Tuesday 23 January 2018

MAKALAH Pendekatan Siklus Hidup dan Hak-Hak Reproduksi



KATA PENGANTAR


 Syukur Alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ungkapkan kepada Allah SWT, yang karena bimbingannyalah maka penulis biasa menyelesaikan sebuah karya tulis yang berjudul “ Pendekatan Siklus Hidup dan Hak-Hak Reproduksi”.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dalam jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan karya yang bias di pertanggungjawabkan hasilnya. Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu kami dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masi banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
   Terima kasih, dan semoga makalah ini bias memberikan sambungsih positif bagi kita semua.

                                                                                                          Tim penulis

                                                                                                        Kelompok III





Daftar Isi
Kata pengantar………………………………………………………………
Daftar isi………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………
a.Latar belakang
b.Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
a.       Defenisi sehat dan kesehatan reproduksi
b.      Ruang lingkup kesehatan reproduksi
c.       Pendekatan siklus hidup
d.      Hak-hak reproduksi
e.       12 area kritis kepedulian
f.       Indicator kesehatan reproduksi
BAB III PENUTUP
a.Kesimpulan
b.Saran
Daftar Pustaka




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Demi tercapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka wanita sebagai penerima kesehatan, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan harus berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh sehat sampai dewasa sebagai generasi muda. Oleh sebab itu eanita seyogyanya diberi perhatian.
Adapun definisi tentang arti kesehatan reproduksi yang telah di terima secara internasional yaitu: sebagai keadaan sejahtra fisik, mental, social yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan system, fungsi-fungsi dan proses reproduksi. Selain itu juga disinggung hak produksi yang didasarkan pada pengakuan hak asasi manusia bagi setiap pasangan atau individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak, penjarakan anak, dan menentukan kelahiran anak mereka.
Dalam konferensi Internasional berkependudukan dan pembangunan. Yang disponsori oleh PBB di Kairo Mesir pada tahun 1994, di hadiri 11.000 perwakilan dan lebih 108 negara. Konfrensi tersebut melahirkan kebijakan tentang pembangunan dan kependudukan, seperti tercantum dalam program aksi 20 tahun, yang tidak lagi terfokus pada pencapaian target populasi tertentu tetapi lebih di tujukan pada upaya penstabilan laju pertumbuhan penduduk yang beroientasi pada kepentingan pembangunan manusia. Program aksi ini menyerukan agar setiap Negara meningkatkan status kesehatan, pendidikan dan hak-hak individu khususnya bagi perempuan dan anak-anak dan mengintegrasikan program keluarga berencana (KB) kedalam agenda kesehatan perempuan yang lebih luas.
Begian terpenting dalam program tersebut adalah penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi yang menyeluruh, yang memadukan KB, pelayanan kehamilan dan persalinan yang aman, pencegahan pengobatan infeksi menular seksual, informasi dan konseling seksualitas, serta pelayanan kesehatan perempuan mendasar lainnya. Termasuk penghapusan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan seperti sunat perempuan, jual beli perempuan, dan berbagai bentuk kekerasan lainnya.

B.     Rumusan masalah
1.      Defenisi sehat dan kesehatan reproduksi
2.      Ruang lingkup kesehatan reproduksi
3.      Pendekatan siklus hidup
4.      Hak-hak reproduksi
5.      12 area kritis kepedulian
6.      Indikator kesehatan reproduksi





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi  
  1. Definisi Sehat (WHO)
            Keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh.  Jadi sehat berarti bukan sekedar tidak ada penyakit ataupun kecacatan, tetapi juga kondisi psikis dan sosial yang mendukung perempuan untuk melalui proses reproduksi
baik perempuan maupun laki-laki berhak mendapatkan standar kesehatan yang setinggi-tingginya, karena kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah diakui dunia internasional
  1. Definisi Kesehatan Reproduksi
         Istilah reproduksi berasal dari kata “re” yang artinya kembali dan kata produksi yang artinya membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan yang disebut organ reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk reproduksi manusia.
Menurut BKKBN, (2001), defenisi kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan.
         Sedangkan menurut ICPD (1994) kesehatan reproduksi adalah sebagai hasil akhir keadaan sehat sejahtera secara fisik, mental, dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala hal yang terkait dengan sistem, fungsi serta proses reproduksi.
         Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial,yang berkaitan dengan alat,fungsi serta proses reproduksi. Dengan demikian kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi bebas dari penyakit,melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum menikah dan sesudah menikah.

B. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
   Menurut Depkes RI (2001) ruang lingkup kesehatan reproduksi sebenarnya sangat luas, sesuai dengan definisi yang tertera di atas, karena mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir hingga mati. Dalam uraian tentang ruang lingkup kesehatan reproduksi yang lebih rinci digunakan pendekatan siklus hidup (life-cycle approach), sehingga diperoleh komponen pelayanan yang nyata dan dapat dilaksanakan.
Untuk kepentingan Indonesia saat ini, secara nasional telah disepakati ada empat komponen prioritas kesehatan reproduksi, yaitu :
1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
2. Keluarga Berencana
3. Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular Seksual, termasuk HIV/AIDS.
 Secara lebih luas, ruang lingkup kespro meliputi :
1.   Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
2.   Keluarga Berencana
3.   Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-HIV / AIDS
4.   Pencegahan dan penangulangan komplikasi aborsi
5.   Kesehatan Reproduksi Remaja
6.   Pencegahan dan Penanganan Infertilitas
7.   Kanker pada Usia Lanjut dan Osteoporosis
8.   Berbagi aspek Kesehatan Reproduksi lain misalnya kanker serviks, mutilasi genetalia, fistula dll.
         Dalam penerapanya di pelayanan kesehatan, komponen kespro yang masih menjadi masalah di Indonesia adalah ( PKRE) Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial, terdiri dari :
1.      Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
2.      Keluarga Berencana
3.      Kesehatan Reproduksi Remaja
4.   Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-HIV / AIDS
5.   Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) ditambah Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut

C.       Pendekatan Siklus Hidup
Pendekatan yang diterapkan dalam menguraikan ruang lingkup kesehatan reproduksi adalah pendekatan siklus hidup, yang berarti memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar-fase kehidupan tersebut. Dengan demikian, masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, yang bila tak ditangani dengan baik maka hal ini dapat berakibat buruk pada masa kehidupan selanjutnya. Dalam pendekatan siklus hidup ini dikenal lima tahap, yaitu :
1. Konsepsi
2. Bayi dan anak
3. Remaja
4. Usia subur
5. Usia lanjut                                                                                                                                           
Berikut digambarkan pendekatan siklus hidup kesehatan reproduksi, untuk laki-laki dan perempuan dengan memperhatikan hak reproduksi perorangan. Perempuan mempunyai kebutuhan khusus dibandingkan laki-laki karena kodratnya untuk haid, hamil, melahirkan, menyusui, dan mengalami menopause, sehingga memerlukan pemeliharaan kesehatan yang lebih intensif selama hidupnya. Ini berarti bahwa pada masa-masa kritis, seperti pada saat kehamilan, terutama sekitar persalinan, diperlukan perhatian khusus terhadap perempuan



