KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat
Allah SWT atas limpahan
taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
lancar.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu kegiatan dalam
mata kuliah muskuloskeletal sebagai tugas yang harus diselesaikan. Makalah juga menjadi salah satu aspek penilaian dalam
nilai akhir yang digunakan sebagai nilai tambah. Kami membuat makalah ini
berdasarkan sistematika yang diberikan Dosen Pembimbing dengan menggunakan Buku
Panduan dan dari berbagai literatur sebagai sumber referensi utama.
Penulisan makalah ini juga sebagai pelatihan bagi kami
sebagai bekal untuk pembuatan Karya Tulis
Ilmiah yang nanti akan berguna bagi kami dan menjadi dasar dari nilai
akhir atau UAP. Oleh karena itu makalah merupakan
salah satu aspek yang sangat penting dalam kegiatan belajar di lingkungan
pendidikan kami.
Kritik dan saran yang membangun
selalu diterima demi sempurnanya makalah ini. Akhirnya ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak dan instansi yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga makalah ini dapat tersusun
dengan baik.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
...................................................................................
i
DAFTAR ISI
..................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
..........................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................
1
1.3 Tujuan
......................................................................................................
1
1.4 Metode Penulisan
.................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
.....................................................................................................
2
2.2 Etiologi
.....................................................................................................
2
2.3 Klasifikasi Osteomielitis
.......................................................................... 3
2.4 Patofisiologi .............................................................................................
4
2.5 Manifestasi Klinis
....................................................................................
4
2.6 Pemeriksaan Penunjang
........................................................................... 5
2.7 Prinsip-prinsip Penatalaksanaan
.............................................................. 5
2.8 Pencegahan
..............................................................................................
6
2.9 Asuhan Keperawatan
..............................................................................
7
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
..............................................................................................
10
3.2
Saran ........................................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penyakit infeksi adalah salah satu penyakit yang masih
sering terjadi di dunia. Salah satupenyakit infeksi yang mengenai tulang adalah
osteomielitis. Osteomielitis umumnya disebabkanoleh bakteri, namun jamur dan
virus juga bisa menjadi penyebabnya. Osteomielitis dapat mengenai tulang-tulang
panjang, vertebra ,tulang pelvic, tulang tengkorak dan mandibula.Banyak mitos
yang berkembang tentang penyakit ini, seperti diyakini bahwa infeksi
akanberlanjut menyebar pada tulang dan akhirnya seluruh tubuh, padahal hal yang
sebenarnya adalahosteomielitis tidak menyebar ke bagian lain tubuh karena
jaringan lain tersebut punya alirandarah yang baik dan terproteksi oleh sistem
imun tubuh. Kecuali apabila terdapat sendi buatan dibagian tubuh yang lain.
Dalam keadaan ini, benda asing tersebut menjadi pathogen.
Osteomielitis
adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari
darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi
fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen). Osteomielitis adalah
penyakit yang sulit diobati karena dapat terbentuk abses local. Abses tulang
biasanya memiliki pendarahan yang sangat kurang, dengan demikian, penyampaian
sel-sel imun dan antibiotic terbatas. Apabila infeksi tulang tidak diobati
secara segera dan agresif, nyeri hebat dan ketidak mampuan permanen dapat
terjadi (Corwin, 2001).
Osteomielitis
sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada bayi
dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1).
Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius,
humerus, ulna, dan fibula.(Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan
adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah
sekitar 1 kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien
dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%.
Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus
per 100.000 penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat
mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah
terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari. (Randall, 2011).
Secara umum, terapi infeksi tulang bukanlah kasus yang
emergensi. Tubuh memiliki mekanimepertahanan yang mempertahankan agar infeksi
tetap terlokalisasi di daerah yang terinfeksi.Osteomielitis dapat terjadi pada
semua usia tetapi sering terjadi pada anak-anak danorang tua, juga pada orang dewasa
muda dengan kondisi kesehatan yang serius. Diagnosa osteomielitis ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis penyakit dan juga gambaran radiologik.Pasien yang
beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinyaburuk,
lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus.
Selain itu, pasien yang menderitaartitis rheumatoid,
telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka
panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang
mengalami sepsisrentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama,
mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau
dehidrasi luka, atau memerlukanevakuasi hematoma pasca operasi.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteomielitis.
