BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Para ahli
mendefenisikan komunitas atau masyarakat dari berbagai sudut pandang, WHO
(1974) mendefenisikan sebagai kelompok sosial yang ditentukan oleh batas-batas
wilayah, nilai-nilai keyakinan dan minat yang sama serta adanya saling mengenal
dan berinteraksi antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya,
sedangkan Spradley (1985) mendefenisikan komunitas sebagai sekumpulan orang
yang saling bertukar pengalaman penting dalam hidupnya. Saunders (1991) juga
mendefenisikan komunitas sebagai tempat atau kumpulan orang-orang atau sistem
sosial. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunitas berarti sekelompok
individu yang tinggal pada wilayah tertentu, yang memiliki nilai-nilai
keyakinan minta relatif sama serta ada interaksi satu sama lain untuk mencapai
tujuan.
Dalam
pelaksanaannya Asuhan Keperawatan komunitas diupayakan dekat dengan komunitas,
sehingga strategi pelayanan kesehatan utama merupakan pendekatan yang juga
menjadi acuan. Artinya upaya pelayanan atau asuhan yang diberikan merupakan
upaya essensial atau sangat dibutuhkan komunitas secara universal upaya
tersebut mudah dijangkau. Dengan demikiaan di dalam keperawatan komunitas
penggunaan teknologi tepat guna, tumbuh kembang pada balita di wilayah
binaannya, seyogyanya ia bisa memilih alat permainan edukatif sederhana yang
tersedia di wilayah tersebut.
Cacat mental adalah istilah yang digunakan untuk menyebut
anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Anak-anak yang
menderita cacat mental mengalami keterlambatan permanen dan menyeluruh di dalam
banyak aspek perkembangan mereka sebab intelegensi mereka rusak. Seberapa
tinggi intelegensia mereka biasanya dinyatakan di dalam bentuk Intelligence Quotient (IQ). IQ normal
berkisar antara 80 sampai 120. Anak-anak cacat mental memiliki IQ dibawah 70.
Sekitar 2.5 persen anak-anak mengalami semacam cacat mental. Mereka yang IQ-nya
antara 50 dan 70 dikatakan menderita cacat mental ringan, sedangkan yang di
bawah 50 dikatakan menderita cacat mental parah. Adakalanya kemampuan
menggerakkan badan dan anggota badannya normal, tetapi koordinasi, kemampuan
berbahasa dan sosialnya terhambat. Inteligensi diukur dengan memberikan tes-tes
yang menghasilkan IQ. Banyak tes IQ yang tersedia. Yang paling banyak digunakan
untuk anak-anak adalah WISC(R) – Weschsler
Intelligence Scale for Children (Revised). Ter ini mengukur
kemampuan-kemampuan seperti pemahaman, pembendaharaan kata, berhitung, penalaran,
dan ingatan.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan anak
cacat mental?
2. Apakah penyebab dari anak cacat
mental tersebut?
3.
Bagaimana
cara penanganan anak cacat mental?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui
pengertian anak cacat mental
2.
Mengetahui
penyebab anak cacat mental
3.
Mengetahui
cara penanganan anak cacat mental
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Medis
1. Pengertian
Anak
cacat mental adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata.
Di samping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang
sulit-sulit, dan yang berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak
berhasil bukan untuk sehari dua hari atau sebulan atau dua bulan, tetapi untuk
selama-lamanya, dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hamper
segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran seperti mengarang, menyimpulkan isi
bacaaan, menggunakan simbol-simbol, berhitung, dan dalam semua pelajaran yang
bersifat teoritis. Dan juga mereka kurang/terhambat dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan.
Anak
cacat mental banyak macamnya, ada yang disertai dengan buta warna, disertai
dengan kerdil badan, disertai dengan berkepala panjang, disertai dengan bau
badan tertentu dan sebagainya; tetapi ada pula yang tidak disertai apa-apa.
Mereka semua mempunyai persamaan yaitu kurang cerdas dan terhambat dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan jika dibandingkan dengan teman sebayanya.
