Thursday, 25 May 2017

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KELOMPOK GANGGUAN MENTAL

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Orang yang memiliki kesehatan mental yang baik sekalipun tidak bisa bebas dari kecemasan dan perasaan bersalah. Dia tetap mengalami kecemasan dan perasaan bersalah tetapi tidak dikuasai oleh kecemasan dan perasaan bersalah itu.Ia sanggup menghadapi masalah-masalah biasa dengan penuh keyakinan diri dan dapat memecahkan masalah-masalah tersebut tanpa adanya gangguan yang hebat pada struktur dirinya. Dengan kata lain, meskipun ia tidak bebas dari konflik dan emosinya tidak selalu stabil, namun ia dapat mempertahankan harga dirinya. Keadaan yang demikian justru berkebalikan dengan apa yang terjadi pada orang yang mengalami kesehatan mental yang buruk.
Mengingat semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi dan industrialisasi yang mengakibatkan semakin kompleknya masyarakat, maka banyak muncul masalah-masalah sosial dan gangguan/disorder mental di kota-kota besar. Makin banyaklah warga masyarakat yang tidak mampu melakukan penyesuaian diri dengan cepat terhadap macam-macam perubahan sosial. Mereka itu mengalami banyak frustasi, konflik-konflik terbuka/eksternal dan internal,ketegangan batin dan menderita gangguan mental.
Untuk memahami tidaknya suatu ganguan mental tidak semudah mengenal pada gangguan fisik. Banyak faktor yang mempengaruhi kesepakatan pengertian terhadap gangguan mental ini. Selain karena faktor kultural yang mengartikan konsep sehat dan sakit secara berbeda antara budaya satu dengan lainnya, juga faktor individual yaitu presepsi dan perasaan yang sangat subjektif sifatnya. Namun demikian, kita menyadari bahwa gangguan mental itu diakui masyarakat sama halnya seperti gangguan fisik.
Upaya mewujudkan kesinambungan pelayanan kesehatan jiwa telah dimulai di Indonesia yaitu di NAD, dan Nias daerah yang terkena dampak gempa dan tsunami pada tahun 2004 yang lalu. Benruk pelayanan yang diterapkan adalah pelayanan kesehatan jiwa komunitas (Community Mental Health Nursing/ CMHN). Pelayanan kesehatan jiwa komunitas diberikan oleh perawat puskesmas yang mendapat pelatihan BC-CMHN (Basic Course of Community Mental Health Nursing. Dengan keberhasilan program CMHN, pasien yang tidak tertangani di masyarakat diharapkan akan irujik ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik an spesialistik. Tatanan pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat telah dikembangkan dengan baik (Keliat dkk, 2007).
Peran serta masyarakat diperlukan dalam hal perorangan. Komunitas sebagai subyek dan obyek diharapkan masyarakat mampu mengenal, mengambil keputusan dalam menjaga kesehatannya. Sebagian akhir tujuan pelayanan kesehatan utama diharapkan masyarakat mampu secara mandiri menjaga dan meningkatkan status kesehatan masyarakat (Mubarak, 2005).
Berdasarkan analisis diatas, kami akan membahas tenatang “Asuhan Keperawatan Pada Kelompok Gangguan Jiwa”.
      
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan gangguan jiwa?
2.      Bagaimanakah proses keperawatan kmunitas pada kelompok gangguan jiwa?

C.    Tujuan Masalah
1.      Mengetahui pengertian gangguan mental 
2.      Mengetahui proses keperawatan kmunitas pada kelompok gangguan mental.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Medis
1.      Pengertian
a.       Gangguan mental adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri (Djamaludin, 2001).
b.      Gangguan mental adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan (volition),emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).
c.       Gangguan mental menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial.
d.      Menurut Townsend (1996) gangguan mental adalah respon maladaptive terhadap stressor dari lingkungan dalam/luar ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma lokal dan kultural dan mengganggu fungsi sosial, kerja, dan fisik individu.
2.      Penyebab
Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber dari berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbatas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak (Djamaludin, 2001).
Para ahli psikologi berbeda pendapat tentang sebab-sebab terjadinya gangguan jiwa. Menurut pendapat Sigmund Freud dalam Maslim (2002), gangguan jiwa terjadi karena tidak dapat dimainkan tuntutan id (dorongan instinctive yang sifatnya seksual) dengan tuntutan super ego (tuntutan normal social). Orang ingin berbuat sesuatu yang dapat memberikan kepuasan diri, tetapi perbuatan tersebut akan mendapat celaan masyarakat. Konflik yang tidak terselesaikan antara keinginan diri dan tuntutan masyarakat ini akhirnya akan mengantarkan orang pada gangguan jiwa.
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Gangguan mental artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psikis. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan, usia dan Jenis Kelamin, keadaan fisik, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya.
Sumber penyebab gangguan mental dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
a.       Faktor-faktor somatik (somatogenik)
1)      Neuroanatomi
2)      Neurofisiologi
3)      Neurokimia
4)      Tingkat kematangan dan perkembangan organik
5)      Faktor-faktor pre dan peri – natal
b.      Faktor-faktor psikologik ( psikogenik)
1)      Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus
(perasaan tak percaya dan kebimbangan)
2)      Peranan ayah
3)      Persaingan antara saudara kandung
4)      Inteligensi
5)      Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
6)      Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
7)      Konsep diri : pengertian identitas diri sendiri versus peran yang tidak menentu
8)      Keterampilan, bakat dan kreativitas
9)      Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
10)  Tingkat perkembangan emosi
c.       Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
1)      Kestabilan keluarga
2)      Pola mengasuh anak
3)      Tingkat ekonomi
4)      Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
5)      Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
6)      Pengaruh rasial dan keagamaan
7)      Nilai-nilai
3.      Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah sebagai berikut:
a.       Ketegangan (tension),
Rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan,
takut, pikiran-pikiran buruk.
b.      Gangguan kognisi pada persepsi
Merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah, padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain.
c.       Gangguan kemauan
Klien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.
d.      Gangguan emosi
Klien merasa senang, gembira yang berlebihan (Waham kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan Bung karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya.     
e.       Gangguan psikomotor
Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh. (Yosep, 2007)
4.      Klasifikasi
Penggolongan gangguan jiwa sangatlah beraneka ragam menurut para ahli berbeda-beda dalam pengelompokannya, menurut Maslim (1994) macam-macam gangguan jiwa dibedakan menjadi gangguan mental organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja.
a.       Skizofrenia
Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994).
Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak “cacat”.
b.      Depresi
Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidakberdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai.
c.       Kecemasan
Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993). Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasan ringan, sedang, berat dan kecemasan panic.
d.      Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan gejala-gejala neurosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan inteligensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, neurosa dan gangguan inteligensi sebagian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-kompulsif, kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian antisosial, Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequat.
e.       Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas , maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan menahun.
f.       Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.
g.      Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan social.
Sedangkan menurut Yosep (2007) penggolongan gangguan jiwa dan dibedakan menjadi :
a.       Neurosa
Neurosa ialah kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang kronis dimana tidak ada rangsangan yang spesifik yang menyebabkan kecemasan tersebut.
b.      Psikosa
Psikosis merupakan gangguan penilaian yang menyebabkan ketidak-mampuan seseorang menilai realita dengan fantasi dirinya. Hasilnya terdapat realita baru versi orang psikosis tersebut. Psikosis dapat pula diartikan sebagai suatu kumpulan gejala atau sindrom yang berhubungan gangguan psikiatri lainnya, tetapi gejala tersebut bukan merupakan gejala spesifik penyakit tersebut.
5.      Penatalaksanaan
a.       Terapi psikofarmaka
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Hawari, 2001). Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika (Hawari, 2001).
b.      Terapi somatic
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh lain. Salah satu bentuk terapi ini adalah Electro Convulsive Therapy.
c.       Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai. Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia di dalam otak (Peningkatan kadar norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan. (Townsend alih bahasa Daulima,2006).
d.      Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.     
Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:
1)      Terapi Individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan. Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
2)      Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar
terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
3)      Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus asuhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif.
4)      Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya. Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencarisolusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
5)      Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive.
Terapi Perilaku Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah: Role model, Kondisioning operan, Desensitisasi sistematis, Pengendalian diri dan Terapi aversi atau rileks kondisi.
6)      Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.

6.      Pelayanan Keperawatan Komunitas Gangguan Mental
Pelayanan keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan jiwa yang diberikan pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi masyarakat yang sangat beragam dalam rentang sehat – sakit yag memerlukan pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat pencegahan yaitu pencegaha primer , sekunder, dan tersier.
a.       Pencegahan Primer
Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa , mempertahankan dan meningkatkan kesehtan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Aktivitas pada pencegahan primer adalah program pendidikan kesehatan , program stimulasi perkembangan, program sosialisasi kesehatan jiwa , manajemen stress , persiapan menjadi orang tua. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
1)         Memberikan pendidikan kesehatan pada orangtua antara lain :
a)         Pendidikan menjadi orangtua
b)         Pendidikan tentang perkembangan anak sesuai dengan usia.
c)         Memantau dan menstimulasi perkembangan
d)        Mensosialisasikan anak dengan lingkungan
2)         Pendidikan kesehatan mengatasi stress
a)         Stress pekerjaan
b)         Stress perkawinan
c)         Stress sekolah
d)        Stress pasca bencana
3)         Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu yang kehilangan pasangan , pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat tinggal , yang semuanya ini mungkin terjadi akibat bencana. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a)         Memberikan informasi tentang cara mengatasi kehilangan
b)         Menggerakkan dukunganmasyarakat seperti menjadi orangtua asuhbagi anak yatim piatu.
c)         Melatih keterampilan sesuai dengan keahlian masing-masing untuk mendapatkan pekerjaan
d)        Mnedapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh tempat tinggal.
4)         Program pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat sering digunakan  sebagai koping untuk mengtasi masalah. Kegiatan yang dilakukan:
a)         Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress
b)         Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa menyakiti orang lain.
c)         Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada diri seseorang.
5)         Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara penyelesaian masalah oleh individu yang mengalami keputus asaan. Oleh karena itu perlu dilakukan program :
a)         Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tanda-tanda bunuh diri.
b)         Menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri.
c)         Melatih keterampilan koping yang adaptif.
b.      Pencegahan Sekunder
Fokus pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan penanganan dengan segera masalah psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa. Target pelayanan adalah anggota masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda-tanda masalah dan gangguan jiwa. Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah :
1)         Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lain dan penemuan langsung.
2)         Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a)      Melakukan pengkajian 2menit untuk memperoleh data fokus pada semua pasien yang berobat kepukesmas dengan keluhan fisik.
b)      Jika ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi maka lanjutkan pengkajian dengan menggunakan pengkajian keperawatan kesehatan jiwa.
c)      Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa (di tempat– tempat umum)
d)     Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan sesuai dengan standar pendelegasian program pengobatan (bekerja sama dengan dokter) dan memonitor efek samping pemberian obat, gejala, dan kepatuhan pasien minum obat.
e)      Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain yang dibutuhkan pasien untuk mengatasi gangguan fisik yang dialami (jika ada gangguan fisik yang memerlukan pengobatan).
f)       Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga agar melaporkan segera kepada perawat jika ditemukan adanya tanda-tanda yang tidak biasa, dan menginformasikan jadwal tindak lanjut.
g)      Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat yang aman, melakukan pengawasan ketat, menguatkan koping, dan melakukan rujukan jika mengancam keselamatan jiwa.
h)      Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk membantu pemulihan pasien seperti terapi aktivitas kelompok , terapi keluarga dan terapi lingkungan.
i)        Memfasilitasi self-help group (kelompok pasien, kelompok keluarga, atau kelompok masyarakat pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang mebahas masalah-masalah yang terkait dengan kesehatan jiwa dan cara penyelesaiannya.
j)        Menyediakan hotline service untuk intervensikrisis yaitu pelayanan dalam 24 pukul melalu telepon berupa pelayan konseling.
k)      Melakukan tindakkan lanjut (follow-up) dan rujukan kasus.
c.       Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus pelayana keperawatan adalah : pada peningkatkan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat gangguan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan. Aktifitas pada pencegahan tersier meliputi :
1)      Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber dimasyarakat seperti : sumber pendidikan, dukungan masyrakat (tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), dan pelayan terdekat yang terjangkau masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a)      Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat terhadap penerima pasien gangguan jiwa.
b)      Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam penanganan pasien yang melayani kekambuhan.
2)      Program rehabilitas untuk memberdayakan pasien dan keluarga hingga mandiri berfokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga dengan cara :
a)      Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar mengungkapkan dan menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat
b)      Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga dan masyarakat.
c)      Menyediakan pelatihan dan kemampuan dan potensi yang perlu dikembangkan oleh pasien, keluarga dan masyarakat agar pasien produktif kembali.
d)     Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan mengambil keputusan untuk dirinya.
3)      Program sosialisasi
a)      Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.
b)      Mengembangkan keterampilan hidup (aktifitas hidup sehari-hari [ADL],mengelola rumah tangga, mengembangkan hobi
c)      Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi ke tempat rekreasi.
d)     Kegiatan sosial dan keagamaan (arisan bersama, pengajian bersama, majelis taklim, kegiatan adat)
4)      Program mencegah stigma. Stigma merupaka anggapan yang keliru dalam masyarakat terhadap gangguan jiwa, oleh karena itu, perlu diberikan program mencegah stigma untuk menghindari isolasi dan deskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa. Beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu :
a)      Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, serta tentang sikap dan tindakan menghargai pasien gangguan jiwa.
b)      Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, atau orang yang berpengaruh dalam rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan jiwa.

