ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR PADA IBU BERSALIN YANG BERHUBUNGAN
DENGAN PEMILIHAN MEDIS OPERASI WANITA DI RSUP DR KARIADI
TAHUN 2012
Asih
Wijayanti* Fery Agusman** Ristiana Triwik MD
ABSTRAK
Xi + 70 halaman +12 tabel + 5 lamp
Langkah kebijakan pembangunan keluarga berencana diarahkan
untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk dan meningkatkan keluarga kecil
berkualitas, dengan mengendalikan tingkat kelahiran penduduk melalui upaya
memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB, terutama bagi keluarga
miskin dan rentan serta
daerah terpencil, meningkatkan
komunikasi, informasi, dan edukasi, bagi pasangan usia subur tentang
kesehatan reproduksi, melindungi peserta KB dan dampak negatif pengguna alat
kontrasepsi.
Tujuan
dari penelitian ini adalah Mengetahui faktor-faktor pada ibu bersalin yang berhubungan dengan pemilihan
Medis Operasi Wanita di RSUP Dr Kariadi Tahun 2012
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan
deskriptif
korelasi yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan
tujuan utama untuk membuat gambaran atau
deskriptif tentang suatu keadaan atau objektif dan mencari hubungan antara dua
variable.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah ibu bersalin di
Ruang Kebidanan RSUP Dr Kariadi Semarang sejumlah 180 orang yang diambil dengan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Dari
hasil olah data didapatkan ada hubungan
antara usia dengan pemilihan MOW pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2 hitung 24,754 dan
X2 tabel 5,591, ada hubungan antara
paritas dengan pemilihan MOW pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2
hitung 46,250 dan X2 tabel 5,591. Tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan MOW
pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2 hitung 0,010 dan X2
tabel 3,481, dan ada hubungan antara
tingkat pendidikan dengan pemilihan MOW pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2
hitung 10,464 dan X2 tabel 5,591.
Kata
Kunci : ibu bersalin dan pemilihan medis operasi
wanita
Daftar
pustaka : 25 (2001 – 2011).
* : Mahasiswa Prodi D-IV Kebidanan STIKES
Karya Husada Semarang
** : Dosen Prodi D-IV Kebidanan STIKES Karya
Husada Semarang
LATAR
BELAKANG
Indonesia
merupakan Negara berkembang dengan jumlah penduduk kira-kira lebih dari 200
juta, termasuk dalam Negara-negara yang paling banyak jumlah penduduknya.
Penduduknya mendiami daerah-daerah di berbagai pulau yang tersebar tidak merata
di seluruh wilayah Indonesia, selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Jumlah penduduk yang besar ini menimbulkan berbagai masalah seperti kekurangan
pangan dan gizi sehingga mengakibatkan kesehatan yang buruk, pendidikan yang
rendah, kurangnya lapangan pekerjaan, tingkat
kematian dan kelahiran tinggi, khususnya di Negara berkembang (Wiknjosastro,
2003). Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang diakukan
untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat. Apabila hal ini di biarkan, maka
pendidikan generasi mendatang akan terpuruk sehingga menghasilkan banyak
pengangguran dan mutu tenaga kerja Indonesia dengan produktivitas yang tidak
baik.
Badan pusat stastistik
mencatat bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia selama periode
2000-2010 lebih tinggi dibanding periode 1990-2000. Laju pertumbuahn penduduk
2000-2010 mencapai 1,49% atau lebih tinggi dibanding periode 1990-2000 yang hanya
mencapai 1,45 %. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang
berdasarkan hasil sementara Sensus Penduduk Indonesia
tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa, lebih tinggi dari hasil proyeksi sebanyak
234 juta jiwa dan merupakan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia setelah
China, India, dan Amerika Serikat. Jumlah yang besar ini kualitasnya relatif
masih rendah. Dari segi kualitas, penduduk Indonesia menempati urutan ke-108
dari 188 negara di dunia. Kualitas penduduk Indonesia yang masih rendah ini
terjadi hampir di seluruh wilayah
baik di daerah padat maupun di daerah jarang penduduk (Depkes,
2010).
Pemerintah sudah berupaya mengatasi laju pertumbuhan penduduk yang
cepat ini dengan mencanangkan program KB yang dimulai sejak tahun 1970. Meski
program ini cenderung bersifat persuasif ketimbang dipaksakan. Program ini
dinilai berhasil menekan tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia. Paradigma baru
program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya
dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas tahun
2015", Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat,
maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan,
bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
(Wiknjosastro, 2003).
Langkah kebijakan pembangunan keluarga berencana diarahkan
untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk dan meningkatkan keluarga kecil
berkualitas, dengan mengendalikan tingkat kelahiran penduduk melalui upaya
memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB, terutama bagi keluarga
miskin dan rentan serta
daerah terpencil, meningkatkan
komunikasi, informasi, dan edukasi, bagi pasangan usia subur tentang
kesehatan reproduksi, melindungi peserta KB dan dampak negatif pengguna alat
kontrasepsi.
Pemerintahan kabupaten/kota belum sepenuhnya menaruh perhatian
besar terhadap pembangunsn berwawasan kependudukan termasuk program KB (BKKBN,
2010). Apabila kondisi ini terus berlangsung dikhawatirkan selain sasaran
program tidak tercapai juga berbagai upaya mengatasi permasalahan yang masih
dihadapi menjadi terhambat. Dampaknya adalah semakin sulit bagi pemkab/pemkot
untuk mengelola daerahnya masing-masing (BKKBN, 2010).
