Mata Kuliah :
Keperawatan Gawat Darurat II
Dosen Pembimbing : Ikdafilla,
S.Kep. Ns.
ASUHAN KEPEREWATAN DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL
“FRAKTUR TERTUTUP”

Disusun Oleh :
KELOMPOK II
1. Erni Damayanti
2. Muh. Yusuf Adam
3. Muliadi
4. Nurul Zulfah
5. Hamriani
6. Julaiha
7. Nurastiani
8. Suriadi Suterjo
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKES) PRIMA BONE
|
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT penulis ucapkan karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul “Fraktur
Tertutup”. Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak
menembus kulit sehingga tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis berusaha menyajikan bahan-bahan yang
berkaitan dengan judul makalah. Penulis juga mengucapkan banyak terimah kasih
kepada teman-teman yang turut serta membantu dan memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini. Terlapas dari itu semua, kami menyadari bahwa di
dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak
kekurangan-kekurangannya, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan
saran yang membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata, mohon maaf bila ada kata-kata dalam makalah ini yang menyinggung perasaan guru maupun kawan-kawan,
karena penulis hanya manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan. Harapan besar dari
penulis mudah-mudahan apa yang kami
susun ini penuh mamfaat, baik itu pribadi, teman-teman, serta orang lain yang melihat dan membacanya . Amien.
Watampone, 22 Februari 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................. 2
C.
Tujuan Penulisan................................................................... 2
BAB II... PEMBAHASAN
A.
KONSEP DASAR MEDIK................................................ 3
1.
Definisi.......................................................................... 3
2.
Insidensi........................................................................ 4
3.
Etiologi.......................................................................... 4
4.
Patofisiologi.................................................................. 4
5.
Gejala Klinis.................................................................. 5
6.
Test
Diagnostik............................................................. 5
7.
Penatalaksanaan............................................................ 6
8.
Komplikasi.................................................................... 7
9.
Prognosis....................................................................... 8
B.
PROSES
ASUHAN KEPERAWATAN............................ 8
1.
Pengkajian
Keperawatan............................................... 8
2.
Diagnosa
Keperawatan................................................. 9
3.
Intervensi Keperawatan................................................ 9
4.
Implementasi Keperawatan........................................... 13
5.
Evaluasi Keperawatan................................................... 13
BAB III.. PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................... 14
B.
Saran..................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur terbuka adalah suatu
fraktur yang terdapat hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga
terjadi kontaminasi bakteri dan dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
(Zainuddin A. Alfian. 2014: 242)
Kejadian
fraktur ini bisa dialami seseorang ketika mengalami trauma langsung atau trauma
tidak langsung. Fraktur mempunyai dampak yang mendalam pada aspek kehidupan
pasien yang mengalaminya. Pasien dengan fraktur memiliki kecenderungan untuk
mengalami gangguan mobilisasi selama masa penyembuhan frakturnya. (Susi Hanifah
K. 2012: 2)
World Health Organization (WHO) menyatakan, bahwa terlepas
dari sejumlah perbaikan sarana dan prasarana, tingkat kecelakaan lalu lintas di
jalan raya masih terbilang tinggi. Menurut data Global Status Report on Road Safety yang dikeluarkan WHO sebanyak
1,24 juta orang di seluruh dunia meninggal. Apabila dibikin rata-rata, maka
sekitar 3400 orang meninggal setiap harinya akibat dari kecelakaan lalu lintas
di dunia. Angka tersebut di prediksi dapat terus meningkat apabila tidak ada
langkah nyata yang diambil untuk mengantisipasinya. (Bayu Mardianto. 2016 : http://media.iyaa.com)
Angka
kecelakaan di Indonesia selama tahun 2015 ternyata cukup tinggi hingga menembus
angka puluhan ribu. Berdasarkan data Korps Lalu Lintas Mabes Polri hingga
September 2015 jumlah kasus kecelakaan lalu lintas mencapai 23.000 kasus. Dalam
dua tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia dinilai menjadi
pembunuh terbesar ketiga, di bawah penyakit jantung koroner dan
tuberculosis/TBC. Di Indonesia, jumlah kendaraan bermotor yang meningkat setiap
tahunnya dan kelalaian manusia, menjadi faktor utama terjadinya peningkatan
kecelakaan lalu lintas. (Bayu Mardianto. 2016: http://media.iyaa.com)
Di Kabupaten Bone tahun 2015 ini angka
kecelakaan lalu lintas meningkat dibandingkan tahun 2014, pada tahun 2014 kasus
kecelakaan lalu-lintas di Bone tercatat sebanyak 258 kasus, sementara tahun
2015 hingga September tercatat 340 kasus. (Enal Shaenal. 2015: http://www.bonepos.com)
Melihat fakta tersebut di atas maka penulis merasa
tertarik untuk mengangkat kasus ini dalam sebuah makalah dengan judul : Asuhan
Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal ”Fraktur Tertutup”
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan fraktur tertutup?
