Tugas Individu
MAKALAH HUKUM PIDANA
“TERORISME”

Oleh
:
ASRIANTO
STB
: 01 14 165
SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM
(STIH) BONE
|
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah
SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya telah diberikan kepada kita sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “TERORISME” ini. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata Hukum Pidana.
Penulis menyadari bahwa
penulisan ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, motivasi dan bimbingan
dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: Dosen Pembimbing Akademik yang
selaku memberikan nasihat dan masukan akademis pada penulis. Serta semua
sahabat dan teman-teman yang telah membantu dalam bentuk sekecil apapun demi
kelancaran tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca. Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca.
Watampone, 24 Juli 2016
Penulis,
ASRIANTO
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................. 2
C.
Tujuan Penulisan................................................................... 2
BAB II... PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tindak
Pidana Kriminal Terorisme..................... 3
B.
Karakter dan Sasaran Terorisme........................................... 4
C.
Landasan Hukum
Tentang Terorisme.................................. 5
D.
Faktor Penyebab Tindakan Terorisme.................................. 9
E.
Dampak dari
Tindakan Terorisme........................................ 11
F.
Tindakan Terorisme Di
Indonesia........................................ 11
G.
Solusi dari
Tindakan Terorisme............................................ 15
H.
Langkah-Langkah
Kebijakan............................................... 17
BAB III.. PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................... 19
B.
Saran..................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Teror sudah lama ada hampir
seiring dengan sejarah peradaban manusia, tetapi mulai efektif digemakan pada
abad pertengahan ketika negara-negara atau kerajaan-kerajaan berperang,
dan terror digemakan sebagai salah satu cara untuk memenangkan peperangan.
Tetapi waktu itu hampir terlalu gampang untuk ditebak, siapa yang melakukan
terror. Namun sekarang, kejadian terror hampir sangat sulit ditebak siapa
pelakunya, organisasi atau negara mana yang mengaturnya. Semua berjalan
undercoverlunderground dan tidak berbentuk, serta organisasinya sulit dibaca
atau sulit diketahui.
Pada saat ini, apabila kita
mendengar kata-kata terorisme, pikiran kita hampir selalu terkait atau
tergambar adanya sesuatu yang negatif,
adanya bom yang meledak hebat yang menghancurkan gedung-gedung dan sarana
prasarana lain, tewasnya manusia yang tidak terhitung jumlahnya serta akibat
lain yang dikategorikan perbuatan biadab, tidak bermoral, tidak
berperikemanusiaan. Namun, apakah memang demikian sebenarnya? Bahkan kadang-kadang
selalu digandeng-gandengkan antara terorisme dengan islam. Apabila demikian,
apakah sebenarnya terorisme itu?
Terkait permasalahan yang
selama ini telah dialami oleh khalayak masyarakat menimbulkan banyak sekali
pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya menjadi perhatian dunia internasional.
Semisal, apakah masyarakat tidak mempunyai hak untuk memperoleh rasa aman? Bagaimana
upaya untuk memberikan rasa aman terhadap khalayak masyarakat? Pertanyaan-
pertanyaan inilah yang mendasari berbagai upaya untuk menyelesaikannya. Hal
inilah yang patut dikaji sebagai respon positif terhadap upaya tersebut.
Sehingga pada kesempatan ini penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dalam
sebuah makalah yang berjudul “terorisme”.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah yang dimaksud terorisme?
2.
Bagaimana Landasan hukum terosisme?
3.
Apa yang menjadi faktor penyebab meningkatnya
tindak kriminal terorisme?
4.
Apa dampak dari meningkatnya tindak kriminal
terorisme?
5.
Bagaimana solusi mengurangi meningkatnya
tindak kriminal terorisme?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui definisi terorisme.
2.
Mengetahui Landasan hukum terorisme.
3.
Mengidentifikasikan faktor penyebab
meningkatnya tindak kriminal terorisme.
4.
Mengidentifikasi dampak dan meningkatnya
tindak kriminal terorisme.
5.
Mengidentifikasi solusi menguranginya tindak
kriminal terorisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tindak Pidana Kriminal Terorisme
Menurut para ahli kontraterorisme berpendapat bahwa
istilah teroris merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan
bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata
tersebut. Aksi terorisme mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang
dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi. Oleh karena
itu, para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang
kejam. Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris"
dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis,
pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain.
