BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Orang yang memiliki kesehatan mental yang baik sekalipun
tidak bisa bebas dari kecemasan dan perasaan bersalah. Dia tetap mengalami
kecemasan dan perasaan bersalah tetapi tidak dikuasai oleh kecemasan dan
perasaan bersalah itu.Ia sanggup menghadapi masalah-masalah biasa dengan penuh
keyakinan diri dan dapat memecahkan masalah-masalah tersebut tanpa adanya
gangguan yang hebat pada struktur dirinya. Dengan kata lain, meskipun ia tidak
bebas dari konflik dan emosinya tidak selalu stabil, namun ia dapat mempertahankan
harga dirinya. Keadaan yang demikian justru berkebalikan dengan apa yang
terjadi pada orang yang mengalami kesehatan mental yang buruk.
Mengingat semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi
dan industrialisasi yang mengakibatkan semakin kompleknya masyarakat, maka
banyak muncul masalah-masalah sosial dan gangguan/disorder mental di kota-kota
besar. Makin banyaklah warga masyarakat yang tidak mampu melakukan penyesuaian
diri dengan cepat terhadap macam-macam perubahan sosial. Mereka itu mengalami
banyak frustasi, konflik-konflik terbuka/eksternal dan internal,ketegangan
batin dan menderita gangguan mental.
Untuk memahami tidaknya suatu ganguan mental tidak semudah
mengenal pada gangguan fisik. Banyak faktor yang mempengaruhi kesepakatan
pengertian terhadap gangguan mental ini. Selain karena faktor kultural yang
mengartikan konsep sehat dan sakit secara berbeda antara budaya satu dengan
lainnya, juga faktor individual yaitu presepsi dan perasaan yang sangat
subjektif sifatnya. Namun demikian, kita menyadari bahwa gangguan mental itu
diakui masyarakat sama halnya seperti gangguan fisik.
Upaya mewujudkan kesinambungan pelayanan kesehatan jiwa telah dimulai
di Indonesia yaitu di NAD, dan Nias daerah yang terkena dampak gempa dan
tsunami pada tahun 2004 yang lalu. Benruk pelayanan yang diterapkan adalah
pelayanan kesehatan jiwa komunitas (Community Mental Health Nursing/ CMHN).
Pelayanan kesehatan jiwa komunitas diberikan oleh perawat puskesmas yang
mendapat pelatihan BC-CMHN (Basic Course of Community Mental Health Nursing.
Dengan keberhasilan program CMHN, pasien yang tidak tertangani di
masyarakat diharapkan akan irujik ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih baik an spesialistik. Tatanan pelayanan kesehatan jiwa di
masyarakat telah dikembangkan dengan baik (Keliat dkk, 2007).
Peran serta
masyarakat diperlukan dalam hal perorangan. Komunitas sebagai subyek dan obyek
diharapkan masyarakat mampu mengenal, mengambil keputusan dalam menjaga
kesehatannya. Sebagian akhir tujuan pelayanan kesehatan utama diharapkan
masyarakat mampu secara mandiri menjaga dan meningkatkan status kesehatan
masyarakat (Mubarak, 2005).
Berdasarkan analisis diatas, kami akan membahas tenatang “Asuhan
Keperawatan Pada Kelompok Gangguan Jiwa”.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan gangguan
jiwa?
2.
Bagaimanakah
proses keperawatan kmunitas pada kelompok gangguan jiwa?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui
pengertian gangguan mental
2.
Mengetahui
proses keperawatan kmunitas pada kelompok gangguan mental.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Medis
1. Pengertian
a.
Gangguan mental adalah kesulitan yang
harus dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan
karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya
sendiri-sendiri (Djamaludin, 2001).
b.
Gangguan mental adalah gangguan dalam
cara berpikir (cognitive), kemauan (volition),emosi (affective),
tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).
c.
Gangguan mental menurut Depkes RI (2000)
adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada
fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial.
d.
Menurut Townsend (1996) gangguan mental
adalah respon maladaptive terhadap stressor dari lingkungan dalam/luar
ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan
norma lokal dan kultural dan mengganggu fungsi sosial, kerja, dan fisik
individu.
