus dikeluarkan pemerintah dalam menunaikan tugasnya.
b.        Fungsi mengatur (regulerend). Menurut fungsi ini, pajak di samping berfungsi untuk mengisi kas negara, juga berfungsi untuk mengatur, sebagai usaha pemerintah untuk turut campur dalam segala bidang guna menyelenggarakan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh pemerintah yang letaknya di luar bidang keuangan dan fungsi mengatur banyak ditujukan kepada sektor swasta.[9]
4.         Kebijakan Fiskal Berimbang
Untuk kasus ini pada masa pemerintahan Rasulullah s.a.w dengan metode hanya mengalami sekali defisit neraca Anggaran Belanja yaitu setelah terjadinya “Fathul Makkah”, namun kemudian kembali membaik (surplus) setelah perang Hunain.
5.         Kebijakan Fiskal Khusus
Kebijakan ini dikenakan dari sektor voulentair (sukarela) dengan cara meminta bantuan Muslim kaya. Jalan yang ditempuh yaitu dengan memberikan pijaman kepada orang-orang tertentu yang baru masuk Islam serta menerapkan kebijakan insentif.[10] 
Selain itu masih ada lagi yang disebut dengan amwal fadhla, yaitu harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya. Instrumen lain adalah nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang Tabuk.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sumber penerimaan pada masa Rasulullah dapat digolongkan menjadi tiga golongan bedar, yakni dari kaum muslim, dari nonmuslim, dan dari sumber lain. Untuk mengelola sumber penerimaan negara dan sumber pengeluaran negara maka Rasulullah menyerahkan kepada Baitulmal dengan menganut asas anggaran berimbang artinya semua penerimaan habis digunakan untuk pengeluaran negara.[11]