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
osteomielitis.
2.
Untuk mengetahui penyebab osteomielitis.
3.
Untuk mengetahui patofisiologi dari
osteomielitis
4.
Untuk mengetahui jenis-jenis dari
osteomielitis
5.
Untuk mengetahui manifestasi klinis
osteomielitis.
6.
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang bagi
klien dengan osteomielitis.
7.
Untuk mengetahui penatalaksanaan klien yang
mengalami osteomielitis.
8.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan klien
yang mengalami osteomielitis.
.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. KONSEP
DASAR MEDIS
1.
Defenisi
a.
Osteomielitis adalah infeksi bone marrow pada tulang-tulang panjang
yang disebabkan oleh Staphylococcus
aureus dan kadang-kadang Haemophylus
influenza. (Risnanto, 2014)
b. Osteomielitis
adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi pada tulang. (Suratun, 2008)
c. Osteomielitis
dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau
mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
d. Osteomielitis
adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh
bakteri, virus atau proses spesifik (Mansjoer, 2000).
e. Osteomielitis
adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari
darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi
fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen) (Corwin, 2001).
f.
Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow
pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan
kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995).
g.
Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang
disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997)
h. Osteomielitis adalah
infeksi tulang yang dapat timbul dari inokulasi langsung oleh organisme
penyebab, misalnya pada fraktur terbuka, atau berasal dari penyebaran
hematogen. (Davey,
Patrick.2005)
2.
Etiologi
Adapun
penyebab – penyebab osteomielitis ini adalah:
a.
Bakteri
Menurut Joyce & Hawks
(2005), penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus(70%-80%),
selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli, Pseudomonas,
Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.
b.
Virus
c.
Jamur
d.
Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne
C, 2002).
Osteomyelitis juga bisa terjadi melalui 3 cara (Wikipedia,
the free encyclopedia, 2000) yaitu:
a.
Aliran
darah
Infeksi
bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di
tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi). Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh
yang lain ke tulang.
Pada anak-anak, infeksi biasanya terjadi di ujung tulang
tungkai dan lengan. Sedangkan pada orang dewasa biasanya terjadi pada tulang
belakang dan panggul. Osteomyelitis akibat penyebaran hematogen
biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma.
b.
Penyebaran
langsung
Organisme bisa memasuki
tulang secara langsung melalui fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka
tembak, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus
tulang.
c.
Infeksi
dari jaringan lunak di dekatnya
Osteomyelitis
dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa
menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak
bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran
atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan
darah (misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi).
Osteomyelitis
dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam
sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Osteomyelitis
kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik.
Osteomyelitis kronis akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan
kehilangan ekstremitas. Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat
gigitan hewan, manusia atau penyuntikan intramuskular dapat menyebabkan
osteomyelitis eksogen. Osteomyelitis akut biasanya disebabkan oleh bakteri,
maupun virus, jamur, dan mikroorganisme lain.
Pasien
yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya
buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien
yang menderita artritis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit,
menjalani pembedahan ortopedi, mengalami infeksi luka mengeluarkan
pus, juga beresiko mengalami osteomyelitis.
D. Insiden
Osteomyelitis ini cenderung
terjadi pada anak dan remaja namun demikian seluruh usia bisa saja beresiko
untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya kasus ini banyak terjadi laki-laki
dengan perbandingan 2 : 1.
2.4. PATOFISIOLOGI
Staphylococcus
aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik
lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus,
Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi
resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan
Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama
(akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan dengan penumpukan
hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium
2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan.
Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran
hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon
inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah
terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang
sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian
berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke
jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat
dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada
perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah
mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh,
seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang
baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak
terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap
rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan
osteomielitis tipe kronis (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
2.5. MANIFESTASI KLINIS
1. Infeksi dibawa oleh
darah
Biasanya
awitannya mendadak.
Sering
terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam
tinggi,
denyut nadi cepat dan malaise umum).
2. Infeksi menyebar dari
rongga sumsum ke korteks tulang
Bagian
yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.
3. Infeksi terjadi akibat
penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung
Daerah
infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
4. Osteomyelitis kronik
Ditandai
dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode
berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.
