TUGAS AKHIR FILSAFAT ILMU
“EPISTEMOLOGI DASAR”
(FILSAFAT PENGETAHUAN)

Disusun untu memenuhi tugas akhir matakuliah Filsafat Ilmu
yang diampu oleh dosen Prof. Soetomo
Disusun oleh :
Nama : Deni Prasetya
NIM : 292010007
Kelas : RS10A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA (UKSW)
SALATIGA
2012
BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG DAN RUMUSAN MASALAH
A. Latar Belakang
Manusia hidup didunia tidak hanya
memerlukan kebutuhan pokok saja. Akan tetapi manusia juga memerlukan informasi
untuk mengetahui keadaan di lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk
memperoleh informasi, manusia seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara
lain yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi
adalah pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena
dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan,
tak jarang manusia harus mempelajari Epistemologi. Epistemologi disebut juga
sebagai teori pengetahuan karena mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia,
termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan
dasar dan pondasi segala ilmu dan pengetahuan.
Sejak semula,
epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik yang paling
sulit. Sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang membentang
luas, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh disingkirkan darinya. Selain
itu pengetahuan merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang dijadikan
permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan biasanya
diandaikan begitu saja. Oleh sebab itu, perlu diketahui apa saja yang menjadi
dasar-dasar pengetahuan yang dapat digunakan manusia untuk mengembangkan diri
dalam mengikuti perkembangan informasi yang pesat.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan
Epistemologi ?
2. Apa saja macam-macam Epistemologi ?
3. Mengapa Epistemologi perlu
dipelajari ?
4. Apa saja yang menjadi dasar-dasar
pengetahuan ?
5. Apa saja jenis-jenis pengetahuan ?
BAB II ISI
PEMBAHASAN MASALAH
A.
Pengartian
Dasar
1.
Apa Itu
Epistemologi
Istilah “Epistemologi” berasal dari
bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan dan ‘logos” berarti
perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa Yunani
berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan,
atau meletakkan. Maka, secara harafiah episteme berarti pengetahuan
sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya.
Lebih lanjut, epistemologi adalah suatu teori pengetahuan
yang membahas berbagai segi pengetahuan seperti : kemungkinan, asal mula, sifat
alami, batas-batas, asumsi dan landasan, validitas, dan reliabilitas, sampai
pada soal kebenaran. Bagi suatu ilmu pertanyaan yang mengenai definisi ilmu
itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya, dan kebenaran ilmiahnya,
merupakan bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya.
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory
of knowledge). Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang
berhubungan dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan,
dan lain sebagainya. Harold Titus (1984), (Filsafat Ilmu,
Prof.Dr.Dr.W.E.Soetomo Siswokartono,M.Pd) secara sistematis menjelaskan tiga
persoalan dalam bidang epistemologi, yaitu :
a.
Apakah
sumber pengetahuan itu, dan dari manakah datangnya pengetahuan yang benar,
serta bagaimana cara mengetahuinya ?
b.
Apakah
sifat dasarnya, adakah dunia yang benar-benar di luar pikiran kita, serta kalau
ada, apakah kita dapat mengetahui ?
c.
Apakah
pengetahuan itu valid, dan bagaimana membedakan yang benar dan salah ?
Lain halnya pendapat Kattsoff (1987), yang menyatakan bahwa
pertanyaan epistemologi hanya ada dua macam :
a.
Bahwa
epistemologi itu kefilsafatan yang berhubungan dengan psikologi, dan
pertanyaannya semantik yang menyangkut hubungan antara pengetahuan dan
objeknya.
b.
Bahwa
epitemologi adalah sumber, sarana, dan tata cara, menggunakan itu untuk
mencapai pengetahuan.
2.
Macam-macam
Epistemologi
Berdasarkan cara kerja atau metode pendekatan yang diambil
terhadap gejala pengetahuan, epistemologi dibedakan menjadi tiga yaitu :
Pertama,
epistemologi metafisis. Yaitu epistemologi yang mendekati gejala pengetahuan
dengan bertitik tolak dari pengandaian metafisika tertentu. Epistemologi macam
ini berangkat dari suatu paham tertentu tentang kenyataan, lalu membahas
tentang bagaimana manusia mengetahui kenyataan tersebut.