Tetapi dalam pembenaran dimata teroris : Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan
terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang.
Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatas namakan agama.
Di lihat dari segi bahasa terorisme secara
kasar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk penggunaan kekerasan
terhadap penduduk sipil/non kombatan untuk mencapai tujuan politik. Dalam skala
lebih kecil daripada perang, teroris berasal dari Perancis pada abad 18. Kata terorisme yang artinya dalam keadaan teror (under the terror), berasal dari bahasa
latin ”terrere” yang berarti gemetaran dan ”detererre” yang berarti
takut.Istilah terorisme pada awalnya digunakan untuk menunjuk suatu musuh dari
sengketa territorial atau cultural melawan ideology atau agama yang melakukan
aksi kekerasan terhadap publik.
Pandangan terorisme menurut Ketua Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim Muzadi, mengatakan Indonesia merupakan
korban dari jaringan teror global. Menurut beliau, ini yang harus diluruskan di
mata dunia. Teror itu biasanya datang dari luar, dimana bisa dilakukan sendiri
dan bisa juga melalui doktrin, Indonesia victim global teror.
Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk
menciptakan suasana panik, tidak menentu serta menciptakan ketidak percayaan
masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok
tertentu untuk mentaati kehendak pelaku teror. Terorisme tidak ditujukan
langsung kepada lawan, akan tetapi perbuatan teror justru dilakukan dimana saja dan terhadap siapa saja. Dan yang lebih
utama, maksud yang ingin disampaikan oleh pelaku teror adalah agar perbuatan
teror tersebut mendapat perhatian yang khusus atau dapat dikatakan lebih
sebagai psy-war.
Menurut pendapat dari DR. F. Budi Hardiman (Endriyono,
2005: 4) yang menyatakan bahwa teror adalah fenomena yang cukup tua dalam
sejarah, yang berusaha menakut-nakuti, mengancam, memberi kejutan kekerasan
atau membunuh dengan maksud menyebarkan rasa takut, dan hal ini digunakan
sebagai taktik dalam perjuangan kekuasaan. Seperti yang dikatakan oleh Prof. M. Cherif Bassiouni,
ahli Hukum Pidana Internasional, bahwa tidak mudah untuk mengadakan suatu
pengertian yang identik yang dapat diterima secara universal sehingga sulit
mengadakan pengawasan atas makna Terorisme tersebut. Sedangkan menurut Prof. Brian Jenkins, Phd.,
Terorisme merupakan pandangan yang subjektif, hal mana didasarkan atas siapa
yang memberi batasan pada saat dan kondisi tertentu.
B. Karakter dan Sasaran Terorisme
1.
Karakter Teroris
Karakter
teroris berdasarkan hasil studi dan pengalaman empiris dalam menangani aksi
terrorisme yang dilakukan oleh PBB antara lain, sebagai berikut:
a.
Teroris umumnya
mempunyai organisasi yang solid, disiplin tinggi, militan dengan
struktur organisasi berupa kelompok-kelompok kecil, dan perintah dilakukan
melalui indoktrinasi serta teroris dilatihan bertahun-tahun sebelum
melaksanakan aksinya.
b.
Teroris menganggap
bahwa proses damai untuk mendapatkan perubahan sulit untuk diperoleh.
c.
Teroris memilih
tindakan yang berkaitan dengan tujuan politik dengan cara kriminal dan tidak
mengindahkan norma dan hukum yang berlaku.
d.
Memilih sasaran yang
menimbulkan efek psikologi yang tinggi untuk menimbulkan rasa takut dan
mendapatkan publikasi yang luas.
2.
Sasaran strategis
teroris antara lain :
a.
Menunjukkan kelemahan
alat-alat kekuasaan (Aparatur Pemerintah)
b.
Menimbulkan
pertentangan dan radikalisme di masyarakat atau segmen tertentu dalam
masyarakat.
c.
Mempermalukan aparat pemerintah
dan memancing mereka bertindak represif kemudian mendiskreditkan
pemerintah dan menghasilkan simpati masyarakat terhadap tujuan teroris.
d.
