Thursday, 25 May 2017

MAKALAH D E M E N S I A

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak,  bersifat kronis atau progresif di mana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,termasuk  memori,  berpikir,  orientasi,  pemahaman,  perhitungan,  belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular, dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006).
Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang menderita demensia di wilayah Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat lebih daridua kali lipat dan peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan dengan yangterjadi di negara-negara barat. Sementara di dunia, pada tahun 2040 jumlahpenderita demensia diperkirakan menjadi sekitar 80 juta orang. (Demensia dikawasan asia pasifik, 2006).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi,  tetapi  bisa  juga  bermula  sebagai  depresi,  ketakutan,  kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-katayang  tepat.  Ketidakmampuan  mengartikan  tanda-tanda  bisa  menimbulkankesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapatmenjalankan fungsi sosialnya.
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut.Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 501tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapasaja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan gaya hidup sehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003)

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, adapun permasalahan yang hendak kelompok kemukakan dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1.      Apakah yang dimaksud demensia?
2.      Bagaimana insidensi dimensia?
3.      Apa sajakah penyebab / etiologi demensia?
4.      Bagaimanakah klasifikasi demensia?
5.      Bagaimana patofisiologi  dan gejala klinis demensia?
6.      Bagaimanakah pemeriksaan penunjang demensia?
7.      Bagaimanakah terapi dan pencegahan demensia?
8.      Bagaimanakah prognosis prognosis demensia?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Apakah yang dimaksud demensia?
2.      Bagaimana insidensi dimensia?
3.      Apa sajakah penyebab / etiologi demensia?
4.      Bagaimanakah klasifikasi demensia?
5.      Bagaimana patofisiologi  dan gejala klinis demensia?
6.      Bagaimanakah pemeriksaan penunjang demensia?
7.      Bagaimanakah terapi dan pencegahan demensia?
8.      Bagaimanakah prognosis prognosis demensia?






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi
1.      Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi aktivitas social dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). (Mickey Stanley, 2006)
2.      Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama kali kehilangan kemampuannya untuk mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi degenerasi. Jika degenerasi ini mulai berlangsung, dewasa ini tidak ada tindakan yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali sel-sel atau menggantikannya.(Kushariyadi, 2010)
3.      Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009)
4.      Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
5.      Menurut Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
6.      Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari hari (Nugroho, 2008).
Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Penyakit yang  dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan khusus untuk demensia, namun perawatan untuk menangani gejala boleh dilakukan.

B.     Insidensi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang.
Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur diatas 60 tahun dan sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 500.000 penduduk indonesia mengalami demensia dengan berbagai penyebab, yang
salah satu diantaranya adalah alzeimer.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.

C.    Etiologi
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir
Untuk demensia tipe Alzheimer ada beberapa penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.
Beberapa factor lain yang menyebabkan alzeimer :
1.      Faktor genetic
2.      Faktor infeksi
3.      Faktor lingkungan
4.      Faktor imunologis
5.      Faktor trauma
6.      Faktor neurotransmitter

D.    Klasifikasi
  1. Demensia Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki demensia tipe ini. Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzheimer sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :
a.       Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
b.      Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan fungsi eksekutif,
c.       Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
d.      Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
e.       Kehilangan inisiatif.
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti penyebabnya, walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post mortem telah ditemukan lose selective neuron kolinergik yang strukturnya dan bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.
  1. Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan Alzheimer  tetapi  terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti :
a.       Peningkatan reflek tendon dalam,
b.      Respontar eksensor,
c.       Palsi pseudobulbar,
d.      Kelainan gaya berjalan,
e.       Kelemahan anggota gerak.
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada lansia, sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer.
Pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan faktor resiko misalnya ; hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia dapat ditegakkan juga dengan MRI dan aliran darah sentral.