D . Hak-Hak Reproduksi
          Hak reproduksi perorangan adalah hak yang dimiliki oleh setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan (tanpa memandang perbedaan kelas sosial, suku, umur, agama, dll) untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab (kepada diri, keluarga, dan masyarakat) mengenai jumlah anak, jarak antar anak, serta penentuan waktu kelahiran anak dan akan melahirkan. Hak reproduksi ini didasarkan pada pengakuan akan hak-hak asasi manusia yang diakui di dunia internasional (Depkes RI, 2002).
1.      Menurut Depkes RI (2002) hak kesehatan reproduksi dapat dijabarkan secara praktis, antara lain :
(1)   Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi yang terbaik. Ini berarti penyedia pelayanan harus memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas dengan memperhatikan kebutuhan klien, sehingga menjamin keselamatan dan keamanan klien.
(2)   Setiap orang, perempuan, dan laki-laki (sebagai pasangan atau sebagai individu) berhak memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang seksualitas, reproduksi dan manfaat serta efek samping obat-obatan, alat dan tindakan medis yang digunakan untuk pelayanan dan/atau mengatasi masalah kesehtan reproduksi.
(3)   Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang aman, efektif, terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan dan tak melawan hukum.
(4)   Setiap perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya, yang memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan dan persalinan, serta memperoleh bayi yang sehat.
(5)   Setiap anggota pasangan suami-isteri berhak memilki hubungan yang didasari penghargaan
(6)   Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi yang diinginkan bersama tanpa unsure pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.
(7)   Setiap remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang tepat dan benar tentang reproduksi, sehingga dapat berperilaku sehat dalam menjalani kehidupan seksual yang bertanggungjawab
(8)   Setiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan mudah, lengkap, dan akurat mengenai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS.
2.      Menurut ICPD (1994) hak-hak reproduksi antara lain :
(1)   Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
(2)   Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi
(3)   Hak kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi
(4)   Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan
(5)   Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak
(6)   Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksinya
(7)   Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual
(8)   Hak mendapatkan manfaat kemajuan, ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
(9)   Hak atas kerahasiaan pribadi berkaitan dengan pilihan atas pelayanan dan kehidupan reproduksinya
(10)           Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga
(11)           Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi
(12)           Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
·         Beberapa hal yang dapat mempengaruhi buruk terhadap derajat Kesehatan Reproduksi  Perorangan adalah sebagai berikut :
(1)         Kemiskinan sekitar 40 % berakibat kesakitan kecacatan dan kematian
(2)Kedudukan perempuan dalam keluarga masalnya keadaan sosioekonomi, budaya dan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat
(3)Akses ke fasilitas kesehatan yang memberikan kespro belum memadai (jarak, jauh, kurang informasi, keterbatasan biaya, tradisi)
(4)Kualitas pelayanan kespro (pelayanan kes kurang memperhatikan klien, kemampuan fasilitas kesehatan yang kurang memadai)
·         Prilaku diskriminatif terhadap perempuan
(1)         Perempuan di nomor duakan dalam aspek kehidupan (makan sehari-hari, pendidikan, kerja dan kedudukan)
(2)         Perempuan terpaksa nikah di usia muda karena tekanan ekonomi ortu
(3)         Keterbatasan perempuan dalam mengambil keputusan untuk kepentingan dirinya
(4)         Tingkat pendidikan perempuan yang belum merata dan masih rendah menyebabkan informasi yang diterima tentang kespro terbatas.

E.     12 Area Kritis Kepedulian (12 Critical Areas Of Consern)
Pada pertemuan the 34 th Commission on the Status of Women di Vienna tahun 1990, dilakukan analisis terhadap operasionalisasi pemberdayaan perempuan. Hasil studi yang dilakukan oleh Anderson (1992) dan Moser (1993), menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan tanpa melibatkan kaum laki-laki kurang menunjukkan hasil yang maksimal. Oleh karena itu, WAD akhirnya diubah menjadi Gender and Development (GAD). Intinya, GAD lebih menekankan pada prinsip hubungan kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan laki-laki. Konsep GAD tersebut dikukuhkan lagi dalam the International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo tahun 1994 dan dalam the 4 th World Conference of Women di Beijing tahun 1995.
Dalam ICPD Kairo dilakukan penyamaan konsep, yakni bahwa pemberdayaan perempuan merupakan kondisi dasar untuk stabilisasi kependudukan dan pembangunan yang berkelanjutan, dengan menekankan pada:
(1)      Memberikan kesempatan dalam pendidikan, khususnya anak perempuan;
(2)      Keadilan dan kesetaraan gender;
(3)      Menurunkan tingkat kematian ibu, bayi, dan anak;
(4)      Persamaan hak dalam kesehatan reproduksi, termasuk KB.
Kesepakatan ICPD ini memberikan kontribusi penting dalam konferensi-konferensi yang diadakan selanjutnya, seperti Konferensi Puncak Sedunia tentang Pembangunan Sosial dan Konferensi Wanita Sedunia keempat di Beijing. FWCW Beijing pada tahun 1995 menyerukan harus adanya komitmen pemerintah ntuk meningkatkan status perempuan, yang meliputi:
(1)      Kesetaraan gender
(2)      Keadialan gender
(3)      Pemberdayaan perempuan
(4)      Integrasi kependudukan kedalam kebijakan pembangunan yang berkesinambungan dan program penghapusan kemiskinan.
Dalam Konfrensi Perempuan Se Dunia ke 4 di Beijing China/FWCW (1995)
Deklarasi dan flatform aksi Beijing (Fort Word Confren on Women/FWCW, 4-15 September 1995 yang diadofsi oleh perwakilan dari 189 negara mencerminkan komitmen internasional terhadap tujuan kesetaraan, pengembangan dan perdamaian bagi seluruh perempuan di Dunia.
Flatform tersebut terdiri dari 6 bab, mengidentifikasikan 12 “Area Kritis kepedulian” (12 critical areas of consern) yang dianggap sebagai penghambatan utama kemajuan perempuan. Konferensi Beijing  menghasilkan komitmen bersama tentang perbaikan terhadap status dan peranan perempuan dalam pembangunan, yaitu mulai dari tahap perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan sampai pada menikmati hasil-hasil pembangunan dengan mempraktikkan 12 area kritis yang dihadapi perempuan.
12 “Area Kritis kepedulian” (12 critical areas of consern) adalah sebagai berikut :
1)      Perempuan dan Kemiskinan (Struktural)
Jumlah perempuan yang hidup dalam kemiskinan lebih banyak daripada laki-laki karena terbatasnya akses perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi misalnya: lapangan pekerjaan, kepemilikan harta benda, pendidikan dan pelatihan serta pelayanan masyarakat (misalnya: kesehatan)
2)      Keterbatasan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan merupakan HAM dan sarana penting untuk mencapai kesetaraan, dan pengembangan dan perdamaian. Namun, anak perempuan mengalami diskriminasi akibat pandangan budaya, pernikahan dan kehamilan dini, keterbatasan akses pendidikan dan materi pendidikan yang bias gender.