Salah satu permasalahan yang dihadapi pembangunan bidang
kependudukan dan keluarga berencana antara lain adalah masih rendahnya
pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MJKP) seperti IUD, Implant, dan
MOW/MOP. Hal ini didukung dengan data BKKBN tahun 2010 tercatat di Indonesia
terdapat 5.155.761 jiwa peserta KB aktif dengan rincian peserta akseptor suntik
sebanyak 56,78%, akseptor pil sebanyak 17,65%, akseptor AKDR sebanyak 10,21%,
akseptor implant sebanyak 9,31% dan akseptor MOW sebanyak 6,05%.
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang lebih ditekankan karena MKJP
dianggap lebih efektif dan lebih mantap dibandingkan dengan alat kontrasepsi
pil, kondom maupun suntikan (BKKBN, 2010). Di propinsi Jawa Tengah pada tahun
2010, cakupan peserta KB aktif 79,18%. Peserta mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2009 sebesar 78,37 % (BKKBN Prov Jateng, 2011). Angka ini
masih di bawah target tahun 2010 sebesar 80% (Dinkes Prov Jateng, 2010).
Walaupun target pencapaian peserta KB aktif belum terealisasi, namun sasaran
peserta KB baru MKJP Jawa Tengah tahun 2010 sudah dapat terealisasi yaitu
sebesar 110%.
Medis Operatif Wanita sebagai salah satu Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang merupakan salah satu metode KB yang paling efektif, ekonomis, bersifat
permanen, dan relatif aman serta tidak memerlukan keterlibatan nyata yang terus
menerus dari pihak pemakai (Pendit, 2007). Keuntungan yang terdapat dalam Medis
Operasi Wanita (MOW) belum bisa membuat akseptor KB memilih
metode ini. Hal ini dapat dilihat data dari Dinkes Kota Semarang, Jumlah
peserta KB baru MOW/MOP kota Semarang bulan Januari-Agustus tahun 2010 sebesar
5,3875%. Angka tersebut mengalami penurunan 2 tahun belakangan ini yaitu dari
Jumlah peserta KB MOW/ MOP tahun 2009 sebesar 5,42% dan tahun 2008 sebesar
5,63%.
RSUP DR Kariadi Semarang juga berpartisipasi aktif dalam
melaksanakan program keluarga berencana
melalui PKBRS dangan Pelayanan KB Paripurna. Pelayanan KIE dan Konseling KB di rumah sakit
salah satunya diarahkan pada terciptanya penanganan KB Mantap (MOW/MOP) dan
penanganan KB pasca persalinan dan pasca keguguran. Tahun 2010 RSUP DR. Kariadi
memiliki prosentase pencapaian peserta KB baru pasca persalinan menurut jenis
kontrasepsinya yaitu, Suntik 28,24%, kondom 33.86%. Pil 7,54%, Implant 0,34%,
IUD 14,77%, dan MOW 13,36% (Data Poli KBRSDK, 2011). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa peserta KB baru MOW
berada di urutan ketiga dari bawah dan masih lebih rendah dibandingkan yang
menggunakan kontrasepsi suntik, kondom, dan IUD. Peserta KB baru MOW pada tahun
2010 tersebut hanya tercapai 50,22% dari seluruh ibu bersalin yang memenuhi
syarat (dengan indikasi paritas lebih dari 2 dan usia lebih dari 26 tahun)
untuk dilakukan MOW.
Peserta KB baru MOW di RSUP Dr Kariadi dari tahun 2006-2010
terdapat perubahan setiap tahunnya. Pada tahun 2006 peserta KB baru MOW sebesar
10,97%. Pada tahun 2007 rnengalami penurunan
menjadi 4,5%. Kemudiaan, pada tahun 2008 rnengalami peningkatan sebesar 16,15%.
Namun, pada tahun 2009 peserta KB baru MOW menjadi sebesar 13,38% rnengalami penurunan dari tahun sebelumnya dan tahun 2010 menurun
kembali menjadi 13,36%.
Banyak hal yang mempengaruhi akseptor dalam memilih alat
kontrasepsi antara lain adalah faktor pribadi, faktor kesehatan umum, faktor
ekonomi dan aksesibilitas, serta faktor budaya (Pendit, 2007). Disamping itu efek
samping yang merugikan dari suatu alat kontrasepsi juga berpengaruh dalam
menyebabkan bertambah atau berkurangnya akseptor suatu alat kontrsepsi. Alasan
sebagian besar akseptor memilih MOW adalah karena sudah tidak ingin memiliki
anak lagi. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang. dilakukan Pramundari
dengan judul “Studi Deskriptif Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Penggunaan
Kontrasepsi MOW di Wilayah Puskesmas Tanggungharjo Kabupaten Grobogan Tahun
2003-2004”, hasilnya akseptor yang paling banyak menggunakan kontrasepsi MOW
adalah akseptor dengan umur lebih dari 30 tahun, akseptor dengan paritas lebih
dari 2, akseptor dengan tingkat pendidikan menengah ke atas, akseptor dengan
tingkat pendapatan cukup dan akseptor yang mendapat dukungan oleh suami.
Berdasarkan data-data
tersebut di atas, peneliti
melakukan studi pendahuluan di
Ruang Kebidanan RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tanggal 4 Maret 2011, dari 10
pasien pasca persalinan dengan klasifikasi paritas primipara ada 5 pasien,
multipara ada 4 pasien, dan 1 pasien grandemultipara. Alat kontrasepsi yang
dipilih pasien yaitu kondom sebanyak 4 pasien. Suntik dipilih 2 pasien, IUD
dipilih 2 pasien dan 2 pasien sisanya memilih MOW. Dari 2 pasien yang memilih
MOW tersebut dapat diketahui bahwa mereka berusia 30 tahun dan 42 tahun,
masing-masing pendidikan terakhirnya adalah SD dan SMU, serta keduanya beragama
Islam. Pasien yang memilih MOW tersebut mengatakan bahwa memutuskan menggunakan MOW karena sudah disetujui suami, pendapatan keluarga
di atas 1 juta serta tidak ingin memiliki anak lagi karena masing-masing pasien
sudah memiliki 3 anak dan 5 anak.
