KATA
PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ungkapkan kepada
Allah SWT, yang karena bimbingannyalah maka penulis biasa menyelesaikan sebuah
karya tulis yang berjudul “ Pendekatan Siklus Hidup dan Hak-Hak Reproduksi”.
Makalah
ini dibuat dengan berbagai observasi dalam jangka waktu tertentu sehingga
menghasilkan karya yang bias di pertanggungjawabkan hasilnya. Kami mengucapkan
terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu kami dalam menghadapi
berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa masi banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bias
memberikan sambungsih positif bagi kita semua.
Tim penulis
Kelompok
III
Daftar
Isi
Kata
pengantar………………………………………………………………
Daftar
isi………………………………………………………………………………
BAB
I PENDAHULUAN……………………………………………………
a.Latar belakang
b.Rumusan
Masalah
BAB
II PEMBAHASAN
a. Defenisi sehat dan kesehatan reproduksi
b. Ruang lingkup kesehatan reproduksi
c. Pendekatan siklus hidup
d. Hak-hak reproduksi
e. 12 area kritis kepedulian
f. Indicator kesehatan reproduksi
BAB
III PENUTUP
a.Kesimpulan
b.Saran
Daftar Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk
mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Demi tercapainya derajat kesehatan
yang tinggi, maka wanita sebagai penerima kesehatan, anggota keluarga dan
pemberi pelayanan kesehatan harus berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh
sehat sampai dewasa sebagai generasi muda. Oleh sebab itu eanita seyogyanya
diberi perhatian.
Adapun definisi tentang arti kesehatan
reproduksi yang telah di terima secara internasional yaitu: sebagai keadaan
sejahtra fisik, mental, social yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan
system, fungsi-fungsi dan proses reproduksi. Selain itu juga disinggung hak
produksi yang didasarkan pada pengakuan hak asasi manusia bagi setiap pasangan
atau individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai
jumlah anak, penjarakan anak, dan menentukan kelahiran anak mereka.
Dalam konferensi Internasional
berkependudukan dan pembangunan. Yang disponsori oleh PBB di Kairo Mesir pada
tahun 1994, di hadiri 11.000 perwakilan dan lebih 108 negara. Konfrensi tersebut
melahirkan kebijakan tentang pembangunan dan kependudukan, seperti tercantum
dalam program aksi 20 tahun, yang tidak lagi terfokus pada pencapaian target
populasi tertentu tetapi lebih di tujukan pada upaya penstabilan laju
pertumbuhan penduduk yang beroientasi pada kepentingan pembangunan manusia.
Program aksi ini menyerukan agar setiap Negara meningkatkan status kesehatan,
pendidikan dan hak-hak individu khususnya bagi perempuan dan anak-anak dan
mengintegrasikan program keluarga berencana (KB) kedalam agenda kesehatan
perempuan yang lebih luas.
Begian terpenting dalam program tersebut
adalah penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi yang menyeluruh, yang
memadukan KB, pelayanan kehamilan dan persalinan yang aman, pencegahan
pengobatan infeksi menular seksual, informasi dan konseling seksualitas, serta
pelayanan kesehatan perempuan mendasar lainnya. Termasuk penghapusan
bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan seperti sunat perempuan, jual beli
perempuan, dan berbagai bentuk kekerasan lainnya.
B.
Rumusan masalah
1. Defenisi sehat dan kesehatan reproduksi
2. Ruang lingkup kesehatan reproduksi
3. Pendekatan siklus hidup
4. Hak-hak reproduksi
5. 12 area kritis kepedulian
6. Indikator kesehatan reproduksi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
- Definisi Sehat (WHO)
Keadaan sejahtera fisik, mental, dan
sosial yang utuh. Jadi sehat berarti
bukan sekedar tidak ada penyakit ataupun kecacatan, tetapi juga kondisi psikis
dan sosial yang mendukung perempuan untuk melalui proses reproduksi
baik perempuan maupun laki-laki berhak mendapatkan standar kesehatan yang setinggi-tingginya, karena kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah diakui dunia internasional
baik perempuan maupun laki-laki berhak mendapatkan standar kesehatan yang setinggi-tingginya, karena kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah diakui dunia internasional
- Definisi Kesehatan Reproduksi
Istilah reproduksi berasal dari kata
“re” yang artinya kembali dan kata produksi yang artinya membuat atau
menghasilkan. Jadi istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan
manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan yang
disebut organ reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk reproduksi
manusia.
Menurut
BKKBN, (2001), defenisi kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan
dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang
bebas dari penyakit dan kecacatan.
