Makalah
DEMAM THYPOID

Disusun Oleh :
NAMA
: HASMIDAR
NIM : 12 14201 169
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKES) PRIMA BONE
|
2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan YME atas rahmat dan
hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada Penulis, sehinggga Penulis dapat
menyelesaikan Makalah ini.
Penyusunan makalah ini
bersumber pada informasi internet dan buku yang kami peroleh, dengan ini
diharapkan pembaca dapat lebih mengetahui tentang penyakit Demam Thypoid ini dapat memberikan manfaat
bagi para mahasiswa khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Akhirnya
dengan segala kerendahan hati, izinkanlah penulis untuk menyampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah berjasa memberikan motivasi dalam rangka
menyelesaikan makalah ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis
sehubungan dengan pelaksanaan penulisan makalah ini.
Demikian makalah
ini penulis susun, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangannya. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
masyarakat dan pembaca.Terima kasih.
Watampone, 02 Januari 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................. 2
C.
Tujuan Penulisan................................................................... 2
BAB II... PEMBAHASAN
A.
Pengertian ............................................................................ 3
B.
Etiologi................................................................................. 4
C.
Insidensi............................................................................... 6
D.
Patofisiologi......................................................................... 6
E.
Manifestasi Klinik................................................................ 7
F.
Pemeriksaan Diagnostik....................................................... 9
G.
Komplikasi........................................................................... 10
H.
Therapi.................................................................................. 10
I.
Pencegahan .......................................................................... 12
BAB III.. PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................... 14
B.
Saran..................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan masalah
global terutama di negara dengan higiene buruk. Etiologi utama di Indonesia
adalah Salmonella enterika subspesies enterika serovar Typhi (S.Typhi) dan
Salmonella enterika subspesies enterika serovar Paratyphi A (S. Paratyphi A).
CDC Indonesia melaporkan prevalensi demam tifoid mencapai 358-810/100.000
populasi pada tahun 2007 dengan 64% penyakit ditemukan pada usia 3-19 tahun,
dan angka mortalitas bervariasiantara 3,1 – 10,4 % pada pasien rawat inap.
Dua dekade belakangan ini, dunia
digemparkan dengan adanya laporan Multi Drug Resistant (MDR)
strains S.Typhi. strain ini resisten dengan kloramfenikol,
trimetropim-sulfametoksazol, dan ampicillin. Selain itu strain ressisten asam
nalidixat juga menunjakan penurunan pengaruh ciprofloksasin yang menjadi
endemik di India. United State, United Kingdom dan juga beberapa negara
berkembang pada tahun 1997 menunjukan kedaruratan masalah globat akibat MDR.
Data World Health Organization (WHO) tahun
2012, angka kematian anak yaitu 48 per
1.000 kelahiran hidup. WHO memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam
tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun (http://www.who.int).
Kejadian demam tifoid meningkat
terutama pada musim hujan.Usia penderita di Indonesia (daerah endemis) antara
3-19 tahun (prevalensi 91% kasus). Dari presentase tersebut, jelas bahwa
anak-anak sangat rentan untuk mengalami demam tifoid. Demam tifoid sebenarnya
dapat menyerang semua golongan umur, tetapi biasanya menyerang anak usia lebih
dari 5 tahun. Itulah sebabnya demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang
memerlukan perhatian khusus. Penularan penyakit ini biasanya dihubungkan dengan
faktor kebiasaan makan, kebiasaan jajan, kebersihan lingkungan, keadaan fisik
anak, daya tahan tubuh dan derajat kekebalan anak.
Perlu penanganan yang tepat dan
komprehensif agar dapat memberikan pelayanan yang tepat terhadap pasien. Tidak
hanya dengan pemberian antibiotika, namun perlu juga asuhan keperawatan yang
baik dan benar serta pengaturan diet yang tepat agar dapat mempercepat proses
penyembuhan pasien dengan demam tifoid.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Demam Typhoid?
2.
Apa saja penyebab Demam Typhoid?
3.
Bagaimana insidensi Demam Typhoid?
4.
Bagaimana Patofisiologi Demam Typhoid?
5.
Bagaimana manifestasi
klinis dari Demam Typhoid?
