Thursday, 25 May 2017

Makalah DEMAM THYPOID

Makalah
DEMAM THYPOID





Disusun Oleh :

NAMA : HASMIDAR
NIM : 12 14201 169






SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKES) PRIMA BONE

 
2017


 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME atas  rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada Penulis, sehinggga Penulis dapat menyelesaikan Makalah ini.
Penyusunan makalah ini bersumber pada informasi internet dan buku yang kami peroleh, dengan ini diharapkan pembaca dapat lebih mengetahui tentang penyakit Demam Thypoid ini dapat memberikan manfaat bagi para mahasiswa khususnya dan para pembaca pada umumnya.
            Akhirnya dengan segala kerendahan hati, izinkanlah penulis untuk menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berjasa memberikan motivasi dalam rangka menyelesaikan makalah ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehubungan dengan pelaksanaan penulisan makalah ini.
Demikian makalah ini penulis susun, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi masyarakat dan pembaca.Terima kasih.




Watampone, 02  Januari 2017

          Penyusun



DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................               i
DAFTAR ISI .............................................................................................               ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.....................................................................               1
B.       Rumusan Masalah.................................................................               2
C.       Tujuan Penulisan...................................................................               2
BAB II... PEMBAHASAN
A.       Pengertian ............................................................................               3
B.       Etiologi.................................................................................               4
C.       Insidensi...............................................................................               6
D.       Patofisiologi.........................................................................               6
E.        Manifestasi Klinik................................................................               7
F.        Pemeriksaan Diagnostik.......................................................               9
G.       Komplikasi...........................................................................               10
H.       Therapi..................................................................................               10
I.          Pencegahan ..........................................................................               12
BAB III.. PENUTUP
A.       Kesimpulan...........................................................................               14
B.       Saran.....................................................................................               14
DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Demam tifoid merupakan masalah global terutama di negara dengan higiene buruk. Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella enterika subspesies enterika serovar Typhi (S.Typhi) dan Salmonella enterika subspesies enterika serovar Paratyphi A (S. Paratyphi A). CDC Indonesia melaporkan prevalensi demam tifoid mencapai 358-810/100.000 populasi pada tahun 2007 dengan 64% penyakit ditemukan pada usia 3-19 tahun, dan angka mortalitas bervariasiantara 3,1 – 10,4 % pada pasien rawat inap.
Dua dekade belakangan ini, dunia digemparkan dengan adanya laporan Multi Drug Resistant (MDR) strains S.Typhi. strain ini resisten dengan kloramfenikol, trimetropim-sulfametoksazol, dan ampicillin. Selain itu strain ressisten asam nalidixat juga menunjakan penurunan pengaruh ciprofloksasin yang menjadi endemik di India. United State, United Kingdom dan juga beberapa negara berkembang pada tahun 1997 menunjukan kedaruratan masalah globat akibat MDR.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2012, angka kematian anak  yaitu 48 per 1.000 kelahiran hidup. WHO memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun (http://www.who.int).
Kejadian demam tifoid meningkat terutama pada musim hujan.Usia penderita di Indonesia (daerah endemis) antara 3-19 tahun (prevalensi 91% kasus). Dari presentase tersebut, jelas bahwa anak-anak sangat rentan untuk mengalami demam tifoid. Demam tifoid sebenarnya dapat menyerang semua golongan umur, tetapi biasanya menyerang anak usia lebih dari 5 tahun. Itulah sebabnya demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian khusus. Penularan penyakit ini biasanya dihubungkan dengan faktor kebiasaan makan, kebiasaan jajan, kebersihan lingkungan, keadaan fisik anak, daya tahan tubuh dan derajat kekebalan anak.
Perlu penanganan yang tepat dan komprehensif agar dapat memberikan pelayanan yang tepat terhadap pasien. Tidak hanya dengan pemberian antibiotika, namun perlu juga asuhan keperawatan yang baik dan benar serta pengaturan diet yang tepat agar dapat mempercepat proses penyembuhan pasien dengan demam tifoid.