Menggunakan media
masa sebagai alat penyebarluasan propaganda dan tujuan politik teroris.
e.
Sasaran fisik
bangunan antara lain : Instalasi Militer, bangunan obyek vital seperti
pembangkit energi , instalasi komunikasi, kawasan industri, pariwisata dan
sarana transportasi,
f.
Personil Aparat
Pemerintah, Diplomat ,Pelaku bisnis dan Personil lawan politik.
Jadi,
sasaran aksi teroris yang umumnya terhadap manusia maupun obyek lainnya harus
mampu dijaga dengan system yang lebih baik dari system teroris yang bertujuan
untuk menyoroti kelemahan system kepemerintahan yang dirancang untuk
menghasilkan reaksi publik yang positif atau simpatik bagi para teroris.
C. Landasan
Hukum Tentang Terorisme
Menurut Waluyadi (2009: 17)
Undang-Undang
memberikan pembatasan, bahwa yang dimaksud terorisme adalah setiap perbuatan
yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan
atau bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap
orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara
merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang
strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas
internasional.
Dalam rumusan yang paling
formal di Indonesia adalah terdapat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003
tentang Tindak Pidana Terorisme, dalam pasal 6 dan pasal 7 yang isinya mengenai
ancaman pidana bagi pelaku teror dibagi menjadi dua. Pertama, perbuatan yang
menimbulkan akibat yang dilarang diancam dengan pidana penjara minimal 4 tahun
dan maksimal 20 tahun. Kedua, perbuatan yang dimaksudkan menimbulkan akibat
yang dilarang diancam dengan pidana penjara seumur hidup.
Untuk menjamin berjalannya
proses hukum dalam tindak pidana terorisme, Undang-Undang juga menegaskan
adanya ancaman kepada siapa saja yang menghalangi proses hukum tersebut, dengan
ancaman pidana minimal 2 tahun dan maksimal 7 tahun. Apabila usaha untuk
menghalangi proses hukum tersebut diikuti dengan mengintimidasi aparat hukum,
maka pelakunya diancam dengan pidana minimal 3 tahun maksimal 15 tahun.
Pidana terorisme telah diatur dalam KUHP tentang pidana
terorisme, tetapi pemakalah hanya akan mengemukakan pasal-pasal yang di
dalamnya terdapat unsur-unsur kejahatan terorisme sebagai berikut :
1.
BAB
I (KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA).
a.
Pasal
106:
Makar
dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ketangan musuh
atau memisahkan sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
b.
Pasal
107:
1)
Makar
dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
2)
Para
pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
c.
Pasal
108:
1)
Barangsiapa
bersalah karena pemberontakan, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun.
a)
Orang
yang melawan Pemerintah Indonesia dengan senjata;
b)
Orang
yang dengan maksud melawan Pemerintah Indonesia menyer-bu
bersama-sama atau menggabungkan diri pada gerombolan yang melawan Pemerintah
dengan senjata.
2)
Para pemimpin
dan para pengatur pemberontakan diancam dengan penjara seumur hidup atau pidana
penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
2.
BABVII
(KEJAHATAN YANG MEMBAHAYAKAN KEAMANAN UMUM BAGI ORANG ATAU BARANG).
a.
Pasal
187:
Barang
siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam:
1)
Dengan
pidana penjara paling lama 12 tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul
bahaya umum bagi barang;
2)
Dengan
pidana penjara paling lama 15 tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas
timbul bahaya bagi nyawa orang lain.
3)
Dengan
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun,
jika karena perbutan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan
mengakibatkan orang mati.
3.
BAB
XIX (KEJAHATAN TERHADAP NYAWA).
a.
Pasal
338:
Barangsiapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
penjara paling lama lima belas tahun.
b.
Pasal
340:
Barangsiapa
dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lan,
diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
4.
BAB XX
(PENGANIAYAAN).
a.
Pasal
351:
1)
Penganiayaan
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribulima ratus rupiah.
2)
Jika
perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun.
3)
Jika
mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4)
Dengan
penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5)
Percobaan
untuk melakukan kejahatn ini tidak dipidana.
5.
BAB
XXVII (MENGHANCURKAN ATAU MERUSAKKAN BARANG).
a.