3)      Kesehatan dan hak-hak reproduksi.
Kesehatan perempuan mencakup kesejahteraan fisik dan emosi mereka, yang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor biologi tetapi juga turut ditentukan oleh kontest sosial, politik dan ekonomi . Tercapainya standar kesehatan fisik tertinggi penting bagi kehidupan dan kesejahteraan perempuan. Hal ini mendukung perempuan untuk berpartisipasi baik di masyarakat maupun dalam kehidupan pribadinya.
4)      Kekerasan perempuan dan anak perempuan.
Kekerasan pempuan dan anak perempuan subyek kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi tanpa dibatasi oleh status sosial ekonomi dan budaya baik di kehidupan pribadi maupun di masyarakat. Segala bentuk kekerasan berarti melanggar merusak atau merenggut kemerdekaan perempuani untuk menikmati hak asasinya.
5)      Konflik bersenjata / kekerasan di wilayah konflik militer
Selama konflik bersenjata, perkosaan merupakan cara untuk memusnahkan kelompok masyarakat/suku, praktik-praktik tersebut harus dihentikan dan pelakunya harus dikenai sanksi hukum.
6)      Terbatasanya Akses Perempuan di Bidang Ekonomi Produktif
Perempuan jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan sering diperlakukan secara tidak layak (seperti gaji rendah, kondisi kerja yang tidak memadai dan terbatasnya kesempatan kerja profesional)

7)      Keikutsertaan dalam Pengambilan Keputusan
Keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan belum mencapai target 30% di hampir semua tingkatan pemenintah, sebagaimana telah ditetapkan oleh Lembaga Sosial dan Ekonomi PBB (theUN Ekonomic and Social Council) pada tahun 1995.
8)      Terbatasnya Kelembagaan/Mekanisme lnstitusional dalam sektor pemerintah/non  pemerintah.
Perempuan sering terpinggirkan dalam struktur kepemerintahan nasional seperti tidak memiliki mandat yang jelas, keterbatasan sumber sumber daya dan dukungan dari para politisi nasional.
9)      Perlindungan dan Pengayoman Hak-hak Azasi Manusia
Hak azasi manusia bersifat universal. Dinikmatinya hak-hak tersebut secara penuh dan setara oleh perempuan dan anak perempuan merupakan kewajiban pemerintah dan PBB dalam mencapai kemajuan perempuan.
10)  Terbatasnya Akses Pada Media Masa
Media masih tenus menonjolkan gambar yang negatif dan merendahkan perempuan misalnya menampilkan kekerasan, pelecehan dan pornografi yang berdampak buruk bagi perempuan.
11)  Rentan terhadap Pencemaran Lingkungan
Perusakan alam menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan kesejahteraan dan kwalitas hidup masyarakat terhadap perempuan di segala usia.