B.       Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian Demam Typhoid?
2.         Apa saja penyebab Demam Typhoid?
3.         Bagaimana insidensi Demam Typhoid?
4.         Bagaimana Patofisiologi Demam Typhoid?
5.         Bagaimana manifestasi klinis dari Demam Typhoid?
6.         Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Demam Typhoid?
7.         Komplikasi apa saja yang terjadi pada penderita Demam Typhoid?
8.         Bagaimana penanganan atau pencegahan Demam Typhoid?

C.      Tujuan Penulisan
1.         Untuk mengetahui Demam Typhoid.
2.         Untuk mengetahui penyebab Demam Typhoid.
3.         Untuk mengetahui insidensi Demam Typhoid.
4.         Untuk mengetahui Patofisiologi Demam Typhoid.
5.         Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Demam Typhoid.
6.         Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Demam Typhoid.
7.         Untuk mengetahui Komplikasi yang terjadi pada penderita Demam Typhoid.
8.         Untuk mengetahui penanganan atau pencegahan Demam Typhoid.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian
1.         Demam Typhoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. (Nursalam, 2005 ; 152 dan Suriadi, 2006 ; 254)
2.         Thypus Abdomalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh salmonella typhosa. (Nugroho, 2011 ; 187)
3.         Demam Typhoid atau Typhoid Fever atau Typhus Abdomalis adalah penyakit yang disebabkan oleh Salmonella Typhii. (Tapan, 2004 ; 131).
4.         Tifus Abdomalis (Demam Typhoid) adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang diawali diselaput lendir usus dan jika tidak diobati, secara progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh. (Tambayong, 2000;143)
5.         Demam Typhoid atau tifus abdomalis merupakan penyakit infeksi perut yang masih banyak ditemukan pada anak dan orang dewasa. Penyakit ini mulai sering ditemukan pada anak setelah usia dua tahun. (Suririnah, 2010 ; 307).
6.         Demam Typhoid/tifus abdomalis merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (Febry, 2010 ; 109).
7.         Demam tifoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah (Sudoyo A.W., 2010)
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang terjadi pada saluran percernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu yang disebabkan oleh kuman Salmonella Thyposa dan dapat masuk melalui makanan, minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dan mengalami gangguan kesadaran.

B.       Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah salmonella typhosa yang mempunyai ciri- ciri sebagai berikut :
1.         Basil gram negatif yang begerak dengan bulu getar dan tidak berspora.
2.         Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu, antigen O (somatiik yang terdiri zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella), dan antigen VI dalam serum pasien terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. (Nursalam, 2005 ; 152-153).
Pola penyebaran penyakit ini adalah melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar). Salmonella typhi , Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar. Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan alami Salmonella typhi, melalui kontak langsung maupun tidak langsung penderita demam tifoid atau karier. Karier adalah orang yang telah sembuh dari demam tifoid dan masih menginfeksi bakteri Salmonella typhi dalam tinja atau urin selama lebih dari satu tahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type), kekambuhan yang ringan pada karier demam tifoid. Pada karier jenis intestinal, sukar diketahui karena gejala dan keluhannya yang tidak jelas.
Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus kuman beraksi sehingga bisa menginfeksi usus halus. Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain). Sehingga feses dan urin penderita bisa mengandung kuman Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A,salmonella paratyphi B dan Salmonella paratyphi C yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau minuman yang tercemari. Pada penderita yang tergolong carrier kuman Salmonella bisa ada terus menerus di feses dan urin sampai bertahun-tahun.
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit tifoid, yaitu (Price, Sylvia A, 2006):
1.         Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan / minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya. Kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7)
2.         Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.
3.         Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Dalam suatu penelitian menyatakan bahwa higiene perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik (OR=20,8) dan kualitas air minum yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit demam tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat coliform.

C.      Insidensi
Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemik, lebih bersifat sporadic, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari kasus pada orang-orang serumah. Di Indonesia demam typhoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insiden tertinggi pada daerah endemic terjadi pada anak-anak. Terdapat dua sumber penularan S.typhi, yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering, karier. Di daerah endemic, transmisi terjadi melalui air yang tercemar S. typhi, sedangkan makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan tersering di daerah nonendemik. (Mansjoer, 2000; 422).

D.      Patofisiologi
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakteremia primer) dan mencapai sel retikuloendotelial, hati, limpa dan organ-organ lainnya. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikuloendotelial melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakteremia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama limpa, usus dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks peyer. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu ke dua terjadi nekrosis dan pada minggu ke tiga terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus    (Suriadi, 2006 ; 254).