2. Penyebab
Penyebab
gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber dari berhubungan dengan
orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan
semena-mena, cinta tidak terbatas, kehilangan seseorang yang dicintai,
kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang
disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak (Djamaludin,
2001).
Para
ahli psikologi berbeda pendapat tentang sebab-sebab terjadinya gangguan jiwa.
Menurut pendapat Sigmund Freud dalam Maslim (2002), gangguan jiwa terjadi
karena tidak dapat dimainkan tuntutan id (dorongan instinctive yang sifatnya
seksual) dengan tuntutan super ego (tuntutan normal social). Orang ingin
berbuat sesuatu yang dapat memberikan kepuasan diri, tetapi perbuatan tersebut
akan mendapat celaan masyarakat. Konflik yang tidak terselesaikan antara
keinginan diri dan tuntutan masyarakat ini akhirnya akan mengantarkan orang
pada gangguan jiwa.
Manusia
bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara
somato-psiko-sosial. Gangguan mental artinya bahwa yang menonjol ialah
gejala-gejala yang patologik dari unsur psikis. Hal ini tidak berarti bahwa
unsur yang lain tidak terganggu. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku
manusia ialah keturunan, usia dan Jenis Kelamin, keadaan fisik, keadaan
psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan,
pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi,
rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya.
Sumber
penyebab gangguan mental dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu
yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
a. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
1) Neuroanatomi
2) Neurofisiologi
3) Neurokimia
4) Tingkat kematangan dan perkembangan
organik
5) Faktor-faktor pre dan peri – natal
b. Faktor-faktor psikologik (
psikogenik)
1) Interaksi ibu –anak : normal (rasa
percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan
keadaan yang terputus
(perasaan tak percaya dan
kebimbangan)
2) Peranan ayah
3) Persaingan antara saudara kandung
4) Inteligensi
5) Hubungan dalam keluarga, pekerjaan,
permainan dan masyarakat
6) Kehilangan yang mengakibatkan
kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
7) Konsep diri : pengertian identitas
diri sendiri versus peran yang tidak menentu
8) Keterampilan, bakat dan kreativitas
9) Pola adaptasi dan pembelaan sebagai
reaksi terhadap bahaya
10) Tingkat perkembangan emosi
c. Faktor-faktor sosio-budaya
(sosiogenik)
1) Kestabilan keluarga
2) Pola mengasuh anak
3) Tingkat ekonomi
4) Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
5) Masalah kelompok minoritas yang
meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang
tidak memadai
6) Pengaruh rasial dan keagamaan
7) Nilai-nilai
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala gangguan jiwa
menurut Yosep (2007) adalah sebagai berikut:
a. Ketegangan (tension),
Rasa
putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa
(convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan,
takut,
pikiran-pikiran buruk.
b. Gangguan kognisi pada persepsi
Merasa
mendengar (mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar,
naik genting, membakar rumah, padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya
dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu
sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut
halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan
sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain.
c. Gangguan kemauan
Klien
memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah membuat keputusan atau memulai
tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga
terlihat kotor, bau dan acak-acakan.
d. Gangguan emosi
Klien
merasa senang, gembira yang berlebihan (Waham kebesaran). Klien merasa sebagai
orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan Bung karno tetapi
di lain waktu ia bisa merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi)
sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya.
e. Gangguan psikomotor
Hiperaktivitas,
klien melakukan pergerakan yang berlebihan naik ke atas genting berlari,
berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh
atau menentang apa yang disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan
gerakan aneh. (Yosep, 2007)
4. Klasifikasi
Penggolongan
gangguan jiwa sangatlah beraneka ragam menurut para ahli berbeda-beda dalam
pengelompokannya, menurut Maslim (1994) macam-macam gangguan jiwa dibedakan
menjadi gangguan mental organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan
skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik,
gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan
fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa,
retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan
emosional dengan onset masa kanak dan remaja.
a. Skizofrenia
Merupakan
bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi
personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa
yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian
pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang
(Maramis, 1994).
