BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif di mana ada
banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,termasuk memori,
berpikir, orientasi, pemahaman,
perhitungan, belajar,kemampuan,
bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang
biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotandalam pengendalian
emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer,
di penyakit serebrovaskular, dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang
mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006).
Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang
menderita demensia di wilayah Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat
lebih daridua kali lipat dan peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan
dengan yangterjadi di negara-negara barat. Sementara di dunia, pada tahun 2040
jumlahpenderita demensia diperkirakan menjadi sekitar 80 juta orang. (Demensia
dikawasan asia pasifik, 2006).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru
saja terjadi, tetapi bisa
juga bermula sebagai
depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan
kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola berbicara, penderita
menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak
tepat atau tidak mampu menemukan kata-katayang
tepat. Ketidakmampuan mengartikan
tanda-tanda bisa menimbulkankesulitan dalam mengemudikan
kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapatmenjalankan fungsi sosialnya.
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia
lanjut.Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari
501tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang
hanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh
siapasaja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al.
2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai
penerapan gaya hidup sehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N,
2003)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian
latar belakang di atas, adapun permasalahan yang hendak kelompok kemukakan
dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1.
Apakah yang dimaksud demensia?
2.
Bagaimana
insidensi dimensia?
3.
Apa sajakah penyebab / etiologi
demensia?
4.
Bagaimanakah
klasifikasi demensia?
5. Bagaimana
patofisiologi dan gejala klinis demensia?
6.
Bagaimanakah pemeriksaan
penunjang demensia?
7.
Bagaimanakah terapi dan pencegahan demensia?
8.
Bagaimanakah
prognosis prognosis demensia?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Apakah yang dimaksud demensia?
2.
Bagaimana
insidensi dimensia?
3.
Apa sajakah penyebab / etiologi
demensia?
4.
Bagaimanakah
klasifikasi demensia?
5. Bagaimana
patofisiologi dan gejala klinis demensia?
6.
Bagaimanakah pemeriksaan
penunjang demensia?
7.
Bagaimanakah terapi dan pencegahan demensia?
8.
Bagaimanakah
prognosis prognosis demensia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
1.
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif
dan mempengaruhi aktivitas social dan okupasi yang normal juga aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS). (Mickey Stanley, 2006)
2.
Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang
terjadi pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim
informasi ke korteks serebral dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama kali
kehilangan kemampuannya untuk mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi degenerasi.
Jika degenerasi ini mulai berlangsung, dewasa ini tidak ada tindakan yang dapat
dilakukan untuk menghidupkan kembali sel-sel atau menggantikannya.(Kushariyadi,
2010)
3.
Demensia
adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif atau keadaan
yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan
interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J.
Corwin, 2009)
4.
Demensia
adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya independensi
sosial. (William F. Ganong, 2010)
5.
Menurut
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa,
melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi
tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
6.
Demensia
adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori
yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -hari.
Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan
daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari hari
(Nugroho, 2008).
Jadi, Demensia
adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan,
dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk
memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Penyakit
yang dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang
pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan khusus untuk
demensia, namun perawatan untuk menangani gejala boleh dilakukan.
B.
Insidensi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia
lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15
juta). peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan
meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70
tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai
lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5
–1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3
– 4 juta orang.
Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia
yang berumur diatas 60 tahun dan sampai saat ini diperkirakan kurang lebih
500.000 penduduk indonesia mengalami demensia dengan berbagai penyebab, yang
salah satu diantaranya adalah alzeimer.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer
dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di
negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua
sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina
demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.
C.
Etiologi
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang
dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima.
Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat
disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam
risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit
Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal
dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia
adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak
mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana
mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori,
kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir
Untuk demensia tipe Alzheimer ada beberapa penyebab
yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas,
infeksi virus, polusi udara/industri, trauma,
neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament predisposisi
heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi
neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan
fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya
defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme
energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal
yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga
ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor
pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan
sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan
calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal
bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit
alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat,
dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.
Beberapa
factor lain yang menyebabkan alzeimer :
1.
Faktor genetic
2.
Faktor infeksi
3.
