ANALISIS
PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT DI PUSKESMAS RAWAT INAP DI KOTA MANADO
Stevinus
Pamuna*
Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
ABSRACT
Based
on research by sukantoro in 20th Century, a health care waste management in
jogjakarta district still very low compared to WHO’s standar procedures, in one
year there is 17,20% accident among health staff and
11,11%
on people who work on healt care waste management. Solid waste from health care
activities is all waste come from health care institute, farm facilities and
laboratory which in a solid form. Soled waste from health care activities also
classified from a multiple sources as example from health care activities in
home. The main purpose of this study is to analyse the segregation,
transportation, collecting room, and the annihilation process of this waste
from healthcare activities in manado region. This study using qualitative design
to get more information about waste from health care activities on paniki bawah
health centre, minanga health centre and bahu health centre on june to july
2012. Based on the observation and indepth interview the conclusion is the
waste of health care activities management on 3 health instalation in manado
district still below the WHO’s standar because of lack of a lot tecnical and
operational problems.
Keyword:
Segregation, Transportation, Collecting room and The Annihilation
ABSTRAK
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sukantoro (2010) disimpulkan bahwa pengelolaan
limbah klinis tajam Puskesmas di Kota Yogyakarta belum memenuhi kaidah
pengelolaan limbah layanan kesehatan yang aman, angka kecelakaan limbah klinis
tajam dalam satu tahun dialami oleh 17,20 % petugas yang melayani pasien,
11,11% petugas pengumpul limbah. Kecelakaan juga dialami oleh petugas
pengangkut limbah yang berjumlah satu orang. Limbah medis padat mencakup semua
hasil buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan
laboratorium dalam bentuk padatan. Selain itu, limbah layanan kesehatan juga
mencakup limbah yang berasal dari sumber-sumber kecil atau menyebar misalnya
limbah hasil peralatan yang dilakukan di rumah. Tujuan dari penelitian ini
adalah menganalisis proses pemilahan, pengangkutan, penyimpanan sementara dan
pemusnahan limbah medis padat di puskesmas rawat inap di kota manado.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan mendapatkan
informasi yang lebih mendalam tentang bagaimana pengelolaan limbah medis padat
puskesmas di Kota Manado. Lokasi penelitian adalah 3 unit puskesmas yang
memiliki insenerator di Kota Manado, yaitu Puskesmas Bahu, Puskesmas Paniki,
dan Puskesmas Minanga. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai
dengan bulan Juli tahun 2012. Berdasarkan observasi yang dilakukan ditemukan
bahwa proses pemilahan, pengangkutan, penyimpanan sementara dan pemusnahan
limbah medis padat belum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dari WHO karena
banyaknya kendala teknis dan operasional.
Kata
kunci: Pemilahan, Pengangkutan, Penyimpaan sementara dan Pemusnahan
Saat ini limbah
merupakan masalah yang cukup serius, terutama di kota-kota besar. Banyak upaya
yang dilakukan oleh pemerintah daerah, swasta maupun secara swadaya oleh
masyarakat untuk menanggulanginya, dengan cara mengurangi, mendaur ulang maupun
memusnahkannya. Namun semua itu hanya bisa dilakukan bagi limbah yang
dihasilkan oleh rumah tangga saja. Lain halnya dengan limbah yang di hasilkan
dari upaya medis seperti Puskesmas, Poliklinik, dan Rumah Sakit. Jenis limbah
yang dihasilkan oleh instalasi kesehatan termasuk dalam kategori biohazard yaitu
jenis limbah yang sangat membahayakan lingkungan, dimana disana banyak
terdapat buangan virus, bakteri maupun zat zat yang membahayakan lainnya,
sehingga harus dimusnahkan dengan jalan dibakar dalam suhu diatas 800 derajat
celcius. WHO (2010) menegaskan bahwa penanganan limbah medis sudah sangat
mendesak dan menjadi perhatian Internasional (Pruss, 2005).
Pusat
Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas sebagai salah satu instalasi kesehatan yang
menghasilkan limbah, memiliki kewajiban untuk memelihara lingkungan dan
kesehatan masyarakat, serta memiliki tanggung jawab khusus yang berkaitan
dengan limbah yang dihasilkan tersebut. Kewajiban yang dimaksud diantaranya
adalah kewajiban untuk memastikan bahwa penanganan, pengolahan serta pembuangan
limbah yang dilakukan tidak akan menimbulkan dampak yang merugikan kesehatan
dan lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sukantoro (2010)
disimpulkan bahwa pengelolaan limbah klinis tajam Puskesmas di Kota Yogyakarta
belum memenuhi kaidah pengelolaan limbah layanan kesehatan yang aman, angka
kecelakaan limbah klinis tajam dalam satu tahun dialami oleh 17,20 % petugas
yang melayani pasien, 11,11% petugas pengumpul limbah. Kecelakaan juga dialami
oleh petugas pengangkut limbah yang berjumlah satu orang.