C.      Kebijakan Fiskal Masa Pemerintahan Khulafaul Rasyidin
Pada periode ini terbagi menjadi empat dekade sesuai dengan kekhalifhan pasca meninggalnya Rasulullah SAW yaitu :
1.         Masa Kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq r.a
Abu Bakar Ash-Shiddiq mendapat kepercayaan pertama dari kalangan muslim untuk menggantikan posisi Rasulullah SAW setelah beliau wafat. Konon ada beberapa kreteria yang melekat pada diri Abu Bakar sehingga kaum muslimin mempercayai puncak kepemimpinan Islam diantaranya adalah terdapat ketaatan dan keimanan beliau yang luar biasa, faktor kesenioran diantara yang lain sehingga wibawa menjadi penentu. Juga faktor kesetiaan dalam mengikuti dan mendapingi Rasulullah dalam berdakwah menyadarkan kaum muslim bahwa beliau memang pantas menjadi pengganti raululllah SAW. Pemilihan tersebut berlangsung secara alami tanpa ada interpensi dari Rasulullah SAW.
Abu Bakar terkenal dengan keakuratan dan ketelitiannya dalam mengelola dan menghitung zakat. Tebukti dengan ketelitian dan kehatia-hatiannya beliau mengangkat seorang amil zakat yaitu Anas.
Pada awal kepemimpinannya beliau mengalami kesulitan di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari sehingga dengan penuh keterbukaan dan keterusterangan beliau mengatakan kepada ummatnya bahwa perdagangan beliau tidak mencukupi untuk memenuhi kebtuhan keluarganya. Tentunya dengan adanya beban sebagai kepala negara akan mengurangi aktivitas dagangnya karena sibuk mengurus negara.
Kesulitan beliau diketahui oleh khalayak ramai terutama oleh Siti Aisyah dan dengan kesepakatan bersama selama kepemimpinan beliau baitul maal mengeluarkan kebutuhan khalifah Abu Bakar yaitu sebesar dua setengah atau dua tiga perempat dirham setiap harinya dengan tambahan makanan berupa daging domba dan pakaian biasa. Setelah berjalan beberapa waktu, ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi sehingga ditetapkan 2.000 atau 2.500 dirham dan menurut keterangan yang lain mencapai 6.000 dirham pertahun.
Namun yang menarik dari kepemimpinan beliau adalah ketika beliau mendekati wafatnya, yaitu kebijakan internal dengan mengembalikan kekayaan kepada negara karena melihat kondisi negara yang belum pulih dari krisis ekonomi. Beliau lebih mementingkan kondisi rakyatnya dari pada kepentingan inividu dan keluarganya. Gaji yang selama ini diambil dari baitul maal yang ketika dikalkulasi berjumlah 8.000 dirham, mengganti dengan menjual sebagain besar tanah yang dimikinya dan seluruh penjualannya diberikan untuk pendanaan negara. Sikap tegas seperti ini belum kita temukan di negara kita tercinta ini. Bahkan yang terjadi sebaliknya, yaitu dipenghujung jabatannya justru mengeluarkan kebijakan yang dapat menguntungakan dirinya. Enggan mempublikasi kekayaan pribadi ketika KPK memeriksanya.
Berkaitan dengan kebijakan fiskal masa kekhalifahan Abu Bakar yaitu melanjutkan kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan oleh Rasulullah SAW. Hanya ada beberapa kebijakan fiskal beliau yang cukup dominan dibandingkan yang lain yaitu pemberlakuan kembali kewajiaban zakat setelah banyak yang membangkangnya. Kebijakan berikutnya adalah selektif dan kehati-hatian dalam pengelolaan zakat sehingga tidak ditemukan penyimpangan di dalam pengelolaannya.
2.         Masa Kekhalifahan ‘Umar Ibn Khaththab ra