2. Bagaimana
insidensi penyakit fraktur
tertutup?
3.
Apa etiologi penyakit fraktur tertutup?
4.
Bagaimana patofisiologi penyakit fraktur tertutup?
5.
Apa gejala klinis dari penyakit fraktur tertutup?
6.
Bagaimana menegakkan diagnosis penyakit fraktur tertutup?
7.
Bagaimana terapi penyakit fraktur tertutup?
8.
Apa komplikasi penyakit fraktur tertutup?
9.
Bagaimana prognosis penyakit fraktur tertutup?
10. Bagaimana
asuahan keperawatan pada penyakit fraktur
tertutup?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui apakah yang dimaksud dengan fraktur tertutup.
2. Mengetahui insidensi penyakit fraktur
tertutup.
3.
Mengetahui
etiologi penyakit fraktur tertutup.
4.
Mengetahui patofisiologi
penyakit fraktur tertutup.
5.
Mengetahui
gejala penyakit fraktur tertutup.
6.
Mengetahui diagnosis
penyakit fraktur tertutup.
7.
Mengetahui
penatalaksaan penyakit fraktur tertutup.
8.
Mengetahui
komplikasi penyakit fraktur tertutup.
9.
Mengetahui
prognosis penyakit fraktur tertutup.
10. Mengetahui bagaimana asuahan
keperawatan pada fraktur tertutup.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Pengertian
a.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Risnanto, 2014;
181)
b.
Fraktur merupakan rusaknya keutuhan tulang. (Brooker, 2009;
136)
c.
Fraktur
adalah terputusnya kontuinitas tulang. Fraktur dapat berbentuk transversa,
oblik atau spiral. (Grace & Borley, 2006; 85)
d.
Fraktur adalah
hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun
sebagian. (Muttaqin,. 2008 )
e.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan
tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price Wilson, 2005; 1365 dan Nurarif Kusuma,
2015; 8)
f.
Fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. (Rendy Margareth, 2012;
59)
g.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun
parsial. Fraktur terbuka adalah suatu
fraktur yang terdapat hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga
terjadi kontaminasi bakteri dan dapat menimbulkan komplikasi infeksi. (Zainuddin
A.Alfian., 2014;242)
h.
Fraktur basis kanii merupakan akibat benturan langsung
pada daerah-daerah dasar tulang tengkorak (oskiput, mastoid, supraorbital),
transmisi energy yang berasal dari benturan pada wajah atau mandibula. (Satyanegara,
2010; 199)
i.
Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya
tidak menembus kulit sehingga tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. (Sjamsuhidajat,1997)
2. Etiologi
a.
Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b.
Kekerasan
tidak langsung
Kekerasan
tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tepat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
c.
Kekerasan
akibat tarikan otot
Patah tulang
akibat tarikan otot sangan jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan. (Rendy Margareth, 2012;
63-64)
3. Insiden
Kejadian fraktur di Indonesia
sebesar 1,3 juta setiap tahunnya dengan jumlah penduduk 238 juta jiwa, merupakan
terbesar di Asia Tenggara. Kejadian fraktur di Indonesia yang dilaporkan Depkes
RI (2007) menunjukkan bahwa sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda. Insiden
fraktur di Indonesia 5,5 % dengan
rentang setiap profensi antara 2,2 sampai 9 % (Depkes, 2007). Fraktur
ekstremitas bawah memiliki frekuensi sekitar 46,2 % dari insiden kecelakaan.