Kota
Manado yang terdiri dari 9 kecamatan, 87 kelurahan dan memiliki 15 unit
puskesmas dimana 6 diantaranya melayani pelayanan rawat inap. Namun,
pengelolaan limbah medis padatnya belum dilakukan dengan baik. Berdasarkan
survey awal yang diakukan di salah satu puskesmas didapati bahwa meskipun pemilahan
limbah medis
padatnya
telah di programkan tetapi sisa-sisa kegiatan medisnya seperti kapas yang
bercampur darah pasien masih menyatu dengan sampah umum, perilaku petugas
pengangkut sampah yang mencampurkan sampah medis padat dengan sampah umum juga
menjadi masalah. Berdasarkan keterangan dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Manado
untuk kedepannya seluruh puskesmas di Kota Manado akan beroperasi 24 jam yang
pastinya akan meningkatkan volume limbah medis, sementara fasilitas pemusnah
limbah medis berupa incenerator yang berfungsi dengan baik hanya 4 dari 15
puskesmas.
Menyadari
pentingnya pengelolaan limbah medis sesuai prosedur yang dianjurkan dan melihat
kenyataan bahwa program pengelolaan limbah medis padat puskesmas di wilayah
Kota Manado belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, maka penulis tertarik
untuk meneliti gambaran pengelolaan limbah medis padat di masing-masing
puskesmas yang ada di Kota Manado.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan mendapatkan informasi yang
lebih mendalam tentang bagaimana pengelolaan limbah medis padat puskesmas di
Kota Manado. Lokasi penelitian adalah 3 unit puskesmas yang memiliki
insenerator di Kota Manado, yaitu Puskesmas Bahu, Puskesmas Paniki, dan
Puskesmas Minanga. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan
bulan Juli tahun 2012. Data dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Data primer yaitu data yang
diperoleh secara langsung oleh peneliti berdasarkan observasi di lapangan dan
wawancara mendalam terhadap informan. Informan yang dimaksud ialah:
a. Kepala puskesmas yang
terdiri dari:
1. Kepala Puskesmas
Minanga
2. Kepala Puskesmas Bahu
3. Kepala Puskesmas
Paniki Bawah
b.
Kepala
bidang kesehatan lingkungan puskesmas yang terdiri dari:
4.
Kepala
bidang kesehatan lingkungan di Puskesmas Minanga
5.
Kepala
bidang kesehatan lingkungan di Puskesmas Bahu
6.
Kepala
bidang kesehatan lingkungan di Puskesmas Paniki Bawah
c. Kepala seksi penyehatan dan
pengelolaan lingkungan Dinas Kesehatan Kota Manado.
2. Data sekunder yaitu data yang
diperoleh melalui sumber lain mengenai gambaran umum puskesmas terkait yang
diambil dari profil Dinas Kesehatan Kota Manado.
Untuk menetapkan
keabsahan data, dilakukan dengan teknik pemeriksaan melalui beberapa kegiatan
antara lain dengan triangulasi. Adapun trianguasi yang dilakukan ialah:
1. Triangulasi Sumber
Dilakukan
wawancara dengan informan yang berbeda, yaitu selain diambil dari Kepala
Puskesmas, juga diambi dari Staff Kesehatan Lingkungan, dan pengelola teknis
limbah padat di masing-masing puskesmas.
2. Triangulasi Metode
Selain
menggunakan wawancara mendalam, menggunakan panduan observasi langsung serta
penelusuran dokumen.
Penyajian data
dianggap selesai apabila telah memenuhi kriteria kesesuaian dan kecukupan
adekuasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil
observasi proses pemilahan di Puskesmas Minanga, Bahu dan Paniki Bawah telah
dilakukan, yaitu sampah dipilah berdasarkan jenisnya sampah medis dan sampah
nonmedis. Prosedur pemilahan limbah medis padat lanjutan seperti yang
dianjurkan WHO yaitu sampah medis dipilah berdasarkan jenisnya belum dilakukan.