Sedangkan menurut ICPD (1994)
kesehatan reproduksi adalah sebagai hasil akhir keadaan sehat sejahtera secara
fisik, mental, dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan
dalam segala hal yang terkait dengan sistem, fungsi serta proses reproduksi.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan
sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial,yang
berkaitan dengan alat,fungsi serta proses reproduksi. Dengan demikian kesehatan
reproduksi bukan hanya kondisi bebas dari penyakit,melainkan bagaimana
seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum
menikah dan sesudah menikah.
B. Ruang
Lingkup Kesehatan Reproduksi
Menurut Depkes RI (2001) ruang lingkup
kesehatan reproduksi sebenarnya sangat luas, sesuai dengan definisi yang
tertera di atas, karena mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir
hingga mati. Dalam uraian tentang ruang
lingkup kesehatan reproduksi yang lebih rinci digunakan pendekatan siklus hidup
(life-cycle approach), sehingga diperoleh komponen pelayanan yang nyata dan
dapat dilaksanakan.
Untuk
kepentingan Indonesia saat ini, secara nasional telah disepakati ada empat
komponen prioritas kesehatan reproduksi, yaitu :
1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
2. Keluarga Berencana
3. Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Pencegahan dan Penanganan
Penyakit Menular Seksual, termasuk HIV/AIDS.
Secara lebih luas, ruang lingkup kespro
meliputi :
1. Kesehatan
ibu dan bayi baru lahir
2. Keluarga
Berencana
3. Pencegahan
dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-HIV / AIDS
4. Pencegahan
dan penangulangan komplikasi aborsi
5. Kesehatan
Reproduksi Remaja
6. Pencegahan
dan Penanganan Infertilitas
7. Kanker
pada Usia Lanjut dan Osteoporosis
8. Berbagi
aspek Kesehatan Reproduksi lain misalnya kanker serviks, mutilasi genetalia,
fistula dll.
Dalam penerapanya di pelayanan kesehatan, komponen kespro yang masih
menjadi masalah di Indonesia adalah ( PKRE) Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Esensial, terdiri dari :
1. Kesehatan
Ibu dan Bayi Baru Lahir
2. Keluarga
Berencana
3. Kesehatan
Reproduksi Remaja
4. Pencegahan
dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-HIV / AIDS
5. Paket
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) ditambah Kesehatan
Reproduksi Usia Lanjut
C. Pendekatan Siklus Hidup
Pendekatan yang diterapkan dalam menguraikan ruang lingkup
kesehatan reproduksi adalah pendekatan siklus hidup, yang berarti memperhatikan
kekhususan kebutuhan penanganan sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan,
serta kesinambungan antar-fase kehidupan tersebut. Dengan demikian, masalah
kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, yang bila
tak ditangani dengan baik maka hal ini dapat berakibat buruk pada masa
kehidupan selanjutnya. Dalam pendekatan
siklus hidup ini dikenal lima tahap,
yaitu :
1.
Konsepsi
2.
Bayi dan anak
3.
Remaja
4.
Usia subur
5.
Usia lanjut
Berikut digambarkan pendekatan siklus hidup kesehatan
reproduksi, untuk laki-laki dan perempuan dengan memperhatikan hak reproduksi
perorangan. Perempuan mempunyai kebutuhan khusus dibandingkan laki-laki karena
kodratnya untuk haid, hamil, melahirkan, menyusui, dan mengalami menopause,
sehingga memerlukan pemeliharaan kesehatan yang lebih intensif selama hidupnya.
Ini berarti bahwa pada masa-masa kritis, seperti pada saat kehamilan, terutama
sekitar persalinan, diperlukan perhatian khusus terhadap perempuan
D . Hak-Hak
Reproduksi
Hak reproduksi perorangan adalah hak
yang dimiliki oleh setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan (tanpa
memandang perbedaan kelas sosial, suku, umur, agama, dll) untuk memutuskan
secara bebas dan bertanggung jawab (kepada diri, keluarga, dan masyarakat)
mengenai jumlah anak, jarak antar anak, serta penentuan waktu kelahiran anak
dan akan melahirkan. Hak reproduksi ini didasarkan pada pengakuan akan hak-hak
asasi manusia yang diakui di dunia internasional (Depkes RI, 2002).
1. Menurut
Depkes RI (2002) hak kesehatan reproduksi dapat dijabarkan secara praktis,
antara lain :
(1) Setiap
orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi yang terbaik.
Ini berarti penyedia pelayanan harus memberikan pelayanan kesehatan reproduksi
yang berkualitas dengan memperhatikan kebutuhan klien, sehingga menjamin
keselamatan dan keamanan klien.
(2) Setiap
orang, perempuan, dan laki-laki (sebagai pasangan atau sebagai individu) berhak
memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang seksualitas, reproduksi dan
manfaat serta efek samping obat-obatan, alat dan tindakan medis yang digunakan
untuk pelayanan dan/atau mengatasi masalah kesehtan reproduksi.
(3) Setiap
orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang aman, efektif,
terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan dan tak
melawan hukum.