12)  Diskriminasi ( Terbatasnya Kesempatan Mengembangkan Potensi Diri bagi Anak Perempuan)
Diskriminasi sudah dialami perempuan sejak awal kehidupannya. Perilaku dan praktik-praktik yang berbahaya menyebabkan banyak anak perempuan tidak mampu bertahan hidup hingga usia dewasa. Kurangnya perlindungan hukum atau kegagalan dalam penerapannya, menyebabkan anak-anak perempuan rentan terhadap segala bentuk kekerasan, serta mengalami konsekuensi hubungan seksual usia dini dan tidak aman, termasuk HIV/AIDS.
1.      Perihal MDGs (Millenium Development Goals) dengan 12 wilayah kritis kepedulian (critical areas of consern)
Pada September 2000, di ajang United Nation Millenium Summit 191, pemerintahan Negara-negara anggota PBB berbagi visi bahwa 15 tahun ke depan perlu disepakati bersama tentang (kondisi) dunia yang lebih baik dari sekarang.
Untuk itu mereka berikrar bahwa pada tahun 2015, semua negara anggota akan berusaha mencapai 8 Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals), yang disebut sebagai Deklarasi Milenium (Millenium Declaration). Deklarasi tersebut juga menyebutkan tentang pemberdayaan perempuan serta persamaan jender.
Berkaitan juga dengan penerapan hak-hak dan kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki, yang juga mengacu pada CEDAW: “to combat all forms of violence against women and to implement the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women.
Oleh Indonesia, CEDAW telah diratifikasi sejak 1984. Selain itu MDGs juga mengacu pada kepedulian terhadap 12 wilayah kritis (critical areas of consern), yang disepakati pada Kongres Pe-rempuan IV di Beijing tahun 1995, yang telah dituangkan dalam Beijing Platform for Action.
Adapun yang menjadi Tujuan Pembangunan Milenium itu adalah:
1.      Memberantas kemiskinan dan kelaparan (eradicate extreme poverty and hunger)
2.      Mencapai pendidikan dasar yang universal (achieve universal primary education)
3.      Mempromosikan persamaan jender dan pemberdayaan perempuan (promote gender equality and empower women)
4.      Mengurangi jumlah kematian anak (reduce child mortality)
5.      Meningkatkan kesehatan ibu (improve maternal health)
6.      Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain (combat HIV/AIDS, ma-laria and other diseases)
7.      Menjamin kelestarian lingkungan (ensure environmental sustainability)
8.      Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan (develop a global partnership for development).
2.      Perihal Analisis Gender dengan 12 wilayah kritis kepedulian (critical areas of concern)
Secara umum telah banyak pihak terhadap permasalahan gender, meski mencakup segenap aspek kehidupan, difokuskan terhadap ketidakadilan gender (gender inequalities). Perhatian ini muncul setelah disadari bahwa meski masing-masing jenis kelamin perempuan dan laki laki tersebut memiliki kekhasan tersendiri (stereotype),  perempuan relatif kurang rasional, emosional, dan lemah lembut. Sedangkan laki-laki lebih rasional, kuat dan perkasa, namun ternyata perbedaan alami tersebut telah melahirkan ketidakadilan gender.
Ketidakadilan ini termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan seperti marginalisasi atau proses pemiskinan perempuan dalam bidang ekonomi, subordinasi atau dianggap tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotype atau melalui pelabelan negative, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi nilai peran gender.
Manifestasi ketidakadilan gender ini tidak dapat dipisah pisahkan karena semua saling jalin-menjalin.Tidak satupun manifestasi ketidakadilan lebih penting, atau lebih esensial dari yang lain. Sebagai contoh marginalisasi ekonomi kaum perempuan justru terjadi karena stereotipe tertentu atas kaum perempuan dan itu menyumbang pada subordinasi dan kekerasan terhadap kaum perempuan yang pada gilirannya tersosialisasikan dalam keyakinan, ideologi dan visi kaum perempuan sendiri. Dengan demikian kita tidak dapat menyatakan bahwa marginalisasi kaum perempuan adalah persoalan yang paling esensial dari ketidakadilan gender.
Semua permasalahan gender yang terfokus pada ketidakadilan ini kerap kali menjadi bahan telaah kalangan peneliti maupun kalangan akademisi yang sedangmenyusun disertasi atau tesis.
Pada 12 wilayah kritis kepedulian (critical areas of concern) dari Konferensi Beijing, Ketidakadilan gender juga muncul di pelbagai bidang. Konferensi Perempuan di Beijing pada tahun1995 menghasilkan kesepakatan menyangkut 12 area kritis yang menjadi perhatian dalam platform for action peretasan ketidakadilan gender.. 12 area kritis ini juga dapat digunakan sebagai titik mulai analisis, dan penyiapan statistik dan indicator gender.
Berikut adalah 12 area kritis sebagai isu tematik yang menjadi bidang perhatian dalam masalah gender :
1)      Perempuan dan kemiskinan
Lebih dari 1 milyar orang di muka bumi saat ini, yang sebagian besar merupakan perempuan, hidup dalam kondisi dirundung kemiskinan, kebanyakan di antara mereka hidup di Negara Negara berkembang dan kurang berkembang. Kemiskinan ini mempunyai beragam penyebab, termasuk di antaranya maslah structural (kemiskinan struktural). Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan multidimensi yang bisa berasal baik dengan domain nasional maupun internasional.
2)      Pendidikan dan pelatihan bagi perempuan
Pendidikan adalah hak azasi manusia dan suatu alat yang esensial untuk meraih tujuan kesetaraan, pembangunan, dan perdamaian. Pendidikan yang tidak diskriminatif akan menguntungkan baik bagi anak perempuan maupun laki laki dan pada gilirannya akan berkontribusi hubungan yang lebih setara antara perempuan dan laki laki.
3)      Perempuan dan kesehatan
Perempuan mempunyai hak untuk menikmati pelayanan kesehatan fisik dan mental berstandar tinggi. Kenikmatan atas hak ini adalah sesuatu yang vital bagi kehidupan mereka dan meningkatkan kemampuan mereka untuk berpartisipasi di seluruh bidang kehidupan public maupun privat.
4)      Kekerasan terhadap perempuan
Kekerasan terhadap perempuan adalah hambatan terhadap berbagai tujuan pencapaian kesetaraan, pembangunan dan perdamaian. Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan itu sendiri dan ketidakadilan atau mengecilkan arti perempuan berarti menisbikan kenikmatan hak azasinya serta kebebasan fundamentalnya.
5)      Perempuan dan konflik bersenjata
Suatu lingkungan yang dapat memelihara perdamaian di dunia, mempromosikan, dan melindungi hak azasi manusia, demokrasi,dan jauh dari pertengkaran, terkait dengan prinsip tidak mengancam atau menggunakan kekuatan terhadap integritas territorial atau independensi politis, serta respek terhadap kesengsaraan sebagaimana termaktub dalam Piagam PBB, merupakan factor penting dalam memajukan kaum perempuan.
6)      Perempuan dan ekonomi