Dari uraian di atas perlu dilakukan pengkajian kembali pada faktor
usia, paritas pendapatan dan tingkat
pendidikan dalam memilih Medis Operasi Wanita sehingga Penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul "Analisis Faktor-Faktor pada Ibu
Bersalin yang Berhubungan dengan Pemilihan Medis Operasi Wanita di RSUP Dr
Kariadi Tahun 2012".
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan
rancangan deskriptif
korelasi dengan pendekatan waktu cross sectional. Sampel terdiri dari 180 orang. Data penelitian ini diperoleh dari hasil penelitian
dengan menggunakan kuesioner yang telah di isi oleh responden. Dianalisis
dengan uji statistic
non parametric dengan chi square.
HASIL
PENELITIAN
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini untuk mengetahui tentang analisis faktor-faktor
pada ibu bersalin yang berhubungan dengan pemilihan medis operasi wanita di
RSUP Dokter Kariadi Semarang Tahun 2011, dengan jumlah sampel sebesar 180
responden. Hasil penelitian disajikan dalam tiga bagian yaitu analisa
univariat, bivariat dan multtivariat. Untuk analisa univariat yang mencakup
variabel usia, paritas, pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan, sedangkan
analisa bivariat mencakup variabel usia, paritas, pendapatan keluarga dan
tingkat pendidikan dengan pemilihan MOW dan analisa multivariat menggunakan
faktor-faktor usia, paritas, pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan yang
paling berhubungan terhadap pemilihan MOW.
1. Analisa
Univariat
a. Jumlah
Responden Berdasarkan Pemilihan MOW
Tabel 4.1 Distribusi Responden
Berdasarkan Pemilihan MOW di RSUP Dokter
Kariadi Semarang
No.
Pemilihan MOW Frekuensi Prosentase
|
1.
Ya 43 23,9%
|
2.
Tidak 137 76,1%
|
Jumlah 180 100%
|
Dari tabel
4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak memilih MOW yaitu 137 responden
(76, t %), sedangkan yang memilih MOW hanya 43 responden (23,9%)
b. Jumlah
Responden Berdasarkan Usia Ibu Bersalin
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Ibu bersalin di RSUP Dokter Kariadi semarang
No. Usia Ibu Bersalin Frekuensi
Prosentase
|
1.
Usia muda 7 3,9%
|
2.
Reproduksi sehat
101 56,1%
|
3.
Usia tua 72 40,0%
|
Jumlah 180 100%
|
Dari tabel
4,2 menunjukkan bahwa jumlah responden terbanyak adalah dalam usia reproduksi
sehat sebaayak 101 responden (56,1%), sedangkan yang berusia tua sebanyak 72
responden (40,0%) dan paling sedikit adalah usia muda yaitu 7 responden (3,9%).
c. Jumlah Responden Berdasarkan Paritas Ibu
bersalin
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Paritas Ibu Bersalin di RSUP Dokter Kariadi Semarang
No. Paritas Ibu Bersalin F
%
|
1.
Primipara 68 37,8%
|
2.
Multipara 105 58,3%
|
3.
grandemultipara
7 3,9%
|
Jumlah 180 100%
|
Dari tabel
43 menunjukkan bahwa jumlah responden terbanyak adalah responden dengan
multipara yaitu 105 responden (58,3%), kemudian primipara yaitu 68 responden
(37,8%), dan yang paling sedikit adalah grandemultipara sebanyak 7 responden
(3,9%).
d. Jumlah
Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga
Tabel
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga di
RSUP Dokter Kariadi Semarang
No. Pendapatan Frekuensi Prosentase
|
1.
Di atas UMR 93 51,7%
|
2.
Di bawah UMR 87 48,3%
|
Jumlah 180 100%
|
Dari tabel
4.4, menunjukkan bahwa responden yang terbanyak adalah responden dengan
pendapatan keluarga di atas UMR yaitu 93 responden (51,7%), kemudian responden
dengan pendapatan keluarga di bawah UMR sebanyak 87 responden (48,3%).
e. Jumlah
Responden Berdasarkan tingkat Pendidikan
.
Tabel 4.5 Distribusi Responden
Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSUP Dokler Kariadi Semaraog
No.
Pendidikan Frekuensi Prosentase
|
1.
Dasar 86 47,8%
|
2.
Menengah 75
41,6%
|
3.
Lanjutan 19
10,6%
|
Jumlah 180 100%
|
Dari tabel
4.5 menunjukkan bahwa jumlah responden terbanyak adalah tingkat pendidikan
dasar yaitu SD dan SMP sebanyak 86 responden (47,8%), sedangkan untuk tingkat
pendidikan menengah sebanyak 75 responden (41,7%) dan paling sedikit adalah
tingkat pendidikan lanjutan yaitu 9 responden (10,6%).
2. Analisa Bivariat
a.
Hubungan Usia Ibu
Bersalin dengan Pemilihan MOW
Dari tabel
4.6 menunjukkan bahwa ibu yang memilih MOW paling banyak berusia tua yaitu
sebanyak 31 responden (17,2%), kemudian yang berada dalam reproduksi sehat
sebanyak 12 responden (6,7%), dan berusia muda tidak ada yang memilih MOW. Ibu
bersalin yang tidak memilih MOW paling banyak pada usia reproduksi sehat yaitu,
antara 20-30 tahun sebanyak 89 responden (49,4%), kemudian berusia tua 44
responden (22,2%), dan paling sedikit berusia muda yaitu 7 responden (3,9%).