Pasal
406:
1)
Barangsiapa
dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat
dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik
orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2)
Dijatuhkan
pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membunuh,
merusakkan, membuat tak dapat digunakan atau menghilangkan hewan, yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
Demikianlah pidana bagi
kejahatan terorisme yang terdapat di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana) berdasarkan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya.
D. Faktor Penyebab Tindakan Terorisme
“Empat faktor menjadi
penyebab tumbuh suburnya terorisme di Indonesia. Pendorong melakukan tindak
kekerasan dan mau benar sendiri itu adalah kondisi ketidakadilan, lemahnya
tatanan negara, ketidakpedulian masyarakat dan krisis identitas”.
Selain itu, penyebab terorisme yang perlu dikenali karena ini berkait dengan upaya
pencegahannya, antara lain:
1.
Kesukuan, nasionalisme/separatisme
Tindak
teror ini terjadi di daerah yang dilanda konflik antar etnis/suku atau pada
suatu bangsa yang ingin memerdekan diri. Menebar teror akhirnya digunakan pula
sebagai satu cara untuk mencapai tujuan atau alat perjuangan. Sasarannya jelas,
yaitu etnis atau bangsa lain yang sedang diperangi. Bom-bom yang dipasang di
keramaian atau tempat umum lain menjadi contoh paling sering. Aksi teror
semacam ini bersifat acak, korban yang jatuh pun bisa siapa saja.
2.
Kemiskinan dan kesenjangan dan globalisasi
Kemiskinan
dan kesenjangan ternyata menjadi masalah sosial yang mampu memantik terorisme.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi 2 macam: kemiskinan natural dan kemiskinan
struktural. Kemiskinan natural bisa dibilang “miskin dari sononya”. Orang yang
tinggal di tanah subur akan cenderung lebih makmur dibanding yang berdiam di
lahan tandus. Sedang kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang dibuat. Ini
terjadi ketika penguasa justru mengeluarkan kebijakan yang malah memiskinkan
rakyatnya. Jenis kemiskinan kedua punya
potensi
lebih tinggi bagi munculnya terorisme.
3.
Non demokrasi
Negara
non demokrasi juga disinyalir sebagai tempat tumbuh suburnya terorisme. Di
negara demokratis, semua warga negara memiliki kesempatan untuk menyalurkan
semua pandangan politiknya. Iklim demokratis menjadikan rakyat sebagai
representasi kekuasaan tertinggi dalam pengaturan negara. Artinya, rakyat
merasa dilibatkan dalam pengelolaan negara. Hal serupa tentu tidak terjadi di
negara non demokratis. Selain tidak memberikan kesempatan partisipasi
masyarakat, penguasa non demokratis sangat mungkin juga melakukan tindakan
represif terhadap rakyatnya. Keterkungkungan ini menjadi kultur subur bagi
tumbuhnya benih-benih terorisme.
4.
Pelanggaran harkat kemanusiaan
Aksi
teror akan muncul jika ada diskriminasi antar etnis atau kelompok dalam
masyarakat. Ini terjadi saat ada satu kelompok diperlakukan tidak sama hanya
karena warna kulit, agama, atau lainnya.Kelompok yang direndahkan akan mencari
cara agar mereka didengar, diakui, dan diperlakukan sama dengan yang lain.
Atmosfer seperti ini lagi-lagi akan mendorong berkembang biaknya teror.
5.
Radikalisme agama
Butir
ini nampaknya tidak asing lagi. Peristiwa teror yang terjadi di Indonesia
banyak terhubung dengan sebab ini. Radikalisme agama menjadi penyebab unik
karena motif yang mendasari kadang bersifat tidak nyata. Beda dengan kemiskinan
atau perlakuan diskriminatif yang mudah diamati. Radikalisme agama sebagian
ditumbuhkan oleh cara pandang dunia para penganutnya. Menganggap bahwa dunia
ini sedang dikuasi kekuatan hitam, dan sebagai utusan Tuhan mereka merasa
terpanggil untuk membebaskan dunia dari cengkeraman tangan-tangan jahat.
E. Dampak
dari Tindakan Terorisme
1.