Strategi yang dipakai oleh Amirul Mukminin Umar Ibn Khaththab adalah dengan cara penanganan urusan kekayaan negara, di samping urusan pemerintahan. Khalifah adalah penanggung jawab rakyat, sedangkan rakyat adalah sumber pemasukan kekayaan negara yang manfaatnya kembali kepada mereka dalam bentuk jasa dan fasilitas umum yang diberikan negara.
Apa yang telah diterapkan oleh Umar Ibn Khaththab pada masa dahulu adalah serupa dengan apa yang diterapkan oleh pemerintahan Amerika sekarang, dimana pemimpin negara langsung memeriksa kantor strategi pertahanan negara. Juga kepala negara mengikuti proses restrukturisasi stabilitas umum dan program ekonomi negara. Ia diberi kesempatan untuk memberi perhatian dan pengawasan atas sirkulasi ekonomi[12].
Dalam sambutannya ketika diangkat menjadi khalifah, beliau mengumumkan kebijakan ekonominya yang berkaitan dengan fiskal yang akan dijalankannya. Dari pidato yang beliau sampaikan di hadapan khalayak ramai sebagai dasar-dasar beliau dalam menjalankan kepemimpinannya yang terkenal dengan sebutan 3 dasar sebagai
berikut[13]:
a.         Negara Islam mengambil kekayaan umum dengan benar, dan tidak mengambil hasil dari kharaj atau harta fa’i yang diberikan Allah kecuali dengan mekanisme yang benar.
b.        Negara memberikan hak atas kekayaan umum, dan tidak ada pengeluaran kecuali sesuai dengan haknya; dan negara menambahkan subsidi serta menutup hutang.
c.         Negara tidak menerima harta kekayaan dari hasil yang kotor. Seorang penguasa tidak mengambil harta umum kecuali seperti pemungutan harta anak yatim. Jika dia berkecukupan, dia tidak mendapat bagian apapun. Kalau dia membutuhkan maka dia memakai dengan jalan yang benar.
3.         Masa Kekhalifahan ‘Utsman Ibn ‘Affan ra
Enam tahun pertama kepemimpinannya, Balkh, Kabul, Ghazani, Kerman dan Sistan ditaklukkan. Untuk menata pendapatan baru, kebijakan khalifah sebelumnya yaitu Umar diikuti. Tidak lama setelah negara-negara ditaklukkan, kemudian tindakan efektif diterapkan dalam rangka mengembangkan sumber daya alam. Aliran air digali, jalan dibangun, pepohonan ditanam serta kemanan perdagangan diberikan dengan cara pembentukan organisasi kepolisian tetap. Pada masa Usman tidak ada perubahan yang signifikan pada kondisi ekonomi secara keseluruhan. Kebanyakan kebijakan ekonomi mengikuti khalifah sebelumnya yang kebanyakan pakar mengatakan bahwa khalifah sebelumnya (Umar) adalah sang reformis dalam bidang ekonomi.
4.         Masa Kekhalifahan ‘Ali Ibn Thalib r.a
‘Ali berkuasa selama lima tahun. Sejak awal kepemimpinannya, beliau selalu mendapatkan rongrongan dari kelompok umat Islam sendiri yaitu kaum khawarij serta peperangan berkepanjangan dengan kelompok Mu’awiyah yang memproklamirkan dirinya sebagai penguasa yang independen di daerah Syiria dan Mesir.
Untuk itu awal-awal kepemimpinan beliau adalah dengan sebuah kebijakan membersihkan kalangan pejabat yang korup yang dilakukan sebelumnya. Maka tidak sedikit pejabat sebelumnya yang dijebloskan ke dalam penjara. Salah satu yang berhasil dijebloskan ke dalam penjara adalah Gubernur Ray dengan tuduhan penggelapan uang.
Mengenai kebijakan fiskalnya, ‘Ali tetap mengacu pada khalifah sebelumnya. Bahkan kebijakan fiskal yang diterapkan oleh Umar banyak diteruskan oleh ‘Ali, bukan Ustman.

