Thursday, 25 May 2017

MAKALAH EKONOMI WISATA BAHARI

Tugas Individu
MAKALAH
EKONOMI WISATA BAHARI




Oleh

ASRIANI
213095 2006








SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN
(STIP) YAPI BONE

 
2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “EKONOMI WISATA BAHARI”, yang mana makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) YAPI Bone.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangannya, hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, waktu, serta sumber yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan penyusunan selanjutnya.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah, serta kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga semua amal baik semua pihak mendapat imbalan yang belipat dari Allah SWT. amiin.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Watampone, 21 Juli 2016

             Penyusun








i
 
 

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................               i
DAFTAR ISI .............................................................................................               ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.....................................................................               1
B.       Rumusan Masalah.................................................................               2
C.       Tujuan Penulisan...................................................................               2
BAB II... PEMBAHASAN
A.       Definisi Ekonomi Wisata Bahari..........................................               3
B.       Ruang Lingkup Ekowisata Bahari.......................................               3
C.       Pemanfaatan Ekowisata Bahari............................................               4
D.       Faktor-faktor Adanya Ekowisata Bahari.............................               5
E.        Prinsip Pengembangan Ekowisata Bahari.......................               6
F.        Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Bahari............               7
G.       Strategi Pengembangan Ekowisata Bahari...........................               11
BAB III.. PENUTUP
A.       Kesimpulan...........................................................................               14
B.       Saran.....................................................................................               14
DAFTAR PUSTAKA





ii
 
 



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan peninggalan sejarah, seni dan budaya yang sangat besar sebagai daya tarik periwisata dunia. Melihat potensi yang dimiliki Indonesia, maka Visi Ekowisata Indonesia adalah untuk menciptakan pengembangan pariwisata melalui penyelenggaraan yang mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya), melibatkan dan menguntungkan masyarakat setempat, serta menguntungkan secara komersial. Dengan visi ini Ekowisata memberikan peluang yang sangat besar, untuk mempromosikan pelestarian keaneka-ragaman hayati Indonesia di tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal (Anonim, 2013).
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan, namun belum mendatangkan hasil yang sesuai yang diharapkan. Bahkan saat ini, malahmuncul kecenderungan meningkatnya aktivitas pemanfaatan yang mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan laut. Ekowisata pesisir dan laut merupakan bentuk pemanfaatan yang diyakini dapat membantu masalah tersebut. Diduga kuat bahwa pengembangan Ekowisata Pesisir dan Laut selama ini belum berhasil dengan baik, karena belum dipertimbangkan/diintegrasikannya  berbagai komponen pengelolaan yang terkait dengan Ekowisata. Komponen yang sering terabaikan atau luput dalam pengembangan Ekowisata Pesisir dan Laut, antara lain : kondisi Ekosistem Pesisir dan Laut, sosial-ekonomi, kelembagaan, dan sarana wilayah   (Ambo, 2010).
Berdasarkan pemaparan latar belakang  di atas  maka  penulis tertarik untuk membahas dalam sebuah makalah yang berjudul Ekonomi Wisata Bahari.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apakah yang dimaksud dengan Ekonomi Wisata Bahari?
2.    Bagaimana Ruang Lingkup Ekowisata Bahari?
3.    Apa sajakah pemanfaatan Ekowisata Bahari?
4.    Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi Adanya Ekowisata Bahari?
5.    Bagaimana Prinsip Pengembangan Ekowisata Bahari?
6.    Apa sajakah Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Bahari?
7.    Bagaimana Strategi Pengembangan Ekowisata Bahari?