Ada perbedaan perbedaan yang dapat dipertimbangkan antara perempuan dan laki laki dalam mengakses pelbagai kesempatan terhadap kekuatan struktur ekonomi dalam masyarakatnya. Di banyak belahan dunia, secara virtual perempuan absent atau dimiskinkan keterwakilannya dalam pengambilan keputusan ekonomi, termasuk dalam memformulasikan masalah keuangan, moneter, komersil, dan kebijakan ekonomi lainnya, demikian juga dalam penentuan system perpajakan dan aturan penggajian
7)      Perempuan dalam kekuasaan dan pengambilan keputusan
Deklarasi universaltentang hak azasi manuzia menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak yang samauntuk ambil bagian Pemerintahan negerinya. Pemberdayaan dan otonomi perempuan dan perbaikan status social,ekonomi, dan politis merupakan hal yang esensial bagi pencapaian baik transparansi, dan akuntabilitas pemerintahan, serta pengadministrasin dan keberlanjutan pembangunan di berbagai bidang kehidupan.
8)      Mekanisme kelembagaan bagi pemajuan perempuan
Keseluruhan niat baik untuk memajukan perempuan tidak akan berarti banyak bila tidak disertai dengan membenahi kelembagaan yang ada di masyarakat baik di kalangan pemerintahan maupun lembaga non pemerintah. Penginternalisasian pengarusutamaan gender harus dilaksanakan secara bertahap dan kontinu, sehingga memenuhi seluruh bidang kehidupan.
9)      Hak azasi perempuan
Hak azasi dan kebesan/kemerdekaan fundamental adalah hak lahir dari segenap insan, perlindungan dan promosi terhadap mereka tanggungjawab pertama dari Pemerintah. Landasan aksi (platform for actions) ditegaskan lagi bahwa seluruh hak azasi manusia  meliputi kewarganegaraan, budaya, ekonomi, politik, social, termasuk hak terhadap pembangunan merupakan hal yang universal, tak dapat dibagi, saling tergantung, dan saling berhubungan, sebagaimana diekspresikan dalam Deklarasi Vienna dan Program aksi yangdiadopsi dari Konferensi Dunia tentang Hak Azasi Manusia.
10)  Perempuan dan media
Sepanjang decade terakhir, kemajuan di bidang teknologi informasi telah memfasilitasi jaringan komunikasi global yang melampaui batas wilayah nasional dan telah berdampak pada kebijakan public, perilaku pribadi, anak anak dan mereka yang beranjak dewasa. Dimanapun potensi muncul untuk media guna membuat kontribusi yang jauh lebih besar bagi kemajuan kaum perempuan.
11)  Perempuan dan lingkungan
Persentuhan perempuan dengan lingkungan (alam) usianya seumur manusia itu sendiri, bahkan merekalah yang tetap tabah ‘menafkahi’ keluarga mereka dari apa yang tersedia di alam, ketika alam masih bersedia memberi, demikian pula ketika alam menderita, perempuan pun ikut menderita bersama alam. Oleh karena itu, posisi perempuan terhadap lingkungan bisa dilihat sebagai pemanfaat maupun pengguna atau konsumen dari lingkungan alam (sumberdaya alam).
12)  Anak perempuan
Konvensi tentang hak anak menyadari bahwa “Pertemuan negara Negara akan memberi respek dan menjamin bahwa hak azasi anak perempuan tersebut akan diset dalam Konvensi yang sedang berjalan terhadap setiap anak dalam yurisdiksi tanpa diskriminasi apapun, terlepas dari anak itu sendiri, orang tuanya, atau pelindung resmi yang membesarkannya, warna kulit, jenis kelamin, agama, bahasa,politik, atau opini lainnya, kebangsaan , etnis atau daerah asal, kecacatan, kepemilikan, maupun status kelahiran".
3.      Perihal Komite HAM PBB dengan 12 wilayah kritis kepedulian (critical areas of concern)
Pada konferensi ke-4 tentang Perempuan di Beijing 1995, yang menghasilkan Pedoman Aksi Beijing (The Beijing Platform for Action) yang meletakkan 12 area kritis (critical areas of consern) terkait dengan pemenuhan hak perempuan sebagai hak asasi manusia.
Konseptualisasi hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia dan kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kerangka kerja untuk menghapuskannya meletakkan setiap instrumen hak asasi manusia dimaknai ulang. Pengakuan tersebut harus meliputi pula pengakuan tentang berbagai penyebab timbulnya diskriminasi.
Beberapa Mekanisme HAM PBB yang berbasis pada perjanjian kemudian melakukan adopsi dengan mengeluarkan Komentar Umum/Rekomendasi Umum untuk mengkaji ulang persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, yaitu :
1)      Komite HAM untuk Hak Sipil dan Politik mengeluarkan Komentar Umum No. 28 tahun 2000 tentang Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan (pasal 3) (General Comment No. 28: Equality of rights between men and women (article 3) tahun 2000).
Pada Komentar Umum tersebut komite menegaskan bahwa setiap negara yang sudah meratifikasi konvensi hak sipil dan politik, tidak saja harus mengadopsi langkah-langkah perlindungan tapi juga langkah-langkah positif di seluruh area untuk mencapai pemberdayaan perempuan yang setara dan efektif.
Langkah ini termasuk pula penjaminan bahwa praktek-praktek tradisi, sejarah, agama dan budaya tidak digunakan untuk menjustifikasi pelanggaran hak perempuan.
Dengan adanya Komentar Umum ini Komite ingin memastikan bahwa negara pihak dalam membuat laporan terkait hak-hak sipil dan politik harus  menyediakan informasi tentang bagaimana pengalaman perempuan yang banyak dilanggar haknya dalam setiap hak yang dicantumkan dalam Konvensi.
2)      Komite tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan meletakkan pula kerangka langkah-langkah khusus sementara (temporary special measures) untuk penghapusan diskriminasi langsung dan tidak langsung (direct and indirect discrimination) yang terjadi terhadap perempuan yang sangat mempengaruhi penikmatan hak asasi perempuan dalam
Rekomendasi Umum No. 25 (2004) dirasa penting membedakan adanya situasi khas perempuan secara biologis dan situasi yang tidak menguntungkan akibat dari proses penindasan dan situasi yang tidak setara yang cukup lama hadir. Komite menekankan bahwa posisi perempuan yang tidak beruntung tersebut perlu disikapi dengan pendekatan persamaan hasil (equality of result) sebagai tujuan dari persamaan secara substantive (subtantive equality) atau de facto tidak saja persamaan secara formal (formal equality).
3)      Komite tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya mengeluarkan Komentar Umu No. 16 (2005) tentang Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan dalam menikmati seluruh hak ekonomi, sosial dan budaya (Pasal 3) (The equal right of men and women to the enjoyment of all economic, social and cultural rights (art. 3 of the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights).
Komite menegaskan bahwa perempuan seringkali diabaikan haknya untuk menikmati hak-hak asasi mereka karena status yang dinomorduakan oleh tradisi dan praktek budaya dan berdampak pada posisi perempuan yang tidak beruntung.   “ Many women experience distinct forms of discrimination due to the intersection of sex with such factors as race, colour, language, religion, political and other opinion, national or social origin, property, birth, or other status, such as age, ethnicity, disability, marital, refugee or migrant status, resulting in compounded disadvantage.”