D.      Komponen-Komponen Kebijakan Fiskal Dalam Islam
Untuk sementara, mari kita ulas sedikit mengenai kebijakan fiskal di jaman Rasulullah dan khulafaurrasyidin. Di dalam kebijakan fiskal di jaman Rasulullah S.A.W dan khulafaurrasyidin penulis bagi menjadi dua yaitu kebijakan pemasukan yang terbagi kenjadi dua yaitu pemasukan dari kaum muslim dan pemasukan dari nonmuslim, kedua kebijakan pengeluaran kekayaan negara Islam. Terkesan asing saat disebutkan pendapatan dari nonmuslim, akan tetapi pada zaman tersebut merupakan konsekuensi logis dan berada pada taraf kewajaran. Seperti, kelompok kafir harus membayar pajak kepada negara Islam sebagai bentuk perlindungan dan lain sebagainya.
1.         Kebijakan Pemasukan dari Muslim
a.        Zakat
Zakat adalah salah satu dari dasar ketetapan Islam yang menjadi sumber utama pendapatan di dalam suatu pemerintahan Islam pada periode klasik. Sebelum diwajibkan zakat bersifat suka rela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat muncul pada tahun ke sembilan hijriyah ketika dasar Islam telah kokoh.
Zakat sendiri bukanlah satu kegiatan yang semata-mata untuk tujuan duniawi, seperti distribusi pendapatan, stabilitas ekonomi, dan lainnya, tetapi juga mempunyai implikasi untuk kehidupan di akhirat. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. at-Taubah ayat: 103 berikut ini:
{èõ BÏ`ô &rBøquº;ÎlÏNö ¹|y%spZ ?èÜsgd΍ãdèNö ru?èt.jÏŽkÍN 5Íkp$ ru¹|@eÈ æt=nøgÎNö ( )Îb¨ ¹|=nq4?s7y y3s`Ö ;°lçNö 3 ru#$!ª yJÏìì æt=ΊOí ÈÌÉÊÇ
Artinya:   Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
Sementara itu dampak untuk pengeluaran-pengeluaran lainnya seperti sedekah dan lain-lain, perhatikan QS. Al-Baqarah ayat: 261.
B¨Ws@ã #$!©%Ïïût ƒãZÿÏ)àqbt &rBøquº9sgßOó ûÎ y6Î@È #$!« .xJyVs@È my6¬p> &rR/;uFtMô y7öìy yZu$/Î@Ÿ ûÎ .ä@eÈ ßY/7ç#s'7 BiÏ$(spè my6¬p7 3 ru#$!ª ƒãÒŸ»èÏ#ß 9ÏJy` o±t$!äâ 3 ru#$!ª ruºÅìì æt=ΊOí ÈÊÏËÇ
Artinya:  Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Dalam al-Quran diperkirakan terdapat 30 ayat yang berkaitan dengan perintah untuk mengeluarkan zakat. Perintah berzakat sering muncul berdampingan sesudah perintah mendirikan shalat. Hal ini menunjukkan berapa pentingnya kegiatan berzakat dalam Islam. Zakat sesungguhnya merupakan instrumen Islami sangat luar biasa potensinya. Potensi zakat ini jika digarap dengan baik, akan menjadi sumber pendanaan yang sangat besar, sehingga dapat menjadi kekuatan pendorong pemberdayaan ekonomi umat dan memerataan pendapatan. Ujung dari semua itu akan bermuara pada meningkatnya perekonomian bangsa.[14]
Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal sebagai berikut[15]:
1)        Benda logam yang terbuat dari emas seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lain
2)        Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya
3)        Binatang ternak unta, sapi domba dan kambing
4)        Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan
5)        Hasil pertanian termasuk buah-buahan
6)        Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh
7)        Barang temuan.
Zakat emas dan perak ditentukan bedasarkan beratnya, binatang ternak ditentukan berdasarkan jumlahnya, dan barang dagangan, bahan tambang, danluqta ditentukan berdasarkan nilainya serta zakat hasil pertanian dan buah-buahan ditentukan berdasarkan kuantitasnya.
b.        Ushr
Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang dimana pembayarannya hanya sekali dalam satu tahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingkat bea orag-orang yang dilindungi adalah 5% dan pedagang muslim 2,5%. Hal ini juga terjadi di Arab sebelum masa Islam, terutama di Mekkah, pusat perdagangan terbesar. Yang menarik dari kebijakan Rasulullah adalah dengan menghapuskan semua bea impor dengan tujuan agar perdagangan lancar dan arus ekonomi dalam perdangan cepat mengalir sehingga perekonomian di negara yang beliau pimpin menjadi lancar. Beliau mengatakan bahwa barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea impor di wilayah muslim, bila sebelumya telah terjadi tukar menukar barang[16]
c.         Wakaf
Wakaf adalah harta benda yang didedikasikan kepada umat Islam yang   disebabkan  karena   Allah   SWT   dan  pendapatannya  akan
didepositokan di baitul maal.

