Saturday 23 December 2017

MAKALAH INTERAKSI GENETIKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Hukum Mendel II menyatakan adanya pengelompokkan gen secara bebas. Seperti telah diketahui, persilangan antara dua individu dengan satu sifat beda ( monohibrid) akan menghasilkan rasio genotipe 1:2:1 dan rasio fenotipe 3:1. Sementara itu, persilangan dengan dua sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio fenotipe 9:3:3:1, hanya berlaku apabila kedua pasang gen yang mewarisi kedua pasang sifat tersebut masing-masing terletak pada 2 kromosom yang berlainan, dan masing-masing mengekspresikan sifatnya sendiri. Beberapa cara penurunan tak mengikuti hukum ini, mengingat bahwa pengawasan suatu sifat kadang – kadang tidak dilakukan oleh suatu pasang gen saja, tetapi oleh dua pasang atau lebih gen yang mengadakan interaksi ( kerjasama ). Dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
            Pada 1906, W.Batenson dan R.C Punnet menemukan bahwa pada persilangan F2 dihasilkan rasio fenotipe 14 : 1 : 1 : 3. Mereka menyilangkan kacang kapri berbunga ungu yang serbuk sarinya lonjong dengan kacang kapri berbunga mearah yang serbuk sarinya bundar. Rasio fenotipe dari keturunan ini menyimpang dari hukum mendel yang seharusnya pada keturunan kedua (F2), perbandingan fenotipenya 9 : 3 : 3 : 1.
            Pada 1910, seorang sarjana Amerika yang bernama T.H Morgan dapat  memecahkan misteri tersebut.Morgan menemukan bahwa kromosom mengandung banyak gen dan mekanisme pewarisannya menyimpang dari hukum Mendel. Hingga saat ini, telah diketahui bahwa lalat buah memiliki kira – kira 5000 gen,padahal lalat buah hanya memiliki 4 pasang kromosom saja. Sepasang di antaranya memiliki ukuran kecil sekali, menyerupai dua buah titik. Jadi, dalam sebuah kromosom tidak terdapat sebuah gen saja melainkan puluhan,bahkan ratusan gen.
            Pada umumnya gen memiliki pekerjaan sendiri – sendiri untuk menumbuhkan karakter, tetapi ada beberapa genyang berinteraksi atau menumbuhkan karakter. Gen tersebut mengkin terdapat pada kromosom yang sama atau pada kromosom yang berbeda.
            Interaksi antar gen akan menimbulkan perbandingan fenotipe keturunan yang menyimpang dari hukum Mendel, keadaan ini disebut penyimpangan hukum Mendel. Menurut mendel, perbandingan fenotipe F2 pada persilangan dihibrid adalah 9 : 3 : 3 : 1. Apabila terjadi penyimpangan hukum Mendel, perbandingan fenotipe dapat menjadi 9 : 3 : 4, 9 : 7 atau 12 : 3 : 1. Perbandingan tersebut merupakan modifikasi dari 9 : 3 : 3 :1.

1.2 Perumusan Masalah
      Dengan memperhatikan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana  proses terjadinya interaksi gen terhadap makhluk hidup?
  2. Bagaimana ekspresi sifat dari gen – gen yang saling berinteraksi ?


1.3  Tujuan
      Ada pun tujuan dari isi makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui bagaimana interaksi gen dapat terjadi.
2.      Mengetahui bagaimana ekspresi sifat dari gen – gen yang saling berinteraksi.























BAB II
ISI

2.1  Interaksi Genetik
   Selain terjadi interaksi antar alel, interaksi juga dapat terjadi secara genetik. Selain mengalami berbagai modifikasi rasio fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik.  Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen menurut ( Suryo: 2001). Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam.
Menurut William D. Stansfield ( 1991 : 56 ) fenotipe adalah hasil produk gen yang dibawa untuk diekspresikan ke dalam lingkungan tertentu. Lingkungan ini tidak hanya meliputi berbagai faktor eksternal seperti: temperatur dan banyaknya suatu kualitas cahaya.
Sedangkan faktor internalnya meliputi: Hormon dan enzim
            Gen merinci struktur protein. Semua enzim yang diketahui adalah protein. Enzim melakukan fungsi katalis, yang menyebabkanpemecahan atau penggabungan berbagai molekul. Semua reaksi kimiawi yang terjadi di dalam sel merupakan persoalan metabolisma. Reaksi – reaksi ini merupakan reaksi pengubahan bertahap satu substansi menjadi substansi lain, setiap langkah ( tahap) diperantarai oleh suatu enzim spesifik. Semua langkah yang mengubah substansi pendahulu ( precursor ) menjadi produk akhir menyusun suatu jalur biosintesis.Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang mengkatalis langkah – langkah dalam suatu jalur bersama. Lihat Gambar 2.1 berikut.
Flowchart: Alternate Process:              g1           g2           g3