C.  Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui Definisi Ekonomi Wisata Bahari.
2.    Untuk mengetahui Ruang Lingkup Ekowisata Bahari.
3.    Untuk mengetahui Pemanfaatan Ekowisata Bahari.
4.    Untuk mengetahui Faktor-faktor Adanya Ekowisata Bahari.
5.    Untuk mengetahui Prinsip Pengembangan Ekowisata Bahari.
6.    Untuk mengetahui Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Bahari.
7.    Untuk mengetahui Strategi Pengembangan Ekowisata Bahari.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Ekonomi Wisata Bahari
Secara etimologi, istilah ekonomi berasal dari bahasa yunani yaitu "oikos" artinya Rumah tangga atau keluarga dan "nomos" yang artinya aturan atau manajemen. Jadi secara harfiah ekonomi adalah aturan atau manajemen rumah tangga. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi, dalam jangka waktu tertentu. Bahari adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan laut. 
Ekowisata adalah sebagian dari sustainable tourism. Sustainable tourism adalah sektor ekonomi yang lebih luas dari Ekowisata yang mencakup sektor-sektor pendukung kegiatan wisata secara umum meliputi wisata bahari (beach and sun tourism), wisata pedesaan (rural and agro tourism), wisata alam (natural tourism), wisata budaya (cultural tourism), atau perjalanan bisnis (business travel) (Wood, 2002).
Ekonomi Wisata Bahari adalah kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor/usaha ekonomi, yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan khususnya di daerah pesisir dan kepulauan (Nugroho, 2011).

B.  Ruang Lingkup Ekowisata Bahari
Ekowisata dikembangkan sejak era tahun delapan puluhan sebagai upaya untuk meminimalkan dampak negatif kegiatan wisata terhadap lingkungan atau keanekaragaman. Konsep ekowisata dimaksudkan untuk : (1) menyelesaikan atau menghindari konflik dalam pemanfaatan dengan menetapkan ketentuan dalam berwisata; (2) melindungi sumberdaya alam dan budaya;serta (3) menghasilkan keuntungan dalam bidang ekonomi untuk masyarakat lokal (Ambo, 2010).
Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya keberlanjutan. Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan keberlanjutan pembangunan. Sebab ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik/ dan psikologis wisatawan (Wikipedia, 2013).

C.  Pemanfaatan Ekowisata Bahari
Sektor pariwisata adalah salah satu sektor ekonomi yang dianggap cukup perspeksitif dalam meningkatkan perekonomian suatu negara misalnya di Indonesia. Pariwisata bagaimanapun juga, memiliki andil dan memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil di mana proyek pariwisata dikembangkan. Serta beberapa sub-sektor seperti tempat penginapan, tempat penjual makanan, tempat perbelanjaan dan usaha-usaha lain disekitar proyek wisata dikembangkan. Dengan kata lain, pariwisata dapat berfungsi sebagai ‘katalisator’ dalam pembangunan dan sekaligus menjadi penggerak dan mempercepat proses pembangunan itu sendiri (Oka, 2008).
Jika kita mampu mengembangkan potensi bahari, maka nilai ekonomi berupa perolehan devisa, sumbangan terhadap PDB, peningkatan pendapatan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, dan sejumlah multiplier effects sangat besar. Sebagai perbandingan adalah Negara Bagian Queensland, Australia dengan panjang garis pantai hanya 2100 km dapat meraup devisa dari pariwisata bahari sebesar US$ 2,1 milyar pada tahun 2003. Demikian juga halnya dengan Malaysia, Thailand, Maladewa, Mauritius, Jamaica, dan Negara lainnya yang telah menikmati nilai ekonomi cukup besar dari pariwisata bahari. Sampai saat ini devisa dari sektor pariwisata bahari di Indonesia baru mencapai sekitar US 1
milyar per tahun.
Untuk meningkatkan kinerja sektor periwisata bahari, lima komponen utama dari sisi pengadaan (supply side) parwisata bahari, yakni objek pariwisata bahari (attractions), transportasi, pelayanan, promosi, dan informasi, harus secara terpadu diperkuat dan dikembangkan, sehingga lebih atraktif atau minmal sama dengan yang ditawarkan oleh negara-negara lain. Selain itu, sektor pariwisata bahari harus didukung oleh kebijakan ploitik-ekonomi (keuangan, ketenagakerjaan, infrastruktur, keamanan dan kenyamanan, dan kebijakan pemerintah lainnya) yang kondusif (Oka, 2008).

