MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT
GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER
“HENTI JANTUNG (CARDIAC ARREST) ”
OLEH :
Kelompok 5
1.
Muh.
Yusuf Adam
2.
Suryadi
Suterjo
3.
Julaeha
4.
Nurul
Zulfa
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN (STIKES)
PRIMA BONE
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul“Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dengan gangguan
Sistem Kardiovaskuler “Henti Jantung (Cardiac Arrest) ”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih kurang
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna dan
bermanfaat bagi semuanya.
.
Watampone, 13 April 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................
1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan..........................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian.................................................................................... 3
B. Etiologi ....................................................................................... 4
C. Insideni........................................................................................ 5
D. Patofisiologi................................................................................. 5
E. Tanda Gejala................................................................................ 6
F.
Pemerikasaan Penunjang............................................................. 7
G. Komplikasi .................................................................................. 9
H. Prognosis..................................................................................... 10
I.
Penatalaksanaan........................................................................... 10
J.
Asuhan Keperawatan ................................................................ 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 24
B. Saran............................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Henti
jantung berdasarkan The Pediatric Utstein
Guidline adalah terhentinya aktivitas mekanik jantung yang ditentukan oleh
tidak adanya respon dari perabaan pada denyut nadi sentral, dan henti nafas. Pada anak, henti
jantung biasanya lebih banyak disebabkan oleh asfiksia sebagai akibat sekunder
dari henti nafas. Hal ini berbeda dengan kejadian henti jantung pada dewasa
yang sebagian besar disebabkan oleh masalah primer pada jantung.
Penyebab henti jantung yang paling
umum adalah gangguan listrik di dalam jantung. Jantung memiliki sistem konduksi
listrik yang mengontrol irama jantung tetap normal. Masalah dengan sistem
konduksi dapat menyebabkan irama jantung yang abnormal, disebut aritmia.
Terdapat banyak tipe dari aritmia, jantung dapat berdetak terlalu cepat,
terlalu lambat, atau bahkan dapat berhenti berdetak. Ketika aritmia terjadi,
jantung memompa sedikit atau bahkan tidak ada darah ke dalam sirkulasi.
Data
yang didapatkan menyebutkan bahwa, lebih kurang 2 – 4 % pasien yang dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU)
mengalami henti jantung. Angka kejadian henti jantung dan nafas pada anak di
Amerika Serikat sekitar 16.000 setiap tahunnya, hanya 30 % yang menerima resusitasi jantung paru dan sebagian besarnya
terjadi pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Hans Steiner
dan Gerald Neligan (1975) mendapatkan hasil bahwa lamanya henti jantung
berhubungan dengan insiden kerusakan otak, semakin lama bayi mengalami henti
jantung, semakin berat kerusakan otak yang akan dialaminya. Hal tersebut
dikarenakan henti jantung yang lama akan menyebabkan tidak adekuatnya Cerbral Perfusion Pressure (CPP) yang
selanjutnya akan berdampak pada kejadian iskemik yang menetap dan infark kecil
di suatu bagian otak.
Pemberian penanganan segera pada henti nafas
dan jantung berupa Cardio Pulmonary
Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung pada kelangsungan hidup dan
komplikasi yang ditimbulkan setelah terjadinya henti jantung pada bayi dan
anak. Resusitasi jantung paru segera yang dilakukan dengan efektif berhubungan
dengan kembalinya sirkulasi spontan dan kesempurnaan pemulihan neurologis. Hal
ini disebabkan karena ketika jantung berhenti, oksigenasi juga akan berhenti
sehingga akan menyebabkan kematian sel otak yang
tidak akan dapat diperbaiki walaupun hanya terjadi dalam hitungan detik sampai
beberapa menit .
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
definisi Henti Jantung (Cardiac
Arrest)?
2.
Bagaimana epidemiologi dan etiologi Henti Jantung (Cardiac Arrest)?
3.
Apa saja tanda dan gejala Henti Jantung (Cardiac Arrest)?
4.
Bagaimana prognosis Henti Jantung (Cardiac Arrest)?
5.
Bagaimana pengobatan, pencegahan, dan pemeriksaan penunjang Henti Jantung (Cardiac
Arrest)?
6.
Bagaimana
asuhan keperawatan klien dengan Henti Jantung (Cardiac Arrest)?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian henti jantung
2.
Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi dan etiologi Henti Jantung (Cardiac
Arrest);
3.
Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala serta patofisiologi Henti Jantung (Cardiac
Arrest);
4.
Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis Henti Jantung (Cardiac Arrest);
5.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan, pencegahan, dan pemeriksaan
penunjang Henti
Jantung (Cardiac Arrest); dan
6.
Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Henti Jantung (Cardiac
Arrest).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
1.
Henti jantung (Cardiac Arrest) adalah penghentian
tiba-tiba fungsi pemompaan jantung dan hilangnya tekanan darah arteri. Saat
terjadinya serangan jantung, penghantaran oksigen dan pengeluaran karbon
dioksida terhenti, metabolisme sel jaringan menjadi anaerobik, sehingga
asidosis metabolik dan respiratorik terjadi. Pada keadaan tersebut, inisiasi langsung dari resusitasi jantung paru
diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan jantung, paru-paru, ginjal,
kerusakan otak dan kematian.
2.
Henti jantung terjadi ketika
jantung mendadak berhenti berdenyut, mengakibatkan penurunan sirkulasi efektif.
Semua kerja jantung dapat terhenti, atau dapat terjadi kedutan otot jantung
yang tidak sinkron (fibrilasi ventrikel). (Hackley, Baughman,
2009. Keperawatan Medikal-
Bedah. Jakarta : EGC)
3.
Henti jantung" adalah
istilah yang digunakan untuk kegagalan jantung dalam mencapai curah jantung
yang adekuat akibat terjadinya asistole atau disritmia (biasanya fibrilasi
ventrikel). (Blogg Boulton, 2014. Anestesiologi. Jakarta : EGC)
4.
Henti jantung adalah penghentian
tiba-tiba aktivitas pompa jantung efektif, mengakibatkan penghentian sirkulasi
(Muttaqin, 2009).
5.
Henti jantung adalah keadaan klinis di mana curah
jantung secara efektif adalah nol. Meskipun biasanya berhubungan dengan fibrilasi
ventrikel, asistole atau disosiasi
elektromagnetik (DEM), dapat juga disebabkan
oleh disritmia yang lain yang kadang-kadang menghasilkan curah jantung yang sama sekali tidak efektif. (Eliastam Breler,
2000. Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta : EGC.
6.
Cardiac arrest adalah hilangnya
fungsi jantung secara
tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi
pada seseorang yang memang
didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan,
terjadi dengan sangat cepat
begitu gejala dan
tanda tampak (American Heart
Association,2010).
7.
Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi normal darah akibat
kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
Berdasarkan pengertian
di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti jantung atau cardiac
arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal
darah untuk memberi
kebutuhan oksigen ke otak dan
organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
B. Etiologi
Penyebab
terjadinya henti nafas dan henti jantung tidak sama pada setiap usia. Penyebab
terbanyak pada bayi baru lahir adalah karena gagal nafas, sedangkan pada usia
bayi yang menjadi penyebabnya bisa berupa:
a.
Sindrom bayi mati mendadak atau SIDS ( Sudden Infant Death Syndrome )
b.
Penyakit pernafasan
c.
Sumbatan pada saluran pernafasan, termasuk aspirasi
benda asing
d.
Tenggelam
e.
Sepsis
f.
Penyakit neurologis
Penyebab
terbanyak henti nafas dan henti jantung pada anak
yang berumur diatas 1 tahun adalah cedera yang meliputi kecelakaan lalu lintas,
terbakar, cedera senjata api, dan tenggelam.
Seseorang dikatakan mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan
kondisi:
1. Ada jejas di jantung akibat dari serangan jantung
terdahulu.
- Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy).
- Riwayat penggunaan obat-obatan jantung
- Abnormalitas
kelistrikan jantung (sindroma gelombang QT yang memanjang)
- Aterosklerosis
C. Insidensi
Angka kejadian henti jantung dan nafas pada
anak-anak di Amerika Serikat sekitar 16.000 setiap tahunnya. Kejadian lebih
didominasi oleh anak berusia lebih kecil, yaitu pada anak usia dibawah 1 tahun
dan lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu 62%. Angka kejadian henti
nafas dan jantung yang terjadi di rumah sakit berkisar antara 7,5 – 11,2% dari 100.000 orang setiap tahun. Sebuah
penelitian di Amerika Utara menunjukkan bahwa, kejadian henti nafas dan henti
jantung lebih banyak terjadi pada bayi dibandingkan dengan anak dan dewasa
yaitu dengan perbandingan 72,7 : 3,7 : 6,3 dari 100.000 orang setiap tahunnya.
Sementara itu, angka kejadian henti nafas dan
henti jantung yang terjadi di rumah sakit berkisar antara 2 – 6% dari pasien
yang dirawat di ICU (Intensive Unit Care).
Sekitar 71-88% terjadi pada pasien dengan penyakit kronis, yang terbanyak
adalah penyakit saluran nafas, jantung, saluran pencernaan, saraf, dan kanker.