Hasil tim survey Depkes RI (2007) didapatkan 25% penderita fraktur mengalami
kematian. 45% mengalami cacat fisik. 15% mengalami stres psikologis dan bahkan
depresi, serta 10% mengalami kesembuhan
dengan baik. (Sukmaida, 2014. http://sukmaida.blogspot.co.id)
4. Patofisiologi
Tulang
bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah
yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. (Padila,
2012; 302)
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur yaitu (Nurarif dan Kusuma, 2015; 9) :
a.
Tidak dapat menggunakan anggota gerak.
b.
Nyeri pembengkakan.
c.
Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian, atau jatuh dikamar mandi pada
orang tua, penganiayaan, tertimpa benda
berat, kecelakaan kerja, trauma olah
raga).
d.
Gangguan fungsio anggota gerak.
e.
Deformitas.
f.
Kelainan gerak.
6.
Test Diagnostik
a.
Pemeriksaan
radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan
yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Perlu disadari bahwa
permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang
dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1)
Bayangan jaringan lunak.
2)
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum
atau biomekanik atau juga rotasi.
3)
Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4)
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos
x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1) Tomografi:
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang
sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi:
menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah diruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusak-
an akibat trauma.
3) Arthrografi:
menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
4) Computed
Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari
tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b.
Pemeriksaan
laboratorium
1) Kalsium
Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyem-buhan tulang.
2) Alkalin
Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik
dalam membentuk tulang.
3) Enzim
otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c.
Pemeriksaan
lain-lain
1) Pemeriksaan
mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapat-kan mikroorganisme
penyebab infeksi.
2) Biopsi
tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tpi
lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi:
terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibat-kan fraktur.
4) Arthroscopy:
didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5) Indium
Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
6) MRI:
Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Padila, 2012;
319-320)
7.
Penatalaksanaan
a.
Reposisi : Pengembalian fragmen tulang keposisi semula
1)
Reposisi tertutup : Dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang reposisinya dengan memanipulasi dan traksi manual.
2)
Reposisi terbuka : Dilakukan dengan pendekatan bedah,
fragmen tulang direposisi.
b.
Imobilisasi:Mempertahankan reposisi sampai tahap
penyembuhan.
1)
Konservatif fiksasi eksterna : gips,bidai,traksi
2)
ORIF(Open Reduction Internal Fixation): pen,flat,screw
c.
Rehabilitasi: Pemulihan kembali/pengembalian fungsi dan
kekuatan normal bagian yang terkena . (Zainuddin A.Alfian., 2014; 243-244)
8. Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat diklasifikasikan sebagai komplikasi
cepat (saat cedera), awal (dalam beberapa jam
atau hari), dan lambat
(dalam beberapa minggu atau bulan.
a.
Komplikasi cepat
1) Perdarahan
2) Kerusakan
arteri dan saraf
3) Kerusakan
pada jaringan sekitar
b.
Komplikasi awal
1) Infeksi
luka
2) Emboli
lemak
3) Sindrom
kompartemen
c.
Komplikasi lambat
1) Penyatuan
terlambat
2) Penyatuan
yang salah
3) Tidak
ada penyatuan
4) Deformitas
5) Osteoartitis
sekunder
6) Nekrosis
asepsis atau avaskuler. (Broker, 2009; 139)
9. Prognosis
Prognosis Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat
keparahan serta tata laksana dari tim medis terhadap pasien dengan korban
fraktur. Jika penanganannya cepat, maka prognosisnya akan lebih baik. Begitu
juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat keparahan, jika fraktur yang di alami ringan, maka proses penyembuhan akan berlangsung
dengan cepat dengan prognosis yang baik.
