Tugas
Individu
MAKALAH
USAHA KESEHATAN JIWA

OLEH
:
NAMA
: SUWARNI
BT
12 02 032
II
A
AKADEMI KEBIDANAN BATARI TOJA
WATAMPONE
|
KATA PENGANTAR

Pertama
kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunianya yang
telah diberikan kepada kita. Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan
kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, beserta sahabat dan keluarganya,
serta pengikutnya hingga akhir zaman. Amin.
Alhamdulillah
kami telah berhasil menyelesaikan makalah “USAHA
KESEHATAN JIWA”. Dan makalah ini kami ajukan sebagai tugas untuk
melaksanakan kewajiban sebagai mahasiswa. Semoga dengan tersusunnya makalah
ini, diharapkan dapat membantu pembaca dalam memahami tentang cairan usaha
kesehatan jiwa. Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu adanya masukan, pendapat,
maupun kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan. Semoga hasil makalah
ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan dan mendapat ridho Allah SWT. Amin.
Watampone,
20 Mei 2014
Penyusun
|
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang 1
B.
Rumusan Masalah 2
C.
Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kesehatan Jiwa 3
B.
Kriteria Jiwa
Sehat.................................................................................. 4
C.
Penyebab Gangguan Kesehatan Jiwa…………………………………………….. 6
D.
Usaha Kesehatan Jiwa 9
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan 17
B.
Saran 17
DAFTAR PUSTAKA
|
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan Jiwa adalah
perasaan sehat dan bahagia serta mampu menghadapi tantangan hidup, dapat
menerima orang lain seba-gaimana adanya dan mempunyai sikap positif terhadap
diri sendiri dan orang lain. Gangguan kesehatan mental/psikiatri banyak
macamnya, salah satunya adalah persepsi, halusinasi merupakan salah satu dari
gangguan persepsi. Lingkup masalah kesehatan jiwa yang dihadapi bersifat sangat
kompleks, antara lain meliputi masalah gangguan jiwa, masalah psikososial serta
masalah perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan kualitas hidup.
Dapat dibayangkan terjadinya frustrasi
dan konflik yang terjadi sebagai akibatnya, yang sumbernya bisa
bermacam-macam. Mungkin pembayaran ganti rugi yang tidak cocok, mungkin pula
cara pendekatan kepada mereka yang tidak serasi atau sebab lain yang akan
membentuk berbagai stresor. Lebih lebih lagi bila hasil guna yang
diharapkan sebagai kemakmuran rakyat ternyata tidak terpenuhi karena tidak
sinkronnya pelaksanaan pembangunan. Pembangunan waduk raksasa dengan
pembangunan perumahan yang dikerjakan secara serempak tanpa kerja sama yang
baik satu proyek dengan proyek lainnya. Sebagai hasil akhir dari kedua proyek
ini ternyata waduk yang dimaksudkan sebagai pengairan sawah-sawah tidak bisa
dimanfaatkan karena persawahannya sudah jadi rumah-rumah mewah yang tidak
memerlukan air seperti sawah.
Belum lagi kita melihat meningkatnya
persaingan di berbagai bidang yang juga sebagai akibat dampak negatif dari
kemajuan tehnologi. Bidang perdagangan, pendidikan, pekerjaan dan lain-lain
merupakan ajang persaingan yang ketat karena antara yang membutuhkan dan tempat
yang tersedia sangat timpang. Bagi yang terkena dampak negatif tentu hanya
frustrasi dan konflik yang didapat dan dengan berbagai keadaan kepribadian dan
lingkungan yang berlainan akan menghasilkan tingkat Kesehatan Jiwa tertentu
yang masih dalam keadaan sehat jiwanya atau mencapai taraf di mana keadaan jiwa
individu sudah terganggu dari yang ringan sampai yang berat.
Dari sekelumit kejadian di atas
dapat kita lihat pentingnya mengetahui Kesehatan jiwa bagi perseorangan maupun
masyarakat demi tetap terpeliharanya keadaan Jiwa kita yang sehat untuk
melakukan tugas-tugas kita sehari-hari.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud kesehatan jiwa?
2.
Bagaimanakah kriteria jiwa sehat?