Kedua, epistemologi
skeptis. Dalam epistemologi ini, kita perlu membuktikan dulu apa yang dapat
kita ketahui sebagai sungguh nyata atau benar-benar tak dapat diragukan lagi
dengan menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang
kebenarannya masih dapat diragukan. Kesulitan dengan metode pendekatan ini
adalah apabila orang sudah masuk sarang skeptisme dan konsisten dengan sikapnya,
tak gampang menemukan jalan keluar.
Ketiga, epistemologi
kritis. Epistemologi ini tidak memprioritaskan metafisika atau epistemologi
tertentu, melainkan berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran
akal sehat ataupun asumsi, prosedur, dan kesimpulan pemikiran ilmiah
sebagaimana kita temukan dalam kehidupan, lalu kita coba tanggapi secara kritis
asumsi, prosedur, dan kesimpulan tersebut.
Selain tiga macam epistemologi berdasarkan titik tolak
pendekatannya, secara umum berdasarkan objek yang dikaji, epistemologi juga
dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni :
Pertama, epistemologi individual. Dalam epistemologi individual,
kajian tentang bagaimana struktur pikiran manusia sebagai individu bekerja
dalam proses mengetahui, misalnya dianggap cukup mewakili untuk menjelaskan
bagaimana semua pengetahuan manusia pada umumnya diperoleh. Kajian tentang
pengetahuan, baik tentang status kognitifnya maupun proses pemerolehannya,
dianggap sebagai dapat didasarkan atas kegiatan manusia individual sebagai subjek
penahu terlepas dari konteks sosialnya.
Kedua, epistemologi
sosial. Adalah kajian filosofis terhadap pengetahuan sebagai data sosiologis.
Bagi epistemologi sosial, hubungan sosial, kepentingan sosial, dan lembaga
sosial dipandang sebagai faktor-faktor yang amat menentukan dalam proses, cara,
maupun pemerolehan pengetahuan.
3.
Mengapa
Epistemologi Perlu Dipelajari
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang dapat dikemukakan
mengapa epistemologi perlu dipelajari (A.M.W. Pranarka, ibid., hlm.
19-31).
Alasan pertama berangkat dari pertimbangan strategis, kajian
epistemologi perlu karena pengetahuan sendiri merupakan hal yang secara
strategis penting bagi kehidupan manusia. Stratego berkenaan dengan bagaimana
mengelola kekuasaan atau daya kekuatan yang ada sehingga tujuan dapat tercapai.
Alasan kedua dari pertimbangan kebudayaan, penjelasan yang
pokok adalah kenyataan bahwa pengetahuan merupakan salah satu unsur dasar
kebudayaan. Berkat pengetahuan, manusia dapat mengolah dan mendayagunakan alam
lingkungannya. Selain itu, manusia mampu membudayakan alam, membudayakan
masyarakat, dan demikian membudayakan dirinya sendiri.
Alasan ketiga berangkat dari pertimbangan pendidikan,
epistemologi perlu dipelajari karena manfaatnya untuk bidang pendidikan.
Pendidikan sebagai usaha dasar untuk membantu peserta didik mengembangkan
pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup, tidak lepas dari
penguasaan pengetahuan.
B.
Dasar-dasar
Pengetahuan
1.
Pengalaman
Hal utama yang mendasarkan pengetahuan adalah pengalaman. Pengalaman adalah
keseluruhan peristiwa yang terjadi dalam diri manusia dalam interaksinya dengan
alam, lingkungan, dan kenyataan. Pengalaman terbagi menjadi dua antara lain
pengalaman primer, yaitu pengalaman langsung akan persentuhan indrawi dengan
benda-benda konkret di luar manusia dan peristiwa yang disaksikan sendiri. Yang
kedua pengalaman sekunder, yaitu pengalaman tak langsung atau reflektif
mengenai pengalaman primer.