Tapi jikalau pada kasus yang berat prognosisnya juga akan buruk.bahkan jikalau parah, tindakan yang dapat di ambil adalah cacat fisik
hingga amputasi.Selain itu penderita dengan usia yang
lebih muda akan lebih bagus prognosisnya di banding penderita dengan usia
lanjut. (Bresler,Michael Jay.2006)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Data yang perlu dikaji pada klien
yang mengalami fraktur adalah : Gejala-gejala fraktur tergantung pada
sisi, beratnya, dan jumlah kerusakan pada struktur lain.
a. Aktivitas
istirahat
Tanda
: Keterbatasan dan kehilangan fungsi pada
bagian yang terkena (mungkin segera fraktur itu sendiri atau terjadi secara
sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang
terlihat sebagai respon terhadap nyeri/anseitas) atau hipotensi (kehilangan
darah).
Penurunan/tak
ada nadi pada bagian distal yang cedera ; pengisian kapiler lambat, pucat pada
bagian yang terkena.
Pembngkakan
jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan /sensasi, spasme otot.
Kebas/kesemutan
(parestesis)
Tanda : Deformitas lokal ;
angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot,
terlihat kelemahan / hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan
nyeri/anseitas atau trauma lain).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin
terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang dapat berkurang pada
imobilisasi) ; tak ada njyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme/kram
otot (setelah imobilisasi).
e. Keamanan
Tanda
: laserasi kulit, evulsi jaringan, perdarahan, parubahan warna.
Pembengkakan
local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba). (Risnanto, 2014; 189-190)
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot tgerakan
program tulang.
b.
Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kerusakan
rangka neuromuskuler.
c.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer.
d.
Resiko tinggi terhadap disfungsi neuromuskuler perifer
berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah.
3.
Intervensi Keperawatan
a.
Nyeri
akut berhubungan dengan spasme otot gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, imobilisasi.
Tujuan: Setelah
dilakukan tindakan keperawatan nyeri
hilang
Kriteria hasil :
1)
Pasien mengatakan nyeri hilang.
2)
Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan
aktivitas terapeutik
3)
Pasien menunjukkan tindakan santai
4)
Barpartisipasi dalam aktivitas tidur/istirahat
dengan tepat.
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1.
Pertahankan
imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau
traksi
2.
Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
3.
Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
4.
Lakukan tindakan
untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi).
5.
Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan
napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)
6.
Lakukan
kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.
7.
Kolaborasi
pemberian anal-getik sesuai indikasi.
|
1.
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
2.
Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema / nyeri.
3.
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sir-kulasi vaskuler.
4.
Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
5.
Mengalihkan perhatian terha-dap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap
nyeri yang mungkin berlangsung lama.
6.
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
7.
Diberikan untuk Menurunkan nyeri
|
b.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
Tujuan : Setelah diadakan tindakan keperawatan mobilitas
fisik tidak terganggu.
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan
posisi fungsional
2) Meningkatkan
kekuatan fungsi yang sakit dan mengkonvensasi
bagian tubuh
3)
Menunjukkan teknik kemampuan aktivitas
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1.
Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh
cedera / pe-ngobatan dan perhatikan
per-sepsi terhadap imobilisasi
2.
Bantu dalam
rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat
sesuai keadaan klien.
3.
Berikan atau bantu dalam mobilisasi dengan kursi
roda, kruk, tonngkat, sesegera mungkin. Instruksikan ke-amanan dalam
menggunakan alat mobilitas.
4.
Kolaborasi
dengan ahli terapi fisik
|
1.
Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang
keterbatasan fisik aktual, intervensi untuk me-ningkatkan kemajuan kese-hatan.
2.
Meningkatkan aliran darah
muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot
3.
Mobilitas dini dapat menu-runkan komplikasi tirah
baring dan meningkatkan penyembuhan dan normali-sasi fungsi organ.
4.
Berguna dalam membuat aktivitas individual / prog-ram
latihan.
|
c.
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tak
adekuatnya pertahanan primer.
Tujuan : Setelah
dilkaukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : Mencapai
penyembuhan luka sesuai waktu, bebas tanda-tanda infeksi (tumor, dolor, kalor,
rubor, fungsiolesa).