3.
Apa sakah penyebab gangguan kesehatan jiwa?
4.
Bagaimanakah usaha kesehatan jiwa?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui makna dari kesehatan jiwa.
2.
Mengetahui kriteria jiwa sehat.
3.
Mengetahui penyebab gangguan kesehatan jiwa.
4.
Mengetahui
strategi kesehatan jiwa.
BAB II
PEMBAHSAN
A.
Pengertian Kesehatan Jiwa
Pengertian
kesehatan jiwa banyak dikemukakan oleh para ahli termasuk oleh organisasi,
diantaranya menurut :
1.
Menurut WHO
Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa,
melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadiannya.
2.
UU Kesehatan Jiwa No 3 tahun 1996
Kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelectual, emocional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini
berjalan selaras dengan orang lain.
3.
Stuart & Laraia
Indikator sehat jiwa meliputi sifat yang positif
terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan,
kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam
beradaptasi dengan lingkungan.
4.
Rosdahl
Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang
dan mempertahankan keselarasan, dalam pengendalian diri serta terbebas dari
stress yang serius.
Program pelayanan
kesehatan jiwa yang dilaksanakan oleh tenaga Puskesmas dengan didukung oleh peran
serta masyarakat, dalam rangka mencapai derajat kesehatan jiwa
masyarakat yang optimal melalui kegiatan pengenalan/deteksi dini gangguan jiwa,
pertolongan pertama gangguan jiwa dan konseling jiwa. Sehat jiwa adalah
perasaan sehat dan bahagia serta mampu menghadapi tantangan hidup, dapat
menerima orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positif terhadap
diri sendiri dan orang lain. Misalnya ada konseling jiwa di Puskesmas.
B.
Kriteria
Jiwa Sehat
1.
Menurut
WHO
a.
Sikap positif terhadap diri sendiri
Hal ini dapat dipercayai jika melihat diri sendiri secara utuh/total
contoh:
membendingkan dengan teman sebaya pasti ada kekurangan dan kelebihan. Apakah
kekurangan tersebut dapat diperbaiki atau tidak. Ingat, jangan mimpi bahwa anda
tidak punya kelemahan.
b.
Tumbuh dan berkembang baik fisik dan psikologis dan puncaknya adalah
aktualisasi diri.
c.
Integrasi
Harus mempunyai
satu kesatuan yang utuh. Jangan hanya menonjolkan yang positif saja tapi yang
negatif juga merupakan bagian anda. Jadi seluruh aspek merupakan satu kesatuan.
d.
Otonomi
Orang dewasa
harus mengambil keputusan untuk diri sendiri dan menerima masukan dari orang
lain dengan keputusan sendiri sehingga keputusan pasienpun bukan diatur oleh
perawat tapi mereka yang memilih sendiri.
e.
Persepsi sesuai dengan kenyataan
Stressor sering
dimulai secara tidak akurat. Contoh: putus
pacar karena perbedaan adat
Dadang Hawari
(PR,19-1-1995) mengemukakan pendapat WHO (organisasi kesehatan dunia), bahwa
ada delapan kriteria jiwa (mental) yang sehat, yaitu sebagai berikut:
a.
Mampu belajar
dari pengalaman
b.
Mudah
beradaptasi
c.
Lebih senang
memberi daripada menerima
d.
Lebih senang
menolong daripada ditolong
e.
Mempunyai rasa
kasih sayang
f.
Memperoleh
kesenangan dari hasil usahanya
g.
Menerima
kekecewaan untuk dipakai sebagai pengalaman
h.
Berpikir positif
(positive thingking)
2.
Menurut
DEPKES
Pandangan sehat menurut Depkes RI UU No.
23, 1992 tentang Kesehatan menyatakan
bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
social dan ekonomi. Ciri –ciri kesehatan menurut Depkes RI yaitu :
a.
Pikiran sehat
tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
b.
Emosional sehat
tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, sedih, dan
sebagainya.
c.
Spiritual sehat
tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya
terhadap sesuatu diluar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa.
d.
Kesehatan social
terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik,
tanpa membedakan ras, suku, agama atau
kepercayaan, social, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan
menghargai.
e.