Ada tiga ciri pokok pengalaman
manusia, ciri pokok yang pertama adalah pengalaman manusia sangat beraneka
ragam. Manusia bisa melihat, mendengar, merasakan, menyentuh, dan membau
sesuatu. Manusia dapat merasa sedih, senang, marah, bahagia, dan sebagainya.
Itu menandakan bahwa pengalaman manusia itu beraneka ragam. Ciri pokok yang
kedua adalah pengalaman manusia selalu berkaitan dengan objek tertentu di luar
diri manusia sebagai objek. Objek tersebut dapat berupa benda, orang,
peristiwa, hal, ataupun gagasan. Dan ciri pokok yang ketiga adalah pengalaman manusia
terus bertambah seiring bertambahnya umur, kesempatan, dan tingkat kedewasaan
manusia. Seiring dengan bertambahnya umur dan tersedianya kesempatan manusia
dapat mengalami banyak hal baru yang menambahkan pada apa yang sampai saat ini
belum pernah dialami.
2.
Ingatan
Selain pengalaman, pengetahuan juga didasarkan atas ingatan.
Tanpa ingatan, pengalaman tidak akan berkembang menjadi pengetahuan. Manusia
dapat mengetahui suatu informasi yang dapat menjadi pengetahuan baru karena
manusia mampu mengingat apa yang telah dipelajari sebelumnya. Agar ingatan
dapat menjadi dasar yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya bagi
pengetahuan, ada dua syarat yang harus dipenuhi yaitu : 1. Ingatan tersebut
merupakan suatu peristiwa yang benar-benar pernah dialami dan disaksikan pada
masa lalu. 2. Ingatan tersebut bersifat konsisten dan dapat berhasil menjadi
dasar pemecahan persoalan yang sekarang sedang dihadapi.
3.
Kesaksian
Kesaksian menjadi penegasan akan
sesuatu sebagai ssesuatu yang benar oleh seorang saksi kejadian atau peristiwa,
dan diajukan kepada orang lain untuk dipercaya. Apabila kesaksian tersebut
dipercaya oleh orang lain, maka berarti kesaksian tersebut dapat dianggap
sebagai pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari ditengah masyarakat, hanya
sebagian kecil dari pengetahuan dan kepercayaan yang diperoleh dari pengalaman
pribadi manusia. Manusia banyak mempercayakan diri pada kesaksian orang lain.
4.
Minat dan
Rasa Ingin Tahu
Tidak semua pengalaman berkembang
menjadi pengetahuan. Untuk dapat berkembang menjadi pengetahuan, subjek yang
mengalami sesuatu perlu memiliki minat dan rasa ingin tahu tentang apa yang
dialami. Minat mengarahkan perhatian terhadap hal-hal yang dialami dan dianggap
penting untuk diperhatikan. Sedangkan rasa ingin tahu mendorong manusia untuk
bertanya dan melakukan penyelidikan atas apa yang dialami dan menarik minatnya.
Rasa ingin tahu erat kaitannya dengan pengalaman kekaguman atau keheranan akan
apa yang dialami.
5.
Pikiran
dan Penalaran
Untuk memahami dan menjelaskan segala pengalaman yang
dialami, manusia perlu melakukan kegiatan berpikir. Kegiatan berpikir
menandakan bahwa manusia memiliki pikiran. Sedangkan penalaran merupakan proses
bagaimana pikiran menarik kesimpulan dari hal-hal yang sebelumnya dialami.
Meskipun kegiatan berpikir memang lebih dari sekedar bernalar, tetapi kegiatan
pokok pikiran dalam mencari pengetahuan adalah penalaran. Tanpa pikiran dan
penalaran tidak mungkin ada pengetahuan. Penalaran manusia dapat berbentuk
induksi, deduksi, juga abduksi.
Induksi adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan
umum dari berbagai kejadian atau kasus khusus. Deduksi adalah bentuk penalaran
yang berangkat dari suatu pernyataan atau hukum umum ke kejadian khusus yang
dapat diturunkan dari pernyataan atau hukum umum tersebut. Sedangkan abduksi
adalah penalaran untuk merumuskan sebuah hipotesis berupa pernyataan umum yang
kemungkinan kebenarannya masih perlu diuji coba. Berkat kemampuan menalar,
manusia dapat mengembangkan pengetahuannya.
