Tugas Individu
MAKALAH
EKONOMI WISATA BAHARI

Oleh
ASRIANI
213095
2006
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN
(STIP) YAPI BONE
|
2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “EKONOMI
WISATA BAHARI”,
yang mana makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) YAPI Bone.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih banyak kekurangan-kekurangannya, hal ini disebabkan keterbatasan
pengetahuan, waktu, serta sumber yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik
dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan
penyusunan selanjutnya.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen
Mata Kuliah, serta kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan
makalah ini, semoga semua amal baik semua pihak mendapat imbalan yang belipat
dari Allah SWT. amiin.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Watampone,
21 Juli 2016
Penyusun
|
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................. 2
C.
Tujuan Penulisan................................................................... 2
BAB II... PEMBAHASAN
A.
Definisi Ekonomi Wisata
Bahari.......................................... 3
B.
Ruang Lingkup Ekowisata Bahari....................................... 3
C.
Pemanfaatan Ekowisata Bahari............................................ 4
D.
Faktor-faktor Adanya Ekowisata Bahari............................. 5
E.
Prinsip Pengembangan
Ekowisata Bahari....................... 6
F.
Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Bahari............ 7
G.
Strategi Pengembangan Ekowisata Bahari........................... 11
BAB III.. PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................... 14
B.
Saran..................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki
potensi sumber daya alam dan peninggalan sejarah, seni dan budaya yang sangat
besar sebagai daya tarik periwisata dunia. Melihat potensi yang dimiliki
Indonesia, maka Visi Ekowisata Indonesia adalah untuk menciptakan pengembangan
pariwisata melalui penyelenggaraan yang mendukung upaya pelestarian lingkungan
(alam dan budaya), melibatkan dan menguntungkan masyarakat setempat, serta
menguntungkan secara komersial. Dengan visi ini Ekowisata memberikan peluang
yang sangat besar, untuk mempromosikan pelestarian keaneka-ragaman hayati
Indonesia di tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal (Anonim,
2013).
Berbagai upaya telah
dilakukan pemerintah untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut
secara berkelanjutan, namun belum mendatangkan hasil yang sesuai yang
diharapkan. Bahkan saat ini, malahmuncul kecenderungan meningkatnya aktivitas
pemanfaatan yang mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan laut. Ekowisata
pesisir dan laut merupakan bentuk pemanfaatan yang diyakini dapat membantu
masalah tersebut. Diduga kuat bahwa pengembangan Ekowisata Pesisir dan Laut
selama ini belum berhasil dengan baik, karena belum
dipertimbangkan/diintegrasikannya berbagai komponen pengelolaan yang
terkait dengan Ekowisata. Komponen yang sering terabaikan atau luput dalam
pengembangan Ekowisata Pesisir dan Laut, antara lain : kondisi Ekosistem Pesisir
dan Laut, sosial-ekonomi, kelembagaan, dan sarana wilayah (Ambo,
2010).
Kabupaten Takalar memiliki potensi
Ekowisata Bahari yang cukup menarik bagi turis lokal maupun mancanegara.
Panjang Garis Pantai di Kabupaten Takalar sekitar 74 Km. Dari panjang garis
pantai tersebut, terdapat 3 (tiga) Obyek wisata Pesisir dikabupaten Takalar
(Pantai Topejawa, Pantai Galumbaya dan Pantai Ujungkassi) Permandian Alam
Topejawa yang panjangnya sekitar 800 meter banyak dikunjungi karena suasana
berenang di laut yang menyenangkan, selain itu panorama alamnya yang memukau. Selain itu
ada juga Objek Wisata Terumbu Karang di Kepulauan Tanakeke yang terdiri atas
Pulau Tanakeke, Bauluang, Satanga, dan Dayang-dayangan menyimpan perpaduan
objek wisata alam yaitu agrowisata, berburu/atraksi menangkap ikan, pantai dan
penyelam (Anonim, 2011).
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas
maka penulis tertarik untuk membahas dalam sebuah makalah yang berjudul
Ekonomi Wisata Bahari.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud
dengan Ekonomi Wisata Bahari?
2. Bagaimana Ruang
Lingkup Ekowisata Bahari?