Kesehatan dari
aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa)
produktif,dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu
yang dapat menyokong terhadap hidupnya
sendiri atau keluarganya secara finansial.
3.
A. H. Maslow
Bila kebutuhan dasar terpenuhi maka akan tercapai aktualisasi diri. Cirinya
adalah:
a.
Persepsi akurat terhadap realitas
b.
Menerima diri orang lain, dan hakekat manusia tinggi
c.
Mewujudkan spontanitas
d.
Promblem centered yang akhirnya memerlukan self centered
e.
Butuh privasi
f.
Otonomi dan mandiri
g.
Penghargaan baru, hal ini bersifat dinamis sehingga mampu memperbaiki diri
h.
Mengalami pengalaman pribadi yang dalam dan tinggi
i.
Berminat terhadap kesejahteraan manusia
j.
Hubungan intim dengan orang terdekat
k.
Demokrasi
l.
Etik kuat
m.
Humor/tidak bermusuhan
n.
Kreatif
o.
Bertahan atau melawan persetujuan asal bapak senang
C.
Penyebab Gangguan Kesehatan Jiwa
Faktor-faktor penyebab sebagai pencetus
gangguan (kesehatan) jiwa seseorang, sering tidak bisa ditetapkan secara pasti
karena banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Oleh sebab itu sering penyebab gangguan jiwa disebutkan multi faktorial yang berarti banyak faktor penyebab. Meskipun
demikian faktor yang banyak itu bisa disederhanakan menjadi tiga faktor
penyebab yaitu :
1.
Faktor
organo-biologik
Dari sekian banyak faktor organo-biologik (organik,
fisiogenik) dapat disebutkan disini beberapa di antaranya adalah :
a. Infeksi berbagai organ tubuh terutama yang secara
langsung mengenai otak atau akibatnya akan mengganggu fungsi otak
b. Rudapaksa fisik yang mengenai organ-oragan terutama
otak
c. Gizi yang kurang, tidak memenuhi syarat atau malnutrisi
d. Kelelahan yang sangat oleh berbagai sebab
e. Kekacauan fungsi biologik yang terjadi secara terus
menerus, oleh berbagai sebab.
f. Hal-hal yang tersebut di atas tadi sering berhubungan
dengan keadaan :
g. Saraf pusat anatomis, fisiologis maupun kimiawi
h. Tingkat kematangan dan perkembangan organik individu
i.
Faktor-faktor
prenatal, perinatal atau postnatal.
2.
Faktor
psiko-edukatif (psikologis, psikogenik)
Penyebab ini bisa berasal dari dalam maupun luar individu
yang akhirnya akan berpengaruh secara luas terhadap kepribadian (berfikir,
berperasaan dan bertindak) individu sebagai reaksi terhadap rangsang yang
berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Penyebab-penyebab
itu diantaranya :
a. Berbagai konflik dan frustrasi yang berhubungan dengan
kehidupan modern maupun tradisional
b. Berbagai kondisi kehilangan status dan perasaan diri
cacat atau habis riwayatnya
c. Berbagai kondisi kekurangan, yang dihayati sebagai cacat
yang sangat menentukan kehidupan saat itu maupun selanjutnya, umpamanya :
penampilan diri, hendaya dll.
d. Berbagai kondisi perasaan bersalah atau berdosa.
e. Keadaan-keadaan tersebut biasanya bersumber dari :
f. Interaksi antara orang tua dan anak
g. Peranan ayah atau ibu
h. Persaingan antara saudara sekandung
i.
Keadaan
inteligensi dan intelek individu
j.
Hubungan
dalam keluarga, pekerjaan, permainan, sekolah dan masyarakat
k. Kehilangan sesuatu / seseorang, yang mengakibatkan
kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa bersalah
l.
Konsep diri,
dalam arti pengertian dari identitas diri sendiri dengan peranan yang tidak
menentu, termasuk identitas jenis kelamin
m. Ketrampilan, bakat dan kreativitas individu
n. Pola adaptasi dan pola pembelaan diri, sebagai reaksi
terhadap bahaya yang mengancam
o. Tingkat perkembangan emosi individu.
3.