Mereka mempunyai ciri-ciri khas dan tingkat cacat mental yang berbeda-beda, ada
yang ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Terdapat perbedaan antara cacat
mental dengan sakit mental, sakit jiwa, atau sakit ingatan. Dalam bahasa
Inggris sakit mental disebut mental illness yaitu merupakan kegagalan dalam
membina kepribadian dan tingkah laku. Sedangkan cacat mental dalam bahasa
Inggris disebut mentally retarded atau mental retardation merupakan
ketidakmampuan memecahkan persoalan disebabkan karena kecerdasan
(inteligensinya) kurang berkembang serta kemampuan adaptasi perilakunya
terhambat. Hal ini yang membedakan cacat mental dengan sakit jiwa ialah: Cacat
mental bermula dan berkembang pada masa perkembangan, yaitu sejak anak lahir
sampai kira-kira usia 18 tahun. Sedangkan sakit jiwa dapat menyerang setiap
saat, kapan saja. Namun sekalipun sakit jiwa dan cacat mental berbeda, tidak
mustahil anak cacat mental menderita sakit jiwa.
Dari
berbagai definisi, ungkapan pengertian dan penjelasan yang telah diuraikan di
atas maka jelaslah bahwa untuk menentukan seseorang termasuk kategori cacat
mental, selain kemampuan kecerdasannya atau tingkat inteligensinya jelas-jelas
berada di bawah normal perlu pula diperhatikan kemampuaan penyesuaiannya
(adaptasi tingkah laku) terhadap lingkungan sosial dimana ia berada.
Selanjutnya perlu diperhatikan tentang waktu terjadinya cacat mental itu. Bila
cacat mental terjadi setelah masa perkembangan (setelah usia 18 tahun) maka ia
tidak tergolong cacat mental.
2.
Penyebab
a.
Peristiwa
kelahiran
Di negara sedang berkembang, penyebab cacat mental yang
utama adalah kerusakan pada otak saat kelahiran. Kehamilan yang tidak di
control, bimbingan persalinan yang tidak tepat, bantuan persalinan salah,
fasilitas persalinan yang kurang memadai banyak mengakibatkan kerusakan pada
otak anak.
b.
Infeksi
Anak menderita infeksi yang merusak otak seperti meningitis,
encephalitistu berkulosis, dan lain-lain. Sekitar 30%-50% dari mereka yang
mengalami kerusakan otak akibat penyakit-penyakit tersebut menderita deficit
neorologikdan cacat mental
c.
Malnutrisi
berat
Kekurangan makanan bergizi semasa bayi dapat mengganggu
partumbuhan dan fungsi susunan syaraf pusat. Malnutrisi ini kebanyakan terjadi
pada kelompok ekonomi lemah.
d.
Kekurangan
yodium
Kekurangan yodium dapat mempengaruhi perkembangan mental
anak, termasuk salah satu penyebab cacat mental. Untuk mengenal anak cacat
mental secara dini, beberapa gejala ini dapat dijadikan indicator.
e.
Terlambat
memberi reaksi
Gejala-gejala ini dapat diamati pada saat minggu-minggu
pertama kehidupan anak. Antara lain; lambat memberi senyum jika anak diajak
tertawa atau digelitik. Anak tidak memperhatikan atau seolah-olah tidak melihat
jika dirangsang dengan gerakan tangan kita. Bagi anak yang sehat, bola matanya
akan mengikuti gerakan tangan kita. Bagi anak yang sehat, bola matanya akan
mengikuti gerakan tangan tersebut kekiri atau kekanan. Begitu juga terhadap
bunyi-bunyian, anak yang sehat akan tersentak, terkejut, membesarkan bola mata,
dan berusaha mencari suara tersebut. Sebaliknya anak cacat mental akan
terlambat bereaksi terhadap bunyi-bunyian, seolah-olah tergantung
pendengarannya. Anak cacat mental juga lambat mengunyah makanan, sehingga ia
seringkali mengalami gangguan.
f.
Memandang
tangannya sediri
Bayi yang berusia antara 12-20 minggu bila berbaring sering
memperhatikan gerakan tangannya sendiri. Pada anak cacat mental gejala ini
masih terlihat walaupun usianya sudah lebih tua dari 20 minggu.
g.
Memasukkan
benda ke mulut
Kegiatan memasukkan benda ke dalam mulut merupakan aktifitas
yang khas untuk anak usia 6- 12 bulan. Anak cacat mental masih suka memasukkan
benda atau mainan ke dalam mulutnya walaupun usianya sudah mencapai 2 atau 3
tahun.
h.
Kurang
perhatian dan kurang konsentrasi
Anak cacat mental kurang memperhatikan lingkungan sekitar.
Perhatiannya terhadap mainan hanya berlangsung singkat saja. Malahan seringkali
tidak mengacuhkan kejadian-kejadian di sekelilingnya. Bila diberi mainan, ia
kurang tertarik dan tidak berusaha untuk mengambilnya.
2. Karakteristik
Anak Cacat Mental
a.