3. Apa sajakah
pemanfaatan Ekowisata Bahari?
4. Faktor-faktor apa
sajakah yang mempengaruhi Adanya Ekowisata Bahari?
5. Bagaimana Prinsip Pengembangan
Ekowisata Bahari?
6. Apa sajakah Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Bahari?
7. Bagaimana Strategi
Pengembangan Ekowisata Bahari?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Definisi Ekonomi Wisata Bahari.
2. Untuk mengetahui Ruang Lingkup Ekowisata
Bahari.
3. Untuk mengetahui Pemanfaatan
Ekowisata Bahari.
4. Untuk mengetahui Faktor-faktor Adanya
Ekowisata Bahari.
5. Untuk
mengetahui Prinsip
Pengembangan Ekowisata Bahari.
6. Untuk mengetahui Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata
Bahari.
7. Untuk mengetahui Strategi
Pengembangan Ekowisata Bahari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Ekonomi Wisata
Bahari
Secara etimologi, istilah
ekonomi berasal dari bahasa yunani yaitu "oikos"
artinya Rumah tangga atau keluarga dan "nomos"
yang artinya aturan atau manajemen. Jadi secara harfiah ekonomi adalah aturan
atau manajemen rumah tangga. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan
oleh seseorang atau sekelompok dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata
yang dikunjungi, dalam jangka waktu tertentu. Bahari adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan laut.
Ekowisata adalah sebagian
dari sustainable tourism. Sustainable tourism adalah sektor ekonomi yang
lebih luas dari Ekowisata yang mencakup sektor-sektor pendukung kegiatan wisata
secara umum meliputi wisata bahari (beach and sun tourism), wisata
pedesaan (rural and agro tourism), wisata alam (natural tourism),
wisata budaya (cultural tourism), atau perjalanan bisnis (business
travel) (Wood, 2002).
Ekonomi Wisata Bahari
adalah kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih,
dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor/usaha ekonomi, yang
mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal
serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan khususnya di daerah
pesisir dan kepulauan (Nugroho, 2011).
B. Ruang Lingkup Ekowisata Bahari
Ekowisata dikembangkan
sejak era tahun delapan puluhan sebagai upaya untuk meminimalkan dampak negatif
kegiatan wisata terhadap lingkungan atau keanekaragaman. Konsep ekowisata
dimaksudkan untuk : (1) menyelesaikan atau menghindari konflik dalam
pemanfaatan dengan menetapkan ketentuan dalam berwisata; (2) melindungi sumberdaya alam dan budaya;serta (3)
menghasilkan keuntungan dalam bidang ekonomi untuk masyarakat lokal (Ambo,
2010).
Pada hakekatnya ekowisata
yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat
dibanding dengan hanya keberlanjutan. Pembangunan ekowisata berwawasan
lingkungan jauh lebih terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding
dengan keberlanjutan pembangunan. Sebab ekowisata tidak melakukan eksploitasi
alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan pengetahuan, fisik/ dan psikologis wisatawan (Wikipedia, 2013).
C. Pemanfaatan Ekowisata Bahari
Sektor pariwisata adalah salah satu sektor
ekonomi yang dianggap cukup perspeksitif dalam meningkatkan perekonomian suatu
negara misalnya di Indonesia. Pariwisata bagaimanapun juga, memiliki andil dan
memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil di
mana proyek pariwisata dikembangkan. Serta beberapa sub-sektor seperti tempat
penginapan, tempat penjual makanan, tempat perbelanjaan dan usaha-usaha lain
disekitar proyek wisata dikembangkan. Dengan kata lain, pariwisata dapat
berfungsi sebagai ‘katalisator’ dalam pembangunan dan sekaligus menjadi
penggerak dan mempercepat proses pembangunan itu sendiri (Oka, 2008).