Faktor sosio-budaya (sosiologis, sosiokultural)
Penyebab di sini adalah segala keadaan atau perubahan
yang terjadi di masyarakat dalam jangka waktu lama maupun secara mendadak
ataupun bersifat menetap, umpanya :
a. Berbagai fluktuasi ekonomi dengan berbagai akibatnya
b. Kebahagiaan maupun kesengsaraan kehidupan keluarga
c. Kepuasan dalam pekerjaan
d. Persaingan yang tajam, keras atau tidak sehat
e. Diskriminasi dalam berbagai bentuk
f. Perubahan sosial yang terlalu cepat.
g. Keadaan di atas biasanya erat hubungannya dengan :
h. Tingkat ekonomi keluarga atau individu
i.
Kestabilan keluarga
j.
Pola
pengasuhan anak
k. Perumahan, tempat kerja maupun sekolah di desa atau di
kota
l.
Pengaruh
rasial dan keagamaan
m. Masalah kelompok minoritas / subkultur yang meliputi
prasangka dalam hal fasilitas pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan yang
tidak memadai
n. Nilai / norma yang ada di masyarakat di mana individu itu
berada.
D. Usaha Kesehatan Jiwa
Dalam praktek
usaha-usaha Kesehatan Jiwa ini bergerak dalam bidang-bidang
- Promosi dan prevensi (peningkatan kesehatan dan pencegahan).
- Kuratif (tindakan pengobatan).
- Rehabilitasi (pengembalian bekas pasien ke masyarakat)
Secara organisatoris usaha-usaha kesehatan jiwa ini terutama dijalankan
melalui Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI. Usaha-usaha
kesehatan jiwa ini sangat erat hubungannya dengan Ilmu Kedokteran Jiwa
(Psikiatri), meskipun bukan berarti monopoli bagi Instansi ini, karena dalam
kenyataannya usaha ini akan melibatkan berbagai disiplin Ilmu lain yang
membutuhkan kerjasama yang baik satu dengan lainnya.
Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiatri) sendiri dalam kegiatannya telah berkembang
sedemikian rupa untuk bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan
masyarakat yang telah ikut berkembang, dengan meningkatkan kemajuan tehnologi
di berbagai bidang.
Pada waktu yang lampau ilmu ini dalam prakteknya hanya lebih menitik
beratkan dalam usaha-usaha kuratif atau
pengobatan terhadap pasien gangguan jiwa. Namun saat sekarang titik berat usaha
itu tidak hanya kuratif melainkan sudah menyangkut berbagai bidang yaitu
promosi dan prevensi, serta rehabilitasi, bahkan telah lebih berkembang lagi
dengan terbentuknya cabang-cabang lain dari ilmu itu, di antaranya :
- Psikiatri Anak & Remaja
- Psikiatri Dewasa
- Psikiatri Geriatri
- Psikiatri Forensik
- Psikiatri Transkultural
- Psikiatri Biologik
- Psikiatri Industri dan Perusahaan
- Psikiatri Komuniti
- Para Psikiatri, dll.
Psikiatri Komuniti sangat erat hubungannya dengan usaha-usaha kesehatan
jiwa, meskipun dalam pelaksanaannya tidak berjalan sendiri tetapi bersama-sama
dengan disiplin lain, untuk mencapai kesehatan jiwa masyarakat yang optimal.
Dalam Psikiatri Komuniti ini usaha kesehatan jiwa terdiri dari :
1. Prevensi Primer
Prevensi
primer bertujuan untuk mengurangi angka kejadian dan jumlah pasien gangguan
jiwa yang ada di masyarakat dengan cara langsung terhadap penyebab gangguan
jiwa yang melanda sekelompok manusia atau dengan merubah faktor lingkungan yang
diperkirakan ada hubungannya dengan satu atau beberapa gangguan jiwa.
Contoh :
a.
Pencegahan
terhadap masalah prenatal dan kelahiran yang memungkinkan sebagai sebab
kenaikan jumlah anak yang mengalami kelainan.
b.
Pendidikan
kesehatan jiwa untuk orang tua, dengan harapan dapat mengatasi hal-hal yang
berhubungan dengan peningkatan cara-cara pemeliharaan anak ke arah yang lebih
memuaskan.
c.