Tabel 4.6 Tabel Silang Usia Ibu
Bersalin dengan Pemilihan MOW di RSUP Dokter Kariadi Semarang
No
|
Usia Ibu Bersalin
|
Pemilihan
MOW
|
|||||||||||||
Ya
|
Tidak
|
Jumlah
|
|||||||||||||
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|||||||||
1.
|
Usia muda
|
0
|
0,0
|
7
|
3,9
|
7
|
3,9
|
||||||||
2.
|
Reproduksi Sehat
|
12
|
6,7
|
89
|
49,4
|
101
|
56,1
|
||||||||
3.
|
Usia tua
|
31
|
17,2
|
41
|
22,8
|
72
|
40,0
|
||||||||
|
Jumlah
|
43
|
23,9
|
137
|
76,1
|
180
|
100
|
||||||||
Untuk
mengetahui hubungan antara usia ibu bersalin dengan pemilihan MOW di RSUP
Dokter, Kariadi Semarang dibuat tabel kontingensi 3x2, dengan derajat kebebasan
2 serta level signifikan 5%.
Dari hasil
perhitungan menggunakan SPSS
versi 17.0, maka didapatkan harga x2 hitung
24,754 > x2 tabel 5,591, dengan p value 0,000 <
0,05. Maka dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya ada
hubungan antara usia ibu bersalin dengan pemilihan MOW.
b. Hubungan
Paritas dengan Pemilihan MOW
Pada Tabel
4.7 menunjukkan bahwa Paritas Ibu yang memilih MOW paling banyak yaitu multipara 35 responden
(19,4%), grandemultipara 7 responden (3,9%) dan paling sedikit pada
primipara yaitu 1 responden (0,6%).
Paritas Ibu yang tidak memilih MOW paling banyak pada multipara yaitu 70
responden (38,9%), primipara 67 responden (37,2%) dan tidak ada responden yang
tidak: memilih MOW pada grandemultipara.
Tabel 4.7 Tabel Silang Paritas
dengan Pemiiihan MOW di RSUP Dokter Kariadi Semarang
No
|
Paritas
|
Pemilihan
MOW
|
|||||
Ya
|
Tidak
|
Jumlah
|
|||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
||
1.
|
Primipara
|
1
|
0,6
|
67
|
37,2
|
68
|
37,8
|
2.
|
Multipara
|
35
|
19,4
|
70
|
38,9
|
105
|
58,3
|
3.
|
Grandemultipara
|
7
|
3,9
|
0
|
0,0
|
7
|
3,9
|
|
Jumlah
|
43
|
23,9
|
137
|
76,1
|
180
|
100
|
Untuk
rnengetahui hubungan antara Paritas Ibu bersalin dengan pemilihan MOW di RSUP
Dokter Kariadi Semarang dibuat tabel kontingensi 3x2, dengan derajat kebebasan
2 serta level signifikan 5%. Dan hasil perhitungan menggunakan SPSS
versi 17.0, maka didapatkan harga x2 hitung 46,250 > x2
tabel 5,591, dengan p value 0,000 < 0,05. Maka dapat disimpulkan Ho
ditolak dan Ha diterima, yang artinya ada hubungan antara Paritas ibu bersalin
dengan, Pemilihan MOW.
c. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Pemilihan
MOW
Tabel 4.8 Tabel Silang Pendapatan Keluarga dengan Pemilihan MOW di RSUP Dokter Kariadi Semarang
No.
|
Pendapatan
Keluarga
|
Pemilihan
MOW
|
|||||
Ya
|
Tidak
|
Jumlah
|
|||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
||
1.
|
Di atas UMR
|
23
|
12,8
|
70
|
38,9
|
93
|
51,7
|
2.
|
Multipara
|
20
|
11,1
|
67
|
37,2
|
87
|
48,3
|
|
Jumlah
|
43
|
23,9
|
137
|
76,1
|
180
|
100
|
Tabel di
atas menunjukkan bahwa bahwa pendapatan keluarga, ibu yang memilih MOW paling
banyak di atas UMR yaitu 23 responden (1,8%), dan di bawah UMR sebanyak 20
responden (11.1%). Pendapatan keluarga Ibu yang tidak memilih MOW paling banyak
di atas UMR yaitu 70 responden (38,9%) dan di bawah UMR sebanyak 67
responden(37,2%).
Untuk
mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan MOW di RSUP
Dokter Kariadi Semarang dibuat tabel kontingensi 2x2, dengan derajat kebebasan
1 serta level signifikan 5%. Dari hasil perhitungan menggunakan SPSS
versi 17.0, maka didapatkan harga x2 hitung 0,010 < x2 tabel
3,481, dengan p value 0,921 > 0,05. Maka dapat disimpulkan Ho diterima dan
Ha ditolak, yang artinya tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan
pemilihan
MOW.
d. Hubungan Tingkat
Pendidikan dengan Pemilihan MOW
Tabel 4.9 Tabel Silang tingkat
Pendidikan dengan Pemilihan MOW di RSUP Dokter Kariadi Semarang
No.
|
Tingkat Pendidikan
|
Pemilihan MOW
|
|||||
Ya
|
Tidak
|
Jumlah
|
|||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
||
1.
|
Dasar
|
29
|
16
|
57
|
32
|
86
|
48
|
2.
|
Menengah
|
9
|
5
|
66
|
37
|
75
|
42
|
3.
|
Lanjutan
|
5
|
2,8
|
14
|
7,8
|
19
|
11
|
|
Jumlah
|
43
|
24
|
137
|
76
|
180
|
100
|
Dari tabel 4.9 menunjukkan bahwa ibu yang
memilih MOW paling banyak berpendidikan dasar yaitu sebanyak 29 responden (16,1%), berpendidikan
menengah sebanyak 9 responden (5,0 %) dan pendidikan lanjutan sebanyak 5
responden (2,8%). Ibu yang tidak memilih MOW paling banyak memiliki tingkat
pendidikan menengah yaitu 66 responden
(36,7%), kemudian tingkat pendidikan dasar 57 responden (31,7%), dan paling
sedikit tingkat pendidikan lanjutan yaitu 14 respnden (7,8%).