E.     Patofisiologi
Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua per tiga kasus demensia. Penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun tampaknya genetika berperan dalam hal itu. Teori-teori lain yang pernah popular, tetapi saat ini kurang mendukung, antara lain adalah efek toksik dari aluminium, virus yang berkembang perlahan sehingga menimbulkan respon atau imun, atau defisiensi biokimia. Dr. Alois Alzheimer pertama kali mendeskripsikan dua jenis struktur abnormal yang ditemukan pada otak mayat yang menderita penyakit Alzheimer:plak amiloid dan kekusutan neurofibril trdapat juga penurunan neurotransmitter tertentu, terutama asetilkolin. Area otak yang terkena penyakit Alzheimer terutama adalah korteks serebri dan hipokampus, keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi kognitif dan memori.
Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amiloid berasal dari protei yang lebih besar, protein precursor amiloid (amyloid precursor protein[APP]). Keluarga-keluarga dngan awitan dini penyakit Alzheimer yang tampak sebagaisesuatu yang diturunkan telah menjalani penelitian, dan beberapa diantaranya mengalami mutasi pada gen APP-nya. Mutasi genAPP lainnya yang berkaitan dengan awitan lambat AD dan penyakit serebrovaskular juga telah diidentifikasi. Terdapat peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer dengan menurunnya alel apo E4 pada kromosom 19. Simpul neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat sel saraf yang saling berpilin,yang disebut pasangan filamen heliks. Peran spesifik dari simpul tersebut pada penyakit ini sedang diteliti. Asetilkolin dan neurotransmiter merupakan zat kimia yang diperlukan untuk mengirim pesan melewati system saraf. Deficit neurotransmiter menyebabkan pemecahan proses komunikasi yang kompleks di antara sel-sel pada system saraf. Tau dalah protein dalam cairan srebrospinal yang jumlahnya sudah meningkat sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap awal. Temuan-temuan yang ada menunjukan bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula di tingkat selular, dengan atau menjadi penanda molecular di sel-sel tersebut.
Demensia multi-infark adalah penyebab demensia kedua yang paling banyak terjadi. Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskular yang seperti namanya, berkembang menjadi infark multiple di otak. Namun, tidak semua orang yang menderita infark serebral multiple mengalami demensia. Dalam perbandingannya dengan penderita penyakit Alzheimer, orang-orang dengan demensia multi infark mengalami awitan penyakit yang tiba-tiba, lebih dari sekedar deteriorasi linear pada kognisi dan fungsi, dan dapat menunjukan beberapa perbaikan di antara peristiwa-peristiwa serebrovaskular.
Sebagian besar pasien dengan penyakit Parkinson yang menderita perjalanan penyakiy yang lama dan parah akan mengalami demensia. Pada satu studi, pasien-pasien diamati selama 15 sampai 18 tahun setelah memasuki program pengobatan levodopa, dan 80% di antaranya menderita demensia sedang atau parah sebelum akhirnya meninggal dunia. (Mickey Stanley, 2006)

F.     Gejala Klinis
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:
1.      Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2.      Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
3.      Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
4.      Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5.      Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah

G.    Pemeriksaan Penunjang (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1.      Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2.      Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3.      Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4.      Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.
5.      Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.
6.      Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003) Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya syarat pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
a.       Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
b.      Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan demensia.
7.      Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah test yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003 ;Boustani,2003 ;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk mendeteksi gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003)
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).


H.    Terapi
1.      Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a.       Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat-obatan antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine , Memantine
b.      Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
c.       Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
d.      Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
e.       Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik (misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoid.
2.      Dukungan atau Peran Keluarga
a.       Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.
b.      Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang berjalan-jalan.
c.       Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
d.      Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan memperburuk keadaan.
e.       Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan perawatan, akan sangat membantu.
3.      Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik,
meliputi :
a.       Diet
b.      Latihan fisik yang sesuai
c.       Terapi rekreasional dan aktifitas
d.      Penanganan terhadap masalah-masalah

I.       Pencegahan
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1.      Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
2.      Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
3.      Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
a.       Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
b.      Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan minat atau hobi
4.      Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
J.      Prognosis
Pada sebagian besar demensia stadium lanjut terjadi penurunan fungsi otak yang hampir menyeluruh. Penderita lebih menarik dirinya dan tidak mampu mengendalikan perilakunya. Suasana hatinya sering berubah-ubah dan senang berjalan-jalan (berkelana). Pada akhirnya penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan bisa kehilangan kemampuan berbicara.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Demensia yang berasal dari beberapa stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Demensia biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin parah, sehingga keadaan ini pada mulanya tidak disadari.Terjadi penurunan dalam ingatan, kemampuan untuk mengingat waktu dan kemampuan untuk mengenali orang, tempat dan benda.Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan menggunakan kata yang tepat dan dalam pemikiran Abstrak (misalnya dalam pemakaian angka).Sering terjadi perubahan kepribadian.
Demensia karena penyakit Alzheimer biasanya dimulai secara samar. Gejala awal biasanya adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi; tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya

B.     Saran
Sebagaimana yang kita diketahui gangguan jiwa termasuk demensia ini dapat menyebabkan hal yang tidak  diinginkan,maka dari itu mulai sekarang belajarlah memilah – milah pikiran,perkataan maupun perbuatan kita supaya terhindar dari terjerumus dan mengalami gangguan jiwa.
           




DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Alzheimer Indonesia. 2003. Konsensus Nasional. Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia lainnya. Edisi 1. Jakarta.

Mace, N. L. & Rabins, P. V. (2006).  The 36-hour day: a family guide to caring  for people with Alzheimer disease, other dementias, and memory loss in  later life, 4th Edition, Baltimore, USA: The Johns Hopkins University Press

Durand, Barlow, David H. (2006). Psikologi Abnormal edisi ke empat. Jogjakarta: Pustaka Belajar.

Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku :  Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta. Dokteran EGC.

Ganong, William F. 2010. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Isaacs, Ann. 2004. Keperawatan Kesehatan Jiwadan Psikiatrik. Jakarta: EGC.

Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikistri. Jakarta: Bina Rupa Aksara

Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika

Nugroho,Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik. Edisi2.Buku Kedokteran EGC.Jakarta.

Stanley,Mickey. 2006Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.

Tang Wei DF, Knopman DS, Geda YE, Edland SD. 2003. Comparison of the Short Test of Mental Status and the Mini Mental State Examination in Mild Cognitve Impariment. Archives of  Neurology.60:1777











MAKALAH

D E M E N S I A







Disusun Oleh :

ABDURRAHMAN







SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PUANGRIMAGGALATUNG BONE

 
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat-Nya yang telah diberikan pada kami, sehingga makalah “Demensia” ini dapat disusun dengan cermat dan dapat diselesaikan pada waktunya. Tidak lupa pula, dalam kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih pada teman-teman yang membantu penyusunan makalah ini dan terutama kami ucapkan terima kasih pada dosen fasilitator yang telah memberikan kami waktu untuk menyelesaikan makalah ini agar persentasi dapat dilakukan dengan optimal nantinya.
Kami penyusun, menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak jauh dari kesalahan serta kekurangan, dan kami akan berusaha memperbaikinya untuk proses pembelajaran kami. Dan tentunya, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun, agar kami dapat memperbaiki kekurangan dan dapat lebih baik dalam menyusun makalah selanjutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan dengan optimal untuk menunjang kemandirian mahasiswa dalam proses pembelajaran.

Watampone, 07  April 2016


                                                                                    Penyusun
                                               Abdurrahman






i
 
 


DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................               i
DAFTAR ISI .............................................................................................               ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.....................................................................               1
B.       Rumusan Masalah.................................................................               2
C.       Tujuan Penulisan...................................................................               2
BAB II... PEMBAHASAN
A.       Definisi ................................................................................               3
B.       Insidensi...............................................................................               4
C.       Etiologi ................................................................................               4
D.       Klasifikasi.............................................................................               6
E.        Patofisiologi ........................................................................               7
F.        Gejala Klinis.........................................................................               8
G.       Pemeriksaan Penunjang........................................................               9
H.        Terapi...................................................................................               11
I.          Pencegahan ..........................................................................               12
J.          Prognosis..............................................................................               12
BAB III.. PENUTUP
A.       Kesimpulan...........................................................................               13
B.       Saran.....................................................................................               13
DAFTAR PUSTAKA
ii
 
ii
 
 


No comments:

Post a Comment

MAKALAHKU

MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN

Tugas Individu MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN Oleh ASRIANI 213095 2006 SEKOLAH TINGGI ILMU P...