P(prekursor)              e1                 A              e2                      B            e3                 C(produk
 akhir)
g =  gen,
e = protein enzim



 


                                    g1                                 g2                                    g3
                       
                                   
P(prekursor)               e1                       A                   e2                      B              e3                    C(produk akhir)
Keterangan:


 Gambar 2.1 Jalur metabolisme sederhana yang melibatkan enzim yang diekspresikan dari gen.
            Dalam jalur yang paling sederhana sekalipun biasanya diperlukan beberapa gen untuk merinci enzim yang terlibat. Setiap metabolit (A,B,C) dihasilkan oleh kerja katalis berbagai enzim (ex) yang menetukan oleh berbagai gen tipe normal (gx).
1.2              Contoh Interaksi Gen          
            Peristiwa interaksi gen berupa Avatisme pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Karakter jengger tidak hanya diatur oleh satu gen, tetapi oleh dua gen yang berinteraksi. Dalam hal ini terdapat empat macam bentuk jengger ayam yaitu mawar, kacang, walnut, dan tunggal, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.2.





Gambar 2.2. Bentuk jengger ayam dari galur yang berbeda

Persilangan ayam berjengger rose dengan ayam berjengger pea menghasilkan keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda dengan bentuk jengger kedua induknya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini memiliki jengger berbentuk walnut. Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh generasi F2 dengan rasio fenotipe walnut : rose : pea : single  = 9 : 3 : 3 : 1. 
Dari rasio fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya tidak pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal. Munculnya fenotipe ini, dan juga fenotipe walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua pasang gen nonalelik yang berinteraksi untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua pasang gen tersebut masing-masing ditunjukkan oleh fenotipe rose dan fenotipe pea.
Apabila gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe rose adalah R, sedangkan gen untuk fenotipe pea adalah P, maka keempat macam fenotipe tersebut masing-masing dapat dituliskan sebagai R-pp untuk rose, rrP- untuk pea, R-P- untuk walnut, dan rrpp untuk single. Dengan demikian, diagram persilangan untuk pewarisan jengger ayam dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.3.    











Bagan Persilangan






Diagram persilangan Avatisme


                                               
           



Gambar 2.3. Diagram persilangan interaksi gen nonalelik
            Rasio persilangan fenotipe F2 hasil persilangan ayam berjengger rose dan pea sebagai berikut.
                                    F2 :   9 R-P-     walnut
                                             3 R-pp    mawar             walnut  :    rose  :   pea  : single
                                             3  rrP-     kacang            =   9       :     3     :      3   :     1     
                                             1  rrpp     tunggal
                         
