GAMBARAN PENYEBAB
KEMATIAN MATERNAL DI RUMAH SAKIT (STUDI DI
RSUD PESISIR SELATAN, RSUD
PADANG PARIAMAN, RSUD SIKKA, RSUD
LARANTUKA DAN
RSUD SERANG, 2005)

OLEH :
NAMA : RIKA LILISNAWATI.R
NIM : BT 11 139
KELAS : III D
AKADEMI KEPERAWATAN
BATARI TOJA
WATAMPONE
2 0 1 3
GAMBARAN
PENYEBAB KEMATIAN MATERNAL DI RUMAH SAKIT
(STUDI
DI RSUD PESISIR
SELATAN, RSUD PADANG PARIAMAN,
RSUD
SIKKA, RSUD LARANTUKA DAN RSUD SERANG, 2005)
Rukmini,
LK. Wiludjeng
Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sistim dan Kebijakan Kesehatan
Departemen
Kesehatan RI, Surabaya
ABSTRAK
Kematian maternal di Indonesia
termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara dan paling banyak terjadi di rumah
sakit. Tulisan ini akan membahas penyebab kematian ibu yang terjadi di rumah
sakit yaitu dengan mempertimbangkan faktor reproduksi ibu, sosioekonomi, akses
terhadap pelayanan kesehatan, komplikasi obstetrik penyebab kematian ibu dan
saat kematian ibu. Data dikumpulkan dari catatan medis kematian maternal, di
lima rumahsakit: RSUD Pesisir Selatan dan RSUD Padang Pariaman di Sumatra
Barat, RSUD Sikka dan RSUD Larantuka di NTT dan RSUD Serang di Banten. Data
kematian maternal yang diteliti adalah yang terjadi dalam kurun ± satu tahun
yaitu dari bulan Maret 2005 sampai April 2006. Hasil menunjukkan, kematian ibu
paling banyak terjadi pada usia reproduksi yaitu usia 20-30 tahun dengan
kondisi sosioekonomi rendah. Akses pelayanan kesehatan pada ibu masih sangat
rendah, dilihat dari rendahnya pemeriksaan antenatal, penolong pertama
persalinan masih didominasi oleh dukun dan banyak persalinan masih dilakukan di
rumah. Perdarahan, eklampsia dan infeksi masih merupakan penyebab kematian
maternal yang terbanyak. Kematian maternal lebih banyak terjadi setelah
persalinan, tepatnya dalam 24 jam post partum.
Key words : kematian maternal,
pemeriksaan antenatal, persalinan, perdarahan, eklampsia, infeksi,.
PENDAHULUAN
Akses
ke pelayanan kesehatan mempunyai korelasi kuat dengan kematian ibu, makin
tinggi proporsi masyarakat yang sulit ke pelayanan kesehatan makin tinggi AKI.
Juga terdapat hubungan kuat antara tempat melahirkan dan penolong persalinan
dengan kematian maternal; makin tinggi proporsi ibu melahirkan di fasilitas non
kesehatan dan persalinan yang ditolong oleh dukun (non nakes), makin tinggi
risiko kematian maternal. anak yang ibunya meninggal kurang mendapat perhatian
dan perawatan dibandingkan dengan yang memiliki ibu yang masih hidup. Penyebab
kematian ibu cukup kompleks, dapat digolongkan atas faktor-faktor reproduksi, komplikasi
obstetrik, pelayanan kesehatan dan sosio-ekonomi. Penyebab komplikasi obstetrik
langsung telah banyak diketahui dan dapat ditangani, meskipun pencegahannya
terbukti sulit.Menurut SKRT 2001, penyebab obstetric langsung sebesar 90%,
sebagian besar perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab
tak langsung kematian ibu berupa kondisi kesehatan yang dideritanya misalnya
Kurang Energi Kronis (KEK) 37%, anemia (Hb < 11 g%) 40% dan penyakit
kardiovaskuler.
Akses
ke pelayanan kesehatan mempunyai korelasi kuat dengan kematian ibu, makin
tinggi proporsi masyarakat yang sulit ke pelayanan kesehatan makin tinggi AKI.
Juga terdapat hubungan kuat antara tempat melahirkan dan penolong persalinan
dengan kematian maternal; makin tinggi proporsi ibu melahirkan di fasilitas non
kesehatan dan persalinan yang ditolong oleh dukun (non nakes), makin tinggi
risiko kematian maternal. Tingginya kematian ibu sebagian besar disebabkan oleh
timbulnya penyulit persalinan yang tidak dapat segera dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang lebih mampu. Keterlambatan merujuk disebabkan berbagai faktor
seperti masalah keuangan, transportasi dsb. Berdasarkan Surkesnas 2001,
kematian ibu yang terjadi di rumah sakit 44%, lebih besar, bila dibandingkan
dengan yang meninggal di rumah (41 %). Pada tahun 2004, angka kematian ibu di
rumah sakit 10,5%, meningkat dibandingkan pada tahun 2001 sebesar 8,5%.
TUJUAN
Tulisan
ini bertujuan untuk menggambarkan penyebab kematian maternal yang terjadi di
rumah sakit dengan melihat faktor faktor penyebab kematian maternal yaitu
faktor reproduksi ibu, sosioekonomi, akses terhadap pelayanan kesehatan,
komplikasi obstetrik penyebab kematian ibu dan waktu kejadian kematian ibu.
METODE
PENELITIAN
Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif dengan memanfaatkan data sekunder dari
catatan medis kematian maternal, di RSUD Pesisir Selatan dan RSUD Padang
Pariaman di Sumatra Barat, RSUD Sikka dan RSUD Larantuka di NTT dan RSUD Serang
di Banten. Data kematian maternal yang diteliti adalah yang terjadi dalam kurun
± satu tahun yaitu dari bulan Maret tahun 2005 sampai April 2006. Data sekunder
yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif, disajikan dalam bentuk
narasi dan tabel sesuai dengan tujuan penelitian.
PEMBAHASAN
Setiap
kehamilan dan persalinan mempunyai risiko meskipun bagi perempuan yang tidak
mempunyai masalah kesehatan sebelumnya, kira kira 40 % ibu hamil mempunyai
masalah kesehatan yang berkaitan dengan masalah kehamilan dan 15 % ibu hamil
menderita komplikasi jangka panjang. Oleh karena itu pada usia reproduksi,
banyaknya kehamilan akan meningkatkan risiko perempuan untuk mendapatkan
masalah kesehatan. Studi ini menunjukkan kematian ibu paling banyak terjadi
pada usia antara 20 sampai 30 tahun, usia paling produktif untuk hamil dan
melahirkan sehingga berisiko menderita penyakit baik akibat langsung dari
kehamilan maupun tidak langsung. Gambaran Penyebab Kematian dideritanya.
Berdasarkan status pendidikan, kebanyakan ibu hanya sampai sekolah dasar,
bahkan ada yang tidak bersekolah. Rendahnya pendidikan ibu akan berdampak pada
rendahnya pengetahuan ibu yang berpengaruh pada keputusan ibu untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan. Makin rendah pengetahuan ibu, makin sedikit keinginannya
untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pendidikan ibu adalah faktor yang
paling besar pengaruhnya terhadap pencarian pertolongan persalinan di pedesaan
di samping faktor jarak ke tempat pelayanan kesehatan dan status ekonomi.
Semua
ibu pada kasus ini tidak ada yang bekerja (tidak berpenghasilan), sehingga pendapatan
keluarga hanya bertumpu pada suami, apalagi sebagian besar pekerjaan suami ibu
hanya buruh dan tani. Padahal perempuan yang bekerja (mempunyai penghasilan)
memberikan kontribusi besar pada kesejahteraan keluarga karena perempuan
cenderung memanfaatkan penghasilannya untuk perawatan kesehatan, membeli
makanan tambahan, peralatan sekolah dan pakaian untuk anak anaknya. Kurangnya
pendapatan keluarga menyebabkan berkurangnya alokasi dana untuk pembelian
makanan sehari-hari sehingga mengurangi jumlah dan kualitas makanan ibu perhari
yang berdampak pada penurunan status gizi.Gangguan gizi yang umum pada
perempuan adalah anemia, karena secara fisiologis mengalami menstruasi tiap
bulan. Sumber makanan yang diperlukan untuk mencegah anemia umumnya berasal
dari sumber protein yang lebih mahal, dan sulit terjangkau oleh mereka yang
berpenghasilan rendah. Kekurangan tersebut memperbesar risiko anemia pada
remaja dan ibu hamil serta memperberat risiko kesakitan pada ibu dan bayi baru
lahir. Hanya empat ibu yang melaksanakan pemeriksaan antenatal dan frekuensinya
hanya berkisar 1-3 kali (3 kasus) dan 4 kali (1 kasus) dilakukan di posyandu
dan bidan. Pemeriksaan antenatal penting untuk deteksi dini komplikasi
kehamilan dan pendidikan tentang kehamilan. Di Republik Demokrasi Kongo,
pelayanan antenatal terbukti berkontribusi pada penurunan kematian ibu melalui
penurunan anemia berat dan kasus persalinan macet. Namun masih menjadi
pertanyaan apakah pemeriksaan antenatal sudah mampu mendeteksi risiko tinggi
pada ibu hamil, apalagi jika hanya dilakukan satu, dua atau empat kali. Dari
empat kasus ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal, pada riwayat pemeriksaan
tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi kehamilan. Hal ini menunjukkan bahwa
pemeriksaan antenatal yang dilakukan tidak mampu mendeteksi komplikasi
kehamilan dan persalinan yang akan terjadi. Keadaan ini mungkin karena
frekuensi pemeriksaan antenatal yang sangat sedikit sehingga tidak mampu
mendeteksi kompliksi kehamilan yang bisa terjadi setiap saat. Dampak pelayanan
antenatal terhadap kematian ibu masih simpang siur. Studi di Gambia dan
Tanzania tidak menunjukkan pengaruh kunjungan antenatal atas kematian ibu. Pada
umumnya, pelayanan antenatal saja tidak menghasilkan penurunan kematian ibu
yang bermakna. Pada Proyek Kasongo (Republik Demokrasi Kongo), 90% kasus
rujukan rumah sakit dengan riwayat obstetrik buruk (risiko tinggi persalinan
macet) ternyata tidak mengalami persalinan macet. Penjaringan risiko pada
pemeriksaan antenatal menurut umur, tinggi badan, paritas dan riwayat obstetri
secara umum tidak terbukti efektif. Kematian ibu tidak hanya ditentukan oleh
faktor medis saja tetapi juga dilatarbelakangi oleh faktor sosial, budaya,
ekonomi dan politik kompleks yang tidak mudah diatasi. Isi pelayanan antenatal di
berbagai negara sangat bervariasi. Di Indonesia pelayanan antenatal adalah
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga profesional (dokter spesialis
kebidanan, dokter umum, bidan, perawat bidan) pada ibu hamil selama masa
kehamilannya, yang sesuai dengan standar pelayanan minimal pelayanan antenatal
meliputi 5 T yaitu Timbang berat badan dan ukur tinggi badan, ukur Tekanan
darah, imunisasi TT, ukur Tinggi fundus uteri dan pemberian Tablet besi minimal
90 tablet selama kehamilan. Dengan demikian secara operasional pelayanan antenatal yang tidak
memenuhi 5 T belum dianggap pelayanan antenatal. Ditetapkan pula frekuensi
pelayanan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan yaitu 1 kali pada triwulan
pertama dan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga. Pelayanan antenatal
seharusnya mencakup berbagai jenis pelayanan ; komponen penting yang harus ada
yaitu : 1) Skrining dan pengobatan penyakit anemia, malaria dan penyakit
menular seksual, 2) Deteksi dan penanganan komplikasi seperti kelainan letak
(malpresentasi), hipertensi, edema, dan preklampsia, 3) Penyuluhan tentang
komplikasi esensial, kapan dan bagaimana cara mendapatkan pelayanan rujukan. Sebaiknya
standar tersebut lebih ditingkatkan, agar mampu memberikan pelayanan terbaik
pada ibu hamil agar melahirkan dengan selamat. Melahirkan di rumah dan ditolong
oleh dukun masih merupakan pilihan utama pada studi kasus ini. Setelah dukun
tidak mampu mengatasi komplikasi yang terjadi, ibu dirujuk ke rumah sakit.
Kondisi ini berkaitan dengan faktor ekonomi, karena sebagian besar ibu tidak berpenghasilan
dan rata - rata pekerjaan suami yang hanya buruh dan tani. Selama ini
pertolongan persalinan oleh non nakes lebih tinggi di daerah pedesaan daripada perkotaan
dan lebih tinggi di Indonesia bagian Timur dibandingkan dengan di Sumatra, Jawa
dan Bali.
Umumnya
masyarakat lebih memilih melahirkan di rumah daripada di pondok bersalin karena alasan tradisi, keterbatasan
bidan di desa, dan alasan jarak ke tempat pelayanan. Pemanfaatan pondok
bersalin hanya terbatas pada pelayanan KIA (antenatal, imunisasi, dll) dan
pengobatan. Gambaran Penyebab Kematian memanfaatkan dukun untuk pelayanan
kehamilan dan persalinan dan besarnya risiko jika terjadi komplikasi persalinan
yang ditangani oleh dukun tak terlatih.
Berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah.untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan
melakukan kemitraan dengan dukun, kader dan masyarakat terutama dalam upaya
peningkatan rujukan oleh tenaga nonprofesional, melatih dukun dan kader untuk
meningkatkan pengetahuan tentang persalinan yang bersih dan mampu mendeteksi
risiko tinggi, dan pendampingan persalinan dukun oleh tenaga kesehatan. Penyebab
kematian utama maternal pada studi ini masih didominasi (91,7 %) oleh kematian
obstetrik langsung (komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas) yaitu perdarahan,
eklampsia dan infeksi. Penyebab kematian lain adalah kasus dekompensasi kordis
yang merupakan kematian obstetrik tidak langsung (akibat penyakit yang telah
diderita atau yang timbul saat hamil). Trias klasik penyebab kematian ibu yaitu
perdarahan, eklampsia dan infeksi masih merupakan masalah utama. Kasus kematian
ibu karena perdarahan sebesar 41,7% terdiri dari perdarahan antepartum (kasus
solusio plasenta ) dan perdarahan post partum (kasus ruptur uteri, late HPP dan
retensi plasenta). Kasus perdarahan meningkat dengan bertambahnya jumlah
paritas.
Solusio
plasenta adalah lepasnya plasenta dari uterus sebelum janin lahir, merupakan
salah satu penyebab perdarahan antepartum (perdarahan setelah kehamilan 22
minggu), di samping plasenta previa. Pada kasus ini umur kehamilan ibu adalah
39 minggu. Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 ml yang
terjadi setelah persalinan ; terbagi dua yaitu 1) Perdarahan post partum dini (early
postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir dan 2) Perdarahan
post partum lanjut (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam
anak lahir ; biasanya hari ke 5-15 post partum.
Kematian
karena perdarahan postpartum dini pada kasus ini disebabkan ruptur uteri (kasus
pertama : kematian 4 jam post partum, kasus 2 : kematian 15 jam post partum)
dan retensi plasenta : terjadi 1 jam setelah persalinan. Pada kasus late HPP
tidak jelas penyebab perdarahannya, kematian terjadi setelah 40 persalinan. Sebab paling umum perdarahan post
partum dini yang berat adalah atonia uteri, retensi plasenta, uterus dan vagina
yang terkoyak, dan uterus yang turun (inversi). Sedangkan perdarahan post
partum lanjut sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik
atau sisa plasenta. (6) Selain perdarahan, penyebab terbesar kematian ibu pada
studi ini disebabkan oleh eklampsia (41,7%). Posisi sosioekonomi rendah dan
kurangnya akses pelayanan kesehatan meningkatkan risiko eklampsia.
Preeklampsia-eklampsia merupakan penyakit kehamilan sistemik yang banyak
dijumpai di daerah-daerah di luar jangkauan rumah sakit yang mempunyai
fasilitas memadai dan pada umumnya diderita oleh golongan sosio ekonomi lemah.
Di
Indonesia kematian ibu akibat eklampsia cukup tinggi, berkisar 24% (SKRT
2001).(1) biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasi kordis dengan
edema paru, payah ginjal, dan aspirasi saluran pernapasan saat kejang, terbanyak
adalah kasus perdarahan. Hal ini sesuai dengan data WHO. Perdarahan postpartum
umumnya terjadi selama persalinan kala tiga. Pada kasus ini, persalinan ibu
ditolong oleh dukun padahal penanganan saat jam-jam pertama pasca persalinan sangat
penting untuk pencegahan, diagnosis dan penanganan perdarahan. Ketidakmampuan
penolong persalinan untuk mencegah dan menangani perdarahan pasca persalinan
dapat berakibat fatal pada ibu. Kondisi ini banyak terjadi di Negara berkembang
dimana wanita lebih sering mendapatkan perawatan antenatal atau perawatan
sebelum melahirkan dibandingkan dengan perawatan kebidanan yang seharusnya
diterima saat persalinan dan pasca persalinan.
HASIL
Jumlah
kasus kematian maternal yang ditemukan pada studi ini adalah masing dua kasus
di RSUD Pesisir Selatan, RSUD Padang Pariaman, RSUD Sikka dan RSUD Larantuka.
Kasus terbanyak ditemukan di RSUD Serang sebanyak empat kasus kematian
maternal, sehingga keseluruhan ada 12 kasus. Pada tabel 1 terlihat bahwa dari
12 kasus kematian maternal di rumah sakit yang diteliti paling banyak pada
kelompok umur 20-30 thn sebesar 66,7 % dan jumlah paritas lebih dari tiga orang
sebesar 50%. Saat Kematian
Saat
kematian ibu dibedakan atas kematian yang terjadi sebelum persalinan (antepartum),
selama persalinan (inpartu) dan sesudah persalinan (post partum); paling banyak
ditemukan setelah persalinan (10 kasus - 83,3 %)
KESIMPULAN
1.
Kematian ibu paling
banyak terjadi pada usia reproduksi yaitu umur 20- 30 tahun dan dengan
bertambahnya paritas.
2.
Ibu yang mengalami
kematian, mempunyai status ekonomi yang rendah.
3.
Akses pelayanan
kesehatan pada ibu masih sangat rendah, dilihat dari rendahnya pemeriksaan
antenatal, penolong pertama persalinan masih didominasi oleh dukun dan banyak
persalinan masih dilakukan di rumah.
4.
Perdarahan, eklampsia
dan infeksi masih merupakan penyebab kematian maternal yang terbanyak.
5.
Kejadian kematian
maternal karena eklampsia dan perdarahan meningkat dengan bertambahnya paritas.
6.
Kematian maternal lebih
banyak terjadi dalam waktu 24 jam post partum.
SARAN
1.
Meningkatkan akses
terhadap penolong persalinan dan petugas terlatih perawatan pasca melahirkan
2.
Meningkatkan penyuluhan
oleh petugas kesehatan dan kader kepada ibu hamil mengenai penyakit dan
komplikasi yang dapat timbul selama kehamilan khususnya kepada ibu hamil dengan
sosioekonomi rendah yang tidak berkujung ke fasilitas kesehatan dengan
melakukan kunjungan rumah di wilayah kerjanya.
3.
Meningkatkan kemampuan
petugas kesehatan dalam pelayanan obstetric emergensi dasar dan pelayanan
obstetri emergensi komprehensif
4.
Memberi motivasi ibu
untuk mengikuti program KB dengan meningkatkan akses terhadap pelayanan KB yang
bermutu.
KEPUSTAKAAN
1.
Depkes RI,Dirjen
Binkesmas. Prinsip Pengelolaan Program KIA. Dalam: Pedoman Pemantauan Wilayah
Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). 2004. Hal. 1-11.
2.
Coeytaux, Leonard A,
Bloomer C, Aborsi. Dalam: Koblinsky M, Timyan J , Gay Jeds. Kesehatan Wanita
sebuah Perspektif Global, Gajah Mada University Press. 1997.Hal. 193-207.
3.
Keselamatan ibu :
Keberhasilan dan Tantangan. OutLook 1999; 16(Jan.).
4.
Soemantri S dkk. Kajian
Kematian Ibu dan Anak di Indonesia, Badan Litbangkes, Depkes, RI. 2004.
5.
Depkes RI, Dirjen
Yanmedik. Derajat Kesehatan. Dalam : Morbiditas dan Mortalitas. 2005.
6.
Mencegah Perdarahan
Pasca Persalinan : Menangani persalinan Kala tiga. OutLook. 2002 ; 19(Jun).
7.
Agus Suprapto, Julianto
Pradono, Dwi Hapsari. Determinan Sosial Ekonomi pada Pertolongan Persalinan di
Indonesia. Maj. Kes. Perkotaan 2002;11(2) : 18-29.
8.
Koblinsky M, Timyan J,
Gay J. Akses Pelayanan Bukan Hanya Sekedar Jarak. Dalam Kesehatan Wanita Sebuah
Prespektif Global. Gajah Mada University Press. Yogyakarta ; hal.331 354.
9.
Iskandar B, Meiwita.
Dampak Krisis Moneter dan Bencana Alam terhadap Kesehatan dan Gizi Wanita.
Dalam Lokakarya Nasional Dampak Krisis Ekonomi
10. terhadap
Kesehatan Masyarakat Rentan. Pusat Komunikasi Kesehatan Berperspektif Jender
dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan Ford Foundation.1999. Hal. 47 -48.
11. 10.Depkes
RI, Badan Litbangkes. Pelayanan Kesehatan ibu dan Anak. Dalam: Susenas, Status
Kesehatan, Pelayanan Kesehatan, Perilaku Hidup Sehat, dan Kesehatan Lingkungan.
Jakarta. 2004Hal. 52-53.
12. Handayani,
Lestari, dkk. Model Pelayanan Persalinan Dukun Bayi-Bidan, Tinjauan Aspek
Sosiobudaya untuk Rancangan Intervensi. Pusat Penelitian Kependudukan
Universitas Gadjahmada, Yogyakarta. 1994. hal. 59
13. 12.Depkes
RI, Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Paket Informasi Program Safe
Motherhood di Indonesia, Jakarta. 2002. hal. 41
14. 13.
Lutan D (ed). Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi & Obstetri Patologi.
Jilid I ed 2. Jakarta : EGC. 1998.hal. 298-306.
15. 14.Rambulangi
J. Penanganan Pendahuluan Prarujukan Penderita Preeklampsia
Berat dan Eklampsia.
Cermin Dunia Kedokt. 2003 ;139 :16-
Numpang promo ya Admin^^
ReplyDeleteajoqq^^com
mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
mari segera bergabung dengan kami.....
di ajopk.club....^_~
segera di add Whatshapp : +855969190856