Hal ini merupakan kebijakan dari Kepala masing-masing puskesmas dengan tujuan
untuk meminimalisasi biaya dan mempermudah managemen pengelolaan limbah
mengingat seluruh limbah medis dimusnahkan di insenerator, padahal WHO merekomendasikan
bahwa limbah medis harus dipilah berdasarkan jenisnya karena masing-masing
jenis limbah medis memerlukan wadah serta penanganan khusus, yaitu kantung kuat
anti robek untuk limbah benda tajam. Di Puskesmas Minanga tempat sampah
medisnya tidak memili tutup seperti di tempat sampah medis di Puskesmas Paniki
Bawah dan Bahu, padahal seharusnya tempat sampah medis harus tertutup rapat
karena limbah infeksius seperti kapas beresiko bila dapat diakses bebas oleh
vektor (WHO 2006). Pemilahan limbah medis padat telah dilakukan di setiap
ruangan pelayanan medis
dan sesuai observasi
di lapangan petugas medis telah meletakkan limbah medis terpisah dari sampah
nonmedis. Wadah tempat sampah terpisah tersedia di setiap ruangan pelayanan
medis, sedangkan tempat sampah umum disetiap puskesmas telah dipilah antara
sampah basah dan sampah kering semuanya dalam wadah tertutup dan dalam kondisi
yang baik sesuai dengan ketentuan dari WHO. Secara keseluruhan di Puskesmas
Bahu, Minanga dan Paniki tidak memprogramkan adanya training khusus mengenai
pengelolaan limbah kepada staf puskesmas, sementara WHO dalam Pruss et all
(2005) menuliskan bahwa sebagai proses yang paling penting, seharusnya pihak
instansi melakukan training teknik pengeolaan limbah medis bagi staf operasional
pengelolaan limbah medis maupun para perawat yang secara langsung menempatkan
limbah medis.
Petugas
operasional penanganan limbah medis yang walaupun latar belakang pendidikannya
S1 dan D3 Kesehatan lingkungan harus tetap diingatkan mengenai pentingnya
kondisi terpilah ini agar bertahan hingga tahap akhir yaitu pemusnahan karena
jika proses segregasi dilakukan dengan baik maka akan menghemat biaya
pengelolaan hingga 40% (Pruss, 2005). Berdasarkan hasil wawancara, Puskesmas
Paniki dulunya mengalami kendala dalam pemilahan limbah medis padat, yaitu
ditemukan sampah medis di tempat sampah umum. Walaupun hal ini sudah tidak
terjadi di masa sekarang tetapi tetap menjadi pertimbangan serius melihat di
Puskesmas Bahu, Minanga, dan Paniki belum dilakukan proses pengontrolan selama
pemilahan, padahal WHO sendiri menganjurkan pentingnya pemantauan khusus selama
pemilahan limbah medis, hal ini perlu ditindak lanjuti agar kedepannya tidak
terjadi kerugian-kerugian yang seharusnya dapat dicegah. (WHO 2006).
pengangkutan di Puskesmas Bahu,
Paniki, dan Minanga dilakukan sesuai dengan frekuensi limbah medisnya. Di
puskesmas Minanga yang limbah medisnya relatif sedikit diangkut saat kantong
limbah medisnya ¾ dan itu memakan waktu beberapa hari. Di Puskesmas Bahu dan Paniki
limbah medisnya diangkut seminggu sekali saat kantong limbah sudah ¾, tapi jika
banyak sampah medis yang mengandung darah hari itu juga diangkut. Menurut WHO
(2005) limbah medis harus diangkut setiap hari, tetapi untuk asas efisiensi
hal itu belum
dilakukan di ketiga puskesmas ini mengingat kuantitas limbah medis yang
sebagian besar berasal dari luar instansti dan periode pembakaran insenerator
yaitu 2 minggu sekali. Pengangkutan off-site hanya terdapat di puskesmas
bahu dengan angkutan khusus untuk pengangkutan limbah medis, pengangkutan on-site
masih dilakukan secara manual oleh petugas yang mana di Puskesmas Paniki dan
Minanga petugas operasionalnya menggunakan APD saat pengumpulan, sementara di
Puskesmas Bahu staf operasionalnya tidak menggunakan APD sesuai anjuran karena
alasan kenyamanan. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus mengingat belum
tersedianya troli pengangkut dan pangangkutan secara manual sangat rentan akan
kecelakaan akibat limbah benda tajam (sukantoro 2010).