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1. Inspeksi
kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas
2. Berikan
perawatan pen / kawat steril
3. Kaji
sisi pen atau kulit perhatikan keluhan pening-katan nyeri.
4. Kolaborasi
pemberian anti-biotik.
|
1.
Pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit
yang terinfeksi kemerahan atau abrasi.
2.
Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan
infeksi.
3.
Dapat mengindikasikan tim-bulnya infeksi lokal.
4.
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara
profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi.
|
d.
Risiko tinggi
disfungsi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan penurunan aliran darah.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan sirkulasi aliran darah lancar.
Kriteria hasil :
Mempertahankan perfusi jaringan yang dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit
hangat tanda vital stabil.
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1.
Kaji nadi perifer distal terhadap cedera.
2.
Ambulasi sesegera mungkin.
3.
Awasi tanda-tanda vital, per-hatikan tanda-tanda
sianosis, kulit dingin.
4.
Kaji aliran pengisian kapiler, warna kulit dan
kehangatan distal pada fraktur.
5.
Kolaborasi kompres es sekitar fraktur.
|
1.
Tidak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskuler
dan perlunya evaluasi medik segera terhadap status sirkulasi.
2.
Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah khususnya
pada ekstremitas bawah.
3.
Ketidak adekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi
sistem perfusi jaringan.
4.
Kembalinya warna harus cepat (tiga sampai lima
detik), warna kulit putih menunjuk-kan gangguan arterial, sianosis diduga ada
gangguan vena.
5.
Menurunkan edema pemben-tukan yang dapat membantu
sirkulasi.
|
(Risnanto 2014; 190-195)
5.
Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke dalam bentuk
intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kemampuan yang harus
dimiliki oleh perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang
efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,
kemampuan melakukan tehnik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistemis, kemampuan
memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan kemampuan evaluasi
(Asmadi, 2008; 177-178).
6.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan
ditetapkan. Evaluasi yangdiharapkan pada pasien dengan fraktur adalah :
a.
Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
b.
Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
c.
Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
d.
Pasien akan menunjukkantingkat mobilitas optimal.
e.
Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur tertutup
adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar. (Sjamsuhidajat,1997).
Selanjutnya penulis menyimpulakn
konsep asuhan keperawatan fraktur tertutup sesuai dengan tahapan-tahapan yang
ada didalam proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi, evaluasi.
B.
Saran
Pada penderita fraktur tertutup
sangat dibutuhkan istirahat total dan minimalkan pengeluaran energi, jadi hal
yang paling utama yang dapat dilakukan pasien dan keluarganya jika terjadi
komplikasi adalah berupaya untuk beristirahat total.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi, 2008. Konsep
Keperawatan Dasar. Jakarta:
EGC
Batticaca, 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan. Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika.
Bayu Mardianto. 2016. Ini 5 Negara dengan Tingkat
Kecelakaan Lalu Lintas Tertinggi di Dunia. (online) Retrieved
from : http://media.iyaa.com. Diakses 20 Juni 2016.
Bresler,Michael Jay.2006. Manual Kedokteran Darurat
Edisi 6. Pg.60. Jakarta :EGC
Brooker, Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta:
EGC
Grace & Borley, 2006. At A
Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Gramedia.
Nurarif Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc.
Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta : Mediaction.
Padila, 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Price Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses. Penyakit. Edisi
6. EGC, Jakarta.
Rendy Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Risnanto, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
(Sistem Muskuloskeletal). Ed,1.
Cet, 1. Yogyakarta : Deepublish.
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Syaraf Satyanegara. Edisi IV, Jakarta : PT. Gramedia. Pustaka Utama.
Suratun. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
Susi Hanifah K, 2012. Faktor-faktor Yang Melatarbelakangi Pasien
Patah Tulang Berobat Ke Pengobatan Tradisional Ahli Tulang Di Sumedang.
Bandung:
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran.
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed,2. Jakarta : Salemba Medika.
|
Zainuddin A.Alfian. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Kesehatan Primer. Edisi Revisi. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
No comments:
Post a Comment