Dalam
kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran
dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju
kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi
pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir
dengan personalitas yang rusak “cacat”.
b. Depresi
Merupakan
satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang
sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya,
serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai
salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan
kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus
asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan
yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada
diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah
gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam
perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis,
putus asa, ketidakberdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif
dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang
merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu
misalnya kematian orang yang dicintai.
c. Kecemasan
Sebagai
pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap orang
dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi
sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan
takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993).
Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali.
Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat
berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam
empat tingkatan yang meliputi, kecemasan ringan, sedang, berat dan kecemasan
panic.
d. Gangguan Kepribadian
Klinik
menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan
gejala-gejala neurosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan inteligensi
tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, neurosa
dan gangguan inteligensi sebagian besar tidak tergantung pada satu dan lain
atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian paranoid,
kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif,
kepribadian anankastik atau obsesif-kompulsif, kepribadian histerik,
kepribadian astenik, kepribadian antisosial, Kepribadian pasif agresif,
kepribadian inadequat.
e. Gangguan Mental Organik
Merupakan
gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan
fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat
disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang
terutama diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas , maka gangguan
dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang
menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang
terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan
penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik
lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu
daripada pembagian akut dan menahun.
f. Gangguan Psikosomatik
Merupakan
komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994).
Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau
semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan
saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang
dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang
terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.
g. Retardasi Mental
Retardasi
mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap,
yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh,
misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan social.
Sedangkan menurut Yosep (2007)
penggolongan gangguan jiwa dan dibedakan menjadi :
a. Neurosa
Neurosa
ialah kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang kronis dimana tidak ada
rangsangan yang spesifik yang menyebabkan kecemasan tersebut.
b. Psikosa
Psikosis
merupakan gangguan penilaian yang menyebabkan ketidak-mampuan seseorang menilai
realita dengan fantasi dirinya. Hasilnya terdapat realita baru versi orang
psikosis tersebut. Psikosis dapat pula diartikan sebagai suatu kumpulan gejala
atau sindrom yang berhubungan gangguan psikiatri lainnya, tetapi gejala
tersebut bukan merupakan gejala spesifik penyakit tersebut.
5. Penatalaksanaan
a. Terapi psikofarmaka
Psikofarmaka
atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem
Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan
perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap
taraf kualitas hidup klien (Hawari, 2001). Obat psikotropik dibagi menjadi
beberapa golongan diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania,
anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,.
Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer,
neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika (Hawari, 2001).
b. Terapi somatic
Terapi
ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan jiwa sehingga
diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh lain. Salah satu bentuk terapi ini
adalah Electro Convulsive Therapy.
c. Terapi elektrokonvulsif (ECT)
merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada
otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup
menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik
tercapai. Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan
bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia di dalam otak (Peningkatan
kadar norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan. (Townsend
alih bahasa Daulima,2006).
d. Terapi Modalitas
Terapi
modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi
yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku
maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.
Ada
beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:
1) Terapi Individual
Terapi
individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan hubungan
individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang
terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku
klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan
terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui
hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan di awal hubungan. Hubungan terstruktur dalam terapi individual
bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu
klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta
mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
2) Terapi Lingkungan
Terapi
lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar
terjadi
perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku
adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti
terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah
perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan
interaksi.
3) Terapi Kognitif
Terapi
kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi
perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah membantu
mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola
berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan
perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir yang tidak
akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola
berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus asuhan adalah membantu klien untuk
reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan
dengan menyusun perubahan kognitif.
4) Terapi Keluarga
Terapi
keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai
unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga
mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah
keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang
dituntut oleh anggotanya. Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan
diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap
munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu
masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di
keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk
kemudian mencarisolusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan
atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
5) Terapi Kelompok
Terapi
kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok, suatu
pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok
perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah
meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah
perilaku maladaptive.
Terapi
Perilaku Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku
timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat
dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang
digunakan dalam terapi jenis ini adalah: Role model, Kondisioning operan,
Desensitisasi sistematis, Pengendalian diri dan Terapi aversi atau rileks
kondisi.
6) Terapi Bermain
Terapi
bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan dapat berkomunikasi
dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain
perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa
diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak
tersebut.
6. Pelayanan
Keperawatan Komunitas Gangguan Mental
Pelayanan keperawatan jiwa komprehensif adalah
pelayanan keperawatan jiwa yang diberikan pada masyarakat pasca bencana dan
konflik, dengan kondisi masyarakat yang sangat beragam dalam rentang sehat –
sakit yag memerlukan pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan primer,
sekunder, dan tersier. Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif
mencakup 3 tingkat pencegahan yaitu pencegaha primer , sekunder, dan tersier.
a. Pencegahan Primer
Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada
peningkatan kesehatan dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan
adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa , mempertahankan dan meningkatkan
kesehtan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami
gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak, remaja, dewasa, dan usia
lanjut. Aktivitas pada pencegahan primer adalah program pendidikan kesehatan ,
program stimulasi perkembangan, program sosialisasi kesehatan jiwa , manajemen
stress , persiapan menjadi orang tua. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
1)
Memberikan
pendidikan kesehatan pada orangtua antara lain :
a)
Pendidikan
menjadi orangtua
b)
Pendidikan
tentang perkembangan anak sesuai dengan usia.
c)
Memantau dan
menstimulasi perkembangan
d)
Mensosialisasikan
anak dengan lingkungan
2)
Pendidikan
kesehatan mengatasi stress
a)
Stress pekerjaan
b)
Stress perkawinan
c)
Stress sekolah
d)
Stress pasca
bencana
3)
Program dukungan
sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu yang kehilangan pasangan ,
pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat tinggal , yang semuanya ini mungkin terjadi
akibat bencana. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a)
Memberikan
informasi tentang cara mengatasi kehilangan
b)
Menggerakkan
dukunganmasyarakat seperti menjadi orangtua asuhbagi anak yatim piatu.
c)
Melatih
keterampilan sesuai dengan keahlian masing-masing untuk mendapatkan pekerjaan
d)
Mnedapatkan
dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh tempat tinggal.
4)
Program
pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat sering digunakan sebagai koping untuk mengtasi masalah.
Kegiatan yang dilakukan:
a)
Pendidikan
kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress
b)
Latihan asertif
yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa menyakiti orang lain.
c)
Latihan afirmasi
dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada diri seseorang.
5)
Program
pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara penyelesaian
masalah oleh individu yang mengalami keputus asaan. Oleh karena itu perlu
dilakukan program :
a)
Memberikan
informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tanda-tanda bunuh
diri.
b)
Menyediakan
lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri.
c)
Melatih
keterampilan koping yang adaptif.
b. Pencegahan Sekunder
Fokus pelayanan keperawatan pada pencegahan
sekunder adalah deteksi dini dan penanganan dengan segera masalah psikososial
dan gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah menurunkan angka kejadian gangguan
jiwa. Target pelayanan adalah anggota masyarakat yang beresiko atau
memperlihatkan tanda-tanda masalah dan gangguan jiwa. Aktivitas pada pencegahan
sekunder adalah :
1)
Menemukan kasus
sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari berbagai sumber seperti
masyarakat, tim kesehatan lain dan penemuan langsung.
2)
Melakukan
penjaringan kasus dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a) Melakukan pengkajian 2menit untuk memperoleh
data fokus pada semua pasien yang berobat kepukesmas dengan keluhan fisik.
b) Jika ditemukan tanda-tanda yang berkaitan
dengan kecemasan dan depresi maka lanjutkan pengkajian dengan menggunakan
pengkajian keperawatan kesehatan jiwa.
c) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala
dini gangguan jiwa (di tempat– tempat umum)
d) Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus
baru yang ditemukan sesuai dengan standar pendelegasian program pengobatan
(bekerja sama dengan dokter) dan memonitor efek samping pemberian obat, gejala,
dan kepatuhan pasien minum obat.
e) Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam
pemberian obat lain yang dibutuhkan pasien untuk mengatasi gangguan fisik yang
dialami (jika ada gangguan fisik yang memerlukan pengobatan).
f) Melibatkan keluarga dalam pemberian obat,
mengajarkan keluarga agar melaporkan segera kepada perawat jika ditemukan
adanya tanda-tanda yang tidak biasa, dan menginformasikan jadwal tindak lanjut.
g) Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan
pasien ditempat yang aman, melakukan pengawasan ketat, menguatkan koping, dan
melakukan rujukan jika mengancam keselamatan jiwa.
h) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai
terapi keperawatan untuk membantu pemulihan pasien seperti terapi aktivitas kelompok
, terapi keluarga dan terapi lingkungan.
i)
Memfasilitasi
self-help group (kelompok pasien, kelompok keluarga, atau kelompok masyarakat
pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang mebahas masalah-masalah yang terkait
dengan kesehatan jiwa dan cara penyelesaiannya.
j)
Menyediakan
hotline service untuk intervensikrisis yaitu pelayanan dalam 24 pukul melalu
telepon berupa pelayan konseling.
k) Melakukan tindakkan lanjut (follow-up) dan
rujukan kasus.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan
yang berfokus pelayana keperawatan adalah : pada peningkatkan fungsi dan
sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. Tujuan
pelayanan adalah mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat gangguan jiwa.
Target pelayanan yaitu anggota masyarakat mengalami gangguan jiwa pada tahap
pemulihan. Aktifitas pada pencegahan tersier meliputi :
1) Program dukungan sosial dengan menggerakan
sumber-sumber dimasyarakat seperti : sumber pendidikan, dukungan masyrakat
(tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), dan pelayan terdekat yang terjangkau
masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a) Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan
sikap masyarakat terhadap penerima pasien gangguan jiwa.
b) Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan
pelayanan kesehatan dalam penanganan pasien yang melayani kekambuhan.
2) Program rehabilitas untuk memberdayakan pasien
dan keluarga hingga mandiri berfokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan
keluarga dengan cara :
a) Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar
mengungkapkan dan menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat
b) Mengembangkan sistem pendukung dengan
memberdayakan keluarga dan masyarakat.
c) Menyediakan pelatihan dan kemampuan dan
potensi yang perlu dikembangkan oleh pasien, keluarga dan masyarakat agar
pasien produktif kembali.
d) Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan
mengambil keputusan untuk dirinya.
3) Program sosialisasi
a) Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.
b) Mengembangkan keterampilan hidup (aktifitas
hidup sehari-hari [ADL],mengelola rumah tangga, mengembangkan hobi
c) Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan
santai, pergi ke tempat rekreasi.
d) Kegiatan sosial dan keagamaan (arisan bersama,
pengajian bersama, majelis taklim, kegiatan adat)
4) Program mencegah stigma. Stigma merupaka
anggapan yang keliru dalam masyarakat terhadap gangguan jiwa, oleh karena itu,
perlu diberikan program mencegah stigma untuk menghindari isolasi dan
deskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa. Beberapa kegiatan yang dilakukan,
yaitu :
a) Memberikan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat tentang kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, serta tentang sikap dan
tindakan menghargai pasien gangguan jiwa.
b) Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat,
atau orang yang berpengaruh dalam rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa dan
gangguan jiwa.
B. Konsep Keperawatan
1.
Intervensi
a. Pembentukan kelompok kerja kesehatan
jiwa di desa
b. Pembentukan kelompok pendukung
seperti kelompok pengajian,kelompok diskusi kesehatan jiwa.
c. Latihan kepemimpinan (mengadakan
training motivasi)
d. Edukasi (penyuluhan tentang
bagaimana cara memecahkan masalah)
e. Pembinaan keluarga sehat dan anggota
keluarga resiko gangguan jiwa membahas kasus terkait manajemen stress dan di
diskusikan.
f. Pembinaan kelompok dan masyarakat
melalui kunjungan Perawat Puskesmas/Komunitas
g. Kerjasama LP dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten berupa pengadaan kegiatan rutin Life
Skill Education dan LS berupa pelatihan kewirausaan
h. Terapi modalitas keperawatan berupa
pemberian teknik relaksasi nafas dalam.
i.
Terapi
komplementer berupa manajemen stress
j.
Pemberian
bimbingan keagamaan (spiritual)
2.
Implementasi
a. Membentuk kelompok kerja kesehatan
jiwa di desa
b. Membentuk kelompok pendukung seperti
kelompok pengajian, kelompok diskusi kesehatan jiwa.
c. Mengadakan latihan kepemimpinan (mengadakan
training motivasi)
d. Melakukan Edukasi (penyuluhan
tentang bagaimana cara memecahkan masalah)
e. Mengadakan pembinaan keluarga sehat
dan anggota keluarga resiko gangguan jiwa membahas kasus terkait manajemen
stress dan di diskusikan.
f. Melakukan Pembinaan kelompok dan
masyarakat melalui kunjungan Perawat Puskesmas/Komunitas
g. Melakukan kerjasama LP dengan Dinas
Kesehatan Kabupaten berupa pengadaan kegiatan rutin Life Skill Education dan LS berupa pelatihan kewirausaan
h. Melakukan terapi modalitas
keperawatan berupa pemberian teknik relaksasi nafas dalam.
i.
Memberikan terapi komplementer berupa manajemen stress
j.
Memberikan
bimbingan keagamaan (spiritual)
3. Evaluasi
a. Warga mengikuti kelompok kerja
kesehatan jiwa di desa
b. Warga mengikuti kelompok pengajian
c. Warga mengikuti training motivasi
d. Warga bisa menyebut bagaimana cara
memecahkan masalah
e. warga aktif diskusi terkait kasus
yang ada
f. warga terkontrol emosinya dengan
kelompok diskusi tersebut
g. Masyarakat lebih mampu menghadapi
kemungkinan masalah yang ada warga terbuka wawasan dan peluang usaha untuk
perbaikan ekonominya.
h. Warga merasa lebih tenang
i.
Warga
merasa lebih semangat
j.
Warga
bisa mengontrol emosinya
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Gangguan mental adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan
manifestasi-manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan
yang nyata dan kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis,
sosial, psikologis, genetik, fisis, atau kimiawi.
Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar
pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan
terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan
menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau.
Disini peran perawat kmunitas sebagai konselr sangat
dibutuhkan. Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan
mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan
interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang.
Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.
B.
Saran
Kita sebagai perawat hendaknya menggunakan bahasa yang santung terhadap
pasien gangguan jiwa karena Komunikasi
dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang
ilmu komunikasi yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Djamaludin. (2001). Psikologi
Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hawari, 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa
Skizofrenia. Jakarta : FKUI
Maramis, 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga
University press, Surabaya
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Salemba
Medika
Riyadi.
Sugeng (2007), Keperawatan Kesehatan
Masyarakat, retieved may 12nd.
R, Fallen. Catatan
Kuliah Keperawatan Komunitas. (2010). Yogyakarta: Nuha Medika
Sunaryo,
2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Stuart, 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 6. Jakarta : EGC
Yosep, 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.
|
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan
kepada Allah SWT, Pencipta danPemelihara alam semesta ini, atas karunianya kami
dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Komunitas pada Kelompok Gangguan Mental”. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan bagi nabi Muhammad SAW, keluarga dan para pengikutnya
yang setia hingga akhir zaman termasuk kita semua.
Disadari sepenuhnya masih banyak
kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari teknis penulisan sampai dengan pembahasan
materi untuk itubesar harapan kami akan saran dan masukan yang sifatnya
mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima
kasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberi arahan untuk membuat Makalah
ini dan tidak lupa untuk rekan rekan mahasiswa kami ucapkan terima kasih semoga
apa yang saya susun bermanfaat.
Watampone, 26
November 2015
Penyusun
|
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR
ISI ...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
.............................................................................................1
B. Rumusan
Masalah ........................................................................................2
C. Tujuan
Penulisan...........................................................................................2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Konsep
Medis……………………………………………………..………..3
1.
Pengertian..............................................................................................3
2.
Penyebab
……………………………………………………...………3
3.
Tanda
dan Gejala ………………………………………….………….5
4.
Klasifikasi
……………………………………………………….……6
5.
Penatalaksanaan………………………………………..……….……10
B.
Konsep
Keperawatan..................................................................................13
1.
Intervensi.............................................................................................13
2.
Implementasi.......................................................................................14
3.
Evaluasi...............................................................................................15
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
................................................................................................16
B. Saran
...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
|
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA
KELOMPOK GANGGUAN MENTAL

OLEH :
NAMA : S A B R I
BT : 13 01 029
III A
AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA
W A T A M P O N E
|
2015/2016
No comments:
Post a Comment