Penyebabnya hampir sama dengan henti nafas dan henti jantung yang terjadi di
luar rumah sakit di mana yang terbanyak adalah
asfiksia dan syok.
D.
Patofisiologi
Henti jantung timbul akibat terhentinya semua sinyal kendali
listrik di jantung, yaitu tidak ada lagi irama yang spontan. Henti jantung
timbul selama pasien mengalami hipoksia berat akibat respirasi yang tidak
adequat. Hipoksia akan menyebabkan serabut-serabut otot dan serabut-serabut
saraf tidak mampu untuk mempertahankan konsentrasi elektrolit yang normal di
sekitar membran, sehingga dapat mempengaruhi eksatibilitas membran dan menyebabkan
hilangnya irama normal.
Apapun penyebabnya, saat henti jantung anak telah
mengalami insufisiensi pernafasan akan menyebabkan hipoksia dan asidosis
respiratorik. Kombinasi hipoksia dan asidosis respiratorik menyebabkan
kerusakan dan kematian sel, terutama pada organ yang lebih sensitif seperti
otak, hati, dan ginjal, yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan otot
jantung yang cukup berat sehingga dapat terjadi henti jantung.
Penyebab henti
jantung yang lain adalah akibat dari kegagalan sirkulasi (syok) karena
kehilangan cairan atau darah, atau pada gangguan distribusi cairan dalam sistem
sirkulasi. Kehilangan cairan tubuh atau darah bisa akibat dari gastroenteritis,
luka bakar, atau trauma, sementara pada gangguan distribusi cairan mungkin
disebabkan oleh sepsis atau anafilaksis. Organ-organ kekurangan nutrisi
esensial dan oksigen sebagai akibat dari perkembangan syok menjadi henti
jantung melalui kegagalan sirkulasi dan pernafasan yang menyebabkan hipoksia
dan asidosis. Sebenarnya kedua hal ini dapat terjadi bersamaan.
Pada
henti jantung, oksigenasi jaringan akan terhenti termasuk oksigenasi ke otak.
Hal tersebut, akan menyebabkan terjadi kerusakan otak yang tidak bisa diperbaiki
meskipun hanya terjadi dalam hitungan detik sampai menit. Kematian dapat
terjadi dalam waktu 8 sampai 10 menit. Oleh karena itu, tindakan resusitasi
harus segera mungkin dilakukan.
E. Tanda dan Gejala
1.
Tidak sadar(pada beberapa kasus terjadi kolaps tiba-tiba)
2.
Pernapasan tidak tampak atau pasien bernapas dengan terengah-engah secara
intermiten)
3.
Sianosis dari mukosa buccal dan liang telinga
4.
Pucat secara umum dan sianosis
5.
Jika pernapasan buatan tidak segera di mulai,miokardium(otot jantung)akan
kekurangan oksigen yang di ikuti dengan
henti napas.
6.
Hipoksia
7.
Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa
atau brakialis pada bayi)
F. Test Diagnostik
1.
Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah
dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika dipasang EKG, sensor dipasang pada dada
atau kadang-kadang di bagian tubuh lainnya misalnya tangan dan kaki. EKG
mengukur waktu dan durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat
menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan
impuls listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah
terjadi. ECG dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT
berkepanjangan, yang meningkatkan risiko kematian mendadak.
2.
Tes darah
a.
Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan
masuk ke dalam darah jika jantung terkena serangan jantung. Karena serangan
jantung dapat memicu sudden cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk
mengetahui enzim-enzim ini sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan
jantung.
b.
Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga
dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang ada pada jantung, di antaranya
kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan
cairan tubuh yang membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak seimbangan pada
elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.
c.
Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat
yang memiliki potensi untuk menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan
obat-obatan tersebut merupakan obat-obatan terlarang.
d.
Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme
dapat menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu cardiac arrest.
3.
Imaging
tes
a.
Pemeriksaan Foto Thorax
Foto thorax menggambarkan bentuk dan
ukuran dada serta pembuluh darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah
seseorang terkena gagal jantung.
b.
Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan
tes stres, membantu mengidentifikasi masalah aliran darah ke jantung.
Radioaktif yang dalam jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke dalam
aliran darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir
melalui jantung dan paru-paru.
c.
Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara
untuk menghasilkan gambaran jantung. Echocardiogram dapat membantu
mengidentifikasi apakah daerah jantung telah rusak oleh cardiac arrest
dan tidak memompa secara normal atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi),
atau apakah ada kelainan katup.
4.