(4) Setiap
perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya, yang
memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan dan persalinan,
serta memperoleh bayi yang sehat.
(5) Setiap
anggota pasangan suami-isteri berhak memilki hubungan yang didasari penghargaan
(6) Terhadap
pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi yang diinginkan
bersama tanpa unsure pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.
(7) Setiap
remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang tepat dan
benar tentang reproduksi, sehingga dapat berperilaku sehat dalam menjalani
kehidupan seksual yang bertanggungjawab
(8) Setiap
laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan mudah, lengkap, dan
akurat mengenai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS.
2. Menurut
ICPD (1994) hak-hak reproduksi antara lain :
(1) Hak
mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
(2) Hak
mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi
(3) Hak
kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi
(4) Hak
untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan
(5) Hak
untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak
(6) Hak
atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksinya
(7) Hak
untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari
perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual
(8) Hak
mendapatkan manfaat kemajuan, ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi
(9) Hak
atas kerahasiaan pribadi berkaitan dengan pilihan atas pelayanan dan kehidupan
reproduksinya
(10)
Hak untuk membangun dan merencanakan
keluarga
(11)
Hak untuk bebas dari segala bentuk
diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi
(12)
Hak atas kebebasan berkumpul dan
berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
·
Beberapa
hal yang dapat mempengaruhi buruk terhadap derajat Kesehatan Reproduksi Perorangan adalah sebagai berikut :
(1)
Kemiskinan
sekitar 40 % berakibat kesakitan kecacatan dan kematian
(2)Kedudukan perempuan dalam keluarga
masalnya keadaan sosioekonomi, budaya dan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat
(3)Akses ke fasilitas kesehatan yang
memberikan kespro belum memadai (jarak, jauh, kurang informasi, keterbatasan
biaya, tradisi)
(4)Kualitas pelayanan kespro (pelayanan kes
kurang memperhatikan klien, kemampuan fasilitas kesehatan yang kurang memadai)
·
Prilaku
diskriminatif terhadap perempuan
(1)
Perempuan
di nomor duakan dalam aspek kehidupan (makan sehari-hari, pendidikan, kerja dan
kedudukan)
(2)
Perempuan
terpaksa nikah di usia muda karena tekanan ekonomi ortu
(3)
Keterbatasan
perempuan dalam mengambil keputusan untuk kepentingan dirinya
(4)
Tingkat
pendidikan perempuan yang belum merata dan masih rendah menyebabkan informasi
yang diterima tentang kespro terbatas.
E.
12 Area
Kritis Kepedulian (12 Critical Areas Of Consern)
Pada pertemuan the 34 th Commission on the Status
of Women di Vienna tahun 1990, dilakukan analisis terhadap
operasionalisasi pemberdayaan perempuan. Hasil studi yang dilakukan oleh
Anderson (1992) dan Moser (1993), menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan
tanpa melibatkan kaum laki-laki kurang menunjukkan hasil yang maksimal.
Oleh karena itu, WAD akhirnya diubah menjadi Gender and Development (GAD).
Intinya, GAD lebih menekankan pada prinsip hubungan kemitraan dan
keharmonisan antara perempuan dan laki-laki. Konsep GAD tersebut
dikukuhkan lagi dalam the International Conference on Population and
Development (ICPD) di Kairo tahun 1994 dan dalam the 4 th World Conference of Women di Beijing tahun 1995.
Dalam ICPD Kairo dilakukan penyamaan konsep, yakni
bahwa pemberdayaan perempuan merupakan kondisi dasar untuk stabilisasi
kependudukan dan pembangunan yang berkelanjutan, dengan menekankan pada:
(1)
Memberikan
kesempatan dalam pendidikan, khususnya anak perempuan;
(2)
Keadilan
dan kesetaraan gender;
(3)
Menurunkan
tingkat kematian ibu, bayi, dan anak;
(4)
Persamaan
hak dalam kesehatan reproduksi, termasuk KB.
Kesepakatan
ICPD ini memberikan kontribusi penting dalam konferensi-konferensi yang
diadakan selanjutnya, seperti Konferensi Puncak Sedunia tentang Pembangunan
Sosial dan Konferensi Wanita Sedunia
keempat di Beijing. FWCW Beijing pada tahun 1995 menyerukan harus adanya
komitmen pemerintah ntuk meningkatkan status perempuan, yang meliputi:
(1)
Kesetaraan
gender
(2)
Keadialan
gender
(3)
Pemberdayaan
perempuan
(4)
Integrasi
kependudukan kedalam kebijakan pembangunan yang berkesinambungan dan program
penghapusan kemiskinan.