Jika kita mampu
mengembangkan potensi bahari, maka nilai ekonomi berupa perolehan devisa,
sumbangan terhadap PDB, peningkatan pendapatan masyarakat, penciptaan lapangan
kerja, dan sejumlah multiplier effects sangat
besar. Sebagai perbandingan adalah Negara Bagian Queensland, Australia
dengan panjang garis pantai hanya 2100 km dapat meraup devisa dari pariwisata
bahari sebesar US$ 2,1 milyar pada tahun 2003. Demikian juga halnya dengan
Malaysia, Thailand, Maladewa, Mauritius, Jamaica, dan Negara lainnya yang telah
menikmati nilai ekonomi cukup besar dari pariwisata bahari. Sampai saat
ini devisa dari sektor pariwisata bahari di Indonesia baru mencapai sekitar US
1
milyar per tahun.
Untuk
meningkatkan kinerja sektor periwisata bahari, lima komponen utama dari sisi
pengadaan (supply side)
parwisata bahari, yakni objek pariwisata bahari (attractions), transportasi, pelayanan, promosi, dan informasi,
harus secara terpadu diperkuat dan dikembangkan, sehingga lebih atraktif
atau minmal sama dengan yang ditawarkan oleh negara-negara lain. Selain
itu, sektor pariwisata bahari harus didukung oleh kebijakan ploitik-ekonomi
(keuangan, ketenagakerjaan, infrastruktur, keamanan dan kenyamanan, dan
kebijakan pemerintah lainnya) yang kondusif (Oka, 2008).
D. Faktor-faktor Adanya Ekowisata Bahari
Sebuah objek wisata
yang baik harus dapat mendatangkan wisatawan sebanyak–banyaknya, menahan mereka
di tempat atraksi dalam waktu yang cukup lama dan member kepuasan
kepadawisatawan yang datang berkunjung. Untuk mencapai hasil itu, beberapa
syarat harus dipenuhi, yaitu :
1. Kegiatan (act) dan
objek (artifact) yang merupakan atraksi itu sendiri harus dalam keadaan
yang baik.
2. Karena atraksi wisata itu
disajikan dihadapan wisatawan, maka cara penyajianya harus tepat.
3. Objek/atraksi wisata
adalah terminal dari suatu mobilitas spasial suatu perjalanan. Oleh karena itu
juga harus memenuhi suatu determinan mobilitas spasial, yaitu akomodasi,
transportasi, dan promosi serta pemasaran.
4. Keadaan di objek wisata
harus dapat menahan wisatawan cukup lama.
5. Kesan yang diperoleh
wisatawan waktu menyaksikan atraksi wisata harus diusahakan supaya bertahan
lama selama mungkin (Soekadijo, 1996).
Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan,
dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam (ekowisata), budaya, dan hasil
buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Minothi dalam
Yoeti (1989:160) mengatakan obyek wisata adalah segala sesuatu yang
terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik
agar orang mau berkunjung.
Macam dan jenis daya tarik wisata itu meliputi:
1. Benda-benda yang tersedia di alam
semesta seperti pemandangan alam, hutan belukar,
kekayaan flora dan fauna.
2.
Hasil ciptaan manusia sepert ipeninggalan sejarah,kebudayaan dan keagamaan.
3.
Tata cara hidup masyarakat
seperti adat istiadat, kebiasaan hidup masyarakat yang
menarik untuk di saksikan.
Supaya daya tarik wisata dapat dikunjungi
oleh wisatawan, hendaknya suatu daerah tujuan wisata memenuhi paling sedikit tiga
persyaratan yaitu :(1) sesuatu yang dapat dilihat (something to see);
(2) sesuatu yang dapat dikerjakan (something to do) ; dan (3)
sesuatu yang dapat dibeli (something to
buy) (Anonim, 2012).
E.
Prinsip Pengembangan Ekowisata Bahari
Pengembangan Ekowisata dapat menjamin
keutuhan dan kelestarian ekosistem pesisir dan laut.Hal ini didukung oleh
keinginan para pecinta Ekowisata yang memang menghendaki syarat kualitas dan
keutuhan ekosistem. Oleh karenanya ada beberapa prinsip pengembangan Ekowisata
yang harus dipenuhi yaitu :
1.
Mencegah
dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap bentang alam dan
budaya masyarakat lokal. Pencegahan dan penanggulangan dampak harus dapat
disesuaikan dengan sifat dan karakter bentang alam dan budaya masyarakat lokal.
2.
Mendidik
atau menyadarkan wisatawan dan masyarakat lokal akan pentingnya konservasi.