F.     Indikator Kesehatan Reproduksi
1.      Angka Kematian Ibu (AKI) makin tinggi AKI, makin rendah derajat kesehatan reproduksi
2.      Angka Kematian Bayi (AKB) makin tinggi AKB, makin rendah derajat kesehatan reproduksi
3.      Angka cakupan pelayanan keluarga berencana dan partisipasi laki-laki dalam keluarga berencana (makin rendah angka cakupan pelayanan KB, makin rendah derajat kesehatan reproduksi)
4.      Jumlah ibu hamil dengan “4 terlalu” atau “terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak antar kelahiran (makin tinggi jumlah ibu hamil dengan “4 terlalu”, makin rendah derajat kesehatan reproduksi)
5.      Jumlah perempuan dan/atau ibu hamil dengan masalah kesehatan, terutama anemia dan kurang energi kronis/KEK, (makin tinggi jumlah anemia dan KEK, makin rendah derajat kesehatan reproduksi)
6.      Perlindungan bagi perempuan terhadap penularan penyakit menular seksual (PMS), (makin rendah perlindungan bagi perempuan, makin rendah derajat kesehatan reproduksi)
7.      Pemahaman laki-laki terhadap upaya pencegahan dan penularan PMS (makin rendah pemahaman PMS pada laki-laki, makin rendah derajat kesehatan reproduksi).