Dalam
Konfrensi Perempuan Se Dunia ke 4 di Beijing China/FWCW (1995)
Deklarasi dan flatform aksi Beijing (Fort Word Confren on Women/FWCW, 4-15 September 1995 yang diadofsi oleh perwakilan dari 189 negara mencerminkan komitmen internasional terhadap tujuan kesetaraan, pengembangan dan perdamaian bagi seluruh perempuan di Dunia.
Deklarasi dan flatform aksi Beijing (Fort Word Confren on Women/FWCW, 4-15 September 1995 yang diadofsi oleh perwakilan dari 189 negara mencerminkan komitmen internasional terhadap tujuan kesetaraan, pengembangan dan perdamaian bagi seluruh perempuan di Dunia.
Flatform
tersebut terdiri dari 6 bab, mengidentifikasikan 12 “Area Kritis kepedulian” (12 critical areas of consern)
yang dianggap sebagai penghambatan utama kemajuan perempuan. Konferensi
Beijing menghasilkan komitmen bersama
tentang perbaikan terhadap status dan peranan perempuan dalam pembangunan,
yaitu mulai dari tahap perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan sampai pada
menikmati hasil-hasil pembangunan dengan mempraktikkan 12 area kritis yang
dihadapi perempuan.
12 “Area Kritis kepedulian” (12 critical areas of consern)
adalah sebagai berikut :
1)
Perempuan
dan Kemiskinan (Struktural)
Jumlah
perempuan yang hidup dalam kemiskinan lebih banyak daripada laki-laki karena
terbatasnya akses perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi misalnya: lapangan
pekerjaan, kepemilikan harta benda, pendidikan dan pelatihan serta pelayanan
masyarakat (misalnya: kesehatan)
2)
Keterbatasan
Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan merupakan HAM dan sarana
penting untuk mencapai kesetaraan, dan pengembangan dan perdamaian. Namun, anak
perempuan mengalami diskriminasi akibat pandangan budaya, pernikahan dan
kehamilan dini, keterbatasan akses pendidikan dan materi pendidikan yang bias
gender.
3)
Kesehatan
dan hak-hak reproduksi.
Kesehatan perempuan mencakup
kesejahteraan fisik dan emosi mereka, yang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
biologi tetapi juga turut ditentukan oleh kontest sosial, politik dan ekonomi .
Tercapainya standar kesehatan fisik tertinggi penting bagi kehidupan dan
kesejahteraan perempuan. Hal ini mendukung perempuan untuk berpartisipasi baik
di masyarakat maupun dalam kehidupan pribadinya.
4)
Kekerasan
perempuan dan anak perempuan.
Kekerasan pempuan dan anak perempuan
subyek kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi tanpa dibatasi oleh
status sosial ekonomi dan budaya baik di kehidupan pribadi maupun di
masyarakat. Segala bentuk kekerasan berarti melanggar merusak atau merenggut
kemerdekaan perempuani untuk menikmati hak asasinya.
5)
Konflik
bersenjata / kekerasan di wilayah konflik militer
Selama konflik bersenjata, perkosaan
merupakan cara untuk memusnahkan kelompok masyarakat/suku, praktik-praktik
tersebut harus dihentikan dan pelakunya harus dikenai sanksi hukum.
6)
Terbatasanya
Akses Perempuan di Bidang Ekonomi Produktif
Perempuan jarang dilibatkan dalam
pengambilan keputusan ekonomi dan sering diperlakukan secara tidak layak
(seperti gaji rendah, kondisi kerja yang tidak memadai dan terbatasnya
kesempatan kerja profesional)
7)
Keikutsertaan
dalam Pengambilan Keputusan
Keterwakilan perempuan dalam
pengambilan keputusan belum mencapai target 30% di hampir semua tingkatan
pemenintah, sebagaimana telah ditetapkan oleh Lembaga Sosial dan Ekonomi PBB
(theUN Ekonomic and Social Council) pada tahun 1995.
8)
Terbatasnya
Kelembagaan/Mekanisme lnstitusional dalam sektor pemerintah/non pemerintah.
Perempuan sering terpinggirkan dalam
struktur kepemerintahan nasional seperti tidak memiliki mandat yang jelas,
keterbatasan sumber sumber daya dan dukungan dari para politisi nasional.
9)
Perlindungan
dan Pengayoman Hak-hak Azasi Manusia
Hak azasi manusia bersifat
universal. Dinikmatinya hak-hak tersebut secara penuh dan setara oleh perempuan
dan anak perempuan merupakan kewajiban pemerintah dan PBB dalam mencapai
kemajuan perempuan.
10) Terbatasnya Akses Pada Media Masa
Media masih tenus menonjolkan gambar
yang negatif dan merendahkan perempuan misalnya menampilkan kekerasan,
pelecehan dan pornografi yang berdampak buruk bagi perempuan.