6.
Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Demam Typhoid?
7.
Komplikasi apa saja
yang terjadi pada penderita Demam Typhoid?
8.
Bagaimana penanganan
atau pencegahan Demam Typhoid?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui Demam Typhoid.
2.
Untuk mengetahui penyebab
Demam Typhoid.
3.
Untuk mengetahui
insidensi Demam Typhoid.
4.
Untuk mengetahui Patofisiologi Demam Typhoid.
5.
Untuk mengetahui
manifestasi klinis dari Demam Typhoid.
6.
Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Demam Typhoid.
7.
Untuk mengetahui Komplikasi
yang terjadi pada penderita Demam Typhoid.
8.
Untuk mengetahui penanganan
atau pencegahan Demam Typhoid.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
1.
Demam Typhoid (enteric
fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan
dan gangguan kesadaran. (Nursalam, 2005 ; 152 dan Suriadi, 2006 ; 254)
2.
Thypus Abdomalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus
yang disebabkan oleh salmonella typhosa. (Nugroho,
2011 ; 187)
3.
Demam Typhoid atau Typhoid Fever atau Typhus Abdomalis
adalah penyakit yang disebabkan oleh Salmonella
Typhii. (Tapan, 2004 ; 131).
4.
Tifus Abdomalis (Demam Typhoid)
adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang diawali diselaput lendir usus dan
jika tidak diobati, secara progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh.
(Tambayong, 2000;143)
5.
Demam Typhoid atau tifus abdomalis merupakan penyakit
infeksi perut yang masih banyak ditemukan pada anak dan orang dewasa. Penyakit
ini mulai sering ditemukan pada anak setelah usia dua tahun. (Suririnah, 2010 ;
307).
6.
Demam Typhoid/tifus abdomalis merupakan penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7
hari, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (Febry, 2010 ;
109).
7.
Demam tifoid
termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 1962
tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan
penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah (Sudoyo A.W., 2010)
Berdasarkan
pengertian diatas penulis menyimpulkan Demam
Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang terjadi pada saluran percernaan
dengan gejala demam lebih dari satu minggu yang disebabkan oleh kuman Salmonella
Thyposa dan dapat masuk melalui makanan, minuman yang sudah terkontaminasi
oleh feses dan urine dan mengalami gangguan kesadaran.
B.
Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah
salmonella typhosa yang mempunyai ciri- ciri sebagai berikut :
1.
Basil gram negatif yang begerak dengan bulu getar
dan tidak berspora.
2.
Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu,
antigen O (somatiik yang terdiri zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella), dan antigen VI dalam serum
pasien terdapat zat anti (aglutinin)
terhadap ketiga macam antigen tersebut. (Nursalam, 2005 ; 152-153).
Pola penyebaran penyakit ini adalah melalui
saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar).
Salmonella typhi , Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan
Salmonella paratyphi C masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau
minuman yang tercemar. Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan alami
Salmonella typhi, melalui kontak langsung maupun tidak langsung penderita demam
tifoid atau karier. Karier adalah orang yang telah sembuh dari demam tifoid dan
masih menginfeksi bakteri Salmonella typhi dalam tinja atau urin selama lebih
dari satu tahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier
intestinal (intestinal type), kekambuhan yang ringan pada karier demam tifoid.
Pada karier jenis intestinal, sukar diketahui karena gejala dan keluhannya yang
tidak jelas.
Saat kuman masuk ke saluran pencernaan
manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus
halus. Dari usus halus kuman beraksi sehingga bisa menginfeksi usus halus.
Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke
pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan
lain-lain). Sehingga feses dan urin penderita bisa mengandung kuman Salmonella
typhi, Salmonella paratyphi A,salmonella paratyphi B dan Salmonella paratyphi C
yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau minuman yang tercemari.
Pada penderita yang tergolong carrier kuman Salmonella bisa ada terus menerus
di feses dan urin sampai bertahun-tahun.
Manusia adalah sebagai reservoir bagi
kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan Salmonella thypi sebagian besar
melalui makanan / minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita
atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau urine. Dapat juga
terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam
bakterimia kepada bayinya. Kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena
penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan
kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak
mencuci tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih
besar dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7)
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri
Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak
105 – 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa
inkubasi penyakit demam tifoid.