Electrical
system (electrophysiological) testing and mapping
Tes ini,
jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah sembuh dan
jika penjelasan yang mendasari serangan jantung belum ditemukan. Dengan jenis
tes ini, mungkin mencoba untuk menyebabkan aritmia,Tes ini dapat membantu
menemukan tempat aritmia dimulai. Selama tes, kemudian kateter dihubungkan
dengan electrode yang menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di
area jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran impuls
listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan
elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang mungkin
memicu atau menghentikan aritmia. Hal
ini memungkinkan untuk mengamati lokasi aritmia.
5.
Ejection
fraction testing
Salah satu
prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest adalah seberapa
baik jantung mampu memompa darah.Ini dapat menentukan kapasitas pompa jantung
dengan mengukur apa yang dinamakan fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada
persentase darah yang dipompa keluar dari ventrikel setiap detak jantung.
Sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55 sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang
dari 40 persen meningkatkan risiko sudden cardiac arrest.Ini dapat mengukur
fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti dengan ekokardiogram, Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda, pengobatan nuklir scan dari jantung
Anda atau computerized tomography (CT) scan jantung.
6.
Coronary
catheterization (angiogram)
Pengujian
ini dapat menunjukkan jika arteri koroner terjadi penyempitan atau penyumbatan.
Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh darah yang tersumbat merupakan
prediktor penting sudden cardiac arrest. Selama prosedur, pewarna cair
disuntikkan ke dalam arteri hati Anda melalui tabung panjang dan tipis
(kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki, untuk arteri di dalam jantung.
Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-ray dan rekaman
video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara kateter
diposisikan,mungkin mengobati penyumbatan dengan melakukan angioplasti dan
memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.
G. Komplikasi
Komplikasi Cardiac Arrest adalah:
1.
Hipoksia jaringan ferifer
2.
Hipoksia Cerebral
3.
Kematian
H. Prognosis
Kematian
otak dan kematian
permanen dapat terjadi
hanya dalam jangka waktu
8 sampai 10
menit dari seseorang tersebut mengalami henti. Kondisi
tersebut dapat dicegah
dengan pemberian resusitasi jantung
paru dan defibrilasi
segera (sebelum melebihi
batas maksimal waktu untuk
terjadinya kerusakan otak),
untuk secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung
normal. Resusitasi jantung paru dan
defibrilasi yang diberikan antara 5
sampai 7 menit
dari korban mengalami
henti jantung, akan memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 %.
Sebuah penelitian menunjukkan
bahwa dengan penyediaan
defibrillator yang mudah diakses
di tempat-tempat umum
seperti pelabuhan udara,
dalam arti meningkatkan kemampuan
untuk bisa memberikan
pertolongan (defibrilasi)
sesegera mungkin, akan
meningkatkan kesempatan hidup
rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64%.
I.
Terapi
Henti jantung dapat
terjadi setiap saat di dalam atau di luar rumah sakit,sehingga pengobatan
dan tindakan yang cepat serta tepat akan menentukan prognosis;30-45 detik.
Sesudah henti jantung terjadi akan terlihat dilatasi pupil dan pada saat ini
harus di ambil tindakan berupa:
1.
sirkulasi artifisial
yang menjamin peredaran darah yang mengandung oksigen dngan melakukan :
a. Masase
jantung.
Anak ditidurkan pada
tempat tidur yang datar dan keras,kemudian dengan telapak tangan di tekan
secara kuat dan keras sehingga
jantung
yang terdapat di antara sternum dan tulang
belakang tertekan dan darah mengalir ke arteria pumonalis da aorta. Masase
jantungyang baik terlihat hasilnya dari terabanya kembali nadi arteri-atreri
besar sedangkan pulihnya sirkulasi ke otak dapat terlihat pada pupil yang
menjadi normal kembali.
b. Pernapasan
buatan.
Mula-mula bersihkan
saluran pernapasan,kemudian ventilasi di perbaiki dengan pernapan mulut ke
melut/inflating bags atau secara endotrakheal. Ventilasi yang baik dapat
di ketahui bila kemudian tampak ekspansi dinding thoraks pada setiap kali
inflasi di lakukan dan kemudian juga warna kulit akan menjadi normal kembali.
2.
Memperbaiki irama
jantung
a. defibrilasi,yaitu
bila kelainan dasar henti jantung ialah fibrilasi ventrikel
b. obat-obatan:infus
norepinefrin 4 mg/1000ml larutan atau vasopresor dan epinefrin 3
ml 1:1000 atau kalsium klorida secara intra kardial (pada bayi di sela iga
IV kiri dan pada anak dibagian yang lebih bawah) untuk meninggikan tonus
jantung,sedangkan asidosis metabolik diatasi dngn pemberian sodium
bikarbonat.bila di takutkan fibrilasi ventrikel kambuh,makapemberian lignokain
1% dan kalium klorida dapat menekan miokard yang mudah
terangsang.Bila nadi menjadi lambat dan abnormal,maka perlu di berikan
isoproterenol.