11) Rentan terhadap Pencemaran Lingkungan
Perusakan alam menimbulkan dampak
negatif bagi kesehatan kesejahteraan dan kwalitas hidup masyarakat terhadap
perempuan di segala usia.
12) Diskriminasi ( Terbatasnya Kesempatan Mengembangkan
Potensi Diri bagi Anak Perempuan)
Diskriminasi sudah dialami perempuan
sejak awal kehidupannya. Perilaku dan praktik-praktik yang berbahaya
menyebabkan banyak anak perempuan tidak mampu bertahan hidup hingga usia
dewasa. Kurangnya perlindungan hukum atau kegagalan dalam penerapannya,
menyebabkan anak-anak perempuan rentan terhadap segala bentuk kekerasan, serta
mengalami konsekuensi hubungan seksual usia dini dan tidak aman, termasuk
HIV/AIDS.
1. Perihal
MDGs (Millenium Development Goals)
dengan 12 wilayah kritis kepedulian (critical
areas of consern)
Pada
September 2000, di ajang United Nation Millenium Summit 191, pemerintahan
Negara-negara anggota PBB berbagi visi bahwa 15 tahun ke depan perlu disepakati
bersama tentang (kondisi) dunia yang lebih baik dari sekarang.
Untuk
itu mereka berikrar bahwa pada tahun 2015, semua negara anggota akan berusaha
mencapai 8 Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals), yang
disebut sebagai Deklarasi Milenium (Millenium Declaration). Deklarasi tersebut
juga menyebutkan tentang pemberdayaan perempuan serta persamaan jender.
Berkaitan
juga dengan penerapan hak-hak dan kesempatan yang sama antara perempuan dan
laki-laki, yang juga mengacu pada CEDAW: “to combat all forms of violence
against women and to implement the Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women.
Oleh
Indonesia, CEDAW telah diratifikasi sejak 1984. Selain itu MDGs juga mengacu
pada kepedulian terhadap 12 wilayah
kritis (critical areas of consern), yang disepakati pada Kongres Pe-rempuan
IV di Beijing tahun 1995, yang telah dituangkan dalam Beijing Platform for
Action.
Adapun
yang menjadi Tujuan Pembangunan Milenium itu adalah:
1. Memberantas
kemiskinan dan kelaparan (eradicate extreme poverty and hunger)
2. Mencapai
pendidikan dasar yang universal (achieve universal primary education)
3. Mempromosikan
persamaan jender dan pemberdayaan perempuan (promote gender equality and
empower women)
4. Mengurangi
jumlah kematian anak (reduce child mortality)
5. Meningkatkan
kesehatan ibu (improve maternal health)
6. Memerangi
HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain (combat HIV/AIDS, ma-laria and other
diseases)
7. Menjamin
kelestarian lingkungan (ensure environmental sustainability)
8. Mengembangkan
kemitraan global untuk pembangunan (develop a global partnership for
development).
2. Perihal Analisis Gender dengan 12 wilayah kritis kepedulian (critical areas of concern)
Secara umum telah banyak pihak terhadap
permasalahan gender, meski mencakup segenap aspek kehidupan, difokuskan
terhadap ketidakadilan gender (gender inequalities). Perhatian ini muncul setelah
disadari bahwa meski masing-masing jenis kelamin perempuan dan laki laki
tersebut memiliki kekhasan tersendiri (stereotype), perempuan relatif kurang rasional, emosional,
dan lemah lembut. Sedangkan laki-laki lebih rasional, kuat dan perkasa, namun ternyata
perbedaan alami tersebut telah melahirkan ketidakadilan gender.
Ketidakadilan ini termanifestasikan
dalam berbagai bentuk ketidakadilan seperti marginalisasi atau proses
pemiskinan perempuan dalam bidang ekonomi, subordinasi atau dianggap tidak penting
dalam keputusan politik, pembentukan stereotype atau melalui pelabelan
negative, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak
(burden), serta sosialisasi nilai peran gender.
Manifestasi ketidakadilan gender ini
tidak dapat dipisah pisahkan karena semua saling jalin-menjalin.Tidak satupun
manifestasi ketidakadilan lebih penting, atau lebih esensial dari yang lain.
Sebagai contoh marginalisasi ekonomi kaum perempuan justru terjadi karena
stereotipe tertentu atas kaum perempuan dan itu menyumbang pada subordinasi dan
kekerasan terhadap kaum perempuan yang pada gilirannya tersosialisasikan dalam
keyakinan, ideologi dan visi kaum perempuan sendiri. Dengan demikian kita tidak
dapat menyatakan bahwa marginalisasi kaum perempuan adalah persoalan yang
paling esensial dari ketidakadilan gender.
Semua permasalahan gender yang terfokus
pada ketidakadilan ini kerap kali menjadi bahan telaah kalangan peneliti maupun
kalangan akademisi yang sedangmenyusun disertasi atau tesis.