Demam tifoid merupakan penyakit
infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan
kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang
rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah
urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri
pengolahan makanan yang masih rendah. Dalam suatu penelitian menyatakan bahwa
higiene perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid
20,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik
(OR=20,8) dan kualitas air minum yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali
lebih besar terkena penyakit demam tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air
minumnya tidak tercemar berat coliform.
C.
Insidensi
Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemik, lebih
bersifat sporadic, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang terjadi lebih
dari kasus pada orang-orang serumah. Di Indonesia demam typhoid dapat ditemukan
sepanjang tahun dan insiden tertinggi pada daerah endemic terjadi pada
anak-anak. Terdapat dua sumber penularan S.typhi, yaitu pasien dengan demam
tifoid dan yang lebih sering, karier. Di daerah endemic, transmisi terjadi
melalui air yang tercemar S. typhi, sedangkan makanan yang tercemar oleh karier
merupakan sumber penularan tersering di daerah nonendemik. (Mansjoer, 2000;
422).
D.
Patofisiologi
Kuman masuk melalui mulut.
Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian
lagi masuk usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili
usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakteremia primer) dan
mencapai sel retikuloendotelial, hati, limpa dan organ-organ lainnya. Proses
ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikuloendotelial
melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakteremia untuk
kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh
terutama limpa, usus dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit, terjadi
hyperplasia plaks peyer. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu
ke dua terjadi nekrosis dan pada minggu ke tiga terjadi ulserasi plaks peyer.
Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik.
Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain hepar,
kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh
endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan
pada usus halus (Suriadi, 2006 ; 254).
E.
Manifestasi Klinik
Menurut Suriadi (2006 ; 255-256), Manifestasi klinis tifus
abdomalis adalah sebagai berikut :
1.
Nyeri kepala, lemah dan lesu.
2.
Demam tidak terlalu tinggi berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama
peningkatan suhu tubuh berpluktuasi biasanya suhu meningkat pada malam hari dan
turun pada pagi hari. Minggu kedua suhu tubuh terus meningkat. Minggu ketiga
suhu mulai turun dan dapat kembali normal.
3.
Gangguan pada saluran cerna ; holitosis, bibir kering dan pecah, lidah
kotor (coated tongue),
meteorismus, mual, tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali
disertai dengan nyeri perabaan.
4.
Penurunan kesadaran ; apatis atau somnolen.
5.
Bintik kemerahan pada
kulit (roseola) akibat emboli
bakteri pada kapiler kulit.
6.
Epistaksis
Menurut Mansjoer (432; 2000) masa tunas 7-14 (rata-rata 3-30) hari. Selama
masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal berupa rasa tidak enak badan.
Pada kasus khas terdapat demam retimen pada minggu pertama, biasanya menurun
pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,
pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun secara berangsur-angsur
pada minggu ketiga. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung
dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor. Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan. Biasanya
terdapat konstipasi, tetapi mungkin normal bahkan dapat diare.
Sedangkan gambaran klinik
demam tifoid pada anak menurut Ngastiyah (237; 2005).biasanya lebih ringan
daripada orang dewasa. Masa tunas : 10 – 20 hari, yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30
hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan
kurang. Menyusul gambaran klinik yang biasa ditemukan ialah :
1.
Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris
remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga
suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2.
Gangguan
pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue),
ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai
nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare
atau normal.
3.
Gangguan
kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam,
yaitu apatis sampai somnolen. Di samping itu gejala tersebut mungkin terdapat
gejala lain yaitu pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola,
yaitu bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat
ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang ditemukan bradikardia dan epistaksis
pada anak besar.
F.
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut
Muttaqin (2011;492), pengkajian diagnostik yang diperlukan adalah pemeriksaan
laboratorium dan radiografi meliputi hal-hal berikut ini:
1.