2.6. Test Diagnostik
- Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L
gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
- Pemeriksaan titer antibodi–anti
staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan
bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
- Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan
apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
- Pemeriksaan Biopsi tulang.
- Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya
efusi pada sendi.
- Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama
tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa
refraksi tulang yang bersifat difus.
2.7. PENATALAKSANAAN
1.
Istirahat dan
pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri. Sesuai kepekaan penderita
dan reaksi alergi penderita
a.
penicillin cair
500.000 milion unit IV setiap 4 jam.
b.
Erithromisin
1-2gr IV setiap 6 jam.
c.
Cephazolin 2 gr
IV setiap 6 jam
d.
Gentamicin 5
mg/kg BB IV selama 1 bulan.
2.
Pemberian
cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah
3.
Drainase bedah
apabila tidak ada perubahan setelah 24 jam pengobatan antibiotik tidak
menunjukkan perubahan yang berarti, mengeluarkan jaringan nekrotik, mengeluarkan
nanah, dan menstabilkan tulang serta ruang kososng yang ditinggalkan dengan
cara mengisinya menggunakan tulang, otot, atau kulit sehat.
4.
Istirahat di
tempat tidur untuk menghemt energi dan mengurangi hambatan aliran pembuluh
balik.
5.
Asupan nutrisi
tinggi protein, vit. A, B, dan C
7.
Komplikasi
- Dini :
1)
Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
2)
Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang mendasarinya
sembuh
3)
Atritis septik
- Lanjut :
1)
Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan
fungsi tubuh yang terkena
2)
Fraktur patologis
3)
Kontraktur sendi
4)
Gangguan pertumbuhan
2.10. Prognosis
Prognosisnya bermacam-macam tetapi secara nyata diperbaiki dengan
diagnosis dini dan terapi yang agresif. King
R., 2004
Pada osteomyelitis kronis kemungkinan kekambuhan infeksi masih
besar. Ini biasanya disebabkan oleh tidak komplitnya pengeluaran semua daerah
parut jaringan lunak yang terinfeksi atau tulang nekrotik yang tidak terpisah. Samiaji
E., 2003
2.9. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1.
Riwayat
keperawatan
Identifikasi
awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritema, demam atau keluarnya
pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.
Kaji
faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera,
infeksi dan riwayat bedah ortopedi sebelumnya.
Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya
trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi
radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.
2. Pemeriksaan
fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan
terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan
panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380,
takhikardi, irritable, lemah, bengkak, nyeri, maupun eritema.
3. Riwayat
psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya
tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah
sakit sehingga perawat perlu mengkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya
hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.
4. Pemeriksaan
diagnostic
Hasil laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan
laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara
dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula
dengan biopsi tulang atau MRI.
2. Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2.
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat
imobilisasi dan keterbatasan
menahan beban berat badan
3. Hipertermi berhubungan dengan proses
inflamasi
4. Ansietas berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
5. Gangguan pola tidur berhubungan
dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
6. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
7. Resiko terhadap perluasan infeksi
berhubungan dengan pembentukan abses tulang
3.
Perencanaan Keperawatan
DP.1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan
pembengkakan
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan
bebas dari nyeri dan Peningkatan rasa kenyamanan
Kriteria
Evaluasi :
Tidak terjadi
nyeri,Napsu makan menjadi normal,ekspresi wajah rileks dan suhu tubuh normal
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Mandiri :
Mengkaji karakteris-
tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri
(0-10)
Mempertahankan im-
mobilisasi (back slab)
Berikan sokongan
(support) pada ektremitas yang luka
Amati
perubahan suhu setiap 4 jam
Kompres
air hangat
Kolaborasi :
Pemberian
obat-obatan analgesik
|
Untuk mengetahui
tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya
Mencegah pergeseran
tulang dan penekanan pada jaring- an yang luka.
Peningkatan vena
return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri
Untuk mengetahui penyimpangan – penyimpangan yang terjadi
Mengurangi rasa nyeri
dan memberikan rasa nyaman
Mengurangi rasa nyeri
|
DP. 2. Gangguan
mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan
keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan / Hasil Pasien :
Gangguan mobilitas fisik
dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
Meningkatkan mobilitas
pada tingkat paling tinggi yang mungkin
Mempertahankan posisi
fungsional
Meningkatkan / fungsi
yang sakit
Menunjukkna teknik mampu
melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasionalisasi :€€
No.