3.
Mengatur
agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan
pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan
pajak konservasi dapat digunakan secara langsung
untuk membina, melestarikan dan
meningkatan kualitas kawasan pelestarian.
4.
Masyarakat
dilibatkan secara aktif dalam perencanaan dan pengembangan ekowisata.
5.
Keuntungan
ekonomi yang diperoleh secara nyata harus dapat mendorong masyarakat untuk
menjaga dan melestarikan kawasan pesisir dan laut.
6.
Semua
upaya pengembangan, termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas, harus tetap
menjaga keharmonisan dengan alam. Bila terdapat ketidakharmonisan dengan alam,
hal itu akan merusak produk ekowisata yang ada.
7.
Pembatasan
pemenuhan permintaan, karena umumnya daya dukung ekosistem secara alamiah lebih
rendah daripada daya dukung ekosistem buatan.
8.
Apabila
suautu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan
belanja wisatawan dialokasikan secara proporsional dan adil untuk pemerintah
pusat dan daerah, (ambo tuwo, 2011).
F.
Analisis
Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Bahari
Adanya kegiatan
wisata bahari akan
menimbulkan dampak terhadap masyarakat sekitar.
Dampak yang muncul
dari suatu kegiatan
wisata, yaitu munculnya dampak ekonomi.
Dampak ekonomi tersebut
dapat bersifat positif
dan negatif. Dampak positif yang
muncul dari adanya
dampak ekonomi dapat
bersifat langsung (direct).
Selain dampak positif
langsung yang muncul,
ada dampak lain
yang akan timbul,
seperti dampak tidak langsung (indirect impact). Dampak tidak langsung
berupa aktivitas ekonomi lokal dari suatu
pembelanjaan unit usaha
penerima dampak langsung
dan dampak lanjutan
(induced impact). Dampak lanjutan
ini dapat diartikan
sebagai aktivitas ekonomi
lokal lanjutan dari tambahan
pendapatan masyarakat lokal.
Dampak ekonomi
yang ditimbulkan dari
kegiatan wisata pada dasarnya
dilihat dari keseluruhan
pengeluaran wisatawan untuk
akomodasi, konsumsi (baik konsumsi
dari rumah maupun
di lokasi wisata),
biaya perjalanan ke
lokasi wisata, pembelian souvenir, serta pengeluaran lainnya.
Keseluruhan dari biaya pengeluaran wisatawan
akan diestimasi dari
jumlah keseluruhan kunjungan
wisatawan dengan rata-rata pengeluaran dalam satu kali
kunjungan wisata.
1. Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact)
Dampak ekonomi
langsung dari kegiatan
wisata yang ada
di Pulau Tidung
berasal dari aktifitas ekonomi
yang terjadi antara wisatawan dengan masyarakat lokal yang memiliki unit
usaha di
lokasi wisata tersebut.
Keberadaan unit usaha di
suatu lokasi wisata
membantu para wisatawan untuk
memenuhi kebutuhan mereka
selama melakukan kegiatan
wisata. Rata-rata pengeluaran
wisatawan yang berkunjung
ke Pulau Tidung
adalah sebesar Rp. 459.667,-. Biaya tersebut terdiri dari biaya bersih berupa pengeluaran
wisatawan yang secara langsung
masuk ke lokasi
wisata dan biaya
lainnya (kebocoran) dari pengeluaran wisatawan yang
dikeluarkan di luar
lokasi wisata. Pengeluaran yang dikeluarkan wisatawan selama berwisata
antara lain digunakan untuk konsumsi di
lokasi, penginapan, dan kebutuhan
lainnya. Proporsi terbesar yang
dikeluarkan wisatawan selama berwisata
adalah untuk sewa alat
dan jasa sebesar 22,78% dan
proporsi pengeluaran terkecil
untuk pembelian souvenir sebesar 12,02%.
Selain itu, terdapat
pengeluaran yang dikeluarkan oleh wisatawan
yang dikeluarkan di
luar lokasi wisata
yang disebut dengan
biaya lainnya atau dapat
disebut sebagai suatu
kebocoran. Proporsi yang
dikeluarkan oleh wisatawan
untuk biaya lainnya yaitu sebesar 19,03% dari total pengeluaran
wisatawan.
2. Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Impact)
Dampak ekonomi
tidak langsung (indirect
impact) berasal dari
tenaga kerja yang
bekerja pada unit usaha
yang berada di
Pulau Tidung. Sebagian
besar pengeluaran unit
usaha digunakan untuk biaya
operasional unit usaha
yaitu seperti untuk
pembelian bahan baku, pemeliharaan alat,
upah tenaga kerja,
dan lainnya. Untuk upah
tenaga kerja memiliki proporsi paling besar yaitu sebanyak 39,72%, bahan baku sebesar 33,72%, pemeliharaan alat
sebesar 6,52%, biaya
lainnya sebesar 18,7%,
dan transportasi lokal
sebesar 1,35%. Jumlah tenaga kerja yang terkait dengan kegiatan
wisata di Pulau Tidung adalah sebanyak 396
orang. Dampak ekonomi tidak
langsung dapat dihitung
melalui pendapatan yang diperoleh tenaga kerja lokal. Rata-rata
pendapatan tenaga kerja perbulan adalah sebesar Rp. 422.222,-perbulan. Total pendapatan
yang paling tinggi
adalah penjaga penginapan
atau homestay sebesar Rp.
42.000.000,- perbulan dengan
jumlah tenaga kerja
sebanyak 80 orang. Total
pendapatan paling kecil
adalah penjaga kios
souvenir sebesar Rp. 2.250.000,- perbulan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5
orang.
3. Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Impact)
Dampak ekonomi
lanjutan (induced impact)
merupakan dampak ekonomi
yang diperoleh berdasarkan pengeluaran
yang dikeluarkan oleh
tenaga kerja lokal yang
berada di Pulau Tidung. Jenis pengeluaran yang
dikeluarkan tenaga kerja lokal antara lain digunakan untuk biaya konsumsi,
biaya sekolah anak, biaya
listrik, biaya kebutuhan
sehari-hari, biaya transportasi, dan lainnya.
Sebagian besar pengeluaran
tenaga kerja lokal
di Pulau Tidung digunakan untuk
biaya kebutuhan sehari-hari
yaitu sebesar 37,73%.
Dalam dampak lanjutan ini
yang dilihat adalah
pengeluaran tenaga kerja
yang dibelanjakan di
unit usaha yang berada
di Pulau Tidung. Dampak lanjutan
dari pengeluaran tenaga
kerja ini akan diterima
oleh unit usaha
dan sebagian pendapatan
yang diterima unit
usaha digunakan untuk membeli
bahan baku. Dampak
lanjutan berupa pengeluaran
tenaga kerja lokal
yang kembali berputar
di tingkat ekonomi
lokal. Sebagian besar
pendapatan yang mereka dapatkan, mereka
belanjakan di unit-unit
usaha di Pulau
Tidung seperti, kios
warung dan warung makan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
konsumsi. Secara tidak langsung unit
usaha yang berada di Pulau Tidung selain menerima
pendapatan dari pengeluaran wisatawan yang datang, unit
usaha inipun menerima
pendapatan dari pengeluaran
tenaga kerja.
Proporsi pengeluaran
tenaga kerja untuk
konsumsi yang paling
banyak adalah masuk kedalam lokasi yaitu sebesar 25,51% dan
yang masuk keluar lokasi sebesar 6,99%. Proporsi pengeluaran tenaga
kerja untuk sekolah
anak paling banyak
masuk keluar lokasi
yaitu sebesar 4,79% dan
pengeluaran yang masuk
kedalam lokasi sebesar
2,65%. Proporsi pengeluaran tenaga
kerja untuk biaya listrik seutuhnya masuk keluar lokasi dengan proporsi sebesar
4,32%. Proporsi pengeluaran tenaga
kerja di Pulau Tidung untuk kebutuhan sehari-hari paling
banyak masuk kedalam
lokasi dengan proporsi
27,08 dan yang
masuk keluar lokasi sebesar
10,65%. Proporsi pengeluaran
tenaga kerja untuk
transportasi yang masuk kedalam sebesar 10,87% dan yang masuk keluar sebesar
1,59. Proporsi pengeluaran tenaga
kerja untuk biaya lainnya yang masuk kedalam lokasi sebesar 2,13% dan yang
masuk keluar sebesar 3,42%.