3.
Perawatan dan
pengobatan komplikasi
a. Perawatan:Pengawasan
tekanan darah,nadi,jantung ;menghindari terjadinya
aspirasi (dipasang pipa lambung);mengetahui adanya anuri yang dini (di pasang
kateter kandung kemih).
b. Pengobatan
komplikasi yang terjadi seperti gagal ginjal (yang di sebabkan nekrosis
kortikal akut) dan anuri dapat di atasi dengan pemberian ion exchange
resins, dialisis
peritoneal serta pemberian cairan yang di batasi.kerusakan otak di
atasi dngan pemberian obat hiportemik dan obat untuk mengurangi edema otak
serta pemberian oksigen yang adekuat.
Langkah – langkah Resusitasi Jantung Paru menurut AHA :
1.
Periksa
Kesadaran
Panggil korban dengan suara keras dan
jelas atau panggil nama korban, lihat apakah korban bergerak atau memberikan
respon.Jika tidak bergerak berikan stimulasi dengan menggerakkan bahu korban.
Pada korban yang sadar, dia akan menjawab dan bergerak. Setelah tindakan
identifikasi kesadaran, lakukan pemeriksaan untuk mencari kemungkinan adanya cedera
dan pengobatan yang diperlukan, namun jika tidak ada respon, artinya korban
tidak sadar, maka segera panggil bantuan.
2.
Posisi
Korban
Pada penderita yang tidak sadar,
tempatkan korban pada tempat yang datar dankeras dengan posisi terlentang pada
tanah, lantai atau meja yang keras. Jika harus membalikkan posisi, maka lakukan
seminial mungkin gerakan pada leher dan kepala (posisi stabil miring).
3.
Evaluasi
jalan nafas
Pada penderita yang tidak sadar sering
terjadi obstruksi akibat lidah jatuh ke belakang. Oleh karena itu penolong
harus segera membebaskan jalan nafas dengan beberapa teknik berikut:
a. Bila
korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka jalan nafas dengan
teknik Head Tilt-chin lift Maneuver
akan tetapi jangan menekan jaringan lunak dibawah dagu karena akan menyebabkan
sumbatan.
Caranya adalah satu
tangan diletakkan pada bagian dahi untuk menengadahkan kepala, dan secara
simultan jari-jari tangan lainnya diletakkan pada tulang dagu sehingga jalan nafas
terbuka.
Gambar : Teknik head tilt and chin lift pada bayi dan
anak
b. Korban
yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik jaw-thrust Maneuver untuk membuka jalan nafas, yaitu dengan cara
meletakkan 2 atau 3 jari di bawah angulus mandibula kemudian angkat dan arahkan
keluar, jika terdapat dua penolong maka yang satu harus melakukan imobilisasi
tulang servikal
Gambar Teknik Jaw
Thrust
4.
Mengeluarkan
benda asing
Obstruksi
karena aspirasi benda asing dapat menyebabkan sumbatan ringan atau berat, jika
sumbatannya ringan maka korban masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika sumbatannya
sangat berat maka korban tidak dapat bersuara ataupun batuk. Jika terdapat
sumbatan karena benda asing maka pada bayi < 1 tahun dapat dilakukan teknik
5 kali back blows (back slaps) di interskapula, namun jika
tidak berhasil dengan teknik tersebut dapat dilakukan teknik 5 kali chest thrust di sternum, 1 jari di bawah garis imajiner intermamae
(seperti melakukan kompresi jantung luar untuk bayi usia< 1 tahun).
Gambar : Teknik Chest Thrust Gambar
: Teknik Abdominal Thrust
5.
Periksa
nafas
Jika obstruksi telah
dikeluarkan maka periksa apakah korban bernafas atau tidak, lakukan dalam waktu
< 10 detik, dengan cara:
a. Lihat
gerakan dinding dada dan perut ( look )
b. Dengarkan
suara nafas pada hidung dan mulut korban ( listen
)
c.
Rasakan hembusan udara
pada pipi ( feel )
Korban yang mengalami gasping
(megap-megap/nafas yang agonal atau nafas yang tidak efektif) , maka korban
tersebut dinyatakan tidak bernafas.
6.
Berikan
bantuan nafas
7.