Terhadap
sistem politik, terdapat input yang berguna untuk memberi masukan didalam
sistem politik. Karena sistem politik disusun untuk memberikan kepuasan bagi
masyarakat yang berada dibawahnya. Namun permasalahannya untuk Indonesia yang
memiliki berbagai macam tuntutan karena latar belakang masyarakat yang sudah
berbeda-beda, dan kebutuhan yang berbeda pula. Dan kadang kebutuhan tersebut
tidak seluruhnya bisa dipenuhi, dan akhirnya rakyat menuntut. Terlihatlah bahwa Terorisme itu bisa
mengganggu sistem perpolitikan suatu negara. Dan hendaknya masing-masing negara
mampu mengatur suatu sistem perpolitikan dengan baiksehingga hal-hal seperti
ini tidak kita temui lagi.
2.
Pengaruh terorisme dapat memiliki dampak yang
signifikan, baik segi keamanan dan keresahan masyarakat maupun iklim
perekonomian dan parawisata yang menuntut adanya kewaspadaan aparat intelijen
dan keamanan untuk pencegahan dan penanggulangannya.
3.
Masih adanya ancaman terorisme di Indonesia
juga disebabkan oleh belum adanya payung hukum yang kuat bagi kegiatan
intelijen untuk mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme.
Sulitnya menyusun payung hukum tersebut karena adanya pemahaman sempit
sementara kalangan umat beragama, bahwa perang melawan terorisme dianggap
memerangi Islam. Kondisi masyarakat tradisional yang menghadapi persoalan
ekonomi dan sosial sangat mudah dipengaruhi atau direkrut menjadi anggota
kelompok teroris.
F. Tindakan Terorisme Di
Indonesia
Terorisme di Indonesia merupakan terorisme di Indonesia yang dilakukan oleh
grup teror Jemaah Islamiyah yang berhubungan dengan al-Qaeda. Sejak tahun 2002,
beberapa "target negara Barat" telah diserang. Korban yang jatuh
adalah turis Barat dan juga penduduk Indonesia. Terorisme di Indonesia dimulai
tahun 2000 dengan terjadinya Bom Bursa Efek Jakarta, diikuti dengan empat
serangan besar lainnya, dan yang paling mematikan adalah Bom Bali 2002.
Berikut adalah beberapa kejadian terorisme yang
telah terjadi di Indonesia dan instansi Indonesia di luar negeri:
1. Tahun 1981
Garuda Indonesia Penerbangan 206, 28 Maret 1981. Sebuah
penerbangan maskapai Garuda Indonesia dari Palembang ke Medan pada Penerbangan dengan pesawat DC-9 Woyla
berangkat dari Jakarta pada pukul 8 pagi, transit di Palembang, dan akan terbang ke Medan dengan
perkiraan sampai pada pukul 10.55. Dalam penerbangan, pesawat tersebut dibajak oleh 5 orang teroris yang menyamar sebagai penumpang. Mereka bersenjata senapan
mesin dan granat, dan mengaku sebagai anggota Komando
Jihad. 1 kru
pesawat tewas, 1 tentara komando tewas, 3 teroris tewas.
2. Tahun 1985
Bom Candi Borobudur 1985, 21 Januari 1985. Peristiwa
terorisme ini adalah peristiwa terorisme bermotif "jihad" kedua yang
menimpa Indonesia.
3. Tahun 2000
a.
Bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000. Bom
meledak dari sebuah mobil yang diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. 2 orang tewas dan 21
orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T Caday.
b.
Bom
Kedubes Malaysia, 27 Agustus 2000. Granat meledak di kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
c.
Bom Bursa Efek Jakarta, 13
September 2000.
Ledakan mengguncang lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta. 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104
mobil rusak berat, 57 rusak ringan.
d.
Bom malam Natal, 24
Desember 2000.
Serangkaian ledakan bom pada malam Natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16
jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.
4.
2001
a.
Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli 2001. di Kawasan
Kalimalang, Jakarta Timur, 5 orang tewas.
b.
Bom Plaza Atrium Senen Jakarta, 23
September 2001. Bom
meledak di kawasan Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera.
c.
Bom
restoran KFC, Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign
KFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor
MLC Life cabang Makassar tidak meledak.
d.