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam pengertian kesehatan reproduksi secara lebih mendalam, kesehatan reproduksi bukan semata-mata sebagai peneliti klinis (kedokteran) saja tetapi juga mencakup pengertian social (masyarakat). Intinya goal kesehatan secara menyeluruh bahwa kualitas hidupnya sangat baik. Namun, kondisi social dan ekonomi terutama di Negara-negara berkembang yang kualitas hidup dan kemiskinan memburuk, serta tidak langsung memperburuk pula kesehatan reproduksi wanita.
Berdasarkan pemikiran di atas wanita merupakan aspek paling penting disebabkan pengaruhnya pada anak-anak. Oleh sebab itu pada wanita di beri kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik menurut dirinya dan kebutuhannya di mana ia sendiri memutuskan atas tubuhnya sendiri.
B.     Saran
Untuk itu wawasan dan pengetahuan kesehatan reproduksi sangatlah penting untuk bias di kuasai dan di miliki oleh para perempuan dan laki-laki yang berumah tangga, supaya kesejahtraan dan kesehatan bisa tercapai dengan sempurnah. Oleh karena itu penulis memberi saran kepada para pihak yang terkait termasuk pemerintah, dinas kesehatan untuk bisa memberikan pengetahuan dan wawasan tersebut kepada khalayak masyarakat dengan cara sosialisasi, kegiatan tersebut mudah-mudahan kesehatan reproduksi masyarakat bisa tercapai dan masyarakat lebih pintar dalam menjaga kesehatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, M. 2003. Kesehatan dan Hak Reproduksi Perempuan. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan

Azwar, A. 2001. Yang Perlu diketahui Petugas Kesehatan tentang Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Depkes-RI

Budiarto, E. 2002. Biostatika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.  Jakarta: EGC

Darwis, D. S. 2003. Metode Penelitian Kebidanan Prosedur Kebijakan Etik. Jakarta: EGC

Http://situs.kesrepro.info/gendervaw/gvaw02.htm,2004

1 comment:

  1. Strange "water hack" burns 2 lbs overnight

    Over 160,000 men and women are trying a simple and secret "liquids hack" to burn 2 lbs each and every night in their sleep.

    It is painless and works on anybody.

    Just follow these easy step:

    1) Go get a glass and fill it half glass

    2) Then use this strange hack

    you'll be 2 lbs lighter as soon as tomorrow!

    ReplyDelete

MAKALAHKU

MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN

Tugas Individu MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN Oleh ASRIANI 213095 2006 SEKOLAH TINGGI ILMU P...