Pada
12 wilayah kritis kepedulian (critical areas of concern)
dari Konferensi Beijing, Ketidakadilan gender juga muncul di pelbagai bidang.
Konferensi Perempuan di Beijing pada tahun1995 menghasilkan kesepakatan
menyangkut 12 area kritis yang
menjadi perhatian dalam platform for action peretasan ketidakadilan gender.. 12 area kritis ini juga dapat digunakan
sebagai titik mulai analisis, dan penyiapan statistik dan indicator gender.
Berikut adalah 12 area kritis sebagai
isu tematik yang menjadi bidang perhatian dalam masalah gender :
1)
Perempuan dan kemiskinan
Lebih
dari 1 milyar orang di muka bumi saat ini, yang sebagian besar merupakan
perempuan, hidup dalam kondisi dirundung kemiskinan, kebanyakan di antara
mereka hidup di Negara Negara berkembang dan kurang berkembang. Kemiskinan ini
mempunyai beragam penyebab, termasuk di antaranya maslah structural (kemiskinan
struktural). Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan multidimensi yang
bisa berasal baik dengan domain nasional maupun internasional.
2)
Pendidikan dan pelatihan bagi perempuan
Pendidikan
adalah hak azasi manusia dan suatu alat yang esensial untuk meraih tujuan
kesetaraan, pembangunan, dan perdamaian. Pendidikan yang tidak diskriminatif
akan menguntungkan baik bagi anak perempuan maupun laki laki dan pada
gilirannya akan berkontribusi hubungan yang lebih setara antara perempuan dan
laki laki.
3)
Perempuan dan kesehatan
Perempuan
mempunyai hak untuk menikmati pelayanan kesehatan fisik dan mental berstandar
tinggi. Kenikmatan atas hak ini adalah sesuatu yang vital bagi kehidupan mereka
dan meningkatkan kemampuan mereka untuk berpartisipasi di seluruh bidang
kehidupan public maupun privat.
4)
Kekerasan terhadap perempuan
Kekerasan
terhadap perempuan adalah hambatan terhadap berbagai tujuan pencapaian
kesetaraan, pembangunan dan perdamaian. Kekerasan terhadap perempuan, baik
kekerasan itu sendiri dan ketidakadilan atau mengecilkan arti perempuan berarti
menisbikan kenikmatan hak azasinya serta kebebasan fundamentalnya.
5)
Perempuan dan konflik bersenjata
Suatu
lingkungan yang dapat memelihara perdamaian di dunia, mempromosikan, dan
melindungi hak azasi manusia, demokrasi,dan jauh dari pertengkaran, terkait
dengan prinsip tidak mengancam atau menggunakan kekuatan terhadap integritas
territorial atau independensi politis, serta respek terhadap kesengsaraan
sebagaimana termaktub dalam Piagam PBB, merupakan factor penting dalam
memajukan kaum perempuan.
6)
Perempuan dan ekonomi
Ada
perbedaan perbedaan yang dapat dipertimbangkan antara perempuan dan laki laki
dalam mengakses pelbagai kesempatan terhadap kekuatan struktur ekonomi dalam
masyarakatnya. Di banyak belahan dunia, secara virtual perempuan absent atau
dimiskinkan keterwakilannya dalam pengambilan keputusan ekonomi, termasuk dalam
memformulasikan masalah keuangan, moneter, komersil, dan kebijakan ekonomi
lainnya, demikian juga dalam penentuan system perpajakan dan aturan penggajian
7)
Perempuan dalam kekuasaan dan pengambilan keputusan
Deklarasi
universaltentang hak azasi manuzia menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak
yang samauntuk ambil bagian Pemerintahan negerinya. Pemberdayaan dan otonomi
perempuan dan perbaikan status social,ekonomi, dan politis merupakan hal yang
esensial bagi pencapaian baik transparansi, dan akuntabilitas pemerintahan,
serta pengadministrasin dan keberlanjutan pembangunan di berbagai bidang
kehidupan.
8)
Mekanisme kelembagaan bagi pemajuan perempuan
Keseluruhan
niat baik untuk memajukan perempuan tidak akan berarti banyak bila tidak disertai
dengan membenahi kelembagaan yang ada di masyarakat baik di kalangan
pemerintahan maupun lembaga non pemerintah. Penginternalisasian pengarusutamaan
gender harus dilaksanakan secara bertahap dan kontinu, sehingga memenuhi
seluruh bidang kehidupan.
9)
Hak azasi perempuan
Hak
azasi dan kebesan/kemerdekaan fundamental adalah hak lahir dari segenap insan,
perlindungan dan promosi terhadap mereka tanggungjawab pertama dari Pemerintah.
