Wednesday 24 January 2018

AGRESI MILITER BELANDA II



AGRESI MILITER BELANDA II

Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.
Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

A.       Latar Belakang Terjadinya Agresi Militer Belanda II
Pihak bangsa Indonesia maupun pihak Belanda sama-sama mengirimkan surat kepada pihak KTN ( komisi tiga negara ). Surat tersebut sama-sama berisi dugaan terhadap pihak indonesia maupun pihak belanda yang dianggap tidak menghormati hasil perjanjian Renville. Akibatnya, sebelum tengah malam tepat pada tanggal 18 Desember 1948, pihak belanda mengumumkan,bahwa Belanda tidak terikat lagi terhadap perjanjian Renville. Dan pada hari  tepat pada tanggal 19 Desember 1948, pesawat tempur Belanda menyerang Maguwo (sekarang Bandara Adisucipto) dan sejumlah bangunan penting di Yogyakarta. Peristiwa tersebut merupakan awal dari agresi militer Belanda II.
1.      Serangan ke Maguwo
Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio antara dari Jakarta menyebutkan, bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai" .
Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh Jenderal Spoor 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melalui Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.
Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai "Aksi Polisional".
Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.
Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.
Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari.
Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.
2.      Pemerintahan Darurat
Soedirman dalam keadaan sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet mengadakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI lainnya menunggu di luar ruang sidang. Setelah mempertimbangkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibukota. Mengenai hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil dalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak ada. Jadi Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota agar selalu dapat berhubungan dengan KTN sebagai wakil PBB. Setelah dipungut suara, hampir seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.
Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan dibentuk di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa ia diangkat sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini kemudian dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang berada di New Delhi.
Empat Menteri yang ada di Jawa namun sedang berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui mengenai Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilaksanakan, agar dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.
Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut mengadakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.

B.        Pengasingan Pimpinan Republik
Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pemimpin republik untuk berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta untuk diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang tahu arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah setelah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para pemimpin republik. Setelah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, untuk kemudian diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatan tentara Belanda dan berada dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.

C.       Perang Gerilya Dan Serangan Umum 1 Maret 1949
Pada Waktu Agresi Militer Belanda Kedua Pada tanggal18 Desember 1948, pukul 23.30, Dr. Beel mengumumkan sudah tidak terikat lagi dengan Perundingan Renville. Pada tanggal 19 Desember 1948, pukul 06.00, Belanda melancarkan agresinya yang kedua dengan menggempur ibu kota RI, Yogyakarta. Dalam peristiwa ini pimpinan-pimpinan RI ditawan oleh Belanda. Mereka adalah Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Syahrir dan sejumlah menteri termasuk Menteri Luar Negeri Agus Salim. Presiden Soekarno diterbangkan ke Prapat di tepi Danau Toba dan Wakil Presiden Moh. Hatta ke Bangka. Presiden Soekarno kemudian dipindahkan ke Bangka. Dengan ditawannya pimpinan-pimpinan negara RI dan jatuhnya Yogyakarta, Dr. Beel menyatakan bahwa Republik Indonesia tidak ada lagi.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIlPh1NR5-d4_RZPEcvxYPhjuwbQiZhCsQQltc3TCn8vIfI-45L8hemlSWEmYs-sQ3asqjHnZLeJ5uqqjyQ8azN2wLAyJTd3jMruxbVUxs3XV9BokKlwThi62futW8DJZeqlvvbZ6YxUQD/s320/jenderal+soedirman-751262.jpg
Jend. Sudirman di tandu pasukannya saat memimpin p.gerilya
Setelah penyerangan Yogyakarta yang dilakukan oleh Belanda. Sudirman yang waktu itu baru saja   keluar dari rumah sakit Panti Rapih setelah menjalani perawatan setelah mendengar adanya serangan Belanda, Jend. Sudirman sepakat dengan anggota TNI untuk meninggalkan kota demi melancarkan perang gerilya, beberapa tokoh militer yang ikut serta dalam membantu terlaksanya perang gerilya antara lain, Kolonel Gatot Subroto, T.B Simatupag, A.H Nasution,Sarbini, Suparjo Rustam, dan Cokropranolo. Jend. Sudirman memimpin perang gerilya dari tempat satu ke tempat lain ia juga memerintahkan untuk membumihanguskan bangunan-bangunan penting dan jembatan yang di sekiranya di gunakan oleh belanda. Mengahadapi perang gerilya itu Belanda cukup kebingungan namun Belanda terus menindas rakyat Indonesia dan melakukan propaganda bahwa Negara RI tidak ada, mengahadapi propaganda tersebut Sri Sultan dan Letkol Suharto melancarkan serangan terhadap belanda dan akhirnya kota Yogyakarta dapat di duduki kembali oleh TNI namun keberhasilan itu hanya bertahan selama 6 jam.
Panglima Jend. Sudirman yang terus melakukan gerilyanya. Jenderal Soedirman dan pasukan melewati daerah membentang antara Yogyakarta, Panggang, Wonosari, Pracimantoro, Wonogiri, Purwantoro, Ponorogo, Sambit, Trenggalek, Bendorejo, Tulungagung, Kediri, Bajulan, Girimarto, Warungbung, Gunungtukul, Trenggalek (lagi), Panggul, Wonokarto dan Sobo (memimpin gerilya selama 3 bulan, 28 hari). Baru kemudian dari Sobo menuju Yogyakarta melewati Baturetno, Gajahmungkur, Pulo, Ponjong, Piyungan, Prambanan dan baru pada tanggal 10 Juli 1949 kembali lagi ke Yogyakarta. Dalam keadaan yang serba kekurangan dan kondisi fisik yang lemah Jenderal Soedirman terus dan terus berjuang tanpa kenal menyerah. 