6.
Logika
Logika adalah ilmu pengetahuan atau kecakapan bagaimana
manusia berpikir lurus atau benar. Logika juga sering disebut sebagai
keterampilan berpikir dalam menerapkan hukum-hukum pemikiran yang lurus, benar,
tepat, dan sehat. Dalam perkembangan berpikir, logika ada dua macam yaitu
logika kodrati dan logika ilmiah. Logika kodrati adalah cara seseorang mengolah
budinya, bekerja secara spontan karena manusia menyadari bahwa dalam mengolah
dan mengerjakan pemikirannya cenderung subjektif. Sementara itu logika ilmiah
secara faktual berusaha membantu dan menyempurnakan pemikiran logika yang
kodrati. Caranya dengan memperhalus pemikiran dengan akal budi lahir kebenaran
dan mempertajam pemikiran agar kerja logika ilmiah menjadi lebih tepat, lebih
teliti, lebih mudah, dan lebih aman sehingga kesesatan berpikir dapat
dihindarkan.
7.
Bahasa
Selain logika, dalam penalaran juga membutuhkan penggunaan
bahasa. Maka, bahasa juga merupakan salah satu hal yang mendasari dan
memungkinkan pengetahuan pada manusia. Bahasa manusia tidak hanya berupa bahasa
lisan, tetapi juga bahasa tertulis. Bahasa tertulis adalah bahasa yang
dituangkan dalam bentuk tulisan, misalnya dalam buku, majalah, koran, dan
sebagainya. Bahasa tertulis memiliki peran dalam kehiatan manusia menemukan
pengetahuan. Karena banyak sekali pengetahuan yang terkandung di dalam bahasa
tertulis. Dengan berkembangnya bahasa tulisan, ingatan manusia dilipatgandakan
dan pemikiran serta kegiatan kreatif lain dari manusia semakin ditingkatkan.
8.
Kebutuhan
Hidup Manusia
Dalam interaksinya dengan dunia dan lingkungan sosial
sekitarnya manusia membutuhkan pengetahuan. Maka, kebutuhan hidup manusia dapat
dikatakan juga merupakan suatu faktor yang mendasari dan mendorong
berkembangnya pengetahuan manusia. Sebagai sarana yang dibutuhkan untuk hidup,
bagi manusia, pengetahuan juga merupakan suatu alat, strategi, dan
kebijaksanaan manusia dalam berinteraksi dengan dunia dan lingkungan sosial
sekitarnya. Pengetahuan yang benar pada dasarnya dicari manusia untuk dapat
berinteraksi secara tepat.
C.
Tiga Jenis
Pengetahuan
1.
Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan ilmiah adalah jenis pengetahuan yang diperoleh dan
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah atau dengan menerapkan cara
kerja atau metode ilmiah. Sedangkan yang dimaksud dengan metode ilmiah adalah
prosedur atau langkah-langkah sistematis yang perlu diambil guna memperoleh
pengetahuan yang didasarkan atas persepsi indrawi dan melibatkan uji coba
hipotesis serta teori secara terkendali. Kumpulan hukum yang serumpun dan
tertata secara sistematis membentuk suatu teori ilmiah. Dalam upaya memahami
alam, fokus perhatian seorang ilmuwan adalah mengejar pengetahuan yang berlaku
umum. Pengetahuan ilmiah pertama-tama memperoleh pendasaran induktif dan
bukan deduktif.
2.
Pengetahuan Moral
Cukup banyak orang yang menganggap bahwa dalam hal moral tidak ada kebenaran
yang bersifat objektif dan universal. Penilaian dan putusan moral adalah soal
perasaan pribadi atau paling-paling produk budaya tempat orang lahir dan
dibesarkan. Dalam hal moral tidak ada pengakuan kebenaran yang sah. Nilai-nilai
moral dinyatakan hanya kepada orang yang mengalami urgensi atau keharusannya.
Kalau kita menyingkirkan urgensi tersebut, tidak akan ada cara untuk meneliti
keaslian kenyataan tersebut. Di dalam bidang-bidang moral, kutub objektif
pengalaman tidak ditandai oleh sesuatu yang memaksa, digolongkan di bawah
hukuman, dan terbuka secara umum sebagaimana pengetahuan alamiah.