Untuk
mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan MOW di RSUP
Dokter Kariadi Semarang dibuat tabel, kontingensi 3x2, dengan derajat kebebasan
2 serta level signiftkan 5%.
Dari hasil perhitungan
menggunakan SPSS versi
17.0, maka didapatkan harga x2
hitung 10,464 > x2 tabel 5,591, dengan p value 0,005 <
0,05. Maka dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya
ada hubungan antara
tingkat pendidikan dengan pemilihan MOW.
4.2. PEMBAHASAN
Setelah didapat hasil penelitian sesuai dengan judul
"Analisis Faktor-Faktor Pada Ibu Bersalin yang Berhubungan Dengan
Pemilihan Medis Operasi Wanita di RSUP Dokter Kariadi Semarang Tahun 2011”,
maka penulis akan melakukan pembahasan yang disajikan dalam tiga bagian yaitu
analisa univariat, bivariat dan multivariat.
1. Analisa Univariat
a. Pemilihan
MOW
Dari
hasil penelitian didapatkan sebagian besar ibu bersalin tidak mernilih MOW
yaitu sebanyak 137 responden (76,1%), hal ini menunjukkan masih rendahnya
kesadaran akseptor dalam hal ini ibu bersalin dalam memilih salah satu Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang yaitu Medis Operasi Wanita (MOW). Hal ini disebabkan beberapa faktor antara
lain usia anak terkecil, pengaruh petugas kesehatan dan kesalahan persepsi
mengenai suatu metode.
Usia
anak terkecil suatu pasangan dapat memengaruhi pemilihan metode kontrasepsi. Di
daerah-daerah tempat angka kematian bayi tinggi, sebagian pasangan dengan anak
yang masih kecil dan tidak lagi menginginkan anak menunda pemakaian metode
kontrasepsi permanen sampai mereka cukup yakin bahwa anak mereka akan bertahan
hidup. Seorang wanita yang baru melahirkan mungkin mengandalkan efek kontrasepsi
dan menyusui atau memilih metode komplementer yang dapat digunakan sewaktu
menyusui.
Pengaruh
petugas kesehatan juga memengaruhi pemikiran kontrasepsi. Informasi dan anjuran
petugas kesehatan sedikit banyak memberikan pemahaman baru terhadap akseptor
dalam hal ini ibu bersalin karena petugas kesehatan dianggap memiliki
pengetahuan yang baik tentang metode kontrasepsi sehingga saran yang diberikan
disesuaikan dengan keadaan akseptor itu sendiri.
Banyak klien
membuat keputusan mengenai
kontrasepsi berdasarkan informasi yang salah yang diperoleh dari teman
dan keluarga atau dari kampanye pendidikan yang membingungkan. Rumor pada
metode steril menyebutkan bahwa pelaksanaan operasi steril pada wanita adalah
dengan mengangkat seluruh rahim sehingga banyak wanita merasa takut melakukan
Medis Operasi Wanita. Informasi yang diperoleh dari penyedia layanan dan sumber
lain dapat menyesatkan atau sensasional dengan persepsi negatifnya diperbesar
sedangkan sifat positif diabaikan.
b. Usia
Dari
hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden tergolong dalam
reproduksi sehat yaitu 20-30 tahun sejumlah 101 responden (56,1%),
sedangkan yang berusia tua sebanyak 72 responden (40,0%) dan berusia
muda hanya 7 responden (3,9%). Hal ini menunjukkan sebagian besar responden
bersalin dalam usia reproduksi sehat.
Ini menunjukkan sudah banyak ibu yang mengandung dan melahirkan anak di usia
reproduksi sehat.
Sesuai
dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa semakin cukup umur,
tingkat kemantapan dan kekuatan akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja,
sehingga dari data tersebut di atas diharapkan dari usia yang sudah dewasa
dapat memberikan tingkat pemahaman yang tebih baik terhadap pemiiihan alat
kontrasepsi.
Hal
tersebut didukung pernyataan Sukmadinata (2003) yang menyebutkan pengalaman
seseorang tentang berbagai hal
yang diperoleh dari lingkungan
merupakan faktor eksternal
yang mempengaruhi pemahaman dan pengetahuan. Pengalaman erat hubungannya
dengan informasi yang seorang dapatkan, sehingga dengan meningkatnya pergaulan
seseorang maka semakin besar info yang didapatkan.
Dari
hasil penelitian ini mayoritas berada di usia reproduksi sehat. Ibu bersalin
sudah mampu mengemban perannya sebagai ibu juga sudah sadar akan pentingnya
kesehatan dalam reproduksinya.
c. Paritas
Dalam
penelitian ini paritas ibu bersalin terbesar adalah yaitu yang sudah bersalin 2
sampai 4 kali sebanyak 105 responden
(58,3%), primipara 68 responden (37,8%) dan grandemultipara 7 responden
(3,9%). Ini menunjukkan bahwa
jumlah ibu bersalin di RSUP Dokter
Karidadi Semarang yang
termasuk pada grandemultipara
yaitu bersalin lebih dari 4 kali sudah sangat sedikit, artinya kejadian "4
terlalu" dapat ditekan serendah mungkin (Saifudin, 2601). Namun program
BKKBN "dua anak lebih baik" juga tidak tampak keberhasilannya karena
kategori multipara dengan jumlah terbanyak bukan hanya yang bersalin 2 kali
tetapi termasuk juga yang sudah bersalin 3 dan 4 kali.
