BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk ciptaan Alloh yang paling
sempurna, karena manusia dibekali dengan berbagai kelebihan dibanding dengan
makhluk lain, yaitu nafsu (sifat dasar iblis), taat/patuh/tunduk (sifat dasar
malaikat) dan akal (sifat keistimewaan manusia). Ketiga hal tersebut membuat
manusia memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan-Nya, jika manusia dapat
mengatur ketiganya dan dapat memposisikan diri sebagaimana yang dititahkan oleh
sang Robb.
Dalam Al qur’an surat Az-Zariyat (51) ayat 56, Alloh swt
telah berfiman yang artinya kurang lebih demikian; “Aku (Alloh swt) tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. Dari
tafsir tersebut terlihat jelas bahwa jin dan manusia diciptakan untuk beribadah
kepada Alloh swt. Namun, banyak dari golongan manusia yang tidak dapat
melakukan sebagaimana yang diharapkan oleh sang pencipta (Alloh SWT), malah
manusia berbuat sebaliknya dan mengingkari apa yang telah dikaruniakan. Itu
karena manusia belum memahami betul hakikat dirinya diciptakan dan diturunkan
dibumi dilihat dari segi agama islam.
Dengan adanya akal, membuat manusia selalu ingin tahu
tentang apapun. Untuk memenuhi rasa ingin tahu itu manusia menggunakan jalur
pendidikan. Melalui pendidikan manusia memperoleh berbagai ilmu baru dan dapat
mengembangkan ilmu tersebut.
Filsafat merupakan cabang ilmu pengetahuan yang selalu
menggunakan pemikiran mendalam, luas, radikal (sampai keakar-akarnya), dan
berpegang pada kebijakansanaan dalam melihat suatu problem. Dengan kata
lain, filsafat selalu mencoba mencari hakikat atau maksud dibalik adanya
sesuatu tersebut.
Dalam makalah ini, penulis mencoba membahas sedikit tentang
hakekat manusia dilihat dari segi filsafat (menyeluruh). Sebenarnya untuk apa
manusia hidup, bagaiman ia harus hidup, dll. Yang nantinya, dengan melihat
hakekat manusia tersebut, apa kaitanya dengan proses pendidikan.
Mengingat manusia merupakan makhluk yang istimewa dan tidak
akan pernah cukup membahas tentang manusia yang luas hanya dengan satu makalah,
maka penulis sangat mengharap saran dan kritikan yang membangun dari peserta
ketika nanti dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan (bauk pernyataan
maupun penulisan) atau masih ada yang belum lengkap (kurang).
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian filsafat?
2. Bagaimana hakekat manusia dilihat
dari sudut pandang filsafat?
3. Bagaimana kaitan antara filsafat,
pendidikan dan manusia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Hidup Manusia
Sabagaimana
telah sedikit di utarakan di awal tadi, manusia merupakan makhluk yang sangat
unik. Upaya pemahaman hakekat manusia sudah dilakukan sejak dahulu. Namun,
hingga saat ini belum mendapat pernyataan yang benar-benar tepat dan pas,
dikarenakan manusia itu sendiri yang memang unik, antara manusia satu dengan manusia
lain berbeda-beda. Bahkan orang kembar identik sekalipun, mereka pasti memiliki
perbedaaan. Mulai dari fisik, ideologi, pemahaman, kepentingan dll. Semua itu
menyebabkan suatu pernyataan belum tentu pas untuk di amini oleh sebagian
orang.[1]
1. Hakikat
Manusia dari Segi Antropologi
Dari segi antropologi terdapat tiga
sudut pandang hakekat manusia, yaitu manusia sebagai makhluk individu, makhluk
sosial dan makhluk susila. Berikut penjelasan dari ketiganya:
a. Manusia Sebagai Makhluk Individu
(Individual Being)
Dalam bahasa filsafat dinyatakan
self-existence adalah sumber pengertian manusia akan segala sesuatu.