Di
Puskesmas Minanga, yang walaupun limbah medisnya sedikit tetapi melayani
pemusnahan limbah medis dari siloam hospital dalam jumlah yang relatif besar
belum memiliki ruang penampungan sementara limbah medis. Limbah medis padanya
diletakkan didekat incenerator yang mana dapat diakses oleh tikus dan serangga
yang menjadi vektor berbagai penyakit. Di puskesmas paniki yang melayani
pemusnahan limbah medis sebagian besar puskesmas masih meletakkan limbah
medisnya di ruangan sementara yang masih dapat diakses oleh vektor penyakit
seperti tikus dan serangga, puskesmas bahu telah memiliki ruang tetap untuk
penampungan sementara limbah medis namun ruang penampungannya belum bebas hewan
pengerat dan serangga, sementara WHO mengharuskan ruang tertutup bebas serangga
dan hewan pengerat sebagai ruang penampungan sementara. Untuk waktu penampungan
telah melewati standar yang ditetapkan oleh WHO yaitu limbah medis ditampung
maksimal selama 48 jam (WHO 2006), mengingat kapasitas incenerator yang
frekuensi pembakarannya sekali dalam 2 minggu mengharuskan limbah medis
ditampung sedikit lama. Hal ini kiranya dapat menjadi acuan kedepannya untuk
sistem penampungan limbah medis padat yang baik.
Pemusnahan
limbah medis padat puskesmas di Kota Manado secara keseluruhan menggunakan
incenerator. Baru-baru ini Dinas Kesehatan Kota Manado menempatkan 2 unit
incenerator di puskesmas minanga dan puskesmas paniki, yang
diharapkan
dapat menjawab kebutuhan puskesmas mengenai pengelolaan limbah medis padat.
Secara keseluruhan tahapan ini mengalami kendala, di Puskesmas Bahu yang
inceneratornya lebih dahulu ada, saat ditempatkan di areal puskesmas mendapat
protes dari warga sekitar karena asap sisa pembakaran dari incenerator berwarna
hitam dan dinilai mencemari lingkungan namun sekarang telah direlokasi ke
tempat yang jauh dari pemukiman. Di Puskesmas Minanga inceneratornya tidak
berfungsi dengan maksimal karena gangguan teknis yaitu aliran listrik yang
seringkali padam, mengakibatkan sampah medis tidak terbakar sempurna, kemampuan
incenerator yang seharusnya dapat membakar botol bekas dan jarum suntik dalam
sekali bakar juga belum dicapai, hal ini juga dibuktikan oleh staff operasional
Puskesmas Minanga yang mengatakan untuk botol dan jarum hancur menjadi abu saat
pembakaran yang kelima kali. Sementara seharusnya incenerator harus membakar
habis semua jenis sampah dalam sekali pembakaran (WHO 2005). Ketiga puskesmas
ini juga mengalami kendala dalam penganggaran yang masih mengandalkan kebijakan
khusus dari pihak puskesmas untuk sumber anggaran yang seharusnya sudah di
anggarkan oleh dinas kesehatan. Namun pemusnahan limbah medis padat di kedua
puskesmas ini dalam kurun waktu 1 dekade terakhir dinilai tidak mengganggu
lingkungan dan masyarakat.
Kontrol dan Evaluasi
dari Dinas Kesehatan Kota Manado
Pengawasan dari pihak Dinas
Kesehatan Kota Manado telah sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh WHO yaitu
1x24 jam. Dinas kesehatan harus bekerjasama dengan seluruh puskesmas Kota
Manado untuk menemukan solusi bersama yang tepat berdasarkan kendala yang ada,
koordinasi yang baik harus ditingkatkan agar tidak terjadi miskomunikasi antara
kedua belah pihak. Penampungan sementara dan pemusnahan yang banyak mengalami
kendala teknis dan operasional harus segera dicari pemecahannya agar kedepannya
pengelolaan limbah medis padat tidak mengganggu keseimbangan ekologis, mungkin
proses pemusnahan dilakukan secara community based seperti di negara
asia lainnya dapat dianut karena dinilai
lebih
baik daripada sistem parsial (WHO 1997).
KESIMPULAN
1.
Sistem
pemilahan limbah telah dilakukan pada Puskesmas Bahu, Puskesmas Minanga dan
Puskesmas Paniki Bawah. Limbah umum telah terpilah dari limbah medis namun
limbah medisnya belum dipilah mengingat kuantitas dan efektifitas teknik
pemusnahannya dimana limbah medis dimusnahkan sekaligus di insenerator, saat
ini sudah tidak pernah ditemukan sampah medis yang bercampur dengan sampah
nonmedis yang mengindikasikan sampah medis padatnya telah terpilah.