Secara umum, seluruh keperluan
atau kebutuhan tenaga kerja didapat dari luar
lokasi Pulau Tidung.
Hal ini dikarenakan,
Pulau Tidung sendiri
merupakan daerah kepulauan yang
dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya tidak dapat diperoleh langsung dari
daerahnya tetapi diperoleh dari luar daerahnya. Oleh karena itu, jika dilihat
dari sumber daya alamnya Pulau
Tidung ini memiliki
sumber daya alam
yang defisit karena
hampir seluruh kebutuhandan keperluannya didapat dari luar Pulau Tidung.
4. Nilai Efek Pengganda (Multiplier Effect)
Nilai multiplier ekonomi merupakan
nilai yang menunjukan
sejauh mana pengeluaran wisatawan
akan menstimulasi pengeluaran lebih lanjut,
sehingga pada akhirnya meningkatkan aktivitas
ekonomi di tingkat lokal.
Menurut terminologi, terdapat
tiga efek multiplier, yaitu efek
langsung (direct effect), efek tidak
langsung (indirect effect) dan efek
lanjutan (induced
effect). Ketiga efek ini
digunakan untuk menghitung
ekonomi yang selanjutnya digunakan
untuk mengestimasi dampak ekonomi di tingkat lokal (META 2001). Dampak
ekonomi dari pengeluaran
wisatawan yang terjadi
di Pulau Tidung
dapat diukur dengan menggunakan
nilai efek pengganda atau Multiplierdari aliran uang yang terjadi.
G. Strategi Pengembangan Ekowisata Bahari
1. Strategi Strengths – Opportunity
(SO)
Melalui strategi SO, maka kekuatan yang
dimiliki dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan dari peluang yang ada.
Berdasarkan kekuatan internal yang dimiliki dan peluang eksternal yang ada maka
dapat menghasilkan strategi pengembangan ekowisata bahari. Oleh sebab itu
strategi yang dilakukan adalah pengembangan wisata bahari dengan konsep
Ekowisata (Ecotourism).
Ekowisata sendiri mengandung unsur-unsur
penting yang berbasis lingkungan alami, mendukung konservasi, pemanfaatan yang
merujuk pada etika, memberikan manfaat sosial ekonomi berlanjut bagi
masyarakat, menjaga integritas budaya kepuasan wisatawan penyelenggaraan tidak
bersifat massal, dan manajemen pengelolaan yang mendukung seluruh unsur-unsur
tersebut (Yulianda, 2007).
2. Strategi Weakness - Opportunity (WO)
Dengan strategi WO, kelemahan yang ada dapat
diminimalkan dengan cara memanfaatkan peluang eksternal yang ada. Kendala
pertama yang dihadapi untuk pengembangan pariwisata adalah terbatasnya sarana
dan prasarana, Oleh karena itu di perlukan sarana dan prasarana untuk menunjang
aktivitas wisata. Pengembangan sistem transportasi merupakan langkah awal,
karena masih sulitnya aksesibilitas. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan
yaitu:
a.
Membuat
dermaga sebagai jalur utama
b.
Penambahan
kapal sebagai sarana transportasi yang memadai dan nyaman untuk wisatawan
daerah maupun luar daerah.
c.
Dalam
jangka panjang akan terjadi kelonjakan pengunjung perlu diadakan pembuatan
kapal khusus untuk wisatawan.
Pengembangan
lainnya untuk meningkatkan sarana yang berkaitan langsung dengan atraksi wisata
seperti:
a.
Penambahan
pembangunan home stay (rumah santai) yang di desain oleh masyarakat
lokal dan dikelola oleh masyarakat lokal itu sendiri.
b.
Pembangunan
hotel yang didesain oleh tenaga kerja masyarakat setempat sesuai dengan keadaan
lingkungan itu sendiri.
c.
Perlu
jaringan listrik, karena pada saat sekarang hanya ada mesin ginset kecil yang
hidup dari jam 19.00 - 21.00 wib.