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Mandiri :
Pertahankan tirah
baring dalam posisi yang di programkan
Tinggikan ekstremitas
yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam latihan rentang gerak pada
ekstremitas yang sakit dan tak sakit
Beri penyanggah pada
ekstremitas yang sakit pada saat bergerak
Jelaskan pandangan dan
keterbatasan dalam aktivitas
Berikan dorongan pada
klien untuk melakukan AKS dalam lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai
kebutuhan
Ubah posisi secara
periodik
Kolabortasi :
Fisioterapi /
aoakulasi terapi
|
Agar gangguan
mobilitas fisik dapat berkurang
Dapat meringankan
masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien
Dapat meringankan masalah
gangguan mobilitas yang dialami klien
Agar klien tidak
banyak melakukan gerakan yang dapat membahayakan
Mengurangi terjadinya
penyimpangan – penyimpangan yang dapat terjadi
Mengurangi gangguan
mobilitas fisik
Mengurangi gangguan
mobilitas fisik
|
||
DP. 3. Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan
bebas dari hipertermia
Kriteria
Evaluasi :
Pasien
tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu tubuh normal, tidak mual, suhu
tubuh normal
Intervensi
dan Rasionalisasi
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Mandiri :
Pantau :
-
Suhu tubuh setiap 2 jam
-
Warna kulit
-
TD, nadi dan pernapasan
-
Hidrasi (turgor dan kelembapan kulit
Lepaskan pakaian yang
berlebihan
Lakukan kompres dingin
atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh.
Motivasi asupan cairan
Kolaborasi :
Beriakn obat
antipiretik sesuai dengan anjuran
|
Memberikan
dasar untuk deteksi hati
Pakaian yang tidak
berlebihan dapat mengurahi peningkatan suhu tubuh dan dapat memberikan
rasa nyaman pada pasien
Menurunkan panas
melalui proses konduksi serta evaporasi, dan meningkatkan kenyaman
pasien.
Memperbaiki kehilangan
cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan
pasien.
Antipiretik membantu
mengontrol peningkatan suhu tubuh
|
DP, 4. Ansietas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan
hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses penyakit, program
pengobatan
Kriteria
Evaluasi :
Ekspresi wajah relaks
Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Mandiri :
Jelaskan tujuan pengobatan pada pasien
Kaji patologi masalah individu.
Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi
medik cepat,contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.
Kaji
ulang praktik kesehatan yang baik, istirahat.
Kolaborasi :
Gunakan
obat sedatif sesuai dengan anjuran
|
Mengorientasi
program pengobatan. Membantu menyadarkan klien untuk memperoleh kontrol
Informasi
menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberika pengetahuan dasar untuk
pemahaman kondisi dinamik
Berulangnya
pneumotorak/hemotorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah / menurunkan
potensial komplikasi.
Mempertahanan
kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah
kekambuhan.rapeutik.
Banyak
pasien yang membutuhkan obat penenang untuk mengontrol ansietasnya
|
DP. 5. Gangguan pola
tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan / Hasil Pasien :
Pola
tidur kembali normal
Kriteria
Evaluasi :
Jumlah
jam tidur tidak terganggu, insomnia berkurang, adanya kepuasan tidur, pasien
menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi
Intervensi
dan Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Mandiri :
Tentukan kebiasaan tidur yang biasanya dan perubahan
yang terjadi
Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik
pribadi, misalnya ; bantal dan guling
Buat
rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru
Cocokkan
dengan teman sekamar yang mempunyai pola tidur serupa dan kebutuhan malam
hari
Dorong
beberapa aktifitas fisik pada siang hari, jamin pasien berhenti beraktifitas
beberapa jam sebelum tidur
Instruksikan
tindakan relaksasi
Kurangi
kebisingan dan lampu
Gunakan
pagar tempat tidur sesuai indikasi, rendhkan tempat tidur bila mungkin
Kolaborasi :
Berikan
sedatif, hipnotik sesuai indikasi
|
Mengkaji
perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat
Meningkatkan
kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/ psikologis
Bila
rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stres dan ansietas
dapat berkurang
Menurunkan
kemungkinan bahwa teman sekamar yang “burung hantu” dapat menunda pasien
untuk terlelap atau menyebabkan terbangun
Aktivitas
siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur
malam hari
Membantu
menginduksi tidur
Memberikan
situasi kondusif untuk tidur
Pagar
tempat tidur memberikan keamanan dan dapat digunakan untuk membantu merubah posisi
Mungkin
diberikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat selama periode transisi
dari rumah ke lingkungan baru
|
DP. 6. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
Tujuan / Hasil Pasien (kolaboratif)
:
Pasien
menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria
Evaluasi :
Menurunnya
keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan dalam melakukan aktifitas,
berkurangnya nyeri.