Landasan aksi (platform for actions) ditegaskan lagi bahwa seluruh hak azasi manusia meliputi kewarganegaraan, budaya, ekonomi,
politik, social, termasuk hak terhadap pembangunan merupakan hal yang
universal, tak dapat dibagi, saling tergantung, dan saling berhubungan,
sebagaimana diekspresikan dalam Deklarasi Vienna dan Program aksi yangdiadopsi
dari Konferensi Dunia tentang Hak Azasi Manusia.
10)
Perempuan dan media
Sepanjang
decade terakhir, kemajuan di bidang teknologi informasi telah memfasilitasi
jaringan komunikasi global yang melampaui batas wilayah nasional dan telah
berdampak pada kebijakan public, perilaku pribadi, anak anak dan mereka yang
beranjak dewasa. Dimanapun potensi muncul untuk media guna membuat kontribusi
yang jauh lebih besar bagi kemajuan kaum perempuan.
11)
Perempuan dan lingkungan
Persentuhan
perempuan dengan lingkungan (alam) usianya seumur manusia itu sendiri, bahkan
merekalah yang tetap tabah ‘menafkahi’ keluarga mereka dari apa yang tersedia
di alam, ketika alam masih bersedia memberi, demikian pula ketika alam
menderita, perempuan pun ikut menderita bersama alam. Oleh karena itu, posisi
perempuan terhadap lingkungan bisa dilihat sebagai pemanfaat maupun pengguna
atau konsumen dari lingkungan alam (sumberdaya alam).
12)
Anak perempuan
Konvensi
tentang hak anak menyadari bahwa “Pertemuan negara Negara akan memberi respek
dan menjamin bahwa hak azasi anak perempuan tersebut akan diset dalam Konvensi
yang sedang berjalan terhadap setiap anak dalam yurisdiksi tanpa diskriminasi
apapun, terlepas dari anak itu sendiri, orang tuanya, atau pelindung resmi yang
membesarkannya, warna kulit, jenis kelamin, agama, bahasa,politik, atau opini
lainnya, kebangsaan , etnis atau daerah asal, kecacatan, kepemilikan, maupun
status kelahiran".
3. Perihal
Komite HAM PBB dengan 12 wilayah kritis kepedulian (critical areas of concern)
Pada konferensi ke-4 tentang Perempuan
di Beijing 1995, yang menghasilkan Pedoman Aksi Beijing (The Beijing
Platform for Action) yang meletakkan 12
area kritis (critical areas of consern) terkait dengan pemenuhan hak
perempuan sebagai hak asasi manusia.
Konseptualisasi
hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia dan kekerasan terhadap perempuan
adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kerangka kerja untuk menghapuskannya
meletakkan setiap instrumen hak asasi manusia dimaknai ulang. Pengakuan
tersebut harus meliputi pula pengakuan tentang berbagai penyebab timbulnya
diskriminasi.
Beberapa
Mekanisme HAM PBB yang berbasis pada perjanjian kemudian melakukan adopsi
dengan mengeluarkan Komentar Umum/Rekomendasi Umum untuk mengkaji ulang
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, yaitu :
1)
Komite
HAM untuk Hak Sipil dan Politik mengeluarkan Komentar Umum No. 28 tahun 2000
tentang Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan (pasal 3) (General
Comment No. 28: Equality of rights between men and women (article 3) tahun 2000).
Pada
Komentar Umum tersebut komite menegaskan bahwa setiap negara yang sudah
meratifikasi konvensi hak sipil dan politik, tidak saja harus mengadopsi
langkah-langkah perlindungan tapi juga langkah-langkah positif di seluruh area
untuk mencapai pemberdayaan perempuan yang setara dan efektif.
Langkah ini termasuk pula penjaminan bahwa
praktek-praktek tradisi, sejarah, agama dan budaya tidak digunakan untuk
menjustifikasi pelanggaran hak perempuan.
Dengan adanya Komentar Umum ini Komite ingin
memastikan bahwa negara pihak dalam membuat laporan terkait hak-hak sipil dan
politik harus menyediakan informasi
tentang bagaimana pengalaman perempuan yang banyak dilanggar haknya dalam
setiap hak yang dicantumkan dalam Konvensi.
2)
Komite
tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan meletakkan
pula kerangka langkah-langkah khusus sementara (temporary special measures)
untuk penghapusan diskriminasi langsung dan tidak langsung (direct and
indirect discrimination) yang terjadi terhadap perempuan yang sangat
mempengaruhi penikmatan hak asasi perempuan dalam
Rekomendasi
Umum No. 25 (2004) dirasa penting membedakan adanya situasi khas perempuan
secara biologis dan situasi yang tidak menguntungkan akibat dari proses
penindasan dan situasi yang tidak setara yang cukup lama hadir. Komite
menekankan bahwa posisi perempuan yang tidak beruntung tersebut perlu disikapi
dengan pendekatan persamaan hasil (equality of result) sebagai tujuan
dari persamaan secara substantive (subtantive equality) atau de facto
tidak saja persamaan secara formal (formal equality).