Karakteristik
Anak Cacat Mental Ringan
Anak cacat mental ringan banyak yang lancer berbicara tetapi
kurang pembendaharaan kata-katanya. Mereka mengalami kesukaran berfikir
abstrak, tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah
biasa maupun di sekolah khusus. Sebagaimana tertulis dalam The New American Webster (1956:301) bahwa: “Moron (debile) is a person whose mentality does not develop beyond the
12 year old level”. Maksudnya, kecerdasan berfikir seseorang cacat mental
ringan paling tinggi sama dengan kecerdasan anak normal usia 12 tahun.
b.
Karakteristik
Anak Cacat Mental Sedang
Anak cacat mental sedang hamper tidak bias mempelajari
pelajaran-pelajaran akademik. Mereka pada umumnya belajar secara membeo.
Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak cacat mental ringan. Mereka
hamper selalu bergantung pada perlindungan orang lain, tetapi dapat membedakan
bahaya dan yang bukan bahaya. Mereka masih mempunyai potensi untuk belajar
memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan dapat mempelajari
beberapa pekerjaan yang mempunyai arti ekonomi. Pada umur dewasa mereka baru
mencapai kecerdasan yang sama dengan anak umur 7 atau 8 tahun.
c.
Karakteristik
Anak Cacat Mental Berat
Anak cacat mental berat dan sangat berat sepanjang hidupnya
akan slalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak
dapat memelihara diri sendiri. Pada umumnya mereka tidak dapat membedakan mana
yang berbahaya dan yang tidak berbahaya, tidak mungkin berpartisifasi dengan
lingkungan di sekitarnya, dan jika sedang berbicara maka kat-kata ucapannya
sangat sederhana. Kecerdasan seorang anak cacat mental berat dan sangat berat
hanya dapat berkembang paling tinggi seperti anak normal yang berumur 3 atau 4
tahun.
Sunaryo Kartadinata (1998/1999) mengatakan karakteristik
anak cacat mental antara lain (1) Keterbatasan inteligensi, (2) Keterbatasan
social dengan ciri-ciri ; cenderung berteman dengan anak yang lebih muda,
ketergantungan terhadap orang tua, tidak mampu memikul tanggung jawab. (3)
Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya seperti; kurang mampu
mempertimbangkan sesuatu, kurang mampu membedakan yang baik dengan yang buruk,
yang benar dan yang salah, tidak membayangkan terlebih dahulukonsekuensi suatu
perbuatan.
Guru TK mengenali anak keterbelakangan mental melalui
berbagai aktifitas selama kegiatan, bermain, bercerita, makan, di kelas maupun
di halaman sekolah atau bagaimana cara ia berinteraksi dengan anak lain, guru,
atau orang di sekitarnya. Begitu juga interaksinya dengan lingkungan alam, alat
permainannya, dan rangsangan lain yang ada di sekitarnya.
3. Klasifikasi
Cacat Mental
Pengelompokan
pada umumnya berdasarkan pada tarafintelegensinya, yang terdiri dari
terbelakang ringan, dan berat. Pengelompokan seperti ini sebenarnya bersifat
artificial karena ketiga kelompok di atas tidak dibatasi oleh garis demargasi
yang tajam. Gradasi dari satu level ke level berikutnya bersifat kontinyu. Kemampuan inteligensi anak cacat mental
kebanyakan diukur dengan tes Stanford
Binet dan Skala Weschler (WISC).
a.
Cacat
Mental Ringan
Cacat mental ringan disebut juga debil. Kelompok ini
memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut Skala Weschler (WISC)
memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung
sederhana. Namun pada umumnya anak cacat mental ringan tidak mampu melakukan
penyesuaian social secara independen dan anak ini tidak mengalami gangguan
fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena
itu agak sukar membedakan secara fisik antara anak cacat mental dengan anak
normal.
b.
Cacat
Mental Sedang
Anak cacat mental sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini
memiliki IQ 51-36 berdasarkan skala Binet sedangkan menurut Skala Wsechler
memiliki IQ 54- 40. Anak cacat mental sedang masih memperoleh kecakapan
komunikasi selama masa anak usia dini. Walaupun agak lambat. Anak dapat mengurus
atau merawat diri sendiri dengan pelatihan yang intensif. Mereka dapat
memperoleh manfaat latihan kecakapan social dan pekerjaan namun tidak dapat
menguasai kemampuan akademik seperti; membaca, menulis, dan berhitung. Akan
tetapi mereka masih dapat bepergian di lingkungan yang sudah dikenalnya.
c.