Self-existence ini mencakup pengertian yang amat luas, terutama meliputi:
kesadaran adanya diri diantara semua relita, self-respect, self-narcisme,
egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain,
khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar bagi
self-realisasi. Manusia sabagai individu memiliki hak asasi sebagai kodrat
alami atau sebagi anugrah Tuhan kepadanya. Hak asasi manusia sebagai pribadi
itu terutama hak hidup, hak kemerdekaan dan hak milik.[2]
Disadari atau tidak menusia sering
memperlihatkan dirinya sebagai makhluk individu, seperti ketika mereka
memaksakan kehendaknya (egoisme), memecahkan masalahnya sendiri, percaya diri,
dll. Menjadi seorang individu manusia mempunyai ciri khasnya masing-masing.
Antara manusia satu dengan yang lain berbeda-beda, bahkan orang yang kembar s
bisa berupa fisik, intelejensi, sikap, kepribadian, agama, dll.
b. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
(Sosial Being)
Telah kita ketahui bersama bahwa manusia tidak dapat hidup
sendirian, manusia membutuhkan manusia lain agar bisa tetap exsis dalam
menjalani kehidupan ini, itu sebabnya manusia juga dikenal dengan istilah
makhluk sosial. Keberadaanya tergantung oleh manusia lain. Esensi manusia
sebagai makhluk sosial ialah adanya kesadaran manusia tentang status dan posisi
dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggung jawab dan kewajibannya
di dalam kebersamaan itu. Adanya kesadaran interdependensi dan saling
membutuhkan serta dorongan-dorongan untuk mengabdi sesamanya adalah asas
sosialitas itu. Kehidupan individu di dalam antar hubungan sosial memang tidak
usah kehilangan identitasnya. Sebab, kehidupan sosial adalah realita sama
rielnya dengan kehidupan individu itu sendiri. Individualitas itu dalam
perkembangan selanjutnya akan mencapai kesadaran sosialitas. Tiap manusia akan
sadar akan kebutuhan hidup bersama segera setelah masa kanak-kanak yang
egosentris berakhir.[3]
Seorang guru dalam kegiatan pembelajaran perlu menanamkan
kerjasama kepada peserta didiknya, agar kesadaran sosial itu dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Hal tersebut dapat dicapai dengan penerapan strategi
dan metode yang tepat, juga dengan pemberian motivasi tentang kebersamaan.
c. Manusia Sebagai Makhluk Susila
(Moral Being)
Asas pandangan bahwa manusia sebagai makhluk susila
bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia secara apriori adalah
sadar nilai dan pengabdi norma-norma. Kesadaran susila (sense of morality) tak
dapat dipisahkan dengan realitas sosial, sebab, justru adanya nilai-nilai,
efektivitas nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai hanyalah di dalam kehidupan
sosial. Artinya, kesusilaan atau moralitas adalah fungsi sosial. Asas kesadaran
nilai, asas moralitas adalah dasar fundamental yanng membedakan manusia dari
pada hidup makhluk-makhluk alamiah yang lain. Rasio dan budi nurani menjadi
dasar adanya kesadaran moral itu.[4]
Ketiga esensi diatas merupakan satu kesatuan yang tidak
terlepaskan dari diri manusia, tinggal ia sadar atau tidak. Beberapa individu
mempunyai kecenderungan terhadap salah satu esensi itu. Ada yang cenderung
esensi pertama yang lebih menonjol, ada yang kedua dan ada yang ketiga. Semua
tergantung pemahaman dan pendidikan yang dialami oleh si individu tersebut.
Fungsi pendidikan adalah mengembangkan ketiganya secara seimbang. Agar manusia
dapat menempatkan diri sesuai situasi dan kondisi yang sedang dialami. Sesuatu
yang berlebihan atau malah kurang itu tidak baik, jadi yang terbaik itu adalah
seimbang.