2. Sistem pengangkutan
limbah medis padat di puskesmas Bahu, Puskesmas Minanga dan Puskesmas Paniki
Bawah masih dilakukan secara manual dimana petugas operasional di puskesmas
minanga dan paniki telah memakai peralatan pelindung sesuai dengan yang
dianjurkan, kecuali di puskesmas bahu. Pengangkutan off-site hanya
dilakukan di puskesmas bahu dengan menggunakan angkutan khusus puskesmas berupa
mobil pick-up yang tidak digunakan untuk fungsi lain.
3.
Penampungan
sementara di Puskesmas Bahu, Puskesmas Minanga dan Puskesmas Paniki memerlukan
perhatian khusus, mengingat hanya Puskesmas Bahu yang memiliki ruang
penampungan sementara limbah medis padat dan belum bebas serangga serta hewan
pengerat, limbah medis di Puskesmas Paniki Bawah masih ditempatkan sementara di
ruangan baru yang belum difungsikan. Namun, kedepannya pihak puskesmas akan
menyediakan ruang khusus untuk penampungan limbah medis. Di Puskesmas Minanga
yang jumlah limbah medisnya sedikit tidak menampung limbah medis mereka, limbah
medis diangkut saat akan dimusnahkan. Namus, Puskesmas Minanga melayani
pemusnahan limbah medis padat dari Rumah Sakit Siloam yang jumahnya reatif
besar dan ditenpatkan di dekat insenerator karena belum memiliki ruang
penampungan sementara limbah medis padat.
4.
Sistem
pemusnahan limbah medis padat di puskesmas Bahu, Puskesmas Minanga dan
Puskesmas
|
Paniki
|
menggunakan
|
insenerator
|
dimana
|
dalam
|
pengoperasiannya
masih banyak mengalami kendala teknis dan operasional yang perlu dievaluasi dan
ditindaklanjuti, di Puskesmas Paniki Bawah dan Puskesmas Minanga memiliki type
insenerator yang sama dimana belum mampu memusnahkan seluruh jenis sampah medis
dalam sekali pembakaran sedangkan di Puskesmas Bahu sebelum direlokasi mendapat
protes dari masyarakat sekitar karena dinilai mengganggu kenyamanan. Ketiga
puskesmas ini juga memiliki kendala teknis berupa kelangkaan bahan bakar serta
kendala operasional mengenai pembiayaan yang sifatnya masih ditanggung
puskesmas secara mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. 2010. Pengantar
Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
128/Menkes/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2004. Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Dinas Kesehatan Kota Manado.
2010. Profil Dinas Kesehatan Kota Manado. Manado
Mukono, H.J 2006. Prinsip
dasar kesehatan lingkungan, Airlangga University Press
Mulyani
sri. 2010. Evaluasi pengelolaan kesehatan lingkungan puskesmas poned
omben kabupaten sampang, www.pub-med.com/journal//14th
edition(online) diakses 6 maret 2012
Notoatmodjo.
S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Pruss, A., Giroult, E.
& Rushbrook, P. 2005.
Safe
Management of Waste from Health Care Activities. 1st Edition. Alih
Bahasa. Widyastuti, P.
Pengelolaan
Aman Limbah Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC
Reinhardt PA, Gordon JH.1991. Infectious
and medical waste. Chelsea MI, Lewis Pubishers.
Satori, D & Komariah, A.
2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Sukantoro.
2010. Pengelolaan limbah klinis tajam puskesmas kota Yogyakarta,
www.pub-med.com/journal
23th edition(online) diakses 6 maret 2012
UN.1997.Recommendation
on the transport of dangerous goods- model regulations
10th
revised ed. New York, United Nations
WHO.
1997. Survey of hospital wastes management in South-East Asia Region.
New Delhi, World Health Organization regional Office for South-East
Asia.
WHO.2011.Waste
from Heath-care Activities (online) diakses 27 februari 2012
WHO.1996.
Healthy cities-healthy island. Guides for manucipal solid waste
management in pacific island countries. Manila, World Health
Organization Regional
Office for the Western Pacific (Document series,no.6)
WHO.
1996. Suggested guiding principles and practices for the sound
management of hazardous hospital wastes. Regional consultation on sound
management of hospital waste in chiang mai, thailand, november 1996. New delhi,
world health organization regional office for south-east asia.
No comments:
Post a Comment