E.       Manifestasi Klinik
Menurut Suriadi (2006 ; 255-256), Manifestasi klinis tifus abdomalis adalah sebagai berikut :
1.         Nyeri kepala, lemah dan lesu.
2.         Demam tidak terlalu tinggi berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama peningkatan suhu tubuh berpluktuasi biasanya suhu meningkat pada malam hari dan turun pada pagi hari. Minggu kedua suhu tubuh terus meningkat. Minggu ketiga suhu mulai turun dan dapat kembali normal.
3.         Gangguan pada saluran cerna ; holitosis, bibir kering dan pecah, lidah kotor    (coated tongue), meteorismus, mual, tidak nafsu makan, hepatomegali,  splenomegali disertai dengan nyeri perabaan.
4.         Penurunan kesadaran ; apatis atau somnolen.
5.         Bintik   kemerahan   pada   kulit   (roseola)  akibat  emboli  bakteri pada kapiler kulit.
6.         Epistaksis
Menurut Mansjoer (432; 2000) masa tunas 7-14 (rata-rata 3-30) hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal berupa rasa tidak enak badan. Pada kasus khas terdapat demam retimen pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor. Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat konstipasi, tetapi mungkin normal bahkan dapat diare.
Sedangkan gambaran klinik demam tifoid pada anak menurut Ngastiyah (237; 2005).biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas : 10 – 20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang. Menyusul gambaran klinik yang biasa ditemukan ialah :
1.         Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi  pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2.         Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
3.         Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Di samping itu gejala tersebut mungkin terdapat gejala lain yaitu pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang ditemukan bradikardia dan epistaksis pada anak besar.

F.       Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muttaqin (2011;492), pengkajian diagnostik yang diperlukan adalah pemeriksaan laboratorium dan radiografi meliputi hal-hal berikut ini:
1.         Pemeriksaan darah
Untuk mengidentifikasi adanya anemia karena asupan makanan yang terbatas malabsobsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran seldarah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah leukosit antara 3000-4000 mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran leukosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama.
2.         Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan leukosit dalam urine.
3.         Pemeriksaan feses
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya peredaran darah usus dan perforasi.
4.         Pemeriksaan bakteriologis
Untuk identifikasi adanya kuman Salmonella pada biakan darah tinja, urine, cairan empedu, atau sumsum tulang.
5.         Pemeriksaan serologis
Untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Respons antibodi yang dihasilakan tubuh akibat infeksi kuman Salmonella adalah antibodi O dan H. Apabila titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1/2 minggu kemudian menunjukkan diagnosis positif dari infeksi salmonella typhi .
6.         Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat Demam Typhoid.

G.      Komplikasi
Kompliksi yang sering adalah pada usus halus, namun hal tersebut jarang terjadi. Apabila komplikasi ini dialami oleh seorang anak, maka dapat berakibat fatal. Golongan pada usus halus ini dapat berupa:
1.         Perdarahan usus, apabila sedikit, maka perdarahan tersebut hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak maka dapat terjadi melena, yang bisa disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum.
2.         Perforasi  yang  tidak  disertai  peritonitis  hanya  dapat  ditemukan  bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3.         Peritonitis, biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu neyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegak (defense musculain) dan nyeri tekan.
4.         Komplikasi  di luar  usus, terjadi   karena  lokalisasi  peradangan  akibat sepsis (bakteremia), yaitu meningitis, kolesistisis, ensefelopati, dan lain-lain, komplikasi di luar usus ini terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia. (Nursalam, 2005; 153)