Cacat
Mental Berat
Kelompok anak cacat mental berat disebut juga idiot.
Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara anak cacat mental berat dan sangat
berat. Cacat mental berat (severe) memiliki IQ antara 32-20menurut skala Binet
dan antara 39-25 menurut Skala Wechsler (WISC) Anak cacat mental sangat berat
(profound) memiliki IQ dibawah 19 menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut
skala Wechsler (WISC). Anak cacat mental berat memerlukan bantuan perawatan
secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dll. Hampir semua anak cacat
mental berat dan sangat berat menyandang cacat ganda. Umpamanya sebagai
tambahan cacat mental tersebut si anak lumpuh (karena cacat otak) , tuli atau
cacat lainnya.
4.
Penatalaksanaan
Psikoterapi
dapat diberikan baik pada anaknya sendiri maupun pada orang tuanya. Untuk anak
yang terbelakang dapat diberikan psikoterapi individual, psikoterapi kelompok
dan manipulasi lingkungan (merubah lingkungan anak yang tidak menguntungkan
bagi anak tersebut). Walaupun tak akan dapat menyembuhkan keterbelakangan
mental, tetapi dengan psikoterapi dan obat-obatan dapat diusahakan perubahan
sikap, tingkah laku, kemampuan belajar dan hasil kerjanya. Yang penting adalah
adanya ketekunan, kesadaran dan minat yang sungguh dari pihak terapis (yang
mengobati).
Terapis
bertindak sebagai pengganti orang tua untuk membuat koreksi-koreksi terhadap
hubungan yang tak baik ini. Dari pihak perawat diperlukan juga ketekunan dan
kesadaran dalam merawat anak-anak dengan retardasi mental serta melaporkan
kepada dokter bila dalam observasi terdapat tingkah laku anak maupun orang tua
yang negatif, merugikan bagi anak tersebut maupun lingkungannya (teman-teman
disekitarnya).
Social worker (pekerja
sosial) melakukan kunjungan rumah untuk melihat hubungan anak dengan orang tua,
saudara-saudaranya maupun dengan masyarakat sekitarnya. Tugasnya utama mencari
data-data anak dan orang tua serta hubungan anak dengan orang-orang
disekitarnya. Untuk ibu atau orang tua anak dengan retardasi mental dapat
diberikan family terapi (terapi keluarga) untuk mengubah sikap orang tua atau
saudaranya yang kurang baik terhadap penderita. Dapat diberikan juga terapi
kelompok dengan ibu-ibu anak
retardasi mental lainnya, seminggu sekali selama 12 kali. Tujuannya untuk
mengurangi sikap rendah diri, perasaan kecewa dari ibu tersebut karena ternyata
banyak ibu lain yang mengalami nasib
serupa, mempunyai anak dengan retardasi mental. Dengan demikian ibu dapat
bersikap lebih realistik dan lebih dapat menerima anaknya serta dapat
merencanakan program yang baik bagi anaknya. Di luar negeri social worker yang
bertugas memberi terapi kelompok untuk ibu-ibu tersebut diatas.
B.
Konsep
Keperawatan
1.
Intervensi
a. Kaji
faktor penyebab gangguan perkembangan anak
b. Identifikasi
dan g unakan sumber pendidikan untuk menfasilitasi perkembangan anak yang
optimal
c. Berikan
aktifitas stimulus yang sesuai dengan usia
d. Pantau
pola pertumbuhan ( tinggi badan , berat badan , lingkar kepala dan rujuk ke ahli
gizi untuk mendapatkan intrvensi nutrisi
e. Tingkatkan
komunikasi verbal dan stimulus taktil
f. Berikan
intuksi beulang dan sederhana
g. Beri
waktu yang cukup untuk berkomunikasi
h. Dorong
komunikasi terus menerus dengan dunia luarcontoh koran , televisi , radio ,
kelender , dan jam
i.
Berikan posisi yang nyaman dan aman
j.
Manajemen perilaku anak yang sulit
k. Batasi
aktivitas yang berlebihan
l.
Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus
2.
Implementasi
a. Mengkaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
b. Mengiidentifikasi
dan g unakan sumber pendidikan untuk menfasilitasi perkembangan anak yang
optimal
c. Memberikan
aktifitas stimulus yang sesuai dengan usia
d. Memantau
pola pertumbuhan ( tinggi badan , berat badan , lingkar kepala dan rujuk ke
ahli gizi untuk mendapatkan intrvensi nutrisi
e. Meningkatkan
komunikasi verbal dan stimulus taktil
f. Memberikan
intuksi beulang dan sederhana
g. Memberi
waktu yang cukup untuk berkomunikasi
h. Mendorong
komunikasi terus menerus dengan dunia luarcontoh koran , televisi , radio ,
kelender , dan jam
i.
Memberikan posisi yang nyaman dan aman
j.
Manajemen perilaku anak yang sulit
k. Membatasi
aktivitas yang berlebihan
l.
Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus
3. Evaluasi
a. Anak
berfungsi optimal sesuai tingkatannya
b. Dapat
berkomunikasi dengan baik sesuai usia
c. Perilaku
dan pola hidup anak jauh dari resiko cedera
d. Anak
berpartisipasi dalam aktivitas bersama anak anak dan keluarga lain
e. Keluarga
menunjukkan pemahaman tentang penyakit anak terapinya
f. Anak
melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan perkembangan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Anak cacat mental adalah anak yang
memiliki kecerdasan jelas berada di bawah rata-rata.
2. Penyebab anak cacat mental antara
lain:
a.
Penyebab
kelahiran
b.
Infeksi
c.
Malnutrisi
berat
d.
Kekurangan
yodium
e.
Terlambat
memberi reaksi
f.
Memandang
tangannya sendiri
g.
Memasukkan
benda di mulut
h.
Kurang
perhatian dan kurang konsentrasi
3. Klasifikasi anak cacat mental antara
lain : anak cacat mental ringan, anak cacat mental sedang, dan anak cacat
mental berat dan sangat berat.
4. Karakteristik anak cacat mental
antara lain karakteristik anak cacat mental ringan, karakteristik anak cacat
mental sedang, dan karakteristik anak cacat mental berat dan sangat berat.
5. Cara menangani anak cacat mental
antara lain:
B.
Saran
Dengan terselesaikannya makalah ini
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Komunitas Pada kelompok Balita” semoga
makalah ini bermanfaat untuk pembaca khususnya untuk penulis dan bias menjadi
salah satu referensi
DAFTAR PUSTAKA
Delphie Bandi, 2006. Pembelajaran
Anak Tunagrahita. Bandung: Refika Aditama
Desmita, 2005. Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Dewi Rosmala, 2005. Berbagai
Masalah Anak-Anak Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional
Malik Muhammad Anas, 2005. Konsep Dasar Psikologi Sosial. Makassar
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Salemba
Medika
Riyadi.
Sugeng (2007), Keperawatan Kesehatan
Masyarakat, retieved may 12nd.
R, Fallen. Catatan
Kuliah Keperawatan Komunitas. (2010). Yogyakarta: Nuha Medika
Rochyadi Endang, 2005. Pengembangan
Program Pembelajaran Individual Bagi Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional
|
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan
kepada Allah SWT, Pencipta danPemelihara alam semesta ini, atas karunianya kami
dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Komunitas pada Kelompok Cacat Mental”. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan bagi nabi Muhammad SAW, keluarga dan para pengikutnya
yang setia hingga akhir zaman termasuk kita semua.
Disadari sepenuhnya masih banyak
kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari teknis penulisan sampai dengan
pembahasan materi untuk itubesar harapan kami akan saran dan masukan yang
sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima
kasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberi arahan untuk membuat Makalah
ini dan tidak lupa untuk rekan rekan mahasiswa kami ucapkan terima kasih semoga
apa yang saya susun bermanfaat.
Watampone, 23 November 2015
Penyusun
|
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR
ISI ...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
.............................................................................................1
B. Rumusan
Masalah ........................................................................................2
C. Tujuan
Penulisan...........................................................................................2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Konsep
Medis……………………………………………………..………..3
1.
Pengertian..............................................................................................3
2.
Penyebab
……………………………………………………...………4
3.
Karakteristik
………………………………………………………….6
4.
Klasifikasi
……………………………………………………….……7
5.
Penatalaksanaan……………………………………………….………9
B.
Konsep
Keperawatan..................................................................................10
1.
Intervensi.............................................................................................10
2.
Implementasi.......................................................................................10
3.
Evaluasi...............................................................................................11
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
................................................................................................12
B. Saran
...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
|
MAKALAH
ASUHAN
KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KELOMPOK CACAT MENTAL

OLEH :
NAMA
: RIRIN RUSPIANA
BT
: 13 01 057
AKADEMI
KEPERAWATAN BATARI TOJA
W
A T A M P O N E
|
2015/2016
No comments:
Post a Comment