Faktor lingkungan
4.
Faktor imunologis
5.
Faktor trauma
6.
Faktor neurotransmitter
D.
Klasifikasi
- Demensia
Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki
demensia tipe ini. Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah
Alois Alzheimer sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :
a.
Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan
progresif,
b.
Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia,
apraksia, agnosia, gangguan fungsi eksekutif,
c.
Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
d.
Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive,
kecurigaan),
e.
Kehilangan inisiatif.
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui
secara pasti penyebabnya, walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi
post mortem telah ditemukan lose selective neuron kolinergik yang strukturnya
dan bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.
- Demensia
Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang
sama dengan Alzheimer tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda
neurologis fokal seperti :
a.
Peningkatan reflek tendon dalam,
b.
Respontar eksensor,
c.
Palsi pseudobulbar,
d.
Kelainan gaya berjalan,
e.
Kelemahan anggota gerak.
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling
sering pada lansia, sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer.
Pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan
menurunkan faktor resiko misalnya ; hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia
dapat ditegakkan juga dengan MRI dan aliran darah sentral.
E.
Patofisiologi
Penyakit Alzheimer
mengakibatkan sedikitnya dua per tiga kasus demensia. Penyebab spesifik
penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun tampaknya genetika berperan dalam
hal itu. Teori-teori lain yang pernah popular, tetapi saat ini kurang
mendukung, antara lain adalah efek toksik dari aluminium, virus yang berkembang
perlahan sehingga menimbulkan respon atau imun, atau defisiensi biokimia. Dr.
Alois Alzheimer pertama kali mendeskripsikan dua jenis struktur abnormal yang
ditemukan pada otak mayat yang menderita penyakit Alzheimer:plak amiloid dan
kekusutan neurofibril trdapat juga penurunan neurotransmitter tertentu,
terutama asetilkolin. Area otak yang terkena penyakit Alzheimer terutama adalah
korteks serebri dan hipokampus, keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi
kognitif dan memori.
Amiloid
menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amiloid berasal dari protei yang lebih
besar, protein precursor amiloid (amyloid precursor protein[APP]).
Keluarga-keluarga dngan awitan dini penyakit Alzheimer yang tampak
sebagaisesuatu yang diturunkan telah menjalani penelitian, dan beberapa
diantaranya mengalami mutasi pada gen APP-nya. Mutasi genAPP lainnya yang
berkaitan dengan awitan lambat AD dan penyakit serebrovaskular juga telah
diidentifikasi. Terdapat peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer
dengan menurunnya alel apo E4 pada kromosom 19. Simpul neurofibriler adalah
sekumpulan serat-serat sel saraf yang saling berpilin,yang disebut pasangan
filamen heliks. Peran spesifik dari simpul tersebut pada penyakit ini sedang
diteliti. Asetilkolin dan neurotransmiter merupakan zat kimia yang diperlukan
untuk mengirim pesan melewati system saraf. Deficit neurotransmiter menyebabkan
pemecahan proses komunikasi yang kompleks di antara sel-sel pada system saraf.
Tau dalah protein dalam cairan srebrospinal yang jumlahnya sudah meningkat
sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap awal. Temuan-temuan yang ada menunjukan
bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula di tingkat selular, dengan atau menjadi
penanda molecular di sel-sel tersebut.
Demensia
multi-infark adalah penyebab demensia kedua yang paling banyak terjadi.
Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskular yang seperti namanya,
berkembang menjadi infark multiple di otak. Namun, tidak semua orang yang
menderita infark serebral multiple mengalami demensia. Dalam perbandingannya
dengan penderita penyakit Alzheimer, orang-orang dengan demensia multi infark
mengalami awitan penyakit yang tiba-tiba, lebih dari sekedar deteriorasi linear
pada kognisi dan fungsi, dan dapat menunjukan beberapa perbaikan di antara
peristiwa-peristiwa serebrovaskular.