Periksa
Nadi
Selanjutnya
periksa nadi, pada bayi pemeriksaan dilakukan pada arteri brakialis sedangkan
pada anak dapat dilakukan pada arteri karotis ataupun femoralis. Pemeriksaan
nadi ini dilakukan dalam waktu ≤ 10 detik. Jika nadi > 60 kali/menit namun
tidak ada nafas spontan atau nafas tidak efektif, maka lakukan pemberian nafas
sebanyak 12-20 kali nafas/menit, sekali nafas buatan 3-5 detik hingga korban bernafas dengan
spontan, nafas yang efektif akan tampak dada korban akan mengembang.
8.
Kompresi
Jantung luar
Jika nadi < 60
kali/menit dan tidak ada nafas atau nafas tidak adekuat maka lakukan kompresi
jantung luar. Pada bayi dan anak terdapat perbedaan teknik yaitu pada bayi
dapat dilakukan teknik kompresi di sternum dengan dua jari (two finger chest compression technique ). Selain itu, dapat juga dilakukan dengan menggunakan kedua tangan pada posisi
satu jari di bawah garis imajiner intermamae (two thumb-encircling hands) jika didapatkan dua penolong.
1.
Pengkajian
a.
Identitas klien
Hal yang perlu dikaji pada identitas klien yaitu nama, umur, suku/bangsa, agama,pendidikan,alamat, lingkungan tempat
tinggal.
b. Keluhan utama
c. Riwayat Penyakit
1)
Riwayat penyakit sekarang
a)
Alasan
masuk rumah sakit
b)
Waktu
kejadian hingga masuk rumah sakit
c)
Mekanisme
atau biomekanik
d)
Lingkungan
keluarga, kerja, masyarakat sekitar
2)
Riwayat penyakit dahulu
a.
Perawatan yang pernah dialami
b.
Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK
3)
Riwayat penyakit keluarga
Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga dari anak yang
mengalami penyakit jantung.
d. Pengkajian Primer
1)
Airway/Jalan Napas
Pemeriksaaan/pengkajian
menggunakan metode look,listen,feel.
a)
Look : lihat status mental,pergerakan/pengembangan
dada, terdapa sumbatan jalan napas/tidak,sianosis,ada tidaknya retraksi pada dinding
dada,ada/tidaknya penggunaan otot-otot tambahan.
b)
Listen : mendengar aliran udara pernapasan,suara pernapasan,ada
bunyi napas tambahan seperti snoring,gurgling,atau
stidor.
c)
Feel : merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,adanya
pergeseran/deviasi trakhea,ada hematoma pada leher,teraba nadi karotis
atau tidak.
Tindakan
yang harus di lakukan perawat adalah :
a)
Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan
menyentuh,menggoyang dan di beri rangsangan atau respon nyeri.
b) periksa dan atur jalan napas untuk
memastikan kepatenan.
c) Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami
kesulitan bernapas.
d) Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari
dan jari-jari anda untuk memegang lidah dan rahang bawah dan tengadah dengan
perlahan.
e) identifikasi dan keluarkan benda
asing (darah,muntahan,sekret,ataupun benda asing) yang menyebabkan obstruksi
jalan napas baik parsial maupun total dengan cara memiringkan kepala pasien ke
satu sisi (bukan pada trauma kepala).
f) Pasang orofaringeal
airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan kepatenan jalan napas.
g)
Pertahankan dan lindungi tulang servikal.
2). Breathing/Pernapasan
Pemeriksaan/pengkajian
menggunakan metode look listen,feel
a) Look : nadi karotis ada/tidak,frekuensi pernapasan
tidak ada dan tidakterlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran menurun, sianosis, identifikasi pola pernapasan
abnormal,periksa penggunaan otot bantu dll.
b) Listen :
mendengar hembusan napas
c) Feel :
tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.
Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :
a) Atur posisi pasien untuk memaksimalkan
ekspansi dinding dada.
b) Berikan therapy O2 (oksigen).
c) Beri bantuan napas dengan
menggunakan masker/bag valve mask (BMV)/endo tracheal tube (ETT) jika perlu.
d) Tutup luka jika didapatkan luka
terbuka pada dada.
e)
Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya
edema pulmonal,dll.
f)
3). Circulation/Sirkulasi
1. Periksa denyut nadi karotis dan
brakhialis pada (bayi),kualitas dan karakternya
2. periksa perubahan warna kulit
seperti sianosis
Tindakan yang harus di lakukan perawat :
a) Lakukan tindakan CPR/defibrilasi
sesuai dengan indikasi.
Langkah-langkah di lakukannya RJP pada bayi dan anak
Langkah-langkah di lakukannya RJP pada bayi dan anak
1) perhatikan bayi untuk menentukan
apakah bayi masih bernapas
2) perhatikan apakah dada bayi bergerak
3) tempatkan telinga di dekat hidung
dan mulut bayi dan dengarkan aliran udara
4) jentikan kaki bayi apabila ada
perubahan warna kulit atau bila bayi tidak bernapas jangan
menguncang-guncangkan bayi.