D.  Faktor-faktor Adanya Ekowisata Bahari
Sebuah objek wisata yang baik harus dapat mendatangkan wisatawan sebanyak–banyaknya, menahan mereka di tempat atraksi dalam waktu yang cukup lama dan member kepuasan kepadawisatawan yang datang berkunjung. Untuk mencapai hasil itu, beberapa syarat harus dipenuhi, yaitu :
1.    Kegiatan (act) dan objek (artifact) yang merupakan atraksi itu sendiri harus dalam keadaan yang baik. 
2.    Karena atraksi wisata itu disajikan dihadapan wisatawan, maka cara penyajianya harus tepat.
3.    Objek/atraksi wisata adalah terminal dari suatu mobilitas spasial suatu perjalanan. Oleh karena itu juga harus memenuhi suatu determinan mobilitas spasial, yaitu akomodasi, transportasi, dan promosi serta pemasaran.
4.    Keadaan di objek wisata harus dapat menahan wisatawan cukup lama.
5.    Kesan yang diperoleh wisatawan waktu menyaksikan atraksi wisata harus diusahakan supaya bertahan lama selama mungkin (Soekadijo, 1996).
Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam (ekowisata), budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Minothi dalam Yoeti (1989:160) mengatakan obyek wisata adalah segala sesuatu  yang  terdapat  di  daerah tujuan wisata  yang merupakan daya tarik agar orang mau berkunjung.
Macam dan jenis daya tarik wisata itu meliputi:
1.    Benda-benda  yang  tersedia  di alam  semesta  seperti  pemandangan  alam, hutan belukar, kekayaan flora dan fauna.
2.    Hasil ciptaan manusia sepert ipeninggalan sejarah,kebudayaan dan keagamaan.
3.    Tata  cara  hidup  masyarakat  seperti  adat istiadat, kebiasaan hidup masyarakat yang menarik untuk di saksikan.
Supaya daya tarik wisata dapat dikunjungi oleh wisatawan, hendaknya suatu daerah tujuan wisata memenuhi paling sedikit tiga persyaratan yaitu :(1) sesuatu yang  dapat dilihat  (something  to  see);  (2)  sesuatu  yang  dapat dikerjakan (something to do) ; dan (3) sesuatu yang dapat dibeli (something to buy) (Anonim, 2012).

E.  Prinsip Pengembangan Ekowisata Bahari
Pengembangan Ekowisata dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem pesisir dan laut.Hal ini didukung oleh keinginan para pecinta Ekowisata yang memang menghendaki syarat kualitas dan keutuhan ekosistem. Oleh karenanya ada beberapa prinsip pengembangan Ekowisata yang harus dipenuhi yaitu :
1.    Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap bentang alam dan budaya masyarakat lokal. Pencegahan dan penanggulangan dampak harus dapat disesuaikan dengan sifat dan karakter bentang alam dan budaya masyarakat lokal.
2.    Mendidik atau menyadarkan wisatawan dan masyarakat lokal akan pentingnya konservasi.
3.    Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan pajak konservasi dapat digunakan secara langsung
untuk membina, melestarikan dan meningkatan kualitas kawasan pelestarian.
4.    Masyarakat dilibatkan secara aktif dalam perencanaan dan pengembangan ekowisata.
5.    Keuntungan ekonomi yang diperoleh secara nyata harus dapat mendorong masyarakat untuk menjaga dan melestarikan kawasan pesisir dan laut.
6.    Semua upaya pengembangan, termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas, harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Bila terdapat ketidakharmonisan dengan alam, hal itu akan merusak produk ekowisata yang ada.
7.    Pembatasan pemenuhan permintaan, karena umumnya daya dukung ekosistem secara alamiah lebih rendah daripada daya dukung ekosistem buatan.
8.    Apabila suautu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan dialokasikan secara proporsional dan adil untuk pemerintah pusat dan daerah, (ambo tuwo, 2011).