Sebagian besar
pasien dengan penyakit Parkinson yang menderita perjalanan penyakiy yang lama
dan parah akan mengalami demensia. Pada satu studi, pasien-pasien diamati
selama 15 sampai 18 tahun setelah memasuki program pengobatan levodopa, dan 80%
di antaranya menderita demensia sedang atau parah sebelum akhirnya meninggal
dunia. (Mickey Stanley, 2006)
F. Gejala Klinis
Secara umum tanda dan gejala
demensia adalah sbb:
1.
Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada
penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2.
Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa
hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
3.
Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi
kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
4.
Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan
saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang
dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita
demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5.
Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik
diri dan gelisah
G. Pemeriksaan
Penunjang (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1.
Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan
laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia ditegakkan untuk
membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia reversible,
walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil
laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah
lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,
hormone tiroid, kadar asam folat
2.
Imaging
Computed
Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya
masih dipertanyakan.
3.
Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG)
tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah normal.
Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan
kompleks periodik.
4.
Pemeriksaan cairan otak
Pungsi
lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang
dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia
presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan
meningeal pada CT scan.
5.
Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein
E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang memiliki 3 allel
yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE
yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia
Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif
APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.
6.
Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan
neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-hari /
fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003)
Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan
demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup
atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem
solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang
sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya
syarat pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
Mampu menyaring secara cepat suatu
populasi
b.
Mampu mengukur progresifitas penyakit
yang telah diindentifikaskan demensia.
7.
Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan
Status Mental Mini (MMSE) adalah test yang paling banyak dipakai. (Asosiasi
Alzheimer Indonesia,2003 ;Boustani,2003 ;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi
sensitif untuk mendeteksi gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003)
Pemeriksaan
status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering dipakai saat ini,
penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi gangguan
kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi dalam kurun waktu
tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan
kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003).
H. Terapi
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a.
Untuk mengobati demensia alzheimer
digunakan obat-obatan antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine , Memantine
b.
Dementia vaskuler membutuhkan obat
-obatan anti platelet seperti Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk
melancarkan aliran darah ke otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
c.
Demensia karena stroke yang
berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi perkembangannya bisa diperlambat
atau bahkan dihentikan dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis
yang berhubungan dengan stroke.
d.
Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh
depresi, diberikan obat anti-depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
e.
Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku
yang meledak-ledak, yang bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering
digunakanobat anti-psikotik (misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone).
Tetapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat
anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi
atau paranoid.
2. Dukungan
atau Peran Keluarga
a.
Mempertahankan lingkungan yang familiar
akan membantu penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya
yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa
membantu penderita tetap memiliki orientasi.
b.
Menyembunyikan kunci mobil dan memasang
detektor pada pintu bisa membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita
yang senang berjalan-jalan.
c.
Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur
dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada
penderita.
d.
Memarahi atau menghukum penderita tidak
akan membantu, bahkan akan memperburuk keadaan.
e.
Meminta bantuan organisasi yang
memberikan pelayanan sosial dan perawatan, akan sangat membantu.
3. Terapi
Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi
simtomatik,
meliputi :
a.
Diet
b.
Latihan fisik yang sesuai
c.
Terapi rekreasional dan aktifitas
d.
Penanganan terhadap masalah-masalah
I.
Pencegahan
Hal yang dapat kita lakukan untuk
menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya
ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1.
Mencegah masuknya zat-zat yang dapat
merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
2.
Membaca buku yang merangsang otak untuk
berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
3.
Melakukan kegiatan yang dapat membuat
mental kita sehat dan aktif :
a.
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu
agama.
b.
Tetap berinteraksi dengan lingkungan,
berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan minat atau hobi
4.
Mengurangi stress dalam pekerjaan dan
berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita
tetap sehat.
J. Prognosis
Pada sebagian besar demensia stadium
lanjut terjadi penurunan fungsi otak yang hampir menyeluruh. Penderita lebih
menarik dirinya dan tidak mampu mengendalikan perilakunya. Suasana hatinya
sering berubah-ubah dan senang berjalan-jalan (berkelana). Pada akhirnya
penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan bisa kehilangan kemampuan
berbicara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demensia adalah penurunan kemampuan
mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan
ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa
terjadi kemunduran kepribadian. Demensia yang berasal dari beberapa stroke
kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian besar penderitanya memiliki
tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan
pembuluh darah di otak.
Demensia biasanya dimulai secara
perlahan dan makin lama makin parah, sehingga keadaan ini pada mulanya tidak
disadari.Terjadi penurunan dalam ingatan, kemampuan untuk mengingat waktu dan
kemampuan untuk mengenali orang, tempat dan benda.Penderita memiliki kesulitan
dalam menemukan dan menggunakan kata yang tepat dan dalam pemikiran Abstrak
(misalnya dalam pemakaian angka).Sering terjadi perubahan kepribadian.
Demensia karena penyakit Alzheimer
biasanya dimulai secara samar. Gejala awal biasanya adalah lupa akan peristiwa
yang baru saja terjadi; tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan,
kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya
B. Saran
Sebagaimana yang kita diketahui
gangguan jiwa termasuk demensia ini dapat menyebabkan hal yang tidak diinginkan,maka dari itu mulai sekarang
belajarlah memilah – milah pikiran,perkataan maupun perbuatan kita supaya
terhindar dari terjerumus dan mengalami gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Alzheimer Indonesia. 2003. Konsensus Nasional. Pengenalan
dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia lainnya. Edisi 1.
Jakarta.
Mace, N. L. & Rabins, P. V. (2006). The 36-hour day: a family guide to
caring for people with Alzheimer
disease, other dementias, and memory loss in
later life, 4th Edition, Baltimore, USA: The Johns Hopkins
University Press
Durand,
Barlow,
David H. (2006). Psikologi Abnormal edisi ke
empat. Jogjakarta: Pustaka Belajar.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi.
Ed.3. EGC : Jakarta. Dokteran EGC.
Ganong, William F. 2010. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Isaacs, Ann. 2004. Keperawatan Kesehatan Jiwadan Psikiatrik.
Jakarta: EGC.
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikistri. Jakarta: Bina
Rupa Aksara
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia.
Jakarta: Salemba Medika
Nugroho,Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik. Edisi2.Buku Kedokteran
EGC.Jakarta.
Stanley,Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2.
EGC; Jakarta.
Tang Wei DF, Knopman DS, Geda YE, Edland SD. 2003. Comparison
of the Short Test of Mental Status and the Mini Mental State Examination in
Mild Cognitve Impariment. Archives of
Neurology.60:1777



Disusun Oleh :
ABDURRAHMAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
PUANGRIMAGGALATUNG BONE
|
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
atas kehadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat-Nya yang telah diberikan pada kami, sehingga makalah “Demensia” ini dapat
disusun dengan cermat dan dapat diselesaikan pada waktunya. Tidak lupa pula,
dalam kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih pada teman-teman yang membantu penyusunan
makalah ini dan terutama kami ucapkan terima kasih pada dosen fasilitator yang
telah memberikan kami waktu untuk menyelesaikan makalah ini agar persentasi
dapat dilakukan dengan optimal
nantinya.
Kami penyusun, menyadari
bahwa penulisan makalah ini tidak jauh dari kesalahan serta kekurangan, dan
kami akan berusaha memperbaikinya untuk proses pembelajaran kami. Dan tentunya,
kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun, agar kami dapat memperbaiki
kekurangan dan dapat lebih baik dalam menyusun makalah selanjutnya.
Demikian yang dapat
kami sampaikan, semoga
makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan dengan optimal untuk menunjang
kemandirian mahasiswa dalam proses pembelajaran.
Watampone, 07 April 2016
Penyusun
Abdurrahman
|
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................. 2
C.
Tujuan Penulisan................................................................... 2
BAB II... PEMBAHASAN
A.
Definisi ................................................................................ 3
B.
Insidensi............................................................................... 4
C.
Etiologi ................................................................................ 4
D.
Klasifikasi............................................................................. 6
E.
Patofisiologi ........................................................................ 7
F.
Gejala
Klinis......................................................................... 8
G.
Pemeriksaan
Penunjang........................................................ 9
H.
Terapi................................................................................... 11
I.
Pencegahan .......................................................................... 12
J.
Prognosis.............................................................................. 12
BAB III.. PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................... 13
B.
Saran..................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA
|
||
|
No comments:
Post a Comment