d.        Amwal Fadhla
Amwal Fadhla berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
e.         Nawaib
  Nawaib yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang tabuk.
f.         Zakat Fitrah
Zakat fitrah ini diwajibkan bagi kaum muslimin dalam satu tahun sekali sebagai pembersih harta yang mereka miliki. Tepatnya pada bulan ramadhan dan zakat fitrah ini hingga sekarang semakin menunjukkan perkembangannya karena bersifat wajib.
g.        Khumus
Khumus adalah karun/temuan. Khumus sudah berlaku pada periode sebelum Islam.
h.        Kafarat
Kafarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan seperti berburu di musim haji. Kafarat juga biasa terjadi pada orang-orang muslim yang tidak sanggup melaksanakan kewajiban seperti seorang yang sedang hamil dan tidak memungkin jika melaksanakan puasa maka dikenai kafarat sebagai penggantinya.
2.         Kebijakan Pemasukan dari nonmuslim
a.        Jizyah
Jizyah adalah pajak yang dibayarkan oleh orang nonmuslim khususnya ahli kitab sebagai jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-nilai dan tidak wajib militer.
Pada masa Rasulullah S.A.W. besarnya jizyah satu dinar pertahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya. Perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit jiwa dan semua yang menderita penyakit dibebaskan dari kewajiban ini. Di antara ahli kitab yang harus membayar pajak sejauh yang diketahui adalah orang-orang Najran yang beragama Kristen pada Tahun keenam setelah Hijriyah. Orang-orang Ailah, Adhruh dan Adhriat membayarnya pada perang Tabuk. Pembayarannya tidak harus berupa uang tunai, tetapi dapat juga berupa barang atau jasa sepeti yang disebutkan Baladhuri dalam kitabnya Fhutuh al-Buldan, ketika menjelaskan pernyataan lengkap perjanjian Rasulullah S.A.W dengan orang-orang Najran yang dengan jelas dikatakan: “......Setelah dinilai, dua ribu pakaian/garmen masing-masing bernilai satu aukiyah, seribu garmen dikirim pada bulan Rajab tiap tahun, seribu lagi pada bulan Safar tiap tahun. Tiap garmen berniali satu aukiyah, jadi bila ada yang bernilai lebih atau kurang dari satu aukiyah, kelebihan atau kekurangannya itu substitusi garmen harus diperhitungkan[17]
b.        Kharaj
Kharaj adalah pajak tanah yang dipungut dari kaum nonmuslim ketika khaibar ditaklukkan. Tanahnya diambil alih oleh orang muslim dan pemilik lamanya menawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah dan bersedia memberikan sebagian hasil produksi kepada negara. Jumlah kharaj dari tanah ini tetap yaitu setengah dari hasil produksi yang diserahkan kepada negara. Rasulullah S.A.W biasanya mengirim orang yang memiliki pengetahuan dalam maslah ini untuk memperkirakan jumlah hasil produksi. Setelah mengurangi sepertiga sebagai kelebihan perkiraan, dua pertiga bagian dibagikan dan mereka bebas memilih yaitu menerima atau menolak pembagian tersebut. Prosedur yang sama juga diterapkan di daerah lain. Kharaj ini menjadi sumber pendapatan yang peting.
Kharaj (tribute soil/pajak, upeti atas tanah) dan jizyah (tribute capitis/ pajak kekayaan) kedunya juga terdapat pada zaman kekaisaran Romawi dengan bentuk yang sama, dan merupakan fakta bahwa pembayaran pajak umum diterapkan pada kekaisaran Sasanides dan Persia. Kaum muslimin pada periode awal mengikuti pendahulunya dan keduanya ditentukan sekedarnya sesuai prinsip keadilan. Penting untuk diketahui bahwa nonmuslim hanya membayar tiga jenis pajak, sementara muslim membayar lebih banyak lagi jenis pajak. Kharaj yang dibayar nonmuslim sama halnya dengan kaum muslim membayar ‘Ushr dari hasil pertanian. Jizyah dibayar sebagai pajak untuk perlindungan sebagai pengganti wajib militer bagi nonmuslim.
c.         ‘Ushr
‘Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingkat bea orang-orang yang dilindungi adalah 5% dan pedagang muslim 2,5%. Hal ini juga terjadi di Arab sebelum masa Islam, terutama di Mekkah, pusat perdagangan terbesar. Menurut Hamidullah, Rasulullah s.a.w berinisiatif mempercepat peningkatan perdagangan, walaupun menjadi beban pendapatan negara. Ia menghapuskan semua bea masuk dan dalam banyak perjanjian dengan berbagai suku menjelaskan hal tersebut. Ia mengatakan “barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea impor di wilayah muslim, bila sebelumnya telah terjadi tukar menukar barang”.......
3.         Kebijakan Pengeluaran
Kebijakan Pengeluaran pendapatan negara didistrubusikan langsung kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Di antara golongan yang berhak menerima pendapatan (distribusi pendapatan) adalah berdasarkan atas kreteria langsung dari Allah S.W.T yang tergambar di dalam al-Qur’an QS. (9:60)
* )ÎR¯Jy$ #$9Á¢y%s»Mà 9Ï=ùÿà)st#!äÏ ru#$9øJy¡|»3ÅüûÈ ru#$9øèy»JÏ#Î,ût æt=nŽökp$ ru#$9øJßsx9©ÿxpÏ %è=èq5ækåNö ruûÎ #$9hÌ%s$>É ru#$9øót»ÌBÏüût ruûÎ y6Î@È #$!« ru#$óøûÈ #$9¡¡6Î@È ( ùsÌƒÒŸpZ BiÏÆš #$!« 3 ru#$!ª æt=ΊOí my6ÅOÒ ÈÉÏÇ
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana. (QS. 9:60).
Orang-orang yang berhak menerima harta zakat ini terkenal dengan sebutan delapan asnab. Delapan asnab ini langsung mendapat rekomendasi dari Allah S.W.T sehingga tidak ada yang bisa membatahnya. Ini artinya kreteria dalam al-Qur;an terhadap orang-orang yang berhak mendapatkan atas kekayaan negara lebih rinci dibandingkan dengan kreteria yang tetapkan oleh pemerintah kita yang secara umum di-inklud-kan kepada orang-orang miskin saja.      













BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Kebijakan fiskal telah dikenal dalam ekonomi Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang meliputi kegiatan penerimaan dan pengeluaran negara yang digunakan pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan fiskal adalah kestabilan ekonomi yang lebih mantap. Mengenai pendapatan negara, Allah telah menggariskan secara tegas dalam al-Quran beberapa sumber yang boleh dipungut oleh Ulil Amri, misalnya: zakat, Jizyah, fay’i, ghanimah, kharaj, dan waqaf. Yang mana ada beberapa prinsip yang harus ditaati oleh ulil amri dalam melaksanakan pemungutan pendapatan negara, yaitu sebagai berikut:
1.         Nash yang memerintahkannya
2.         Harus ada pemisahan muslim dan non-muslim
3.         Hanya golongan kaya yang menanggung beban
4.         Adanya tuntutan kemaslahatan umum

B.       Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan dan kami sampaikan. Kami yakin dalam penulisan maupun penyampaiannya masih terdapat kesalahan serta kekurangan, untuk itu kami mohon ma’af yang sebesar-besarnya. Dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan kami selanjutnya. Dan semoga makalah ini bermanfa’at bagi pembaca semua.





DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.

Gusfahmi, PajakMenurut Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Karnaen A Perwataatmajda, “Sejarah Pemikiran Eonomi Islam” Diktat Kuliah, Universitas Islam Negeri SYAHID Jakarta, 2006.

M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf; Relevansinya dengan Ekonomi Kekinian, Yogyakarta, Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI), 2003.

M. Nur Rianto Al Arif, . Teori Makro Ekonomi Islam Konsep, Teori, dan Analisis, Bandung: Alfabeta, 2010.

Muhammad, Quthb Ibrahim, Kebijakan Ekonomi Umar bin Khaththab (As-Siyâsah al-Mâliyah li ‘Umar bin al-Khaththab), Penerjemah Ahmad Syarifuddin Shaleh. (Jakarta: Pstaka Azzam), 2002.

Nasution. Mustafa Edwin, Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan FiskalJakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.




[1]  Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet-3, h. 203.
[2]   Gusfahmi, Pajak, Menurut Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 143.
[3]   M. Nur Rianto Al Arif, S.E., M.Si. Teori Makro Ekonomi Islam Konsep, Teori, dan Analisis, (Bandung: Alfabeta, 2010), h 149-150
[4] Lihat M.A Sabwari, “Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa Pemerintahan Nabi Muhammad S.A.W” dalam Adiwarman Karim, “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, 2010, Jakarta, halaman 20. pendapat yang sama juga dapat dilihat pada Nazori Majid, “Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf, Relevansinya dengan Ekonomi Kekinian”, 2003, Yogyakarta, halaman 173-174.
[5] Lihat Karnaen A Perwataatmajda, “Sejarah Pemikiran Eonomi Islam” Diktat Kuliah, Universitas Islam Negeri SYAHID Jakarta, 2006, halaman 14. lihat juga pada Kadim As-Sadr “Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam”, dalam Adiwarman Karim, “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, Op. Cit. Halaman 74.
[6] Lihat Quthb Ibrahim Muhammad, “Kebijakan Ekonomi Umar Bin Khaththab”, Terjemahan, 2002, Jakarta, halaman 23
[7] Nasori Majid. Op. Cit. halaman 223
[8]  Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada   Media  Group, 2010), Cet-3, h. 27-35.
[9]  Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.100-101
[10]   Op.Cit. halaman 224
[11] Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet-3, h. 203
[12] Said Ahmad, Al-Idarah Al-Maliyah, halaman 259
[13] Pidato beliau dikutif dari buku “Quthb Ibrahim Muhammad; “Kebijakan Ekonomi Umar Ibn Khaththab; Ibid, halaman 34
[14]  Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet-3, h. 206-208.
[15]  M.A. Sabzwari, dalam Karim; Op. Cit. halaman. 34
[16] Sabzwari. Op. Cit.  halaman 32
[17] Sabzwari, dalam karnaen. Halaman 32

MAKALAHKU

MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN

Tugas Individu MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN Oleh ASRIANI 213095 2006 SEKOLAH TINGGI ILMU P...