Rencana yang
terjadwal untuk mengubah kondisi masyarakat yang diperkirakan ada hubungannya
dengan kenaikan jumlah gangguan jiwa umpamanya pengangguran, kemiskinan dan
perumahan yang tidak layak.
Tehniknya
adalah :
a. Pendidikan :
Isi :
1)
Informasi-informasi
mengenai Kesehatan Jiwa.
2)
Usaha menghilangkan
sikap-sikap negatif terhadap pelayanan-pelayanan psikiatri atau pelayanan lain
yang ada hubungannya dengan psikiatri.
3)
Data-data
yang ada hubungannya dengan pelayanan psikiatrik.
Pendidikan
langsung terhadap :
1)
Masyarakat
umum.
2)
Kelompok-kelompok
kecil yang dipilih berdasarkan atas tingginya jumlah gangguan jiwa pada
kelompok tersebut.
3)
Orang-orang
tertentu yang sangat dihormati dan berpengaruh terhadap masyarakat secara umum
sekelompok masyarakat.
4)
Profesi
tertentu dari berbagai macam tingkatan, yang dianggap menjadi sumber untuk
meminta pertolongan bila mereka mendapat kesulitan; profesi itu umpamanya :
dokter umum, pamong, guru, pekerja sosial dll.
b. Konsultasi :
Ahli-ahli kesehatan jiwa yang menyediakan pertolongan
kepada perorangan atau suatu badan yang ada hubungannya dengan
persoalan-persoalan Kesehatan Jiwa.
c. Intervensi langsung :
1)
Staf ahli
kedokteran jiwa secara langsung melakukan tindakan, dalam usaha pencegahan
serangan gangguan jiwa.
2)
Menggunakan
cara-cara apapun dari pengobatan yang sudah diterima, bekerja sendiri atau
bekerja sama dengan orang lain.
3)
Intervensi
langsung ini sangat membutuhkan cara-cara untuk menetapkan suasana yang disebut
persoalan kesehatan jiwa yang menanti untuk berkembang contoh :
* Orang-orang
yang diduga rentan terhadap kesukaran :
a)
Anak dilahirkan
dengan persoalan fisik atau perkembangannya sesudah dilahirkan.
b)
Anak yang
terbukti mempunyai kesulitan di sekolah.
c)
Persoalan
keluarga, karena ternyata kira-kira 6 % dari keluarga yang membutuhkan
pelayanan kesehatan, 50 % menunjukkan problema keluarga.
Ibrahim
Nuhriawangsa (1984) dalam studinya mengenai Peranan perpisahan dengan orang tua
pada berbagai gangguan jiwa telah mendapatkan hasil :
a. Perpisahan dengan orang tua oleh berbagai sebab,
menunjukkan frekuensi tertinggi sebagai penyebab dibanding dengan yang tidak
mengalami perpisahan dengan orang tua.
b. Frekuensi terbanyak dari perpisahan dengan orang tua yang
diduga sebagai salah satu faktor penyebab, terjadi pada umur 0 – 7 tahun.
c. Perpisahan dengan kedua orang tua pada berbagai gangguan
jiwa ini frekuensinya lebih tinggi dibanding dengan perpisahan dengan salah
satu orang.
d. Penyebab terbanyak dari perpisahan ini adalah oleh karena
kematian orang tua dibanding dengan perpisahan oleh sebab lain (perceraian,
poligami, tugas yang cukup lama dan hal lain yang menyebabkan terjadinya
perpisahan yang cukup lama antara anak dan orang tua).
4)
Meneliti dan
menetapkan adanya periode kritik
dari individu yang sebelumnya pernah menderita problem emosional akibat stres
sebelumnya; contohnya : perpindahan dari SD ke SLTP, keluar dari sekolah,
perubahan pekerjaan, pindah tempat tinggal, kehilangan kekasih/orang yang
sangat dicintai, dan lain-lain.
2. Prevensi sekunder
Tujuan prevensi ini adalah mencari kasus-kasus gangguna
jiwa yang masih dalam tahap perkembangan dini dan mencegah terjadinya atau
mengurangi hendaya yang khronik, dengan jalan pengobatan yang cepat dan tepat. Dengan
ini berarti melakukan intervensi awal yang efektif yang dapat mengurangi jangka
waktu lamanya sakit (Kaplan et al.,
1985).
Cara /
tehniknya :
a.
Penemuan
kasus (casefinding).
1) Dalam penemuan kasus diperlukan kewaspadaan bagi
setiap orang yang berurusan dengan masyarakat terhadap tanda yang menunjukkan
bahwa gangguan jiwa mungkin akan berkembang, contohnya :
a)
Gangguan
tidur atau gangguan makan (pada anak) yang berkepanjangan.
b)
Anak yang
membutuhkan perhatian yang berlebihan dari orang tuanya atau dari orang lain.
c)
Kegagalan
dalam perkembangan bicara yang sangat penting antara kelompok umur 2 sampai 4
tahun.
d)
Gangguan
belajar.
e)
Penampilan
pola tingkah laku yang nyata pada remaja atau dewasa.
2) Penemuan kasus juga membutuhkan adanya tanda/gejala
spesifik dari gangguan jiwa secara dini yang didapat dari penelitian.
b. Pengobatan
1)
Dalam prevensi
sekunder diperlukan bahwa pengobatan siap, mudah didapat untuk semua kasus yang
ditemukan.
2)
Meskipun
tampaknya sederhana, tetapi tindakan pengobatan ini mengandung risiko yang
lebih berat dibanding dengan prevensi primer.
3)
Tindakan
pengobatan harus menghasilkan :
a)
Lama tinggal
di Rumah Sakit makin pendek.
b)
Memperkecil
kemungkinan kembalinya pasien mondok di RS sesudah pengobatan di RS selesai.
c)
Kemungkinan
perawatan di rumah dengan munculnya obat-obatan yang baru dan berhasiat jangka
panjang.
3.
Prevensi tersier
Tujuan dari
prevensi tersier adalah untuk menghilangkan hendaya yang mungkin tersisa
meskipun gangguan jiwa sudah mengalami kesembuhan, umpamanya :
a.
Kesulitan
untuk mencari pekerjaan.
b.
Isolasi
sosial
c.
Ketergantungan
yang berlebihan (terhadap orang lain).
Untuk
mencapai tujuan ini maka biasanya usaha ini dilakukan secara bersama antara
pasien dalam keadaan akut dan perawatan lanjutan.
Tehnik
pelaksanaan dari prevensi tersier ini adalah :
a. Mencegah kemungkinan terjadinya isolasi pasien, yang
dimulai pada saat pasien masih diobati di RS.
1) Mengusahakan agar perawatan pasien di RS secepat mungkin
dengan jalan memberikan pengobatan yang terencana dan terorganisir.
2) Mempersiapkan bagian rawat jalan untuk menerima lebih
banyak pasien yang berobat jalan.
3) Bila mungkin pasien lebih baik dirawat di rumah atau
dirawat di RS yang dekat dengan rumah pasien.
4) Mengusahakan lingkungan RS agar jangan sampai menimbulkan
kesan bahwa pasien lebih senang di RS hingga terjadi ketergantungan, malas dll.
b. Menolong pasien agar mampu mandiri setelah keluar dari RS
:
1) Membuat semacam persatuan di antara bekas pasien untuk
mempelajari kembali kecakapan sosialisasi dalam suatu perlindungan.
2) Membuat tahapan-tahapan yang dilewati oleh pasien sebelum
secara penuh keluar dari rs.
a)
selama siang
hari pasien di RS dan sesudahnya kembali ke rumah masing-masing (day hospital).
b)
selama siang
hari ada di rumah dan pada malam hari tidur di RS (night hospital).
c)
selama
waktu-waktu tertentu pasien diberi waktu berlibur kerumah masing-masing (weekend hospital).
3) Membuat rumah asuh (foster home care).
Pasien-pasien yang keluar dari rs untuk sementara
ditempatkan dalam salah satu keluarga. Maksudnya untuk menghilangkan isolasi
pasien yang biasanya dari kamar-kamar yang tertutup di rs langsung dikeluarkan
dari rs yang mungkin membuat pasien tidak mempunyai persiapan untuk kembali ke
masyarakat.
4) Tempat sementara sebelum secara penuh kembali ke
masyarakat (halfway house), yang merupakan suatu penampungan
pasien yang di awasi secara menyeluruh oleh supervisi yang terdiri dari satu
atau beberapa orang ahli.
5) Di sini pasien diharapkan bisa bekerja pada siang
hari, merawat kamarnya sendiri, menolong memasak atau pekerjaan rumah yang
lain. Tempat ini juga merupakan suatu peralihan dari status pasien yang semula
berada dalam status tergantung pada pemeliharaan di rs ke status mandiri di
luar rs. (masyarakat).
6) Rehabilitasi pekerjaan (vocational rehabilitation).
Di sini pasien di usahakan kembali ke pekerjaan yang
produktif yang merupakan salah satu dari tujuan prevensi tersier.
Caranya adalah :
a) Menguji dan merencanakan kecakapan pasien dalam jenis
pekerjaan.
b) Melatih dalam sesuatu pekerjaan.
c) Membuat bengkel/tempat kerja terlindung (sheltered workshop).
Di sini para pasien dapat bekerja dengan caranya sendiri tanpa takut membuat
salah dan biasanya jadi satu dengan pekerja normal. Umumnya tempat ini hanya
menyelesaikan sebahagian dari pekerjaan yang berasal dari salah satu industri
yang telah mengadakan kontrak, umpamanya mengepak barang, membungkus barang dll
dan mereka dapat penghasilan dari pekerjaan ini.
Di tempat ini mereka bisa untuk selamanya bekerja atau bisa juga secara
temporer tergantung dari kemampuan pasien. Seperti halnya
setiap usaha akan memerlukan suatu wadah sebagai pelaksana dari usaha tersebut
dalam bentuk badan, instansi atau wadah lain.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Telah dikemukakan secara garis besar mengenai
Kesehatan Jiwa, Jiwa yang sehat dan sebab-sebab gangguan jiwa serta Usaha
Kesehatan Jiwa. Dengan pengetahuan ini minimal diharapkan bantuan dari
masyarakat, adanya pengertian tentang Kesehatan pada umumnya dan khususnya
Kesehatan Jiwa, agar bisa menghilangkan atau mengurangi sikap-sikap negatif
yang sampai saai ini masih dijumpai di mana-mana. Sikap seperti ini jelas akan mengganggu
lancarnya Usaha Kesehatan Jiwa.
B.
Saran
Setidak-tidaknya bisa memberi tanggapan bahwa gangguan
jiwa sama halnya dengan gangguan/penyakit lainnya yang bisa sembuh sempurna,
sembuh dengan hendaya dan berjalan menjadi makin khronis. Dengan demikian bila
suatu ketika menghadapi individu dengan gangguan jiwa yang ringan maupun berat
tidak lagi berfikir ke mana mereka harus dibawa, sikap apa yang harus saya
berikan kepada mereka, karena sudah ada badan-badan yang berurusan dengan Usaha
Kesehatan Jiwa di mana-mana.
Akhirnya saya pribadi perlu berterima kasih kepada
anda karena dengan partisipasi anda dengan Kursus ini berarti anda sudah
melakukan Usaha Kesehatan Jiwa setidak-tidaknya bagi diri anda sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi .2008. Konsep Dasar Keperawatan
. Jakarta : EGC
Lubis, Namora Lumongga .2009. Depresi
Tinjauan Psikologis .Jakarta : Kencana
Notoatmodjo,
S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta:
PT.Rineka Cipta
Stuart, Gail W.2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Yosep,Iyus.2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta: PT. Refika Aditama.
|
If you're trying to lose fat then you absolutely have to get on this brand new custom keto meal plan diet.
ReplyDeleteTo create this service, certified nutritionists, fitness couches, and professional cooks have united to produce keto meal plans that are productive, painless, money-efficient, and delicious.
From their first launch in 2019, thousands of clients have already transformed their body and health with the benefits a great keto meal plan diet can give.
Speaking of benefits; in this link, you'll discover eight scientifically-proven ones given by the keto meal plan diet.