H.      Therapi
1.         Isolasi, desinfeksi pakaian dan ekskreta
2.         Istirahat selama demam hingga dua minggu
3.         Diit tinggi kalori,tinggi protein,tidak mengandung banyak serat
4.         Pemberian antibiotik kloramfenikol dengan dosis tinggi (Suriadi, 2006 ;256).
Tujuan dari perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit tifoid atau types adalah untuk menghentikan invasi kuman, mencegah terjadinya komplikasi, memperpendek perjalanan penyakit, serta mencegah agar tak kambuh lagi. Pengobatan yang dilakukan untuk penyakit tyfus ini dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, faeces dan urine untuk mencegah penularan. Selama tiga hari pasien harus berbaring di tempat tidur hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan.
Selain dengan obat-obatan juga ada cara tradisional untuk menyembuhkan penyakit typus yaitu dengan menggunakan tanaman obat yang bisa kita jumpai di lingkungan kita.
1.         Penyembuhan penyakit typus dengan sambiloto (andrographis paniculata)
Fungsi dari tanaman ini adalah untuk menurunkan panas atau demam, fungsi lain untuk antiracun dan antibengkak. Cukup efektif untuk meningkatkan kekebalan tubuh, serta mengatasi infeksi dan merangsang phagocytosis. Bagian dari tanaman ini dapat diolah menjadi obat berbentuk kapsul. Untuk penggunaannya : 1 jam sebelum makan 3 x 1 kapsul (pagi, siang, sore).
2.         Penyembuhan penyakit typus dengan bidara upas (merremia mammosa)
Tanaman ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit (analgesic), menetralkan racun dan sebagai anti radang. Olah bagian dari tanaman ini dalam bentuk kapsul. Pemakainnya sendiri : 3 x 1 kapsul/hari.
3.         Menyembuhkan penyakit Typus dengan Rumput Mutiara
Tanaman ini sangat berguna untuk menghilangkan rasa panas dan anti radang, selain itu juga sangat bermanfaat untuk mengaktifkan peredaran darah. Olah juga bagian tanaman ini menjadi kapsul. Cara pemakaiannya: 3 x 1 kapsul/hari.
4.         Menyembuhkan penyakit Typus dengan Temulawak
Sifat dari tanaman ini adalah bakteriostatik dan bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh serta antiflasma atau pembengkakan. Olah bagian tanaman ini dalam bentuk kapsul. Cara pemakaiannya: 3 x 1 kapsul/hari.

I.          Pencegahan
Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
1.         Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
a.         Vaksin oral Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindiksi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik. Lama proteksi 5 tahun.
b.        Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
c.         Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun. Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan
petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
2.         Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :
-            Diagnosis klinik.
-            Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.
-            Diagnosis serologik.
Pencegahan sekunder dapat berupa :
a.         Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha surveilans demam tifoid.
b.        Perawatan umum dan nutrisi yang cukup.
c.         Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat. pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin.
3.         Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
1.         Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella tipe A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2.         Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yangmemasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan.
3.         Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis.
4.         Secara garis besar, gejala Tifoid adalah Demam  lebih dari seminggu, Lidah kotor, Mual Berat sampai muntah, Diare atau Mencret, Lemas, pusing, dan sakit perut, Pingsan, Tak sadarkan diri.
5.         Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid.
6.         Pencegahan dilakukan secara primer, sekunder dan tersier.

B.       Saran
1.         Sebaiknya selalu menjaga kebersihan lingkungan, makanan yang dikonsumsi harus higiene dan perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.
2.         Sebaiknya kita harus membiasakan diri untuk hidup sehat, biasakan untuk mencuci tangan sebelum makan. Agar kuman salmonella tidak ikut tertelan masuk ke dalam sistem pencernaan kita bersama makanan yang telah terkontaminasi.


DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC.

Febry, 2010. Smart Parents Pandai Mengatur Menu dan Tanggap Saat Anak Sakit. Jakarta : Gagas Media.

Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius

Muttaqin, 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Nugroho, 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.

Nursalam, 2005. lmu Kesehatan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Price, Sylvia A, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Sudoyo AW,2010. Buku Ajar Ilmu  Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Supartini, 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta. EGC

Suriadi, 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.

Suririnah, 2010. Buku Pintar Mengasuh Batita. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Tambayong, 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Tapan, 2004. Dokter Internet Flu, HFMD, Diare Pada Pelancong, Malaria, Demam Berdarah, dan Tifus. Jakarta : Pustaka Populer Obor

WHO, 2013. Child Mortality Report 2013, http://www.who.int (Online) Diakses 17 Juni 2014 



No comments:

Post a Comment

MAKALAHKU

MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN

Tugas Individu MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN Oleh ASRIANI 213095 2006 SEKOLAH TINGGI ILMU P...