            Selain itu, biasanya kita beranggapan bahwa suatu sifat keturunan yang nampak pada suatu individu itu ditentukan oleh sebuah gen tunggal, misalnya bunga merah oleh gen R, bunga putih oleh gen r, buah bulat oleh gen B, buah oval (lonjong) oleh gen b, batang tiggi oleh gen T, batang pendek oleh gen t dll.
            Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mengetahui bahwa cara diwariskannya sifat keturunan tidak mungkin diterangkan dengan pedoman tersebut di atas, karena sulit sekali disesuaikan dengan hukum-hukum Mendel.
            Sebuah contoh klasik yang dapat dikemukakan di sini ialah hasil percobaan Wiliam Bateson dan R.C Punnet yang telah di bicarakan sebelumnya diatas. Mereka mengawinkan berbagai macam ayam negeri dengan memperhatikan bentuk jengger di atas kepala. Ayam Wyandotte mempunyai jenger tipe mawar (“rose“), sedang ayam Brahma berjengger tipe ercis (“pea“). Pada waktu dikawinkan ayam berjengger rose didapatkan ayam-ayam F1 yang kesemuanya mempunyai jengger bersifat walnut (“walnut“= nama semacam buah). Mula-mula dikira bahwa jengger tipe walnut ini intermedier. Tetapi yang mengherankan ialah bahwa pada waktu ayam-ayam walnut itu dibiarkan kawin sesamanya dan dihasilkan banyak ayam-ayam F2 maka perbandingan 9:3:3:1 nampak dalam keturunan ini. Kira-kira 9/16 bagian dari ayam-ayam F2 ini berjengger walnut. 3/16 mawar, 3/16 ercis dan 1/16 tunggal (single).
            Fenotip jengger yang baru ini disebabkan karena adanya interaksi (saling pengaruh) antara gen-gen. Adanya 16 kombinasi dalam F2 memberikan petunjuk bahwa ada 2 pasang alel yang berbeda ikut menentukan bentuk dari jengger ayam. Sepasang gen menentukan tipe jengger mawar dan sepasang gen lainnya untuk tipe jengger ercis. Sebuah gen untuk rose dan sebuh gen untuk pea mengadakan interaksi menghasilkan jengger walnut, seperti terlihat pada ayam-ayam F1. Jengger rose ditentukan oleh gen dominan R (berasal dari “rose”), jengger pea oleh gen dominan P (berasal dari “pea”). Karena itu ayam berjengger mawar homozigot mempunyai genotip RRpp, sedangkan ayam berjengger ercis homozigot mempunyai genotip rrPP. Perkawinan dua ekor ayam ini menghasilkan F1 yang berjengger walnut (bergenotip RrPp) dan F2 memperlihatkan perbandingan fenotip 9:3:3:1.
            Gen R dan gen P adalah bukan alel, tetapi masing-masing dominan terhadap alelnya (R dominan terhadap r, P dominan terhadap p). Sebuah atau sepasang gen yang menutupi (mengalahkan) ekspresi gen lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang epistasis. Gen yang dikalahkan ini tadi dinamakan gen yang hipostasis. Peristiwanya disebut epistasi dan hipostasi.
































BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Persilangan dengan dua sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio fenotipe 9:3:3:1, hanya berlaku apabila kedua pasang gen yang mewarisi kedua pasang sifat tersebut masing-masing terletak pada 2 kromosom yang berlainan, dan masing-masing mengekspresikan sifatnya sendiri, beberapa cara penurunan tak mengikuti hukum ini, mengingat bahwa pengawasan suatu sifat kadang – kadang tidak dilakukan oleh suatu pasang gen saja, tetapi oleh dua pasang atau lebih gen yang mengadakan interaksi ( kerjasama ).Dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
            Interaksi gen  ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling mempengaruhi dalam memberikan fenotip pada suatu individu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. 
Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang membawa sifat yang baru dari sifat induknya.
            Contoh dari interaksi gen adalah Avatisme yang terjadi pada ayam berjengger rose yang dikawinkan dengan ayam yang berjengger pea, akan menghasilkan sifat baru yang tidak ada pada induknya, yaitu walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1.
           













DAFTAR PUSTAKA

Anonymous., 2009. Variasi Genetik. http:// I:\blog-Variasi-dan-genetiks.php.htm. Diakses tanggal 27 Oktober 2010
Anonymous.2010., Genetika. http://wikipedia.com/evolusi. Diakses tanggal 27 Oktober 2010
Bojonegoro,Isharmanto.2010.,InteraksiGen.http://biologigonz.blogspot.com/2010/05.interaksi-gen .html.   Diakses tanggal 27 Oktober 2010
Stansfield, D. William .1991., Genetika . PT. Gelora Aksara Pratama , Erlangga.
Suryo . 1986 ., Genetika Manusia. Gadjahmada University Press ,Yogyakarta.
Tim Dosen Genetika Dasar . 2010 ., Genetika Dasar . Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNIMED ,Medan.
isharmanto bojonegoro





No comments:

Post a Comment

MAKALAHKU

MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN

Tugas Individu MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN Oleh ASRIANI 213095 2006 SEKOLAH TINGGI ILMU P...