5) Mulailah RPJ jika bayi tetap tidak
bernapas setelah kakinya tidak di jentikan.
6) Tempatkan bayi di atas permukaan
yang keras
7) Posisikan kepala dengan tepat dan bebaskan
jalan napas dengan menepatkan tangan anda pada dahi dan ari-jari tangan anda
dari tangan yang lain di bawah tulang rahang.berhati-hatilah mendorong jaringan
lunak di bawah dagu angkat dan sedikit tengadahkan kepala kearah belakang dan
hidung mengarah keatas.
8) Tarik garis yang menghubungkan
antara kedua puting susu bayi
9) Dengan telunjuk dan jari tengah
anda,tekan lurus ke bawah pada tulang dada 1,25 cm sampai 2,5 cm.ulangi hal ini
sebanyak 30 kali dan 2 kali napas buatan.
3. Disability
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
a.
Alert (A) : pasien tidak berespon terhadap lingkungan
sekelilingnya/tidak sadar terhadap kejadian yang menimpa.
b.
Respon verbal (V) :klien tidak berespon terhadap pertanyaan
perawat.
c.
Respon nyeri (P) :klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
d.
Tidak berespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal
dan nyeri.
“cara pengkajian”
“cara pengkajian”
a)
Anamnese (tanya) : nama dan kejadian
b)
Cubit daerah pundak/tepuk wajah
c)
Dengan GCS (E1 M1 V1 ),pupil,kemampuan motorik
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Penurunan curah jantung berhubungan dengankemampuan pompa
jantung menurun
b.
Gangguan perfusi serebral
berhubungan denganperubahan preload, afterload, dan
kontraktilitas
c.
Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengansuplai Oksigen tidak adekuat
3.
Perencanaan (Kriteria Hasil, intervensi, rasional)
Diagnosa
|
Perencanaan
|
||
Kriteria
Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1. Penurunan
curah jantung b/d perubahan preload, afterload, dan kontraktilitas.
|
Setelah dilakukan perawatan
3x24 jam klien dapat:
Menunjukan curah jantung
yang memuaskan di buktikan dengan keefektifan pimpa jantung,status
sirkulasi,perfusi jaringan (organ abdomen),dan perfusi jaringan (perifer)
Dengan Indikator:
1.
Tekanan darah sistilik,diastolik dalam batas normal
2.
Denyut jantung dalam batas normal
3.
Tekanan vena sentral dan tekanan dala paru dbn
4.
Hipotensi ortostatis tidak ada
5.
Gas darah dbn
6.
Bunyi napas tambahan tidak ada
7.
Distensi vena leher tidak ada
8.
Edema perifer tidak ada
|
1.
Lakukan pijat
jantung
2.
Berikan oksigen tambahan dengan
kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)
3.
Palpasi nadi perifer
4.
Pantau Tekanan Darah
5.
Kaji kulit terhadap pucat dan
sianosis
|
1. untuk
mengaktifkan kerja pompa jantung
2. Meningkatkan
sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas.
3. Penurunan
curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, dorsalis pedis dan
postibial. Nadi mungkin hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi.
4. Pada
pasien Cardiac Arrest tekanan darah menjadi rendah atau mungkin tidak ada.
5. Pucat
menunjukkkan menurunnya perfusi sekunder terhadap tidak adekuatnya curah
jantung.
|
2. Gangguan
perfusi serebral b/d penurunan suplai O2 ke otak
|
Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam klien dapat:Sirkulasi
darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar
Dengan Indikator:
1. Pasien akan memperlihatkan
tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Warna dan suhu kulit normal
3. CRT < 2 detik.
|
1.
Berikan vasodilator misalnya
nitrogliserin, nifedipin sesuai indikasi
2. Posisikan
kaki lebih tinggi dari jantung
3. Pantau
adanya pucat, sianosis dan kulit dingin atau lembab
4. Pantau
pengisian kapiler (CRT)
|
1. Obat
diberikan untuk meningkatkan sirkulasi miokardia.
2. Mempercepat pengosongan vena superficial,
mencegah distensi berlebihan dan meningkatkan aliran balik vena
3. Sirkulasi yang terhenti menyebabkan transport O2
ke seluruh tubuh juga terhenti sehingga akral sebagai bagian yang paling jauh
dengan jantung menjadi pucat dan dingin.