Bom
sekolah Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan meledak di halaman Australian International School
(AIS), Pejaten, Jakarta.
5.
2002
a.
Bom Tahun Baru, 1 Januari 2002. Granat
manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas
dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan
bom di berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa.
b.
Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat
bersamaan, di Manado, Sulawesi
Utara, bom
rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.
c.
Bom restoran McDonald's, Makassar, 5 Desember 2002. Bom rakitan yang dibungkus wadah pelat baja
meledak di restoran McDonald's Makassar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka.
6.
2003
a.
Bom
Kompleks Mabes Polri, Jakarta, 3 Februari 2003, Bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari,
Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
b.
Bom Bandara Soekarno-Hatta,
Jakarta, 27 April 2003. Bom meledak dii area publik di terminal 2F,
bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2 orang luka
berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan.
c.
Bom JW Marriott, 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan sebagian Hotel JW
Marriott. Sebanyak
11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka.
7.
2004
b.
Bom Kedubes Australia, 9
September 2004.
Ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti
Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI.
8.
2005
c.
Bom
Pamulang, Tangerang, 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan
Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di
Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa.
d.
Bom Bali, 1 Oktober 2005. Bom kembali meledak di Bali.
Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang
terjadi di R.AJA's Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di
Nyoman Café Jimbaran.
e.
Bom Pasar Palu, 31
Desember 2005. Bom
meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi
Tengah yang
menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang.
9. 2009
Bom
Jakarta, 17 Juli 2009. Dua
ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul
10. 2010
11. 2011
a.
Bom
Cirebon, 15 April 2011. Ledakan
bom bunuh diri di Masjid Mapolresta Cirebon saat Salat
Jumat yang
menewaskan pelaku dan melukai 25 orang lainnya.
b.
Bom Gading Serpong, 22 April 2011. Rencana
bom yang menargetkan Gereja Christ
Cathedral Serpong, Tangerang
Selatan, Banten dan diletakkan di jalur pipa gas, namun berhasil
digagalkan pihak Kepolisian RI
c.
Bom Solo, 25
September 2011. Ledakan bom bunuh diri di GBIS
Kepunton, Solo, Jawa
Tengah usai
kebaktian dan jemaat keluar dari gereja. Satu orang pelaku bom bunuh diri tewas
dan 28 lainnya terluka.
12.
Tahun
2016
Tanggal 14 Januari, terjadi ledakan
bom di pos polisi di depan gedung Sarinah dan Starbucks di jalan M.H
Thamrin. Peristiwa tersebut terjadi pada pukul 10.30 WIB. Bom yang lebih
dikenal dengan nama Bom Sarinah ini menyebabkan 7 orang tewas dan melukai 17
orang.
G. Solusi
dari Tindakan Terorisme
Terorisme (Endriyono, 2005:
22) adalah perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk
menghancurkan kedaulatan bangsa dan negara. Ada beberapa
soft strategy yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam menahan laju terorisme
di Indonesia.
1.
Pemberantasan
kemiskinan dan perbaikan ekonomi. Tidak
bisa dipungkiri bahwa kemiskinan adalah salah satu pendorong terjadinya gerakan
resistensi dari berbagai golongan masyarakat, termasuk gerakan terorisme.
2.
Pemerintah
hendaknya melakukan kampanye tentang pengertian jihad kepada
seluruh masyarakat.
3.
Untuk para siswa yang duduk di bangku
sekolah, pemahaman tentang jihad hendaknya dimasukkan ke dalam buku agama yang
dikeluarkan oleh Departemen Agama (Depag).
4.
Untuk
masyarakat diadakan dialog antara masyarakat barat dan Islam untuk membahas
islam. Selain itu, pemerintah maupun masyarakat baiknya membuat film dokumenter
yang ditayangkan di televisi mengenai pemahaman jihad itu sendiri.
5.
Itu
harus ada empowering terhadap pemikiran moderat, karena inilah yang diperlukan di Indonesia.
Jadi bukan hanya NU diajak bekerjasama, tetapi bagaimana pemikiran-pemikiran
moderat itu diperkuat dengan sistem kenegaraan.
6.