D.       Tujuan Belanda Mengadakan Agresi Militer II
Adapun tujuan utama bangsa Belanda melakukan Agresi Militer yang II belanda ingin menghancurkan kedaulatan republik Indonesia dan mengusai kembali seluruh wilayah republik indonesia seperti dahulu kala dengan cara melakukan agresi militer II terhadap daerah penting yaitu kota Yogyakarta sebagai ibu kota republik Indonesia pada saat itu. Pihak Belanda sengaja menyerang ibu kota republik indonesia dengan membuat kondisi ibu kota republik Indonesia tidak aman dengan harapkan,kondisi tersebut membuat bangsa Indonesia menyerah dan bersedia menuruti ultimatum yang diajukan oleh bangsa Belanda.



E.        Dampak Agresi Militer Belanda II bagi Bangsa Indonesia
Dampak dari Agresi Militer belandan II yang dilakukan oleh bangsa Belanda terhadap republik Indonesia adalah mengakibatkan hancurnya beberapa bangunan penting di  ibu kota Yogyakarta, bahkan Yogyakarta yang pada saat itu sebagai ibu kota Indonesia juga mampu dikuasai oleh Belanda. Selain itu presiden ir soekarno dan wakil presiden moh hatta beserta sejumalah pejabat pemerintah Indonesia berhasil ditawan kemudian diasingkan oleh pihak Belanda.
Belanda mengirah dengan jatuhnya ibu kota yogyakarta,pasukan TNI sudah habis ternyata dugaan bangsa belanda meleset bahwa sahnya pasukan TNI belum habis dan dengan waktu yang relatif singkat pasukan TNI berhasil menyesuaikan dengan kondisi yang ada dan mulai bergerak dan memberikan serangan balik terhadap pihak belanda dan serangan yang paling dikenal yang dilakukan pihak TNI terhadap pihak belanda adalah serangan umum 1 maret 1949 terhadap kota yogyakarta.















DAFTAR PUSTAKA

Wayan,I Badrika. 2006. Sejarah Untuk SMA Jilid 3 Kelas XII Program IPS. Jakarta.Penerbit Erlangga
Ricklefs, M. 2008. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Serambi.
Suryanegara, A. M. 2010. Api sejarah Jilid 2. Bandung: Salamadani.

























 
 
AGRESI MILITER BELANDA II

http://atmonadi.com/wp-content/uploads/Panglima_Sudirman.jpg

Disusun Oleh :
Ãœ    NAMA           : NUR HALIM
Ãœ    Kelas               : XI IPA 4
Ãœ    Nis                   : 13744
Ãœ    No. Urut         : 35




SMA NEGERI 2 WATAMPONE

 
TAHUN AJARAN 2014
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI………………………………………………………..........................…i

PERTEMPURAN SURABAYA
A.          Latar Belakang Terjadinya Agresi Militer Belanda II....................................1
B.           Pengasingan Pimpinan Republik....................................................................5
C.           Perang Gerilya Dan Serangan Umum 1 Maret 1949 .....................................5
D.          Tujuan Belanda Mengadakan Agresi Militer II..............................................7
E.           Dampak Agresi Militer Belanda II bagi Bangsa Indonesia............................8

DAFTAR PUSTAKA














i
 
 

1 comment:

  1. Look at the way my colleague Wesley Virgin's adventure launches with this SHOCKING AND CONTROVERSIAL video.

    You see, Wesley was in the army-and soon after leaving-he unveiled hidden, "MIND CONTROL" secrets that the CIA and others used to get everything they want.

    As it turns out, these are the EXACT same tactics lots of celebrities (notably those who "became famous out of nowhere") and the greatest business people used to become wealthy and famous.

    You probably know how you only use 10% of your brain.

    That's really because the majority of your brainpower is UNTAPPED.

    Perhaps that expression has even occurred INSIDE OF YOUR very own brain... as it did in my good friend Wesley Virgin's brain seven years ago, while riding an unlicensed, trash bucket of a car with a suspended license and with $3.20 on his debit card.

    "I'm absolutely frustrated with living check to check! When will I get my big break?"

    You've taken part in those types of thoughts, ain't it right?

    Your very own success story is waiting to be written. Go and take a leap of faith in YOURSELF.

    CLICK HERE To Find Out How To Become A MILLIONAIRE

    ReplyDelete

MAKALAHKU

MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN

Tugas Individu MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN Oleh ASRIANI 213095 2006 SEKOLAH TINGGI ILMU P...