Intervensi
dan Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Mandiri :
Jelaskan
aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
Anjurkan program hemat energi
Buat jadwal aktifitas harian, tingkatkan secara
bertahap
Kaji respon abdomen setelah beraktivitas
Berikan kompres air hangat
Beri waktu istirahat yang cukup
|
Merokok, suhu ekstrim dan stre menyebabkan
vasokonstruksi pembuluh garah dan peningkatan beban jantung
Mencegah penggunaan energi berlebihsn
Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap mempertahankan
latihan fiisk yang memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan
Respon
abdomen melipuit nadi, tekanan darah, dan pernapasan yang meningkat
Kompres
air hangat dapat mengurangi rasa nyeri
Meningkatkan daya
tahan pasien, mencegah keletihan
|
DP 7. Resiko terhadap
perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
Tujuan / Hasil Pasien :
Tidak terjadi pesiko
perluasan infeksi yang dialami
Kriteria Hasil:
Mencapai waktu
penyembuhan
Intervensi dan rasionalisasi:
No.
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
|
Mandiri:
Pertahankan system
kateter steril; berikan perawatan kateter regular dengan sabun dan air,
berikan salep antibiotic disekitar sisi kateter.
|
Mencegah pemasukan
bakteri dari infeksi/ sepsis lanjut.
|
2.
|
Ambulasi dengan
kantung drainase dependen.
|
Menghindari refleks
balik urine, yang dapat memasukkan bakteri kedalam kandung kemih.
|
3
.
|
Awasi tanda vital,
perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat, gelisah, peka,
disorientasi.
|
Pasien yang mengalami
sistoskopi/ TUR prostate beresiko untuk syok bedah/ septic sehubungan dengan
manipulasi/ instrumentasi
|
4.
|
Observasi drainase
dari luka, sekitar kateter suprapubik.
|
Adanya
drain, insisi suprapubik
meningkatkan resiko
untuk infeksi, yang diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.
|
5.
|
Ganti balutan dengan
sering (insisi supra/ retropublik dan perineal), pembersihan dan pengeringan
kulit sepanjang waktu
|
Balutan basah
menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri,
peningkatan resiko infeksi luka.
|
6.
|
Gunakan
pelindung kulit tipe ostomi
|
Memberikan
perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah ekskoriasi dan menurunkan resiko
infeksi.
|
7.
|
Kolaborasi:
Berikan
antibiotic sesuai indikasi
|
Mungkin diberikan secara
profilaktik sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada prostatektomi.
|
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteomielitis
merupakan infeksi tulang ataupun sum-sum tulang, biasanya disebabkanoleh
bakteri piogenik atau mikobakteri. Osteomielitis bisa mengenai semua usia
tetapi umumnyamengenai anak-anak dan orang tua. Oteomielitis umumnya disebabkan
oleh bakteri, diantaranyadari species staphylococcus dan stertococcus. Selain
bakteri, jamur dan virus juga dapatmenginfeksi langsung melalui fraktur
terbuka. Tibia bagian distal, femur bagian distal, humerus ,radius dan ulna
bagian proksimal dan distal, vertebra, maksila, dan mandibula merupakan
tulangyang paling beresiko untuk terkena osteomielitis karena merupakan tulang yang
banyak vaskularisasinya.
Berdasarkan
lama infeksi, osteomielitis terbagi menjadi 3, yaitu : osteomielitis akut,
subakut dan kronis. Gambaran klinis terlihat daerah diatas tulang bisa
mengalami luka danmembengkak, dan pergerakan akan menimbulkan nyeri.