F.   Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Bahari
Adanya  kegiatan  wisata  bahari  akan  menimbulkan  dampak  terhadap masyarakat  sekitar.  Dampak  yang  muncul  dari  suatu  kegiatan  wisata,  yaitu  munculnya dampak  ekonomi.  Dampak  ekonomi  tersebut  dapat  bersifat  positif  dan  negatif.  Dampak positif  yang  muncul  dari  adanya  dampak  ekonomi  dapat  bersifat  langsung  (direct).
Selain dampak  positif  langsung  yang  muncul,  ada  dampak  lain  yang  akan  timbul,  seperti dampak tidak langsung (indirect impact). Dampak tidak langsung berupa aktivitas ekonomi lokal dari suatu  pembelanjaan  unit  usaha  penerima  dampak  langsung  dan  dampak  lanjutan  (induced impact).  Dampak  lanjutan  ini  dapat  diartikan  sebagai  aktivitas  ekonomi  lokal  lanjutan  dari tambahan  pendapatan  masyarakat  lokal.
Dampak  ekonomi  yang  ditimbulkan  dari  kegiatan wisata  pada  dasarnya  dilihat  dari  keseluruhan  pengeluaran  wisatawan  untuk  akomodasi, konsumsi  (baik  konsumsi  dari  rumah  maupun  di  lokasi  wisata),  biaya  perjalanan  ke  lokasi wisata, pembelian souvenir, serta pengeluaran lainnya. Keseluruhan dari biaya pengeluaran wisatawan  akan  diestimasi  dari  jumlah  keseluruhan  kunjungan  wisatawan  dengan  rata-rata pengeluaran dalam satu kali kunjungan wisata.
1.    Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact)
Dampak  ekonomi  langsung  dari  kegiatan  wisata  yang  ada  di  Pulau  Tidung  berasal  dari aktifitas ekonomi yang terjadi antara wisatawan dengan masyarakat lokal yang memiliki unit usaha  di  lokasi  wisata  tersebut.  Keberadaan  unit usaha  di  suatu  lokasi  wisata  membantu para  wisatawan  untuk  memenuhi  kebutuhan mereka  selama  melakukan  kegiatan  wisata. Rata-rata pengeluaran  wisatawan yang  berkunjung  ke  Pulau  Tidung   adalah sebesar Rp. 459.667,-. Biaya tersebut terdiri dari biaya bersih berupa  pengeluaran  wisatawan  yang secara  langsung  masuk  ke  lokasi  wisata  dan  biaya  lainnya  (kebocoran) dari  pengeluaran wisatawan  yang  dikeluarkan  di  luar  lokasi  wisata. Pengeluaran yang dikeluarkan wisatawan selama  berwisata  antara lain digunakan  untuk  konsumsi di  lokasi,  penginapan,  dan kebutuhan  lainnya. Proporsi terbesar yang dikeluarkan wisatawan selama berwisata  adalah untuk sewa  alat  dan  jasa  sebesar 22,78%  dan  proporsi  pengeluaran  terkecil  untuk pembelian souvenir sebesar 12,02%.
Selain itu, terdapat pengeluaran yang dikeluarkan oleh wisatawan  yang  dikeluarkan  di  luar  lokasi  wisata  yang  disebut  dengan  biaya  lainnya  atau dapat  disebut  sebagai  suatu  kebocoran. Proporsi  yang  dikeluarkan  oleh  wisatawan  untuk biaya lainnya yaitu sebesar 19,03% dari total pengeluaran wisatawan.
2.    Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Impact)
Dampak  ekonomi  tidak  langsung  (indirect  impact)  berasal  dari  tenaga  kerja  yang  bekerja pada  unit  usaha  yang  berada  di  Pulau  Tidung.  Sebagian  besar  pengeluaran  unit  usaha digunakan  untuk  biaya  operasional  unit  usaha  yaitu  seperti  untuk  pembelian  bahan  baku, pemeliharaan  alat,  upah  tenaga  kerja,  dan lainnya.  Untuk  upah  tenaga  kerja  memiliki proporsi  paling besar yaitu sebanyak 39,72%, bahan baku sebesar 33,72%, pemeliharaan alat  sebesar  6,52%,  biaya  lainnya  sebesar  18,7%,  dan  transportasi  lokal  sebesar  1,35%. Jumlah tenaga kerja yang terkait dengan kegiatan wisata di Pulau Tidung adalah sebanyak 396  orang. Dampak  ekonomi  tidak  langsung  dapat  dihitung  melalui  pendapatan  yang diperoleh tenaga kerja lokal. Rata-rata pendapatan tenaga kerja perbulan adalah sebesar Rp. 422.222,-perbulan. Total  pendapatan  yang  paling  tinggi  adalah  penjaga  penginapan  atau homestay sebesar  Rp.  42.000.000,- perbulan  dengan  jumlah  tenaga  kerja  sebanyak  80 orang.  Total  pendapatan  paling  kecil  adalah  penjaga  kios  souvenir  sebesar  Rp. 2.250.000,- perbulan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5 orang.
3.    Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Impact)
Dampak  ekonomi  lanjutan  (induced  impact)  merupakan  dampak  ekonomi  yang  diperoleh berdasarkan  pengeluaran  yang  dikeluarkan  oleh  tenaga  kerja lokal  yang  berada  di  Pulau Tidung. Jenis pengeluaran yang dikeluarkan tenaga kerja lokal antara lain digunakan untuk biaya  konsumsi,  biaya  sekolah  anak, biaya  listrik,  biaya  kebutuhan  sehari-hari,  biaya transportasi,  dan  lainnya. Sebagian  besar  pengeluaran  tenaga  kerja  lokal  di  Pulau  Tidung digunakan  untuk  biaya  kebutuhan    sehari-hari  yaitu  sebesar  37,73%.
Dalam  dampak lanjutan  ini  yang  dilihat  adalah  pengeluaran  tenaga  kerja  yang  dibelanjakan  di  unit  usaha yang  berada  di  Pulau  Tidung.  Dampak  lanjutan  dari  pengeluaran  tenaga  kerja  ini  akan diterima  oleh  unit  usaha  dan  sebagian  pendapatan  yang  diterima  unit  usaha  digunakan untuk  membeli  bahan  baku.  Dampak  lanjutan  berupa  pengeluaran  tenaga  kerja  lokal  yang kembali  berputar  di  tingkat  ekonomi  lokal.  Sebagian  besar  pendapatan  yang  mereka dapatkan,  mereka  belanjakan  di  unit-unit  usaha  di  Pulau  Tidung  seperti,  kios  warung  dan warung makan  guna memenuhi kebutuhan sehari-hari dan konsumsi. Secara tidak langsung unit  usaha  yang  berada di Pulau Tidung selain menerima pendapatan dari pengeluaran wisatawan yang datang,  unit  usaha  inipun  menerima  pendapatan  dari  pengeluaran  tenaga kerja.
Proporsi  pengeluaran  tenaga  kerja  untuk  konsumsi  yang  paling  banyak  adalah  masuk kedalam lokasi yaitu sebesar 25,51% dan yang masuk keluar lokasi sebesar 6,99%. Proporsi pengeluaran  tenaga  kerja  untuk  sekolah  anak  paling  banyak  masuk  keluar  lokasi  yaitu sebesar  4,79%  dan  pengeluaran  yang  masuk  kedalam  lokasi  sebesar  2,65%. Proporsi pengeluaran tenaga kerja untuk biaya listrik seutuhnya masuk keluar lokasi dengan proporsi sebesar 4,32%. Proporsi pengeluaran tenaga kerja di Pulau Tidung untuk kebutuhan sehari-hari  paling  banyak  masuk  kedalam  lokasi  dengan  proporsi  27,08  dan  yang  masuk  keluar lokasi  sebesar  10,65%. Proporsi  pengeluaran  tenaga  kerja  untuk  transportasi  yang  masuk  kedalam sebesar 10,87% dan yang masuk keluar sebesar 1,59. Proporsi pengeluaran tenaga kerja untuk biaya lainnya yang masuk kedalam lokasi sebesar 2,13% dan yang masuk keluar sebesar 3,42%.
Secara umum, seluruh keperluan atau kebutuhan tenaga kerja didapat dari luar  lokasi  Pulau  Tidung.  Hal  ini  dikarenakan,  Pulau  Tidung  sendiri  merupakan  daerah kepulauan yang dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya tidak dapat diperoleh langsung dari daerahnya tetapi diperoleh dari luar daerahnya. Oleh karena itu, jika dilihat dari sumber daya  alamnya  Pulau  Tidung  ini  memiliki  sumber  daya  alam  yang  defisit  karena  hampir seluruh kebutuhandan keperluannya didapat dari luar Pulau Tidung. 
4.    Nilai Efek Pengganda (Multiplier Effect)
Nilai multiplier ekonomi  merupakan  nilai  yang  menunjukan  sejauh  mana pengeluaran wisatawan akan menstimulasi pengeluaran lebih lanjut,   sehingga   pada   akhirnya meningkatkan  aktivitas  ekonomi  di  tingkat  lokal.  Menurut  terminologi,  terdapat  tiga  efek multiplier, yaitu efek langsung (direct effect), efek tidak langsung (indirect effect) dan efek lanjutan  (induced  effect). Ketiga  efek  ini  digunakan  untuk  menghitung  ekonomi  yang selanjutnya digunakan untuk mengestimasi dampak ekonomi di tingkat lokal (META 2001). Dampak  ekonomi  dari  pengeluaran  wisatawan  yang  terjadi  di  Pulau  Tidung  dapat  diukur dengan menggunakan nilai efek pengganda atau Multiplierdari aliran uang yang terjadi.