Pemeriksaan darah
Untuk mengidentifikasi adanya anemia karena
asupan makanan yang terbatas malabsobsi, hambatan pembentukan darah dalam
sumsum dan penghancuran seldarah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan
jumlah leukosit antara 3000-4000 mm3 ditemukan pada fase demam. Hal
ini diakibatkan oleh penghancuran leukosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu
hilangnya eosinofil dari tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu
pada minggu pertama.
2.
Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan (< 2
gr/liter) juga didapatkan peningkatan leukosit dalam urine.
3.
Pemeriksaan feses
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai
akan bahaya peredaran darah usus dan perforasi.
4.
Pemeriksaan bakteriologis
Untuk identifikasi adanya kuman Salmonella
pada biakan darah tinja, urine, cairan empedu, atau sumsum tulang.
5.
Pemeriksaan serologis
Untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara
antigen dan antibodi (aglutinin). Respons antibodi yang dihasilakan tubuh
akibat infeksi kuman Salmonella adalah antibodi O dan H. Apabila titer antibodi
yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1/2 minggu kemudian menunjukkan diagnosis
positif dari infeksi salmonella typhi .
6.
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada
kelainan atau komplikasi akibat Demam
Typhoid.
G.
Komplikasi
Kompliksi yang sering adalah pada
usus halus, namun hal tersebut jarang terjadi. Apabila komplikasi ini dialami
oleh seorang anak, maka dapat berakibat fatal. Golongan pada usus halus ini
dapat berupa:
1.
Perdarahan usus, apabila sedikit, maka perdarahan tersebut hanya ditemukan
jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak maka
dapat terjadi melena, yang bisa disertai nyeri perut dengan tanda-tanda
renjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelahnya dan
terjadi pada bagian distal ileum.
2.
Perforasi yang tidak
disertai peritonitis hanya
dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum,
yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada
foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3.
Peritonitis, biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu neyeri perut yang hebat,
dinding abdomen tegak (defense musculain) dan nyeri tekan.
4.
Komplikasi di luar usus, terjadi karena
lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia), yaitu meningitis,
kolesistisis, ensefelopati, dan lain-lain, komplikasi di luar usus ini terjadi
karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia. (Nursalam, 2005; 153)
H.
Therapi
1.
Isolasi, desinfeksi pakaian dan ekskreta
2.
Istirahat selama demam hingga dua minggu
3.
Diit tinggi kalori,tinggi protein,tidak mengandung banyak serat
4.
Pemberian antibiotik kloramfenikol dengan dosis tinggi (Suriadi, 2006 ;256).
Tujuan dari perawatan dan
pengobatan terhadap penderita penyakit tifoid atau types adalah untuk
menghentikan invasi kuman, mencegah terjadinya komplikasi, memperpendek
perjalanan penyakit, serta mencegah agar tak kambuh lagi. Pengobatan yang
dilakukan untuk penyakit tyfus ini dengan jalan mengisolasi penderita dan
melakukan desinfeksi pakaian, faeces dan urine untuk mencegah penularan. Selama tiga hari
pasien harus berbaring di tempat tidur hingga panas turun, kemudian baru boleh
duduk, berdiri dan berjalan.
Selain dengan obat-obatan juga
ada cara tradisional untuk menyembuhkan penyakit typus yaitu dengan
menggunakan tanaman obat yang bisa kita jumpai di lingkungan kita.
1.
Penyembuhan penyakit typus
dengan sambiloto (andrographis
paniculata)
Fungsi dari tanaman
ini adalah untuk menurunkan panas atau demam, fungsi lain untuk antiracun dan antibengkak.
Cukup efektif untuk meningkatkan kekebalan tubuh, serta mengatasi infeksi dan
merangsang phagocytosis. Bagian dari tanaman ini dapat diolah menjadi obat
berbentuk kapsul. Untuk penggunaannya : 1 jam sebelum makan 3 x 1 kapsul (pagi,
siang, sore).
2.
Penyembuhan penyakit
typus dengan bidara upas (merremia
mammosa)
Tanaman ini digunakan
untuk mengurangi rasa sakit (analgesic), menetralkan racun dan sebagai anti
radang. Olah bagian dari tanaman ini dalam bentuk kapsul. Pemakainnya sendiri :
3 x 1 kapsul/hari.
3.