Didalam
sebuah sistem politik, terdapat Input, Output, dan Lingkungan
yang memengaruhinya. Input yang Indonesia dapatkan sudah terlalu banyak,
permasalahannya pun sudah dilumatkan dalam beberapa pertemuan, kerjasama
antarnegara yang berkaitan dengan terorisme pun telah dijalin dengan berbagai
negara, dan hendaknya kebijakan-kebijakan atau output yang dikeluarkan
pun sudah memuaskan seluruh kalangan.
“Sebagai
upaya memerangi terorisme, ada dua hal yang kita hadapi, yaitu ‘terror’ dan
‘isme’. Terror itu harus dihadapi dengan inteligen teritory dimana ini sudah
dilakukan oleh Indonesia. Sementara yang kedua, yaitu isme, ini tidak bisa
menggunakan cara-cara tersebut, kita harus menggunakan sistem pendidikan
keagamaan yang menjamin untuk tidak timbulnya terror yang berkarakter agama”.
H. Langkah-Langkah
Kebijakan
Arah kebijakan yang ditempuh dalam rangka
mencegah dan menanggulangi kejahatan terorisme pada tahun 2005 – 2009 adalah
sebagai berikut:
1.
Penguatan koordinasi dan kerja sama di antara
lembaga Pemerintah;
2.
Peningkatan kapasitas lembaga pemerintah
dalam pencegahan dan penang-gulangan teroris, terutama satuan kewilayahan;
3.
Pemantapan operasional penanggulangan terorisme
dan penguatan upaya deteksi secara dini potensi aksi terorisme;
4.
Penguatan peran aktif masyarakat dan
pengintensifan dialog dengan kelompok masyarakat yang radikal;
5.
Peningkatan pengamanan terhadap area publik
dan daerah strategis yang menjadi target kegiatan terorisme;
6.
Sosialisasi dan upaya perlindungan masyarakat
terhadap aksi terorisme;
7.
Pemantapan deradikalisasi melalui upaya-upaya
pembinaan (soft approach) untuk mencegah rekrutmen kelompok teroris serta
merehabilitasi pelaku terror yang telah tertangkap.
Dalam mencegah dan menanggulangi terorisme, Pemerintah
tetap ber-pedoman pada prinsip yang telah diambil sebelumnya, yakni melakukan
secara preventif dan represif yang didukung oleh upaya pemantapan kerangka
hukum sebagai dasar tindakan proaktif dalam menangani aktivitas, terutama dalam
mengungkap jaringan terorisme. Peningkatan kerja sama intelijen, baik
dalam negeri maupun dengan intelijen asing, melalui tukar-menukar informasi dan
bantuan-bantuan lainnya, terus ditingkatkan. Untuk mempersempit ruang
gerak pelaku kegiatan terorisme, Pemerintah akan terus mendorong instansi
berwenang untuk meningkatkan penertiban dan pengawasan terhadap lalu lintas
orang dan barang di bandara, pelabuhan laut, dan wilayah perbatasan, termasuk
lalu lintas aliran dana, baik domestik maupun antarnegara. Penertiban dan
pengawasan juga akan dilakukan terhadap tata niaga dan penggunaan bahan
peledak, bahan kimia, senjata api dan amunisi di lingkungan TNI, Polisi, dan
instansi pemerintah. Selain itu, TNI, Polisi, dan instansi pemerintah
juga terus melakukan pengkajian mendalam bekerja sama dengan akademisi, tokoh masyarakat,
dan tokoh agama.
Di samping itu, diselenggarakannya gelar budaya dan
ceramah-ceramah mengenai wawasan kebangsaan dan penyebaran buku-buku terorisme
dapat mengubah persepsi negatif masyarakat terhadap langkah Pemerintah untuk
memerangi terorisme di Indonesia. Peningkatan kemampuan berbagai satuan anti
teror dan intelijen dalam menggunakan sumber-sumber primer dan jaringan
informasi diperlukan agar dapat membentuk aparat anti teror yang profesional
dan terpadu dari TNI, Polri, dan BIN. Selanjutnya, kerja sama
internasional sangat perlu untuk ditingkatkan karena terorisme merupakan
permasalahan lintas batas yang memiliki jaringan dan jalur tidak hanya di
Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Faktor penyebab meningkatnya tindak kriminal terorisme antara lain:
a.