Paritas
adalah angka-angka yang menunjukkan kehamilan yang pernah dilalui ibu serta
status terminasi kehamilan tersebut atau persalinannya (Manuaba, 2008). Semakin sering ibu bersalin maka resiko yang
menyertai ibu pun semakin tinggi. Jadi, grandemultipara lebih besar resikonya
daripada multipara dan multipara juga memiliki reiko lebih tinggi daripada
primipara
d. Pendapatan
Keluarga
Data
hasil penelitian didapatkan bahwa pendapatan keluarga ibu bersalin terbesar
berada di atas UMR yaitu sebanyak 93 responden (51,7%). Dalam pembahasan ini
UMR yang digunakan adalah UMR Kota Semarang sebesar Rp. 961.323,-.
Penghasilan
keluarga yaitu banyaknya uang yang didapat oleh anggota keluarga yang bekerja.
Dalam memenuhi kebutuhan pokok ataupun sekunder, keluarga dalam status ekonomi
lebih baik akan lebih mudah tertutupi dibanding dengan status ekonomi rendah.
Hal ini akan mempengaruhi akseptor dalam memilih metode kontrasepsi. Pernyataan
tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa keluarga yang berpendapatan
tinggi lebih memilih menggunakan alat kontrasepsi yang berbiaya mahal tapi
dengan efektifitas tinggi dan keluarga yang berpendapatan rendah lebih memilih
alat kontrasepsi dengan biaya yang terjangkau (Wiknjosastro, 2001).
Bagi
masyarakat dengan status ekonomi kurang atau rendah statusnya berfikir bahwa
membatasi anak dengan keluarga berencana sangat membantu
untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, sehingga pemerintah membantu untuk
keluarga yang tidak mampu dalam melaksanakan program keluarga berencana.
Ibu
yang bersalin di RSUP Dokter Kariadi memiliki pendapatan keluarga di atas Rp.
961.323,-. Dalam keluarga responden rata-rata memiliki dua sumber penghasilan
baik dari suami maupun istri. Biaya hidup yang tinggi di kota Semarang
menyebabkan penghasilan mereka diutamakan untuk memenuhi kebutuhan pokok
terlebih dahulu, kontrasepsi pasca melahirkan mereka dapatkan dengan bantuan
program pemerintah yang dapat diperoleh secara gratis.
e. Tingkat Pendidikan
Dari
hasil penelitian didapatkan responden berlatar belakang pendidikan dasar atau
SD - SMP sejumlah 47,8% dan hanya 10,6% berpendidikan lanjutan, hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar responden tingkat pendidikannya rendah.
Kondisi tersebut mempengaruhi pengetahuan responden, yang pada akhirnya
mempengaruhi keinginan memilih MOW.
Pendidikan
diperlukan untuk mendapat informasi misalnya ada hal-hal yang menunjang
kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka makin mudah untuk menerima informasi sehingga
semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya pendidikan yang
rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang
baru diperkenalkan (Nursalam, 2001).
Dari
hasil penelitian ini mayoritas ibu bersalin di RSUP Dokter Kariadi
berpendidikan dasar yaitu SD dan SMP, namun bukan berarti mereka tidak bisa
merespon informasi dengan baik terhadap informasi yang datang pada mereka.
Banyaknya media dan informasi yang tersedia, memudahkan mereka memiliki
pelayanan kesehatan di tempat tinggalnya dan alat kontrasepsi yang akan mereka
pakai. Pengalaman yang mereka peroleh dari lingkungan kehidupan juga akan
menambah informasi yang mereka dapat.
2. Analisa Bivariat
a. Hubungan
Usia dengan Pemilihan MOW
Berdasarkan
hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan adanya hubungan antara usia
degan pemilihan MOW. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang ditetapkan yang
mengatakan adanya hubungan antara usia dengan pemilihan MOW, dengan x2 hitung
sebesar 24,754 dan x2 tabel dengan derajat kebebasan 2 sebesar
5,591.
Penggunaan
metode kontap MOW paling banyak diminati pada masa usia tua yaitu > 30 tahun
dibanding pada usia yang lain karena pada usia ini sudah mempunyai kesiapan
fisik dan mental. Usia lebih dari 30 tahun adalah fase mengakhiri kehamilan.
Prioritas penggunaan alkon adalah metode kontrasepsi efektif (terutama kontap).
Hal
ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa usia seorang wanita dapat
mempengaruhi kecocokan dan akseptabilitas metode-metode kontrasepsi tertentu
terbukti dalam penelitian ini, wanita yang berusia muda menghindari penggunaan
kontrasepsi mantap karena sterilisasi wanita merupakan metode yang
cocok bagi wanita perimenopouse
yang tidak lagi menginginkan anak (Pendit, 2007).
Dalam
penelitian ini, ibu bersalin usia muda di RSUP Dokter Kariadi Semarang tidak
ada yang memilih MOW. Hal ini berarti semakin muda usia ibu bersalin, maka
pemilihan MOW pun semakin rendah. Namun, bukan berarti ibu berusia tua juga
lebih memilih MOW karena alasan tertentu seperti ingin memiliki anak kembali.
b. Hubungan
Paritas dengan Pemilihan MOW
Berdasarkan
hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan adanya hubungan antara paritas
responden dengan pemilihan MOW. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang ditetapkan
yang mengatakan adanya hubungan antara paritas dengan pemilihan MOW dengan x2
hitung sebesar 46,250 dan x2 tabel dengan derajat kebebasan 2
sebesar 5,591. Selain salah satu syarat melakukan MOW adalah paritas ibu >
2, namun, ibu dengan paritas minimal 2 sudah banyak yang memilih MOW sebagai
metode kontrasepsi yang digunakan. Paritas termasuk dalam indikasi obstetrik
dalam sterilisasi yaitu keadaan dimana resiko kehamilan berikutnya meningkat
(Siswosudarmo, 2001).