3.
Pengetahuan Religius
Persoalan tentang kemungkinan adanya pengetahuan religius sedikit berbeda dari
persoalan tentang kemungkinan adanya pengetahuan moral. Meskipun begitu,
beberapa konsep dan prinsip yang berlaku dalam membahas kemungkinan adanya
pengetahuan moral dapat dipakai untuk memberi terang pada persoalan tentang
pengetahuan religius. Persoalan ini muncul berkaitan dengan adanya pengakuan
bahwa pengetahuan religius, termasuk di dalamnya adalah pengetahuan kita
tentang Tuhan, sesungguhnya berada di luar lingkup pengetahuan manusia.
Pernyataaan bahwa Tuhan itu ada dan memiliki sifat-sifat tertentu seperti Maha
Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan sebagainya merupakan pokok iman dan
bukan materi pengetahuan manusia. Hidup beriman yang memuat kepercayaan akan
adanya Tuhan memang merupakan suatu tindakan yang tidak bertentangan dengan
dengan nalar, tetapi juga tidak selalu didasarkan atas pertimbangan nalar
belaka. Apalagi kalau hanya dibatasi pada nalar logis saja.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Istilah “Epistemologi” berasal dari
bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan dan ‘logos” berarti
perkataan, pikiran, atau ilmu. Lebih lanjut, epistemologi adalah suatu teori
pengetahuan yang membahas berbagai segi pengetahuan seperti : kemungkinan, asal
mula, sifat alami, batas-batas, asumsi dan landasan, validitas, dan
reliabilitas, sampai pada soal kebenaran. Epistemologi sering juga disebut
teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi lebih memfokuskan kepada
makna pengetahuan yang berhubungan dengan konsep, sumber, dan kriteria
pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya.
Berdasarkan cara kerja atau metode
pendekatan yang diambil terhadap gejala pengetahuan, epistemologi dibedakan
menjadi tiga yaitu : epistemologi metafisis,
epistemologi
skeptis, dan epistemologi kritis. Sedangkan
berdasarkan objek yang dikaji, epistemologi juga dapat dibagi menjadi dua
bagian, yakni : epistemologi individual dan epistemologi sosial.
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang dapat dikemukakan
mengapa epistemologi perlu dipelajari, yaitu alasan pertama berangkat dari
pertimbangan strategis, alasan kedua dari pertimbangan kebudayaan, dan alasan
ketiga berangkat dari pertimbangan pendidikan.
Dalam pengetahuan, ada beberapa hal yang mendasari
terbentuknya pengetahuan antara lain pengalaman, ingatan, kesaksian, minat dan
rasa ingin tahu, pikiran dan penalaran, logika, bahasa, dan kebutuhan hidup
manusia. Secara umum, pengetahuan dibedakan menjadi tiga yaitu pengetahuan
ilmiah, pengetahuan moral, dan pengetahuan religius. Pengetahuan ilmiah adalah jenis pengetahuan yang diperoleh
dan dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah atau dengan menerapkan
cara kerja atau metode ilmiah. Dalam pengetahuan moral, nilai-nilai moral
dinyatakan hanya kepada orang yang mengalami urgensi atau keharusannya. Kalau
kita menyingkirkan urgensi tersebut, tidak akan ada cara untuk meneliti
keaslian kenyataan tersebut. Sedangkan dalam pengetahuan religius, persoalan
tentang kemungkinan adanya pengetahuan religius sedikit berbeda dari persoalan
tentang kemungkinan adanya pengetahuan moral. Meskipun begitu, beberapa konsep
dan prinsip yang berlaku dalam membahas kemungkinan adanya pengetahuan moral
dapat dipakai untuk memberi terang pada persoalan tentang pengetahuan religius.
DAFTAR
PUSTAKA
Sudarminta,
J, Epistemologi Dasar Pengantar Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta:
KANISIUS, 2002
Siswokartono,
Soetomo, Filsafat Ilmu, Semarang:Yayasan Kanthil, 2012
No comments:
Post a Comment