Osteomielitis menahun seringmenyebabkan nyeri tulang, infeksi jaringan lunak
diatas tulang yang berulang dan pengeluarannanah yang menetap atau hilang
timbul dari kulit. Pengeluaran nanah terjadi jika nanah daritulang yang
terinfeksi menembus permukaan kulit dan suatu saluran (saluran sinus)
terbentuk dari tulang menuju kulit.Oteomielitis didiagnosis banding dengan
osteosarkoma dan Ewing sarkoma sebabmemiliki gambaran radiologik yang mirip.
Gambaran
radiologik osteomielitis baru terlihatsetelah 10-14 hari setelah infeksi, yang
akan memperlihatkan reaksi periosteal, sklerosis,sekwestrum dan
involikrum.Osteomielitis dapat diobati dengan terapi antibiotik selama 2-4
minggu atau dengandebridement. Prognosis osteomielitis bergantung pada lama
perjalanan penyakitnya, untuk yangakut prognosisnya umumnya baik, tetapi yang
kronis umumnya buruk.
B.
Saran
Makalah sangat jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami sebagai kelompok mengharapkan kritikan dan saran dari
dosen pembimbing dan teman – teman sesama mahasiswa. Selain itu penyakit osteomilitis ini sangat
berbahaya dan kita sebagai host harus bisa menerapkan pola hidup sehat agar
kesehatan kita tetap terjaga.
.
V. Evaluasi
Hasil
yang diharapkan :
1. Mengalami Peredaan
Nyeri
Melaporkan
berkurangnya nyeri
Tidak
mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi
Tidak
mengalami ketidaknyamanan bila bergerak
2. Peningkatan mobilitas
fisik
Berpartisipasi
dalam aktivitas perawatan diri
Mempertahankan
fungsi penuh ektremitas yang sehat
Memperlihatkan
penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman
3. Tidak adanya infeksi
Memakai
antibiotika sesuai resep
Suhu
badan normal
Tidak
ada pembengkakan
Tidak
ada pus
Angka
leukosit dan laju endap darah kembali normal
Biakan
darah negative
4. Mamatuhi rencana
terapeutik
Memakai
antibiotika sesuai resep
Melindungi
tulang yang lemah
Memperlihatkan
perawatan luka yang benar
Melaporkan
bila ada masalah segera
Makan
diet seimbang dengan tinggi protein, vitamin C dan D
Mematuhi
perjanjian untuk tindak lanjut
Melaporkan
peningkatan kekuatan
Tidak
melaporkan penigkatan suhu badan atau kekambuhan nyeri, pembengkakan, atau
gejala lain di tempat tersebut (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
BAB
III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang
dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen)
atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi
(osteomielitis eksogen).
Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat
gigitan hewan, manusia atau penyuntikan intramusculus dapat menyebabkan
osteomielitis eksogen. Osteomielitis akut biasanya dapat disebabkan oleh
bakteri maupun virus, jamur, dan mikro-organisme lain.
Osteomielitis adalah penyakit yang sulit
diobati karena dapat terbentuk abses local. Abses tulang biasanya memiliki
pendarahan yang sangat kurang, dengan demikian, penyampaian sel-sel imun dan
antibiotic terbatas. Apabila infeksi tulang tidak diobati secara segera dan
agresif, nyeri hebat dan ketidak mampuan permanen dapat terjadi (Corwin, 2001).
3.2. SARAN
Penerapan asuhan
keperawatan hendaknya lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J.
2001. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.
Harrison. 1999. Prinsip-prinsip
ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita
selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Pamela L. 2001. Keperawatan
medical bedah. Jakarta: EGC.
Reeves, Charlene J.
2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: Salemba
Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku
ajar keperawatan medical-bedah. Jakarta: EGC.
Helmi, Zairin Noor.
2012. Gangguan Muskuloskeletal.
Jakarta: Salemba Medika
Samiaji E., 2003, Osteomyelitis, Bagian Ilmu Bedah BRSD
Wonosobo, Fakultas Kedokteran UMY.
King R., 2004, Osteomyelitis, eMedicine.com, Inc.
King R., 2004, Osteomyelitis, eMedicine.com, Inc.
Risnanto, 2014. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Muskuloskeletal. Deepublish : Yogyakarta
Suratun, 2008. Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Davey, Patrick.2005.At a Glance Medicine.
Jakarta : Erlangga.
No comments:
Post a Comment