3)
Komite
tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya mengeluarkan Komentar Umu No. 16 (2005)
tentang Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan dalam menikmati seluruh
hak ekonomi, sosial dan budaya (Pasal 3) (The equal right of men and women
to the enjoyment of all economic, social and cultural rights (art. 3 of the
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights).
Komite
menegaskan bahwa perempuan seringkali diabaikan haknya untuk menikmati hak-hak
asasi mereka karena status yang dinomorduakan oleh tradisi dan praktek budaya
dan berdampak pada posisi perempuan yang tidak beruntung. “ Many women experience distinct forms of
discrimination due to the intersection of sex with such factors as race,
colour, language, religion, political and other opinion, national or social
origin, property, birth, or other status, such as age, ethnicity, disability,
marital, refugee or migrant status, resulting in compounded disadvantage.”
F.
Indikator Kesehatan Reproduksi
1. Angka
Kematian Ibu (AKI) makin tinggi AKI, makin rendah derajat kesehatan reproduksi
2. Angka
Kematian Bayi (AKB) makin tinggi AKB, makin rendah derajat kesehatan reproduksi
3. Angka
cakupan pelayanan keluarga berencana dan partisipasi laki-laki dalam keluarga
berencana (makin rendah angka cakupan pelayanan KB, makin rendah derajat
kesehatan reproduksi)
4. Jumlah
ibu hamil dengan “4 terlalu” atau “terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak
anak, dan terlalu dekat jarak antar kelahiran (makin tinggi jumlah ibu hamil
dengan “4 terlalu”, makin rendah derajat kesehatan reproduksi)
5. Jumlah
perempuan dan/atau ibu hamil dengan masalah kesehatan, terutama anemia dan
kurang energi kronis/KEK, (makin tinggi jumlah anemia dan KEK, makin rendah
derajat kesehatan reproduksi)
6. Perlindungan
bagi perempuan terhadap penularan penyakit menular seksual (PMS), (makin rendah
perlindungan bagi perempuan, makin rendah derajat kesehatan reproduksi)
7. Pemahaman
laki-laki terhadap upaya pencegahan dan penularan PMS (makin rendah pemahaman
PMS pada laki-laki, makin rendah derajat kesehatan reproduksi).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam pengertian kesehatan reproduksi
secara lebih mendalam, kesehatan reproduksi bukan semata-mata sebagai peneliti
klinis (kedokteran) saja tetapi juga mencakup pengertian social (masyarakat).
Intinya goal kesehatan secara menyeluruh bahwa kualitas hidupnya sangat baik.
Namun, kondisi social dan ekonomi terutama di Negara-negara berkembang yang
kualitas hidup dan kemiskinan memburuk, serta tidak langsung memperburuk pula
kesehatan reproduksi wanita.
Berdasarkan pemikiran di atas wanita
merupakan aspek paling penting disebabkan pengaruhnya pada anak-anak. Oleh
sebab itu pada wanita di beri kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik
menurut dirinya dan kebutuhannya di mana ia sendiri memutuskan atas tubuhnya
sendiri.
B.
Saran
Untuk itu wawasan dan pengetahuan
kesehatan reproduksi sangatlah penting untuk bias di kuasai dan di miliki oleh
para perempuan dan laki-laki yang berumah tangga, supaya kesejahtraan dan
kesehatan bisa tercapai dengan sempurnah. Oleh karena itu penulis memberi saran
kepada para pihak yang terkait termasuk pemerintah, dinas kesehatan untuk bisa
memberikan pengetahuan dan wawasan tersebut kepada khalayak masyarakat dengan
cara sosialisasi, kegiatan tersebut mudah-mudahan kesehatan reproduksi
masyarakat bisa tercapai dan masyarakat lebih pintar dalam menjaga
kesehatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin,
M. 2003. Kesehatan dan Hak Reproduksi Perempuan. Jakarta: Yayasan Jurnal
Perempuan
Azwar,
A. 2001. Yang Perlu diketahui Petugas Kesehatan tentang Kesehatan Reproduksi.
Jakarta: Depkes-RI
Budiarto,
E. 2002. Biostatika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Darwis,
D. S. 2003. Metode Penelitian Kebidanan Prosedur Kebijakan Etik. Jakarta:
EGC
Http://situs.kesrepro.info/gendervaw/gvaw02.htm,2004
Strange "water hack" burns 2 lbs overnight
ReplyDeleteOver 160,000 men and women are trying a simple and secret "liquids hack" to burn 2 lbs each and every night in their sleep.
It is painless and works on anybody.
Just follow these easy step:
1) Go get a glass and fill it half glass
2) Then use this strange hack
you'll be 2 lbs lighter as soon as tomorrow!