Hal
tersebut sesuai anjuran Pendit (2007) bahwa pada wanita dengan paritas dua atau
lebih sebaiknya mengakhiri kesuburan. Sedangkan pada
akseptor dengan paritas
1, alasan mereka menggunakan metode Medis Operasi
Wanita (MOW) adalah alasan kesehatan dari ibu seperti penyakit jantung, diabetes
mellitus, hipertensi ataupun status kesehatan yang akan
membahayakan kesehatan ibu dan janin.
Mayoritas
ibu bersalin yang memilih MOW di RSUP Dokter Kariadi Semarang adalah ibu dengan
multipara. Ini disebabkan karena responden sudah merasa cukup dengan anak yang
mereka miliki. Para ibu bersalin sudah meningkat kesadarannya dalam memelihara
kesehatan reproduksinya saat ini dan di masa yang akan datang.
c.
Hubungan Pendapatan Keluarga
dengan Pemilihan MOW
Berdasarkan
hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan tidak adanya hubungan antara
pendapatan keluarga dengan pemilihan MOW. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesa
yang ditetapkan yang mengatakan adanya hubungan antara pendapatan keluarga
dengan pemilihan MOW, dengan x2 hitung sebesar 0,010 dan x2
tabel dengan derajat kebebasan 1 sebesar 3,481.
Hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan salah satu studi pada orang Indian Quecha di
Peru yang mendapat hubungan yang signifikan antara pendapatan dan keputusan
dalam mendapatkan hubungan yang signifikan
antara pendapatan dan
keputusan dalam memilih kontrasepsi (Pendit, 2007). Pendit
dalam bukunya juga menyebutkan dalam suatu survey terhadap pasangan di Brazil,
biaya dicantumkan sebagai kendala utama dalam sterilisasi.
Hubungan
antara pendapatan keluarga dengan pemilihan dari kontrasepsi yang akan
digunakan dipengaruhi oleh biaya yang akan dikeluarkan seperti misalnya biaya
hanya satu kali atau serangkaian biaya ringan selama beberapa waktu. Akseptor
sering beralasan karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar
transportasi, dan sebagainya. Keluarga yang memiliki penghasilan tinggi akan
lebih memperhatikan kesehatan anggota keluarganya termasuk untuk mendapatkan
pelayanan kontrasepsi (Notoatmodjo, 2003).
Hasil
penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan
pemilihan MOW. Hal ini
dapat disebabkan pelayaaan kontrasepsi MOW bisa didapatkan dengan gratis
di RSUP Dokter Kariadi karena
sebagian besar ibu
yang memutuskan melakukan MOW
setelah persalinan selain masih dirawat, ibu juga memiliki jaminan kesehatan
sehingga tidak ada biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan
kontrasepsi Medis Operasi Wanita (MOW) dalam hal ini sesuai keadaan saat ini
dengan adanya program jaminan persalinan (jampersal) yang menanggung biaya dan
masa kehamilan, persalinan, nifas hingga penggunaan alat kontrasepsi setelah
melahirkan.
d. Hubungan
tingkat Pendidikan dengan Pemilihan MOW
Berdasarkan
hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan adanya hubungan antara tingkat
pendidikan ibu bersalin dengan pemilihan MOW.
Hal ini sesuai
dengan hipotesa yang
ditetapkan yang mengatakan adanya
hubungan antara pendidikan dengan pemilihan MOW, dengan x2 hitung
sebesar 10,464 dan x2 tabel dengan derajat kebebasan 2 sebesar5,591.
Hal
ini berarti teori yang menyatakan pendidikan adalah salah satu faktor yang
menentukan perilaku seseorang terbukti dalam penelitian ini. Dengan pendidikan
yang diikuti, seseorang akan mengalami perkembangan berupa perubahan pola
perilaku dan aspek kepribadian tertentu, sebagai hasil usaha dari individu yang
bersangkutan sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula
perilakunya.
Tingkat pendidikan tidak
saja memengaruhi kerelaan menggunakan keluarga berencana tetapi
juga pemilihan suatu metode kontrasepsi.
Pendit (2007) menyebutkan bahwa
beberapa studi dihipotesiskan bahwa wanita yang berpendidikan
menginginkan keluarga berencana yang efektif tetapi tidak ada untuk mengambil
resiko yang terkait dengan sebagian metode kontrasepsi modern.
Tingkat
pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu
yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon
yang lebih rasional terhadap info yang datang dan akan berpikir sejauh mana
keuntungan yang akan mereka peroleh dengan gagasan tersebut. Hal ini sesuai
pernyataan Notoatmodjo (2007) bahwa yang berpendidikan tinggi maka seseorang
akan cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari
media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan
ibu bersalin di RSUP Dokter Kariadi Semarang, mayoritas yang memilih MOW
adalah ibu bersalin yang berpendidikan dasar yaitu SD dan SMP. Meskipun mereka
berpendidikan rendah, namun mereka memberi respon yang lebih rasional terhadap
info yang datang.
4.3. Keterbatasan
1.
Penelitian ini hanya terbatas pada variabel faktor-faktor yang
diteliti, tidak melanjut ke semua faktor.
2.