B.     Konsep Keperawatan
1.      Intervensi
a.       Pembentukan kelompok kerja kesehatan jiwa di desa
b.      Pembentukan kelompok pendukung seperti kelompok pengajian,kelompok diskusi kesehatan jiwa.
c.       Latihan kepemimpinan (mengadakan training motivasi)
d.      Edukasi (penyuluhan tentang bagaimana cara memecahkan masalah)
e.       Pembinaan keluarga sehat dan anggota keluarga resiko gangguan jiwa membahas kasus terkait manajemen stress dan di diskusikan.
f.       Pembinaan kelompok dan masyarakat melalui kunjungan Perawat Puskesmas/Komunitas
g.      Kerjasama LP dengan Dinas Kesehatan Kabupaten berupa pengadaan kegiatan rutin Life Skill Education dan LS berupa pelatihan kewirausaan
h.      Terapi modalitas keperawatan berupa pemberian teknik relaksasi nafas dalam.
i.        Terapi komplementer berupa manajemen stress
j.        Pemberian bimbingan keagamaan (spiritual)

2.      Implementasi
a.       Membentuk kelompok kerja kesehatan jiwa di desa
b.      Membentuk kelompok pendukung seperti kelompok pengajian, kelompok diskusi kesehatan jiwa.
c.       Mengadakan latihan kepemimpinan (mengadakan training motivasi)
d.      Melakukan Edukasi (penyuluhan tentang bagaimana cara memecahkan masalah)
e.       Mengadakan pembinaan keluarga sehat dan anggota keluarga resiko gangguan jiwa membahas kasus terkait manajemen stress dan di diskusikan.
f.       Melakukan Pembinaan kelompok dan masyarakat melalui kunjungan Perawat Puskesmas/Komunitas
g.      Melakukan kerjasama LP dengan Dinas Kesehatan Kabupaten berupa pengadaan kegiatan rutin Life Skill Education dan LS berupa pelatihan kewirausaan
h.      Melakukan terapi modalitas keperawatan berupa pemberian teknik relaksasi nafas dalam.
i.        Memberikan  terapi komplementer berupa manajemen stress
j.        Memberikan bimbingan keagamaan (spiritual)
3.      Evaluasi
a.       Warga mengikuti kelompok kerja kesehatan jiwa di desa
b.      Warga mengikuti kelompok pengajian
c.       Warga mengikuti training motivasi
d.      Warga bisa menyebut bagaimana cara memecahkan masalah
e.       warga aktif diskusi terkait kasus yang ada
f.       warga terkontrol emosinya dengan kelompok diskusi tersebut
g.      Masyarakat lebih mampu menghadapi kemungkinan masalah yang ada warga terbuka wawasan dan peluang usaha untuk perbaikan ekonominya.
h.       Warga merasa lebih tenang
i.        Warga merasa lebih semangat
j.        Warga bisa mengontrol emosinya



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Gangguan mental adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis, atau kimiawi.
Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau.
Disini peran perawat kmunitas sebagai konselr sangat dibutuhkan. Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.

B.     Saran
Kita sebagai perawat hendaknya menggunakan bahasa yang santung terhadap pasien gangguan jiwa karena  Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar.






DAFTAR PUSTAKA

            
Djamaludin. (2001). Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hawari, 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta : FKUI
Maramis, 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University press, Surabaya
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika
Riyadi. Sugeng (2007), Keperawatan Kesehatan Masyarakat, retieved may 12nd.
R, Fallen. Catatan Kuliah Keperawatan Komunitas. (2010). Yogyakarta: Nuha Medika
Sunaryo, 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Stuart, 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 6. Jakarta : EGC
Yosep, 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.











 
 


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Pencipta danPemelihara alam semesta ini, atas karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Komunitas pada Kelompok Gangguan Mental”. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan bagi nabi Muhammad SAW, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman termasuk kita semua.
Disadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari teknis penulisan sampai dengan pembahasan materi untuk itubesar harapan kami akan saran dan masukan yang sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberi arahan untuk membuat Makalah ini dan tidak lupa untuk rekan rekan mahasiswa kami ucapkan terima kasih semoga apa yang saya susun bermanfaat.
Watampone, 26 November 2015

                                                                                                         Penyusun



i
 
 


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI ...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang .............................................................................................1
B.       Rumusan Masalah ........................................................................................2
C.       Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.       Konsep Medis……………………………………………………..………..3
1.         Pengertian..............................................................................................3
2.         Penyebab ……………………………………………………...………3
3.         Tanda dan Gejala ………………………………………….………….5
4.         Klasifikasi ……………………………………………………….……6
5.         Penatalaksanaan………………………………………..……….……10
B.        Konsep Keperawatan..................................................................................13
1.         Intervensi.............................................................................................13
2.         Implementasi.......................................................................................14
3.         Evaluasi...............................................................................................15
BAB III PENUTUP
A.      Kesimpulan ................................................................................................16
B.       Saran ...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA


ii
 
 


MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KELOMPOK GANGGUAN MENTAL


OLEH :
NAMA : S A B R I
BT : 13 01 029
III A





AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA
W A T A M P O N E


 
2015/2016

No comments:

Post a Comment

MAKALAHKU

MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN

Tugas Individu MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN Oleh ASRIANI 213095 2006 SEKOLAH TINGGI ILMU P...