Menyembuhkan penyakit
Typus dengan Rumput Mutiara
Tanaman ini sangat
berguna untuk menghilangkan rasa panas dan anti radang, selain itu juga sangat
bermanfaat untuk mengaktifkan peredaran darah. Olah juga bagian tanaman ini
menjadi kapsul. Cara pemakaiannya: 3 x 1 kapsul/hari.
4.
Menyembuhkan penyakit
Typus dengan Temulawak
Sifat dari tanaman
ini adalah bakteriostatik dan bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh
serta antiflasma atau pembengkakan. Olah bagian tanaman ini dalam bentuk
kapsul. Cara pemakaiannya: 3 x 1 kapsul/hari.
I.
Pencegahan
Pencegahan
dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
1.
Pencegahan Primer
Pencegahan
primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat
atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan
dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi
yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
a.
Vaksin oral Vivotif
Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1
minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindiksi pada wanita hamil, ibu
menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik. Lama proteksi 5 tahun.
b.
Vaksin parenteral sel
utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in
activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk
dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang
diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri
kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi
demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
c.
Vaksin polisakarida
Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara intramuscular dan
booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui,
sedang demam dan anak umur 2 tahun. Indikasi vaksinasi adalah bila hendak
mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid
dan
petugas
laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
2.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan
sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan
mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam tifoid
perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis
penyakit demam tifoid, yaitu :
-
Diagnosis klinik.
-
Diagnosis
mikrobiologik/pembiakan kuman.
-
Diagnosis serologik.
Pencegahan sekunder dapat berupa :
a.
Penemuan penderita
maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha surveilans demam tifoid.
b.
Perawatan umum dan
nutrisi yang cukup.
c.
Pemberian anti
mikroba (antibiotik) Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa
telah dibuat. pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat
menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu
obat yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin.
3.
Pencegahan Tersier
Pencegahan
tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat
komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid
sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap
terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita
demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca
penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Demam tifoid adalah
suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella tipe A, B dan
C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
2.
Demam typhoid timbul
akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yangmemasuki tubuh
penderita melalui saluran pencernaan.
3.
Masa inkubasi demam
tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60
hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa
inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis.
4.
Secara garis besar,
gejala Tifoid adalah Demam lebih dari seminggu, Lidah kotor,
Mual Berat sampai muntah, Diare atau Mencret, Lemas, pusing, dan sakit perut,
Pingsan, Tak sadarkan diri.
5.
Manifestasi
klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi yang
sesuai dengan patogenesis demam tifoid.
6.
Pencegahan dilakukan
secara primer, sekunder dan tersier.
B. Saran
1.
Sebaiknya selalu
menjaga kebersihan lingkungan, makanan yang dikonsumsi harus higiene dan
perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.
2.
Sebaiknya kita harus
membiasakan diri untuk hidup sehat, biasakan untuk mencuci tangan sebelum
makan. Agar kuman salmonella tidak ikut tertelan masuk ke dalam sistem
pencernaan kita bersama makanan yang telah terkontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi, 2008. Konsep
Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC.
Febry, 2010. Smart Parents Pandai Mengatur
Menu dan Tanggap Saat Anak Sakit. Jakarta : Gagas Media.
Mansjoer, 2000. Kapita Selekta
Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius
Muttaqin, 2011. Gangguan Gastrointestinal :
Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Nugroho, 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas,
Anak, Bedah, dan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.
Nursalam, 2005. lmu
Kesehatan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Price,
Sylvia A, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Sudoyo AW,2010. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi
V. Jakarta: Interna Publishing.
Supartini, 2004. Buku
Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta. EGC
Suriadi, 2006. Asuhan
Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.
Suririnah, 2010. Buku Pintar Mengasuh Batita. Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama
Tambayong, 2000. Patofisiologi
Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Tapan, 2004. Dokter Internet Flu, HFMD, Diare
Pada Pelancong, Malaria, Demam Berdarah, dan Tifus. Jakarta : Pustaka
Populer Obor
WHO, 2013. Child Mortality Report 2013,
http://www.who.int (Online) Diakses 17 Juni 2014
No comments:
Post a Comment