Penelitian hanya mengetahui hubungan tentang faktor-faktor pada ibu bersalin yang
berhubungan dengan pemilihan MOW.
3.
Tempat yang digunakan hanya di RSUP dr Kariadi Semarang
4.
Instrumen dalam pengumpulan data hanya menggunakan kuesioner yang
menanyakan faktor-faktor tertentu saja
5.
Variabel tertentu (usia dan paritas) dikategorikan tidak sesuai
dengan persyaratan pelaksanaan MOW karena peneliti ingin mengetahui dari semua
kategori sesuai dalam definisi operasional yang ditampilkan.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Dokter Kariadi
Semarang pada bulan 2011 maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Ibu bersalin sebagian besar tidak memilih MOW yaitu sebanyak 137
responden (76,1 %)
2. Ibu bersalin yang paling banyak berusia reproduksi sehat sejumlah
101 responden (56,1 %)
3. Paritas ibu bersalin
yang terbesar adalah multipara yaitu sejumlah 105 responden (58,3%).
4. Ibu bersalin yang memiliki pendapatan keluarga di atas UMR sejumlah
93 responden (51,7%).
5. Ibu bersalin terbanyak
berpendidikan dasar yaitu 86 responden (47,8 %)
6. Terdapat hubungan
antara usia dengan pemilihan MOW pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2 hitung 24,754 dan
X2 tabel 5,591.
7. Terdapat hubungan antara paritas dengan pemilihan MOW pada ibu
bersalin, yaitu didapatkan X2 hitung 46,250 dan X2 tabel
5,591 .
8. Tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan MOW
pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2 hitung 0,010 dan X2
tabel 3,481,
9. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan MOW
pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2 hitung 10,464 dan X2
tabel 5,591.
10. Dan uji regresi logistik
pada variabel usia, paritas, pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan
didapatkan yang paling dominan berhubungan dengan pemilihan MOW adalah variabel
usia dengan nilai Exp(B)1.041E9.
5.2. Saran
Penulis bermaksud menyampaikan saran - saran pada pihak yang
terkait sehubungan pemilihan Medis Operas wanita (MOW) di RSUP Dokter Kariadi
Semarang tahun2011. Saran yang dapat disampaikan adalah:
1. Bagi
Rumah Sakit
Perlunya
ditingkatkan sosialisasi tentang metode MOW sebagai salah satu alat kontrasepsi
jangka panjang dan metode KB pasca persalinan kepada ibu bersalin. Hal ini
dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memberi pengetahuan atau sosialisasi
dengan tennga kesehatan lainnya
2. Bagi
Institusi Pendidikan
Institusi
pendidikan bisa menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi untuk acuan
dalam pengembangan penelitian selanjutnya tentang pemilihan MOW sehingga mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan dalam melakukan
research bidang Keluarga Berencana
3. Bagi
Peneliti
,
Diharapkan
bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan meneliti faktor-faktor
lain yang belum diteliti baik menggunakan kontrol variabel maupun tidak
menggunakan kontrol variabel yang berhubungan dengan pemilihan Medis Operasi
Wanita.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul,
H Aziz. 2001 Riset Keperawatan Teknik Penulisan llmiah. Jakarta: Salemba
Medika
Azwar,
A. 2003. Metodologi penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Batam:
Bina Rupa Aksara.
BKKBN.
2011. Evaluasi Pelaksanaan Program KB Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Semarang: BKKBN
BKKBN.
2010. Penggunaan DAK Bidang
Keluarga Berencana hltp://www.bkkbn.go.id (2
Maret 2011)
Dinkes
Kota Semarang. 2009. Profil Kesehatan 2008. http.//www.dinkes-kotasemarang.go.id.
(28 Feb 2011)
Dinkes
Kota Semarang. 2008. Profil Kesehatan 2009. http.//www.dinkes-kotasemarang.go.id.
(28 Feb 2011)
Dinkes
Prov. Jateng, 2008. Profil Kesehatan 2008. http.//www.dinkesprov-jawatengah.go.id
(28 Feb 2011)
Dinkes
Prov. Jateng, 2009. Profil Kesehatan 2009. http.//www.dinkesprov-jawatengah.go.id
(28 Feb 2011)
Hartanto,
Hanafi. 2002. Keluarga berencana dan Kontrasepsi. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan
Hastono.
2001. Modul Analisis Data. Jakarta: FKM Ul
Kemenkes
RI 2010. Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam Pelayanan KB di Rumah Sakit. http://www.depkes.go.id (2 Maret 2011)
Manuaba.
2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta:
HOC
Notoatmodjo,
Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta
Nursalam.
2001. Konsep Penerapan Metode Ilmu Keperawatan dan Pedoman. Jakarta:
Salemba
Nursalam. 2003.
Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman skripsi, thesis, dan
instrumen penelitian. Jakarta: Salemba Medika
Pendit,
Braten. 2007. Ragam Metode Kontrasepsi. Jakarta : EGC
Pramundari
(2004). Studi Deskriptif Faktor-faktor yang berpengaruh dalam Penggunaan
Kotrasepsi MOW di wilayah Puskesmas Tanggungharjo Kabupaten Ggrobogan Tahun
2003-2004. Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Politeknik Kesehatan DepKes
Semarang
Saifuddin,
Abdul Bari. 2003. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Siswosudarmo. 2001.
Teknologi Kontrasepsi. Yogyakarta : Gajah Mada
Sugiyono.
2008. Metode penelitian untuk Pendidikan, Bandung: Atfabeta.
Sukmadinata.
2003. Landasan Psikologi proses pendidikan Remaja. Bandung: Rosdakarya
Wiknjosaatro,
Hanifa. 2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Wiknjosastro. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI
No comments:
Post a Comment