G. Strategi Pengembangan Ekowisata Bahari
1.    Strategi Strengths Opportunity (SO)
Melalui strategi SO, maka kekuatan yang dimiliki dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan dari peluang yang ada. Berdasarkan kekuatan internal yang dimiliki dan peluang eksternal yang ada maka dapat menghasilkan strategi pengembangan ekowisata bahari. Oleh sebab itu strategi yang dilakukan adalah pengembangan wisata bahari dengan konsep Ekowisata (Ecotourism).
Ekowisata sendiri mengandung unsur-unsur penting yang berbasis lingkungan alami, mendukung konservasi, pemanfaatan yang merujuk pada etika, memberikan manfaat sosial ekonomi berlanjut bagi masyarakat, menjaga integritas budaya kepuasan wisatawan penyelenggaraan tidak bersifat massal, dan manajemen pengelolaan yang mendukung seluruh unsur-unsur tersebut (Yulianda, 2007).
2.    Strategi Weakness - Opportunity (WO)
Dengan strategi WO, kelemahan yang ada dapat diminimalkan dengan cara memanfaatkan peluang eksternal yang ada. Kendala pertama yang dihadapi untuk pengembangan pariwisata adalah terbatasnya sarana dan prasarana, Oleh karena itu di perlukan sarana dan prasarana untuk menunjang aktivitas wisata. Pengembangan sistem transportasi merupakan langkah awal, karena masih sulitnya aksesibilitas. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan yaitu:

a.         Membuat dermaga sebagai jalur utama
b.        Penambahan kapal sebagai sarana transportasi yang memadai dan nyaman untuk wisatawan daerah maupun luar daerah.
c.         Dalam jangka panjang akan terjadi kelonjakan pengunjung perlu diadakan pembuatan kapal khusus untuk wisatawan.
Pengembangan lainnya untuk meningkatkan sarana yang berkaitan langsung dengan atraksi wisata seperti:
a.         Penambahan pembangunan home stay (rumah santai) yang di desain oleh masyarakat lokal dan dikelola oleh masyarakat lokal itu sendiri.
b.        Pembangunan hotel yang didesain oleh tenaga kerja masyarakat setempat sesuai dengan keadaan lingkungan itu sendiri.
c.         Perlu jaringan listrik, karena pada saat sekarang hanya ada mesin ginset kecil yang hidup dari jam 19.00 - 21.00 wib.
3.    Strategi Strengths Threats (ST)
Startegi ini menghadapi ancaman ekternal dengan kekuatan yang dimiliki oleh kawasan ekowisata bahari. Wisata bahari adalah perpaduan antara wisatawan yang datang dengan alam. Dengan demikian wisata bahari sangat bergantung pada keindahan alam dan pantai, dan daya tarik lainnya, maka harus diterapkan sebagai konsep ekowisata yang berkelanjutan. Pulau banyak disebut juga dengan 99 Pulau dan merupakan ekosistem yang unik perpaduan antara pasir putih, air yang jernih dan terumbu karang, tetapi sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Ecotourism merupakan langkah yang tepat untuk membangun wisata bahari yang berkelanjutan dan mengandung konservasi lingkungan.
4.    Strategi Weakness Threats (WT)
Kelemahan internal Pulau Palambak perlu diminimalkan untuk menghindari ancaman yang datang melalui penetapan strategi WT, dengan strategi berikut:
a.         Perlu diadakan penyuluhan dan pelatihan terhadap masyarakat tentang potensi yang ada dan pulau–pulau lain di sekitarnya dan sadar lingkungan.
b.        Perlu di buat zonasi seperti zonasi snorkeling, diving, fishing dan lain– lain.
Ada beberapa strategi yang bisa di terapkan untuk menjaga lingkungan dari dampak-dampak negatif yang timbul:
a.         Penyediaan tempat sampah agar lebih mudah dalam menangani masalah pencemaran khususnya dari sampah
b.        Penambahan MCK umum di Pulau Palambak.
c.         Disediakan tempat pembakaran sampah.
d.        Penyuluhan tentang kesadaran penyelamatan lingkungan terhadap pencemaran.
e.         Pemasangan informasi yang berkaitan dengan lingkungan di tempat-tempat strategis di Pulau Palambak


