3. Strategi Strengths – Threats
(ST)
Startegi ini menghadapi ancaman ekternal
dengan kekuatan yang dimiliki oleh kawasan ekowisata bahari. Wisata bahari
adalah perpaduan antara wisatawan yang datang dengan alam. Dengan demikian
wisata bahari sangat bergantung pada keindahan alam dan pantai, dan daya tarik
lainnya, maka harus diterapkan sebagai konsep ekowisata yang berkelanjutan.
Pulau banyak disebut juga dengan 99 Pulau dan merupakan ekosistem yang unik
perpaduan antara pasir putih, air yang jernih dan terumbu karang, tetapi sangat
sensitif terhadap perubahan lingkungan. Ecotourism merupakan langkah
yang tepat untuk membangun wisata bahari yang berkelanjutan dan mengandung
konservasi lingkungan.
4. Strategi Weakness – Threats
(WT)
Kelemahan internal Pulau Palambak perlu
diminimalkan untuk menghindari ancaman yang datang melalui penetapan strategi
WT, dengan strategi berikut:
a.
Perlu
diadakan penyuluhan dan pelatihan terhadap masyarakat tentang potensi yang ada
dan pulau–pulau lain di sekitarnya dan sadar lingkungan.
b.
Perlu
di buat zonasi seperti zonasi snorkeling, diving, fishing
dan lain– lain.
Ada beberapa
strategi yang bisa di terapkan untuk menjaga lingkungan dari dampak-dampak
negatif yang timbul:
a.
Penyediaan
tempat sampah agar lebih mudah dalam menangani masalah pencemaran khususnya
dari sampah
b.
Penambahan
MCK umum di Pulau Palambak.
c.
Disediakan
tempat pembakaran sampah.
d.
Penyuluhan
tentang kesadaran penyelamatan lingkungan terhadap pencemaran.
e.
Pemasangan
informasi yang berkaitan dengan lingkungan di tempat-tempat strategis di Pulau
Palambak
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ekonomi Wisata Bahari
adalah kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih,
dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor/usaha ekonomi, yang
mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal
serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan khususnya di daerah
pesisir dan kepulauan.
Ekowisata dikembangkan
sejak era tahun delapan puluhan sebagai upaya untuk meminimalkan dampak negatif
kegiatan wisata terhadap lingkungan atau keanekaragaman. Konsep ekowisata
dimaksudkan untuk : (1) menyelesaikan atau menghindari konflik dalam
pemanfaatan dengan menetapkan ketentuan dalam berwisata; (2) melindungi sumberdaya alam dan budaya;serta (3) menghasilkan
keuntungan dalam bidang ekonomi untuk masyarakat lokal.
B. Saran
Menyadari bahwa
penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan
details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan.
Untuk saran
bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi
terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat
Dritasto, 2013. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari Terhadap Pendapatan Masyarakat Di
Pulau Tidung. Institut Teknologi Nasional. http://ejurnal.itenas.ac.id.
Ambo, 2010. Pengelolaan
Ekowisata Pesisir dan Laut. Penerbit : Brilian Internasional, Sidoarjo.
Bengen, D.G.
2002. Sinopsis Ekosistem dan
Sumberdaya Alam Pesisir
dan Laut Serta Prinsip
Pengelolaannya.
Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita.
Jakarta
Jasman, 2014.
Strategi Pengembangan Ekowisata Bahari Pulau Palambak Kabupaten Aceh Singkil
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. http://jom.unri.ac.id
Nogroho, Iwan. 2011. Ekowisata
dan Pembangunan Berkelanjutan. Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Oka A. Yoeti.
2008. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi, dan Implementasi.
Penerbit Kompas. Jakarta.(diakses pada tanggal 16-3-2015 pukul 15.00 wita)
Soekadijo, R G, 1996. Anatomi
Pariwisata. PT. Cipta Adi Pustaka Jakarta.
Wood, 2002. Dikutip dari
hasil pertemuan anggota TIES (The International Ecotourism Society) di Quebec,
Canada athun 2002. Dalam buku Nogroho, Iwan. 2011. Ekowisata dan Pembangunan
Berkelanjutan. Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta.(diakses pada
tanggal 16-3-2015 pukul 15.00 wita)
No comments:
Post a Comment