4. Suplai darah kembali normal jika CRT < 2 detik
dan menandakan suplai O2 kembali normal
|
3. Gangguan
pertukaran gas b/d suplai O2 tidak adekuat
|
Setelah dilakukan perawatan
3x24 jam klien dapat:
Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran
gas dapat berlangsung
Dengan Indikator:
1. Nilai GDA normal
2. Tidak ada distress pernafasan
|
1. Berikan
O2 sesuai indikasi
2. Pantau GDA
Pasien
3. Pantau
pernapasan klien
|
1. Meningkatkan
konsentrasi oksigen alveolar dan dapat memperbaiki hipoksemia jaringan
2. Nilai GDA
yang normal menandakan pertukaran gas semakin membaik
3. Untuk
evaluasi distress pernapasan
|
4.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
|
Setelah dilakukan perawatan 4x24 jam klien dapat:Peningkatan
toleransi terhadap aktivitas
Dengan Indikator:
1. Menunjukkan
peningkatan toleransi terhadap aktivitas
2. Tanda-tanda
vital dalam batas normal
|
1. Evaluasi
respon terhadap aktivitas
2. Berikan
lingkungan tenang dan batasi pengunjungselama fase akut.
3. Jelaskan
pentingnya istirahat dan perlunyakeseimbangan aktivitas dan istirahat.
4. Bantu
aktivitas perawatan, aktivitas diri yangdiperlukan.
5. Bantu
pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat /tidur.
|
1. Menetapkan
kemampuan/ kebutuhan pasien danmemudahkan memilih intervensi secara tepat
2. Menurunkan
stress dan rangsangan berlebihan
3. Tirah
baring diperlukan selama fase akut untukmenurunkan kebutuhan metabolic.
4. Meminimalkan
kelelahan dan menbantu keseimbangansuplai dan kebutuhan oksigen.
5. Pasien
mungkin nyaman dengan kepala tinggi,tidur dikursi / menunduk kedepan meja /
bantal
|
4.Implementasi
Implementasi
(pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan (intervensi),
menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan dengan pedoman atau prosedur
teknis yang telah ditentukan.
5.Evaluasi
Evaluasi
yang diharapkan :
a.
Sirkulasi darah kembali normal
sehingga transport O2 kembali lancar
b.
Sirkulasi darah kembali normal
sehingga pertukaran gas dapat berlangsung
c.
Kemampuan pompa jantung meningkat
dan kebutuhan oksigen ke otak terpenuhi
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya
fungsi pompa otot jantung secara tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya
proses penghantaran oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Keadaan ini bisa
terjadi akibat hipoksia lama karena terjadinya henti nafas yang merupakan
akibat terbanyak henti jantung pada bayi dan anak.
Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung
berlangsung lama, karena sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan
kematian jaringan otak. Hal tersebutlah yang menjadi alasan penatalaksanaan
berupa CPR atau RJP harus dilakukan secepat mungkin untuk meminimalisasi
kerusakan otak dan menunjang kelangsungan hidup korban.
Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi
pada korban, apapun teknik yang digunakan adalah memastikan penolong dan korban
berada di tempat yang aman, menilai kesadaran korban dan segera meminta
bantuan.
B. Saran
Informasi
dan pelatihan tatalaksana henti nafas
dan henti henti jantung sebaiknya dapat diberikan kepada
masyarakat umum,
mengingat bahwaresusitasi dapat memberikan pertolongan awal. Dampak yang di timbulkan semakin berat jika
waktu datangnya pertolongan semakin lama.
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association.Pediatric Basic Life Support : 2010 American Heart Association
Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and emergency cardiovascular care.
Circulation 2010
Behram ,Kliegman, Jensen,. 2000. Buku Teks Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi
ke 18, Volume ke 1,
Jakarta: EGC,
Blogg Boulton, 2014. Anestesiologi.
Jakarta : EGC
Eliastam Breler, 2000. Penuntun
Kedaruratan Medis. Jakarta : EGC.
Guyton AC, Hall JE2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11,
Jakarta: EGC, 2008. h. 163.
Hakim,
DDL.2013. Buku Ajar Pediatri Gawat
Darurat(Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak). Jakarta: Badan penerbit IDAI
Hackley, Baughman, 2009. Keperawatan Medikal- Bedah. Jakarta : EGC
Muttaqin, A. (2009).
Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular.
Jakarta: Salemba Medika.
Tress,
Erika E et al. Cardiac
Arrest in Children. Journal of Emergencies, Trauma, and Shock 2010;
3(III), 267-77
Ulfah AR. 2010. Advance Cardiac Life
Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Jakarta. 2003AHA Guidelines
For CPR and ECC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku
Diagnosa Keperawatan : diagnosa NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC.
Jakarta : EGC
No comments:
Post a Comment