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Ekonomi Wisata Bahari adalah kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor/usaha ekonomi, yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan khususnya di daerah pesisir dan kepulauan.
Ekowisata dikembangkan sejak era tahun delapan puluhan sebagai upaya untuk meminimalkan dampak negatif kegiatan wisata terhadap lingkungan atau keanekaragaman. Konsep ekowisata dimaksudkan untuk : (1) menyelesaikan atau menghindari konflik dalam pemanfaatan dengan menetapkan ketentuan dalam berwisata; (2) melindungi sumberdaya alam dan budaya;serta (3) menghasilkan keuntungan dalam bidang ekonomi untuk masyarakat lokal.

B.  Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.






DAFTAR PUSTAKA

Achadiat Dritasto, 2013. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari Terhadap Pendapatan Masyarakat Di Pulau Tidung. Institut Teknologi Nasional. http://ejurnal.itenas.ac.id.

Ambo, 2010. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Penerbit : Brilian Internasional, Sidoarjo.

Bengen,  D.G.  2002. Sinopsis Ekosistem  dan Sumberdaya  Alam  Pesisir  dan  Laut Serta   Prinsip   Pengelolaannya.   Pusat   Kajian   Sumberdaya   Pesisir   dan Lautan. Pradnya Paramita. Jakarta

Jasman, 2014. Strategi Pengembangan Ekowisata Bahari Pulau Palambak Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. http://jom.unri.ac.id

Nogroho, Iwan. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Oka A. Yoeti. 2008. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi, dan Implementasi. Penerbit Kompas. Jakarta.(diakses pada tanggal 16-3-2015 pukul 15.00 wita)

Soekadijo, R G, 1996. Anatomi Pariwisata. PT. Cipta Adi Pustaka Jakarta.

Wood, 2002. Dikutip dari hasil pertemuan anggota TIES (The International Ecotourism Society) di Quebec, Canada athun 2002. Dalam buku Nogroho, Iwan. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta.(diakses pada tanggal 16-3-2015 pukul 15.00 wita)


No comments:

Post a Comment

MAKALAHKU

MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN

Tugas Individu MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN Oleh ASRIANI 213095 2006 SEKOLAH TINGGI ILMU P...