2. Hakekat Manusia Menurut Pandangan
Islam
Penciptaan manusia terdiri dari
bentuk jasmani yang bersifat kongkrit, juga disertai pemberian sebagian Ruh
ciptaan Allah swt yang bersifat abstrak. Manusia dicirikan oleh sebuah
intelegensi sentral atau total bukan sekedar parsial atau pinggiran. Manusia
dicirikan oleh kemampuan mengasihi dan ketulusan, bukan sekedar refles-refleks
egoistis. Sedangkan, binatang, tidak mengetahui apa-apa diluar dunia inderawi,
meskipun barangkali memiliki kepekaan tentang yang sakral.[5]
Manusia perlu
mengenali hakekat dirinya, agar akal yang digunakannya untuk menguasai alam dan
jagad raya yang maha luas dikendalikan oleh iman, sehingga mampu mengenali
ke-Maha Pekasaan Allah dalam mencipta dan mengendalikan kehidupan ciptaanNya.
Dalam memahami ayat-ayat Allah dalam kesadaran akan hakekat dirinya, manusia
menjadi mampu memberi arti dan makna hidupnya, yang harus diisi dengan patuh
dan taat pada perintah-perintah dan berusaha menjauhi larangan-larangan Allah. Berikut adalah hakekat manusia
menurut pandangan Islam:
a.
Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah
SWT.
Hakekat pertama ini berlaku umum bagi
seluruh jagat raya dan isinya yang bersifat baru, sebagai ciptaan Allah SWT di
luar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan meupakan alam nyata yang konkrit,
sedang alam akhirat merupakan ciptaan yang ghaib, kecuali Allah SWT yang
bersifat ghaib bukan ciptaan, yang ada karena adanya sendiri.[6]
Firman Allah SWT mengenai penciptaan manusia dalam Q.S.
Al-Hajj ayat 5 :
فانا خلقناكم من تراب ثم من نطفة ثم من علقة ثم من مضغة مخلقة وغير مخلقة
لنبين لكم
“Sesungguhnya Kami
telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani menjadi
segumpal darah, menjadi segumpal daging yang diberi bentuk dan yang tidak berbentuk,
untuk Kami perlihatkan kekuasaan Tuhanmu.”
Firman tersebut menjelaskan pada manusia tentang asal
muasal dirinya, bahwa hanya manusia pertama Nabi Adam AS yang diciptakan
langsung dari tanah, sedang istrinya diciptakan dari satu bagian tubuh suaminya.
Setelah itu semua manusia berikutnya diciptakan melalui perantaraan
seorang ibu dan dari seorang ayah, yang dimulai dari setetes air mani yang
dipertemukan dengan sel telur di dalam rahim.
Hakikat pertama ini berlaku pada umumnya manusia di
seluruh jagad raya sebagai ciptaan Allah diluar alam yang disebut akhirat. Alam
ciptaan merupakan alam nyata yang konkrit sedangkan alam akhirat merupakan
ciptaan yang ghaib kecuali Allah yang bersifat ghaib bukan ciptaan yang ada
karena dirinya sendiri.
b.
Kemandirian
dan Kebersamaan (Individualitas dan Sosialita).
Kemanunggalan tubuh dan jiwa yang diciptakan
Allah SWT , merupakan satu diri individu yang berbeda dengan yang lain. setiap
manusia dari individu memiliki jati diri masing - masing. Jati diri tersebut
merupakan aspek dari fisik dan psikis di dalam kesatuan. Setiap individu
mengalami perkembangan dan berusah untuk mengenali jati dirinya sehingga
mereka menyadari bahwa jati diri mereka berbeda dengan yang lain. Firman
Allah dalam Q.S. Al-A’raf 189:
هو الذي خلقكم من نفس واحدة
“Dialah yang menciptakanmu dari satu
diri”
Firman
tersebut jelas menyatakan bahwa sebagai satu diri (individu) dalam
merealisasikan dirinya melalui kehidupan, ternyata diantaranya terdapat manusia
yang mampu mensyukurinya dan menjadi beriman.
Di dalam sabda Rasulullah SAW
menjelaskan petunjuk tentang cara mewujudkan sosialitas yang diridhoiNya,
diantara hadist tersebut mengatakan:
“Seorang dari kamu tidak beriman sebelum mencintai
kawannya seperti mencintai dirinya sendiri” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
“Senyummu kepada kawan adalah
sedekah”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Baihaqi)
Kebersamaan
(sosialitas) hanya akan terwujud jika dalam keterhubungan itu manusia mampu
saling menempatkan sebagai subyek, untuk memungkinkannya menjalin hubungan
manusiawi yang efektif, sebagai hubungan yang disukai dan diridhai Allah SWT.[7]
Selain itu manusia merupakan suatu
kaum (masyarakat) dalam menjalani hidup bersama dan berhadapan dengan kaum
(masyarakat) yang lain. Manusia dalam perspektif agama Islam juga harus
menyadari bahwa pemeluk agama Islam adalah bersaudara satu dengan yang lain.[8]
c.
Manusia
Merupakan Makhluk yang Terbatas.
Manusia memiliki kebebasan dalam
mewujudkan diri (self realization), baik sebagai satu diri (individu) maupun
sebagai makhluk social, terrnyata tidak dapat melepaskan diri dari berbagai
keterikatan yang membatasinya. Keterikatan atau keterbatasan itu merupakan
hakikat manusia yang melekat dan dibawa sejak manusia diciptakan Allah SWT.
Keterbatasan itu berbentuk tuntutan memikul tanggung jawab yang lebih berat
daripada makhluk-makhluk lainnya. Tanggung jawab yang paling asasi sudah
dipikulkan ke pundak manusia pada saat berada dalam proses penciptaan setiap
anak cucu Adam berupa janji atau kesaksian akan menjalani hidup di dalam fitrah
beragama tauhid. Firman Allah Q.S. Al-A’raf ayat 172 sebagai berikut:
واذ اخذ ربك من بني ادم من ظهورهم ذريتهم واشدهم على انفسهم الست بربكم
قالوا بلى شهدنا
“Dan ingat lah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian jiwa mereka,
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul Engkau Tuhan kami dan kami
bersaksi.”
Kesaksian
tersebut merupakan sumpah yang mengikat atau membatasi manusia sebagai individu
bahwa didalam kehidupannya tidak akan menyembah selain Allah SWT. Bersaksi akan
menjadi manusia yang bertaqwa pada Allah SWT. Manusia tidak bebas menyembah
sesuatu selain Allah SWT, yang sebagai perbuatan syirik dan kufur hanya akan
mengantarkannya menjadi makhluk yang terkutuk dan dimurkaiNya.[9]
B.
Sifat-sifat Manusia
1. Sanguinis (Yang Populer)
Gambaran
umum sifat ini adalah Mereka cenderung ingin populer dan eksis, ingin disenangi
oleh orang lain. Hidupnya penuh dengan bunga warna-warni. Mereka senang sekali
bicara tanpa bisa dihentikan. Gejolak emosinya bergelombang dan transparan.
Pada suatu saat ia berteriak kegirangan, dan beberapa saat kemudian ia bisa
jadi menangis tersedu-sedu.
Namun
orang-orang sanguinis ini sedikit agak pelupa, sulit berkonsentrasi, cenderung
berpikir pendek dan hidupnya serba tak beratur. Jika suatu kali anda lihat meja
kerja pegawai anda cenderung berantakan, agaknya bisa jadi ia sanguinis.
Kemungkinan besar ia pun kurang mampu berdisiplin dengan waktu, sering lupa
pada janji apalagi bikin rencana. Namun kalau disuruh melakukan sesuatu, ia
akan dengan cepat mengiyakannya dan terlihat sepertinya betul-betul hal itu
akan ia lakukan. Dengan semangat sekali ia ingin buktikan bahwa ia bisa dan
akan segera melakukannya. Tapi percayalah, beberapa hari kemudian ia tidak
melalakukan apapun juga ataupun kurang beres
a. Kelebihan sanguin :
1) Ceria dan jarang menampakkan kesedihan
2) Berhati tulus dan polos
3) Mudah berteman dan bergaul orang lain
4) Menyenangkan dan suka membuat senang orang lain
5) Mudah memaafkan dan tidak menyimpan dendam
b. Kelemahan Sanguin :
1) Terlalu suka bercanda dan sering tertawa
2) Kurang serius, kurang tekun dan konsentrasi jangka
pendek
3) Kurang berwibawa
4) Susah untuk diam, suka bicara dan bercerita
5) Mudah ikut-ikutan dan tidak tetap pendirian
Sanguin harus hati-hati dalam pola
hidupnya. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا
النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ“Orang-orang Yahudi dan Nashrani
tidak akan ridha kepadamu sampai engkau mau mengikuti agama mereka.”
[Al-Baqarah: 120)] Dan firman-Nya,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تُطِيعُوا فَرِيقًا
مِّنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَHai
orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang
diberi Ahli Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir
sesudah kamu beriman.” [Ali ‘Imran:100].
6) Konsentrasi ke “How to spend money” daripada “How
to earn/save money”.
Jelas Islam mengajarkan kita agar
jangan menghambur-hamburkan harta. Allah Ta’ala berfirman,
وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيراً
“dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”
[Al-‘Isra: 76]
2. Melankolis (Yang Sempurna)
Gambaran
umum sifat dasar ini adalah Mereka agak berseberangan dengan sanguinis. Seorang
melankolis cenderung serba teratur, rapi, terjadwal, tersusun sesuai pola.
Umumnya mereka ini suka dengan fakta-fakta, data-data, angka-angka dan sering
sekali memikirkan segalanya secara mendalam. Dalam sebuah pertemuan, orang
sanguinis selalu saja mendominasi pembicaraan, namun orang melankolis cenderung
menganalisa, memikirkan, mempertimbangkan, lalu kalau bicara pastilah apa yang
ia katakan betul-betul hasil yang ia pikirkan secara mendalam sekali.
Orang
melankolis selalu ingin serba sempurna dan ingin teratur. Karena itu jangan
heran jika seorang yang `melankolis tidak bisa tidur hanya gara-gara selimut
yang membentangi tubuhnya belum tertata rapi. Dan jangan pula coba-coba
mengubah isi lemari yang telah ia disusun, sebab betul-betul ia tata-apik
sekali, sehingga warnanya, jenisnya, klasifikasi pemakaiannya sudah ia
perhitungkan dengan rapi. Kalau perlu ia tuliskan satu per satu tata letak
setiap jenis pakaian tersebut. Ia akan dongkol sekali kalau susunan itu
tiba-tiba jadi lain.
a.
Kelebihan melankolis :
1) Analitis, mendalam, serius dan penuh pemikiran
2) Mau mengorbankan diri dan bisa mendahulukan orang
lain, perasa dan memperhatikan orang lain.
3) Puas di belakang layar, menghindari perhatian.
4) Berjiwa seni dan kreatif (filsafat & puitis)
5) Serba tertib dan teratur serta istiqomah
6) Bisa hidup hemat
b.
Kelemahan Melankolis :
1)
Sensitif dan punya
rasa curiga dan prasangka yang besar
2)
Perfeksionis dan punya
Standar yang tinggi
3)
Cenderung melihat
masalah dari sisi negatif (murung dan tertekan) dan mudah pesimis.
Kita tidak boleh seperti ini, hidup harus
optimis dan yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan orang-orang yang
benar-benar beriman, yakin bahwa rahmat Allah luas dan Allah lebih mencintai
hambanya dibandingkan kecintaan hamba terhadap dirinya sendiri. Allah Ta’ala
berfirman:
وَأَنَّ
اللّهَ لاَ يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan
Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” [Ali
Imran: 171]
4)
Susah gembira, susah
melupakan masalah dan pendendam
Tidak ada yang perlu disedihkan terlalu
lama dalam islam. Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan
itu ada kemudahan.” [Alam Nasyroh: 5]
5)
Mudah merasa bersalah
dan memiliki citra diri rendah
6)
Melewatkan banyak
waktu untuk menganalisa dan merencanakan
7)
Tukang kritik, tetapi
sensitif terhadap kritik yang menentang dirinya
3. Koleris (Yang Kuat)
Gambaran
umumnya adalah mereka suka sekali mengatur orang, suka tunjuk-tunjuk atau
perintah-perintah orang. Ia tak ingin ada penonton dalam aktivitasnya. Bahkan
tamu pun bisa saja ia suruh melalukan sesuatu untuknya. Akibat sifatnya yang suka
jadi bos sehingga orang koleris tak punya banyak teman. Orang-orang
berusaha menghindar, menjauh agar tak jadi “korban” karakternya yang suka
mengatur dan tak mau kalah itu.
Orang
koleris senang dengan tantangan, suka petualangan. Mereka punya rasa, “hanya
saya yang bisa menyelesaikan segalanya; tanpa saya berantakan semua”. Karena
itu mereka sangat “goal oriented”, tegas, kuat, cepat dan tangkas
mengerjakan sesuatu. Baginya tak ada istilah tidak mungkin. Seorang wanita
koleris, mau dan berani naik tebing, memanjat pohon, bertarung ataupun memimpin
peperangan. Kalau ia sudah kobarkan semangat “ya pasti jadi”, maka hampir dapat
dipastikan apa yang akan ia lakukan akan tercapai seperti yang ia katakan.
Sebab ia tak mudah menyerah, serta tak mudah pula mengalah.
a.
Kelebihan koleris :
1)
Senang memimpin,
membuat keputusan, dinamis dan aktif serta unggul dalam keadaan darurat
2)
Berkemauan keras dan
pasti untuk mencapai sasaran dan target
3)
Bebas dan mandiri
4)
Berani menghadapi
tantangan dan masalah
5)
Berprinsip, ”Hari ini
harus lebih baik dari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari ini” dan
biasanya punya visi ke depan
Ini jelas prisnsip Islam dalam Al-Quran,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ
بِمَا تَعْمَلُونَ
"Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
; dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan” [Al-Hasyr: 18]
b.
Kelemahan Koleris :
1)
Tidak sabar dan cepat
marah (kasar dan tidak taktis)
2)
Senang main perintah
saja, memanipulasi dan menuntut orang lain dan cenderung memperalat orang lain
3)
Terlalu kaku dan
keras, tidak terlalu menyukai air mata dan emosi tidak simpatik
4)
Sering membuat
keputusan tergesa-gesa, tidak terlalu suka yang sepele dan bertele-tele
5)
Amat sulit mengaku
salah dan meminta maaf
Ini bukanlah sikap seorang yang berjiwa
besar. Mengakui kesalahan merupakan ajaran para nabi. Nabi Adam ‘alaihissalam
mengakui kesalahannya dan memohon ampun,
قَالاَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Keduanya berkata: "Ya
Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk
orang-orang yang merugi. [Al-A’raf: 23]
4. Plegmatis (Cinta Damai)
Gambaran
umum mengenai sifat dasar ini adalah mereka tak suka terjadi konflik, karena
itu disuruh apa saja ia mau lakukan, meski ia tidak suka. Baginya kedamaian
adalah segalanya. Jika timbul masalah ia akan berusaha mencari solusi yang
damai tanpa timbul pertengkaran. Ia mau merugi sedikit atau rela sakit, asalkan
masalahnya segera selesai.
Kaum
plegmatis kurang bersemangat, kurang teratur dan serba dingin, cenderung diam,
kalem, dan kalau memecahkan masalah umumnya sangat menyenangkan. Dengan sabar
ia mau jadi pendengar yang baik, tapi kalau disuruh untuk mengambil keputusan
ia akan terus menunda-nunda. Kalau anda lihat tiba-tiba ada sekelompok orang
berkerumun mengelilingi satu orang yang asyik bicara terus, maka pastilah para
pendengar yang berkerumun itu orang-orang plegmatis. Sedang yang bicara tentu
saja sanguinis. Berurusan dengan orang plegmatis bisa serba salah. Ibarat
keledai, “kalau didorong ngambek, tapi kalau dibiarin tak jalan”. Jika kita
punya pegawai plegmatis, anda harus rajin memotivasinya sampai ia termotivasi
sendiri.
a.
Kelebihan plegmatis :
1)
Damai, tenang, santai
dan teguh, mudah diajak rukun dan mudah bergaul,
2)
Sabar, seimbang, dan
pendengar yang baik
3)
Tidak banyak bicara,
tetapi cenderung bijaksana
4)
Berbelaskasihan [sifat
rahmah] dan peduli, simpatik dan baik hati (sering menyembunyikan emosi)
5)
Penengah masalah yang
baik
6)
Tidak suka menyinggung
perasaan dan menyakiti orang lain serta menyenangkan
b.
Kelemahan pelegmatis :
1)
Sulit bergerak dan
kurang memotivasi diri
2)
Terkesan malas dan
Kurang antusias
3)
Suka
Menunda-nunda dan menggantungkan masalah.
4)
Menghindari tanggung
jawab dan tidak ingin memegang amanah
5)
Terlalu pemalu dan
pendiam
Kelemahan plegmatis adalah agak susah
melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, karena ia terlalu pemalu untuk mengajak
seseorang untuk beramal dan berdakwah ataupun melarangnya dari hal yang haram.
Padahal kita diperintahkan untuk hal ini. Allah Ta’ala berfirman :
öNçGZä. uöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ cöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur ÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #Zöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB cqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
“Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan
kepada manusia, kalian memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar , dan beriman kepada Allah“. [Ali-Imran :110] [10]
C.
Unsur Hidup Manusia
Ada tiga unsur dalam kehidupan yang menjadikan
manusia hidup :
1. Ruh
Ruh adalah
Kesucian dari Sifat yang di anugrahkan Allah dengan kadar Manusia. dengan ruh
inilah Allah memberitahukan kepada manusia tentang kebesarannya yang Maha
Menyifati dari segala sifa-sifatNya. Didalam Al Quran tidak banyak ayat yang
mengenai Ruh hanya ada 10 Ayat dan Allah mengatakan bahwa Dia tidak
memberitahukan rahasia mengenai Ruh melaikan sedikit.
2. Jiwa
Jiwa
adalah satu unsur pengerak dalam kehidupan ini dengan Jiwalah manusia mengambil
keputusan-keutusan, Jiwa bukan Akal tetapi fungsi kerja dari Jiwa bergantung
pada perbendaharaan Ilmu yang ada pada akal atau Otak. Bagaimana Jiwa
mmeneruskan fungsi Suci dari Ruh dan Pengetahuan yang tersimpan didalam Otak,
Keputusan-keputusan yang diambil dan dilaksanakan oleh Jiwan sangatlah
bergantung dari pengetahuan yang tersimpan didalam Otak manusia, Hasil
keputusan yang diambil oleh jiwa Baik atau buruk akan kembali kepada jiwa itu
sendiri seperti firman Allah " .. Beruntunglah orang yang mensucikan
Jiwanya dan merugilah orang yang mengori Jiwanya.." didalam Al Quran ada
225 ayat mengenai Jiwa.
3. Jasad
Jasad
adalah peralatan transportasi bagi Ruh dan Jiwa itulah sebabnya Jasad bisa di
ganti-ganti sesuka Manusia. Bagai mana salah satu anggota tubuh bergerak itu
sebenarnya adalah keinginan dari Jiwa.
Tiga unsur
kehidupan diatas dikendalikan pula oleh Tiga Pengendali Kehidupan yaitu :
a.
Akal
Akal adalah tempat tersimpannya pengetahuan mengenai
yang baik dan yang buruk. Baik dan buruk pada dasarnya adalah tetap Suci karena
segala sesuatu yang diciptakan Allah adalah Baik dan sempurna, yang menjadi
masalah adalah kurangnya perbendaharaan didalam otak manusia akan segala
sesuatu dan sering kali tidak menempatkan sesuatu pada posisinya.
b.
Nafsu
Nafsu adalah suatu kehendak yang muncul akibat dari
keputusan yang diambil oleh Jiwa dan kendali dari Syaitan. Dalam hal ini Nafsu
adalah sesuatu yang teramat sesitif kerjanya. semua unsur yang ada didalam diri
manusia yang bersangkutan dan manusia lainnya akan ikut merasakan imbas dari
nafsu ini. baik buruknya kerja dari Nafsu bergantung pada keputusan yang
diambil oleh Jiwa berdasarkan Pustaka yang ada di Otak dan seberapa jauh kerja
dari Hati mempengaruhi nafsu ini. Tetapi terkadang Nafsu juga bekerja sendiri
di karenakan Syaitan yang terkutuk
c.
Hati
Hati adalah Sumber atau jembatan untuk masuknya
Ilham yang ada pada diri manusia dan ini berpengaruh besar pada kadar-kadar
yang ada pada pungsi Ruh. Allah menciptakan Hati juga sebagai tempat
berkomunikasi dengaNya, melihatNya karena Hati ini lah yang lebih banyak
menyalurkan fungsi kerja dari Ruh yang Suci dan tetap akan Suci. Selama Masih
ada kehidupan didalam diri manusia semua Fungsi bisa berhenti bekerja kecuali
Fungsi dari Ruh yang Suci. [11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam filsafat, pemahaman manusia dilihat dari berbagai
sudut pandang, yaitu: pertama, masalah rohani dan jasmani; Aliran Serba
zat (Faham Materialisme), Aliran Serba Ruh, Aliran Dualisme, dan Aliran
Eksistensialisme. Kedua,sudut pandang antropologi; manusia sebagai
makhluk individu (individual being), manusia sebagai makhluk sosial (sosial
being) dan manusia sebagai makhluk susila (moral being). Ketiga,pandangan
Freud tentang struktur jiwa (kepribadian); bagian dasar atau das Es (the Id),
bagian tengah atau das Ich (aku) dan bagian atas atau das Uber Ich (superego). Keempat,sudut
pandang asal-mula dan tujuan hidup manusia ; kehidupan ini berawal dari causa
prima (Tuhan) dan pada akhirnya kembali kepada causa prima (Tuhan)
pula.
Hubungan antara manusia, filsafat dan pendidikan terletak
pada; filsafat digunakan untuk mencari hakekat manusia, sehingga diketahui apa
saja yang ada dalam diri manusia. Hasil kajian dalam filsafat tersebut oleh
pendidikan dikembangkan dan dijadikannya (potensi) nyata berdasarkan esensi
keberadaan manusia.
B.
Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan
karena terbatasnya pengetahuan dan kekurangan rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah
yang kami susun tersebut.
Kami selaku penulis banyak berharap para pembaca sudi memberika
kritik dan saran yang tentunya membangun kepada kami, demi mencapainya kesempurnaan dalam makalah ini.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi
kami dan pada khususnya seluruh pembaca makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Asifudin, Ahmad Janan. 2009. Mengungkit Pilar-pilar
Pendidikan Islam (Tinjauann Filosofis). Yogyakarta: Suka Press
Ihsan, Hamdani dan Fuad Ihsan. 2007. Filsafat Pendidikan
Islam. Bandung: Pustaka setia
Jalaludin dan Abdulloh. 1997. Filsafat Pendidikan.
Jakarta: Gaya Media Pratama
Noor Syam, Mohammad. 1988 cet.4. Filsafat Pendidikan dan
Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional
Suhartono, Suparlan. 2007. Filsafat Pendidikan.
Yogyakarta: Ar-ruzz Media
[1] Hamdani Ihsan dan Fuad
Ihsan, “Filsafat Pendidikan
Islam”, (Bandung : Pustaka setia,
2007), hal. 49
[2] Suparlan Suhartono, “Filsafat
Pendidikan”, (Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2007), hal. 61-62
[3] Ibid. hal. 63
[4] Ibid. hal. 63-64
[5] Ahmad Norma (ed.), Hakikat Manusia
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hal. 85.
[6] Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam
(Surabaya: Al-Ikhlas, 1993) hal. 40-41.
[7] Ibid., hal. 72-73.
[8] Hadari Nawawi. Hakekat Manusia Menurut Islam
(Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hal 71.
[9] Ibid., hal. 74-75.
[10]
Faisal, 2012. Penjabaran Empat Sifat Dasar Manusia (http://faisalchoir.blogspot.co.id
)
[11] http://vehemment.blogspot.co.id/2009/08/ada-tiga-unsur-dalam-kehidupan-yang.html
No comments:
Post a Comment