Kesukuan, nasionalisme/separatism
Tindak teror ini terjadi di daerah yang
dilanda konflik antar etnis/suku atau pada suatu bangsa yang ingin memerdekan
diri. Menebar teror akhirnya digunakan pula sebagai satu cara untuk mencapai
tujuan atau alat perjuangan.
b.
Kemiskinan dan kesenjangan dan globalisasi
Kemiskinan dan kesenjangan ternyata menjadi
masalah sosial yang mampu memantik terorisme.
c.
Non demokrasi
Penguasa non demokratis sangat mungkin juga
melakukan tindakan represif terhadap rakyatnya. Keterkungkungan ini menjadi
kultur subur bagi tumbuhnya benih-benih terorisme.
d.
Pelanggaran harkat kemanusiaan
Kelompok yang direndahkan akan mencari cara
agar mereka didengar, diakui, dan diperlakukan sama dengan yang lain. Atmosfer
seperti ini lagi-lagi akan mendorong berkembang biaknya teror.
e.
Radikalisme agama
Radikalisme agama menjadi penyebab unik
karena motif yang mendasari kadang bersifat tidak nyata. Radikalisme agama
sebagian ditumbuhkan oleh cara pandang dunia para penganutnya. Menganggap bahwa
dunia ini sedang dikuasi kekuatan hitam, dan sebagai utusan Tuhan mereka merasa
terpanggil untuk membebaskan dunia dari cengkeraman tangan-tangan jahat.
2.
Dampak tindak kriminal terorisme antara lain:
a.
Mengganggu sistem perpolitikan suatu negara.
b.
Mengganggu sistem perekonomian Negara.
c.
Merugikan beberapa pihak-pihak yang
bersangkutan, baik kehilangan harta dan jiwa.
d.
Menyebabkan perasaan takut dan menciptakan
kondisi yang tidak aman dan tidak nyaman.
3.
Solusi untuk mengurangi tindak kriminal terorisme
antara lain:
a.
Penguatan koordinasi dan kerja sama di antara
lembaga Pemerintah;
b.
Peningkatan kapasitas lembaga pemerintah
dalam pencegahan dan penanggulangan teroris, terutama satuan kewilayahan;
c.
Pemantapan operasional penanggulangan
terorisme dan penguatan upaya deteksi secara dini potensi aksi terorisme;
d.
Penguatan peran aktif masyarakat dan
pengintensifan dialog dengan kelompok masyarakat yang radikal;
e.
Peningkatan pengamanan terhadap area publik
dan daerah strategis yang menjadi target kegiatan terorisme;
f.
Sosialisasi dan upaya perlindungan masyarakat
terhadap aksi terorisme;
g.
Pemantapan deradikalisasi melalui upaya-upaya
pembinaan (soft approach) untuk mencegah rekrutmen kelompok teroris serta
merehabilitasi pelaku terror yang telah tertangkap.
B. Saran
1.
Sebaiknya
pemerintah lebih mengoptimalkan kembali kinerja para aparat yang berwenang
seperti polisi dalam upaya-upaya penanggulangan walaupun sudah banyak dilakukan meskipun kurang maksimal.
2.
Mengoptimalkan upaya-upaya tersebut guna
mencapai hasil yang lebih baik dalam
upaya pemberantasan terorisme, hal ini juga didukung dengan partisipasi warga
masyarakat untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitarnya terutama tetangga
dekat mereka sebagai warga baru dalam mengetahui aktivitas keseharian mereka
dan identitas mereka yang akurat.
DAFTAR
PUSTAKA
Bambang.
2005. Teror Bom di Indonesia, Jakarta: Grafindo.
Barda Nawawi Arief, 2002. Bunga Rampai Kebijakan
Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Endriyono.
2005. TERORISME, Ancaman Sepanjang Masa. Semarang: CV. Media Agung
Persada.
P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum
Pidana Indonesia, Cetakan Ketiga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Soerodibroto, Soenarto, 2003. KUHP DAN KUHAP. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Wahid, Abdul,
dkk. 2004. Kejahatan Terorisme, Bandung: PT. Retika Aditama.
Waluyadi.
2009. Kejahatan, Pengadilan dan Hukum Pidana. Bandung: CV. Mandar Maju.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete