Saturday 23 December 2017

MAKALAH OBSTRUKSI SALURAN KEMIH

MAKALAH
OBSTRUKSI SALURAN KEMIH






OLEH :
KELOMPOK  V

1.            DWI MAYA FITRIANI
2.            NURUL ZULFA
3.            NIRWANA
4.            YUSRI
5.            SAIFUL




SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PUANGRIMAGGALATUNG BONE

 
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh. Sistem saluran kemih dapat dibagi menjadi dua bagian besar,yakni sebelah atas yang dimulai dari system kalises hingga muara ureter dan sebelah tengah – bawah (distal) yaitu buli-buli dan urethra.
Obstruksi traktus urinarius adalah masalah yang paling banyak ditemukan oleh dokter spesialis urologi, dokter umum dan dokter emergency. Obstruksi traktus urinarius dapat terjadi pada daerah disepanjang traktus urinarius, dari ginjal sampai meatus urethra. Yang secara sekunder dapat menjadi calculi, tumor, striktur, dan anatominya menjadi abnormal. Uropaty obstruksi dapat menyebabkan nyeri, infeksi traktus urinarius, penurunan fungsi ginjal, atau, mungkin sepsis atau meninggal. Sehingga, setiap kasus yang di curigai dengan obstruksi traktus urinarius sebaiknya di konsultasikan dengan dokter spesialis urologi untuk dievaluasi.
Sekitar 2% dari setiap kasus obstruksi dapat menyebabkan gagal ginjal. Hal ini paling sering terjadi pada laki-laki, karena penyakit prostat dan paling banyak karena batu saluran kencing. Walaupun jumlah pasien rawat inap di rumah sakit karena penyakit ginjal dan urologi yang disebabkan obstruksi, sekitar 40% pada laki-laki dan 60% pada perempuan.
Pada otopsi yang dilakukan secara berkala pada 59,064 pasien yang berusi 0-80 tahun, sekitar 3,1% menderita hidronefrosis. Hidronefrosis pada perempuan paling sering terjadi pada usia 30-70 tahun yang muncul bersamaan dengan keganasan pada kehamilan dan ginekologi. Hidronefrosis pada laki-laki kebanyakan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun yang muncul akibat obstruksi prostat. Hidronefrosis ditemukan pada 2-2.5% anak-anak
Obstruksi traktus urinarius dapat terjadi selama perkembangan fetus,anak-anak maupun pada saat dewasa. Penyebab obstruksi dapat kongenital atau didapat, juga bisa disebabkan karena keganasan atau Proses lain. Akibat dari obstruksi dipengaruhi oleh luas dan derajat dari obstruksi (sebagian atau total), kronisitas (akut atau kronik), kondisi awal dari ginjal,kemampuan untuk pemulihan,dan ada tidaknya factor-faktor yang lainnya seperti infeksi.
Oleh sebab itu untuk mengatasi dan untuk mencegah komplikasi yang ditimbulkan dari obstruksi saluran kemih  perlu dilakukan penatalaksanaan yang spesifik, yaitu untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab obstruksi, untuk menangani infeksi, dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi renal.

B.     Rumusan Masalah
Masalah yang dapat diangkat antara lain:
1.      Bagaimana konsep penyakit Obstruksi Saluran Kemih?
2.      Bagaimana konsep asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien Obstruksi Saluran Kemih?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1.      Menjelaskan tentang konsep penyakit Obstruksi Saluran Kemih mulai dari pengertian, tanda gejala, etiologi, serta patofisiologinya.
2.      Menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada klien dengan Obstruksi Saluran Kemih, mulai dari pengkajian hingga evaluasi.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Dasar Medis
1.      Definisi
a.       Obstruksi saluran kemih adalah suatu keadaan dimana terhambatnya aliran urine baik secara permanen atau tidak akibat adanya hambatan yang berupa batu (massa), tumor, striktura, maupun oleh karena pengaruh infeksi. (Yusrina, 2012)
b.      Obstruksi urinaria dapat terjadi di bagian mana saja pada sistem saluran kemih, mulai dari kaliks ginjal sampai meatus. Obstruksi yang terjadi di bagian mana saja pada saluran kemih, mulai dari ginjal sampai uretra , dapat menimbulkan tekanan yang dapat mengakibatkan kerusakan fungsi dan antomis parenkim ginjal. Apabila sebagian saluran kemih mengalami obstruksi, urine akan terkumpul dibagian atas obstruksi dan mengakibatkan dilatasi dibagian itu. (Baradero, 2009 ; 55-56).
c.       Obstruksi traktus urinarus terjadi pada traktus urinarius, termasuk pelvis renalis, ureter, buli-buli dan urethra. Kondisi ini terjadi bila bagian dari traktus urinarus mengalami obstruksi, sehingga aliran urin dari ginjal terhambat. (Purnomo, Basuki B. 2008)
d.      Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi hebal pada parenkim ginjal (Price, 1995: 818).
e.       Obstruksi traktus urinarius merupakan terhambatnya aliran urin dari ginjal yang bisa disebabkan oleh berbagai macam etiologi. Obstruksi ini dapat terjadi pada seluruh bagian traktus urinarius, termasuk pelvis renalis, ureter, buli-buli dan urethra. (Brunicardi DC, 2014 : 1661)
f.       Obstruksi Saluran Kemih Bawah (OSKB) adalah ketidakmampuan kandung kemih untuk mengeluarkan sebagian atau seluruh isinya sehingga melampaui kapasitas maksimal kandung kemih. (Effendi J., 2007 :1-2)
g.      Obstruksi di saluran kemih atas dapat berkembang sangat cepat karena pelvis ginjal lebih kecil dibandingkan kandung kemih. Peningkatan tekanan padajaringan ginjal dapat menyebabkan iskemia pada korteks dan medula ginjal serta dilatasi tubula ginjal. (Baradero, 2009 ; 57).
2.      Etiologi
Obstruksi dari aliran urin dapat terjadi di mana saja dari ginjal sampai meatus urethra. Secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada ditempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut di tempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah : pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter (UPJ), tempat arteri menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan pada saat ureter masuk ke buli-buli (UVJ). Pada perempuan, tempat penyempitannya ada pada ureter distal yang menyilang secara posterior dari pembuluh darah pelvis dan broad ligament pada pelvis posterior.
Penyebab obstruksi traktus urinarius sendiri dapat dibagi menjadi obstruksi mekanik dan obstruksi fungsional. Obstruksi mekanik terbagi lagi menjadi obstruksi mekanik kongenital, akuisita intrinsik dan akuisita ekstrinsik.
Keadaan yang termasuk obstruksi mekanik kongenital antara lain ureterocele (dilatasi kistik yang timbul pada bagian ureter intravesikal), posterior urethral valve (terbentuknya membran abnormal pada bagian posterior dari urethra laki-laki), megaureter (pelebaran ureter dengan diameter > 7 mm), serta penyempitan kongenital dari UPJ dan UVJ. Pemantauan periode perinatal dengan USG penting dilakukan untuk mengidentifikasi kelainan anatomis yang menyebabkan terjadinya obstruksi.
Keadaan yang termasuk obstruksi mekanik intrinsik yang didapat antara lain batu saluran kemih, proses infeksi dan inflamasi, trauma, sloughed papillae (papilla ginjal yang nekrosis dan terpisah dari jaringan sekitar yang disebabkan karena iskemia), tumor (terutama pada ureter, vesica urinaria, dan urethra).
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung kalsium oksalat atau  kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat  (MAP), xanthyn, sistin, silikat dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan / komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.
Keadaan yang termasuk obstruksi mekanik ekstrinsik yang didapat antara lain pada perempuan dapat terjadi bila ureter ditekan dari luar oleh tumor pelvis (myoma uteri, karsinoma uteri). Obstruksi traktus urinarius pada perempuan yang lebih tua paling sering terjadi akibat prolapnya struktur pelvis, seperti uterus dan buli-buli. Kehamilan dapat menyebabkan obstruksi traktus urinarius pada perempuan yang lebih muda akibat obstruksi ureter oleh uterus yang gravid. Pada laki-laki, pembesaran prostat (BPH) dapat menyebabkan obstruksi traktus urinarius dengan cara mengobstruksi uretra. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh striktur urethra, tumor (misalnya pada kolon atau rectum), fibrosis retroperitoneal (terjadi fibrosis luas yang menyebabkan obstruksi terutama pada ureter).
Description: https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSq6Svirm0J7zrr-uWl7079KfZas0aSUPUEMWA1xEW7gKWfZW-PZw
Gambar 1: Pembesaran Prostat pada BPH.
Keadaan yang termasuk obstruksi fungsional adalah buli-buli neurogenik, yaitu keadaan dimana buli-buli tidak berfungsi dengan normal karena kelainan neurologis dan dapat disebabkan oleh lesi pada otak, medulla spinalis, segmen sakralis, dan sistem saraf perifer. Obstruksi buli-buli umumnya disebabkan oleh lesi pada segmen sakralis dan sistem saraf perifer. Pasien dapat merasakan buli-bulinya terisi penuh tetapi terjadi arefleksia yang menyebabkan m.detrusor tidak berkontraksi sehingga tidak terjadi proses miksi. Buli-buli akan mengalami overdistensi dan urin akan keluar secara paksa (overflow incontinence).
Riwayat pasien sangat membantu dalam mencari penyebab dari obstruksi, yaitu riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu (diabetes, kalkuli, tumor, radiasi, fibrosis retroperitoneal, penyakit neurologi), riwayat konsumsi obat-obatan (antara lain, antikolinergik, narkotik), dan riwayat operasi sebelumnya (operasi pelvis, radiasi). (Towsend MC. 2012.p.2052-9)
14755_26_10_12_5_19_57_96641254
Gambar 2: Letak Batu Saluran Kemih.
435575-450903-856
Gambar 3: Striktur Urethra dengan Pemeriksaan Retrograde Urethrogram.
3.      Patofisiologi
Obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine mengalir balik sehingga tekanan ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal. Tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal yang rusak. Obstruksi parsial atau intermitten dapat disebabkan oleh batu renal yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut akibat obses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk sudut abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah yang menyebabkan ureter kaku. Pada pria lansia, penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus.
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urine di piala ginjal akan menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini, atrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal mengalami kerusakan bertahap maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi komensatori) akhirnya fungsi renal terganggu (Smeltzer, 2001:1442).
4.      Manifestasi Klinis
Obstruksi traktus urinarius dapat menyebabkan bermacam-macam gejala, mulai dari asimptomatis sampai kolik renal. Hal ini dipengaruhi oleh:
a.       Berapa lama obstruksi terjadi (akut atau kronis)
b.      Letak obstruksi
c.       Penyebab obstruksi (intrinsik atau ekstrinsik)
d.      Obstruksi total atau parsial
Bila obstruksi terjadi di traktus urinarius bagian atas (ginjal, ureter), manifestasinya berupa nyeri pinggang yang bisa menjalar ke punggung atau testis dan labia ipsilateral. Mual dan muntah juga sering terjadi, terutama pada obstruksi akut. Jika terjadi infeksi, pasien dapat mengeluh demam, menggigil, dysuria dan pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri ketok costovertebra angle (CVA) bila terjadi pielonefritis. Hematuria juga dapat terjadi. Jika obstruksi terjadi bilateral dan parah, dapat terjadi gagal ginjal yang berakibat pada uremia. Uremia memiliki gejala yaitu rasa lemas, edema perifer, dan penurunan kesadaran.
Bila obstruksi terjadi traktus urinarius bagian bawah (buli-buli, urethra), manifestasinya berupa gangguan miksi, seperti urgensi, frekuensi, nokturia, inkontinensia, hesitansi, aliran yang berkurang, urin yang menetes (post void dribbling) dan perasaan kurang tuntas seusai berkemih. Nyeri suprapubik atau buli-buli yang teraba merupakan tanda retensi urin. (Sjamsuhidajat R, 2004 : 431 – 432)
5.      Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologis. Bila ditemukan leukositosis pada pemeriksaan darah menunjukkan adanya infeksi. Anemia dapat terjadi pada proses akut (kehilangan darah bila terjadi hematuria) dan kronik (insufisiensi renal kronik, malignansi).
            Urinalisis dapat berguna untuk menunjukkan adanya infeksi atau hematuria. Ditemukannya leukosit pada urin menunjukkan proses inflamasi atau infeksi. Ditemukannya nitrit atau leukosit esterase pada urin menunjukkan adanya infeksi. Setiap urin yang mengandung leukosit atau nitrit sebaiknya dikirim untuk analisis kultur dan sensitivitas antibiotik. Bakteri penghasil nitrit misalnya E. coli, Kleebsiella, Enterobacter, Pseudomonas. Leukosit esterase dihasilkan ketika leukosit mengalami lisis. Adanya leukosit esterase menandakan terjadinya pyuria. Ditemukannya eritrosit pada urin dapat menunjukkan adanya infeksi, batu maupun tumor. Suatu sampel dikatakan positif hematuria mikroskopik bila eritrosit > 2 sel/lapang pandang. Bisa diperiksa juga pH urin pada kasus batu saluran kemih untuk membedakan jenis batu. Batu kalsium oksalat, kalsium fosfat, struvit dan staghorn akan menmberikan hasil pH yang
lebih alkali sedangkan pada batu asam urat dan sistin akan memberikan
pH yang lebih asam.
            Untuk pemeriksaan tambahan atau jika akan dilakukan pemeriksaan radiologis dengan kontras, dapat dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
            Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain intravenous pyelography (IVP), USG, dan CT scan.
            IVP dilakukan dengan cara memasukkan kontras ke dalam vena. Tujuan IVP adalah untuk mendeteksi adanya obstruksi pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal, tidak alergi dengan kontras dan tidak sedang hamil. IVP dapat menilai anatomi dan fungsi dari organ traktus urinarius yang mengalami obstruksi.
Pada obtruksi urinarius yang akut maka pada IVP akan terlihat:
(a). Obstruksi nefrogram
(b). Terlambatnya pengisian kontras pada system urinarius
(c). Dilatasi dari system urinarius, mungkin juga terjadi ginjal membesar
(d). Dapat juga terjadi ruptur fornix akibat extravasasi traktus urinarius
Pada kasus obstruksi ureter yang kronis maka biasanya terlihat dilatasi ureter, berliku-liku, dan contras mengumpul pada daerah ureter yang mengalami obstruksi. Pada ginjal dapat terlihat parenkimnya menipis (baik segmental maupun komplet), kaliks nampak seperti bulan sabit, dan nafrogramnya nampak menggembung.
            USG merupakan alat pemeriksaan yang baik untuk pemeriksaan awal. Pemeriksaan USG terutama sangat berguna pada pasien yang alergi terhadap kontras IVP, hamil atau kreatinin meningkat karena USG tidak menggunakan kontras, radiasi, dan tidak bergantung pada fungsi ginjal. USG sensitif untuk melihat massa parenkim ginjal, hidronefrosis, distensi buli-buli, dan batu ginjal.
            CT Scan berguna untuk memberikan informasi tentang detail anatomis mengenai traktus urinarius dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan proses intraabdominal lain sebagai penyebab gejala yang ada (misal: appendisitis, kolesistitis, diverticulitis). (Blandy J, 2009 : 77-89)
Description: http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/urology/435575-1350924-437096-1959727.jpg
Gambar 4: CT Scan Non Kontras pada Urolithiasis.
6.      Komplikasi
Menurut Kimberly (2011) obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikut:
a.       Batu ginjal. Adanya obstuksi dalam hidronefrosis menyababkan pengeluaran urin terganggu atau bahkan menjadi statis. dengan adanya kondisi tersebut, maka fungsi ginjal untuk mengekskresikan zat yang dapat membentuk kristal secara berlebihan terganggu, hal itu menyababkan zat tersebut mengendap dan mengkristal, dan lama-kelamaan dapat mengakibatkan batu ginjal
b.      Sepsis. dengan adanya hidronefrosis maka potensi untuk terjadinya infeksi sangat dapat terjadi akibat kuman dapat masuk ke saluran urinari, kemudian kuman teresbut dapat masuk ke pembuluh darah yang dapat mengakibatkan septikemia
c.       Hipertensi renovaskuler. Pada keadaan hidronefrosis yang parah yang mengakibatkan perfusi renal yang buruk maka akan terjadi sekresi sejumlah besar renin yang berfungsi dalam pelepasan angiostensin. Angiostensin akan merangsang pengeluaran hormon adolsteron yang membuat tubula menyerap banyak natrium dan air sehingga meningkatkan volume dan tekanan darah. Akibat hidronefrosis maka akan terjadi perubahan respon terhadap resitensi vaskular dan fungsi renal yang mengakibatkan ginjal mengalami hipertensi renovaskular.
d.      Nefropati obstruktif. Adanya hidronefrosis menyebabkan perubahan stuktur anatomi disertai penurunan fungsi ginjal
e.       Pielonefritis. Hidronefrosis bisa menyebabkan infeksi ginjal (pionefritis).  Aliran  balik urin yang membawa kuman dari saluran
urinari yang dapat mengkaibatkan infeksi pada ginjal
f.       Ileus paralitik. Hidronefrosis yang parah dapat mengakibatkan ketidakseimbangan elektroli. Adanya ketidakseimabangan tersebut dapat menimbulkan penurusan fungsi kerja peristaltik usus sehingga usus dapat mengalami ilius paralitik.
7.      Terapi
Pengobatan dan indikasi untuk menghilangkan obstruksi traktus urinarius tergantung dari penyebab dan tingkat obstruksinya. Penanganan dari obstruksi tergantung dari penyebab obstruksi. Beberapa penanganan tersebut adalah : (Sjamsuhidajat R, 2004 : 431 – 432)
a.       Penaganan obstruksi karena batu
1)      ESWL (Extracorporeal shockwave lithotripsi)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.
Gambar 5: Prosedur ESWL.
2)      Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui urethra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukanm secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah :
3)      PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : yaitu mengeluarkan batu yang berda di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit.Batu kemudian dikeluarkan atau dip[ecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.Litotripsi : yaitu memecah batu buli-buli atau batu urethra dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pemecah batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
4)      Ureteroskopi atau uretero-renoskopi
Yaitu memasukkan alat ureteroskopi peruretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalikes dapat dipecah melalui tuntuan ureteroskopi / ureterorenoskopi ini.
5)      Ekstraksi dormia
Yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang dormia
6)      Bedah laparaskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkambang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
7)      Bedah terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparaskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah : pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.
b.       Penanganan obstruksi karena striktura
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura urethra adalah :
1)      Businasi (dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar tambah akan merusak urethra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktura lagi yang lebih berat. Tindakan ini dapat menimbulkan salah jalan (false route).
2)      Uretrolitotomi interna : yaitu memotong jaringan sikatrik uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sache. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktura total, sedangkan pada striktura yang lebih berat, pemotongan striktura dikerjakansecara visual dengan memakai pisau sachse.
3)      Uretrotomi eksterna adalah tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis, kemudian dilakukan anstomosis di antara jaringan uretra yang masih sehat.
8.      Prognosis
Prognosis dari obstruksi traktus urinarius bergantung pada penyebab, lokasi, derajat dan durasi obstruksi, dan ada atau tidaknya infeksi. Prognosis akan lebih baik bila fungsi ginjal tidak mengalami penurunan, tidak terjadi infeksi, dan obstruksi teratasi. (Blandy J, 2009 : 77-89)

9.      Pencegahan
Pencegahan Obstruksi Saluran Kemih terdiri dari pencegahan primer atau pencegahan tingkat pertama, pencegahan sekunder atau pencegahan tingkat kedua, dan pencegahan tersier atau pencegahan tingkat ketiga. Tindakan pencegahan tersebut antara lain :
a.       Pencegahan Primer (Timmreck, T.C., 2004).
Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mencegah agar tidak terjadinya penyakit Obstruksi Saluran Kemih dengan cara mengendalikan faktor penyebab dari penyakit Obstruksi Saluran Kemih. Sasarannya ditujukan kepada orang-orang yang masih sehat, belum pernah menderita penyakit Obstruksi Saluran Kemih. Kegiatan yang dilakukan meliputi promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, dan perlindungan kesehatan. Contohnya adalah untuk menghindari terjadinya penyakit Obstruksi Saluran Kemih, dianjurkan untuk minum air putih minimal 2 liter per hari. Konsumsi air putih dapat meningkatkan aliran kemih dan menurunkan konsentrasi pembentuk batu dalam air kemih. Serta olahraga yang cukup terutama bagi individu yang pekerjaannya lebih banyak duduk atau statis.
b.      Pencegahan Sekunder
Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menghentikan perkembangan penyakit agar tidak menyebar dan mencegah terjadinya komplikasi. Sasarannya ditujukan kepada orang yang telah menderita penyakit Obstruksi Saluran Kemih. Kegiatan yang dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan sejak dini. Diagnosis Batu Saluran Kemih dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik, laboraturium, dan radiologis.  Hasil pemeriksaan fisik dapat dilihat berdasarkan kelainan fisik pada daerah organ yang bersangkutan : (Bahdarsyam., 2001)
1)      Keluhan lain selain nyeri kolik adalah takikardia, keringatan, mual, dan demam (tidak selalu).
2)      Pada keadaan akut, paling sering ditemukan kelembutan pada daerah pinggul (flank tenderness), hal ini disebabkan akibat obstruksi sementara yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung kemih.
Urinalisis dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi infeksi yaitu peningkatan jumlah leukosit dalam darah, hematuria dan bakteriuria, dengan adanya kandungan nitrit dalam urine. Selain itu, nilai pH urine harus diuji karena batu sistin dan asam urat dapat terbentuk jika nilai pH kurang dari 6,0, sementara batu fosfat dan struvit lebih mudah terbentuk pada pH urine lebih dari 7,2. (Sloane E., 2003).
Diagnosis BSK dapat dilakukan dengan beberapa tindakan radiologis yaitu: (Tjokronegoro A dan Utama H., 2003)
1)      Sinar X abdomen
Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung kemih. Dimana dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan dapat membedakan klasifikasi batu yaitu dengan densitas tinggi biasanya menunjukan jenis batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan dengan densitas rendah menunjukan jenis batu struvit, sistin dan campuran. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan batu di dalam ginjal maupun batu diluar ginjal.
2)      Intravenous Pyelogram (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
3)      Ultrasonografi (USG)
USG dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan adanya obstruksi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi diperlukan pada wanita hamil dan pasien yang alergi terhadap kontras radiologi. Keterbatasn pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk menunjukan
batu ureter, dan tidak dapat membedakan klasifikasi batu.

4)      Computed Tomographic (CT) scan
Pemindaian CT akan menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang ukuran dan lokasi batu.
c.       Pencegahan Tersier

Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif. Sasarannya ditujukan kepada orang yang sudah menderita penyakit Obstruksi Saluran Kemih agar penyakitnya tidak bertambah berat. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan rehabilitasi seperti konseling kesehatan agar orang tersebut lebih memahami tentang cara menjaga fungsi saluran kemih terutama ginjal yang telah rusak akibat dari Obstruksi Saluran Kemih sehingga fungsi organ tersebut dapat maksimal kembali dan tidak terjadi kekambuhan penyakit Obstruksi Saluran Kemih , dan dapat memberikan kualitas hidup sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya. (Timmreck, T.C., 2004).

B.     Konsep Dasar Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Demografi
1)      Ditemukan pada laki-laki di atas usia 60 tahun
2)      Perempuan lebih banyak terjadi daripada laki-laki
3)      Pekerjaan yang meningkatkan statis urine (sopir, sekretaris, dll)
b.      Riwayat kesehatan
1)      Riwayat penyakit dahulu
Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya, riwayat gout, riwayat pembedahan
2)      Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, gout, diabetes
c.       Data fokus
1)      Makanan atau cairan
Gejala
         Mual/muntah, nyeri tekanan abdomen
         Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup
Tanda
         Distensi abdominal, penurunan/tidak ada usus
         Muntah
2)      Aktivitas dan istirahat
Gejala
         Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi
         Keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi sebelumnya
3)      Eliminasi terutama BAK
         Gejala : Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya,
penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh
         Tanda : Oliguri, hematuri, pluria, perubahan pola berkemih
4)      Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit hangat dan kemurahan, pucat
5)      Nyeri/kenyamanan
         Gejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi obstruksi, contoh : pada panggul diregio sudut kortovertebral dan menyebar ke punggung, abdomen dan turun kelipatan paha
         Tanda : melindungi perilaku distriksi, nyeri tekan pada area ginjal yang dipalpasi
6)      Keamanan
Gejala : menggigil, demam
7)      Persepsi diri
Gejala : kurang pengetahuan, gangguan body image
d.      Pemeriksaan penunjang
1)      Laboratorium
         Darah : hematologi; GD I/II, BGA
         Urine : kultur urine, urine 24 jam
2)      Radiodiagnostik
         USG/CR abdomen
         BNO IVP
         Renogram / RPG
         Poto thorax
3)      ECG
2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya tekanan di ginjal yang meningkat
b.      Gangguan perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi saluran kemih
c.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat mual, muntah
d.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
3.      Intervensi Keperawatan
a.       Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya tekanan ginjal yang meningkat
Tujuan : nyeri terkontrol / berkurang
Kriteria hasil : pasien mengatakan nyeri berkurang dengan spasme terkontrol, tampak rileks, mampu istirahat dengan tepat
Intervensi:
1)      Catat lokasi, lamanya, intensitas dan penyebaran, pertahankan TTV
Rasional : bantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus
2)      Bantu dan dorong penggunaan nafas, berfokus bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik
Rasional : memberikan kesempatan untuk pemberian perhatian dan membantu relaksasi otot
3)      Dorong dengan ambulasi sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 L/hari
Rasional : hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah statis urine dan mencegah pembentukan batu
4)      Perhatikan keluhan penambahan / menetapnya nyeri abdomen
Rasional : obstruksi dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi urine ke dalam arca perianal
5)      Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : biasanya diberikan sebelum episode akut untuk meningkatkan relaksasi otot / mental
b.      Gangguan perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi saluran kemih
Tujuan : dapat berkemih dengan jumlah normal dewasa ½ – 1 ml / kgbb / jam
Kriteria hasil : tidak mengalami tanda obstruksi
Intervensi
1)      Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri darah dan membantu lewatnya batu
2)      Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan variasi
Rasional : biasanya frekuensi meningkat bila kalkulus mendekati pertemuan uretrovesikal
3)      Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional : akumulasi sisa berkemih dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik di ssp
4)      Catat Px laboratorium, ureum, creatinin
Rasional : peningkatan ureum, creatinin mengindikasikan disfungsi ginjal
5)      Amati keluhan Vu penuh, palpasi untuk distensi suprabubik, pertahankan penurunan keluaran urine
Rasional : retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distansi
jaringan dan resiko infeksi, gagal ginjal
c.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, mual, muntah
Tujuan : kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut
Intervensi
1)      Kaji dan catat pemasukan diet
Rasional : Membantu mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet
2)      Berikan makan sedikit tapi sering
Rasional : Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik
3)      Timbang BB setiap hari
Rasional : Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan
4)      Awasi Px lab, contoh BUN, albumin serum, natrium, kalium
Rasional : indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan aktivitas terapi
5)      Berikan / Kolaborasi obat antidiuretik
Rasional : Menghilangkan mual, muntah, meningkatkan pemasukan oral
d.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi
Intervensi :
1)      Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan perawat
Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang
2)      Bantu nafas dalam, batuk dan pengubahan posisi
Rasional : mencegah atelektosis dan kemobilisasi secret untuk menurunkan resiko infeksi
3)      Kaji integritas kulit
Rasional : ekskorisasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder
4)      Awasi tanda vital
Rasional : demam dengan peningkatan nadi dan pernafasan adalah tanda peningkatan laju metabolik dan proses inflamasi
5)      Awasi Px lab, contoh SDP dengan diferensial
Rasional : SDP meningkat mengindikasi infeksi
4.       Implementasi
Pada tahap dilakukan pelaksanaan dan perawatan yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. Pelaksanaannya adalah pengelolaan dan perwujudan dan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan:
a.       Secara mandiri (independen) adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya stresor (penyakit) misalnya:
1)      Membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari
2)      Memberikan dorongan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar.
b.      Secara ketergantungan/kolaborasi (interdependen), adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama tim perawatan atau tim kesehatan lainnya misalnya dalam hal pemberian obat sesuai instruksi dokter, pemberian infus: tanggung jawab perawat kapan infus itu terpasang.
5.      Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Obstruksi traktus urinarius merupakan terhambatnya aliran urin dari ginjal yang bisa disebabkan oleh berbagai macam etiologi. Obstruksi ini dapat terjadi pada seluruh bagian traktus urinarius, termasuk pelvis renalis, ureter, buli-buli dan urethra. Secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada ditempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut di tempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah : pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter (UPJ), tempat arteri menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan pada saat ureter masuk ke buli-buli (UVJ).
Obstruksi traktus urinarius dapat menyebabkan bermacam-macam gejala, mulai dari asimptomatis sampai kolik renal. Hal ini dipengaruhi oleh berapa lama obstruksi terjadi (akut atau kronis), letak obstruksi, penyebab obstruksi (intrinsik atau ekstrinsik), dan obstruksi total atau parsial.
Penanganan dari obstruksi tergantung dari penyebab obstruksi. Prognosis dari obstruksi traktus urinarius tergantung pada penyebab, lokasi, derajat dan durasi obstruksi, dan ada atau tidaknya infeksi.

B.     Saran
Agar bisa melakukan asuhan keperawatan profesional pada kasus Obstruksi saluran kemih,  sudah sepantasnya rekan-rekan mahasiswa terlebih dahulu memahami pengertian, tanda dan gejala hingga penatalaksanaan pada kasus Obstruksi saluran kemih. Selain itu agar mampu memberikan aplikasi di pelayanan keperawatan mahasiswa harus memahami penatalaksanaan dari masing-masing kasus Obstruksi saluran kemih. Pemahaman tentang sebuah kasus akan sangat membantu mahasiswa dalam pengembangan ilmu keperawatan di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Baradero M. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.

Blandy J, Kaisary A. Lecture notes: urology. 6th ed. West Sussex: Blackwell.2009.p.77-89, 174-98.

Brunicardi DC, Andersen DK. Schwartz’s principle of surgery. 10th ed. New York: McGraw-Hill.2014.p.1176, 1661-2,1665.

Effendi Jefri, 2007. Lower Urinary Track Infections. BAG/SMF Ilmu Bedah FK Unsyiah/ RSU ZA : Banda Aceh

Kimberly. A. J (ed). 2011. Kapita Selekta Penyakit : Dengan Implikasi Keperawatan.  Jakarta : EGC.


Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi  6 Volume 2. Jakarta : EGC.
Purnomo, Basuki B. 2008. Dasar – Dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.

Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit EGC.2004.h.431-3.

Sloane E., 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku  Kedokteran EGC, Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8. Jakarta: EGC.

Tjokronegoro A dan Utama H., 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Penerbit FK UI, Jakarta

Towsend MC. Sabiston textbook of surgery. 19th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.2012.p.2052-9.

Timmreck, T.C., 2004. Epidemiologi: Suatu Pengantar. Edisi 2. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Yusrina, 2012. Obstruksi Saluran Kemih. https://www.scribd.com/doc/94127530 Diunduh 18 Maret 2016.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Obstruksi Saluran Kemih“ yang merupakan salah satu persyaratan akademik dalam pelaksanaan pendidikan di Stikes Prima Bone sudah terselesaikan.
Dalam penyusunan tugas ini kami berusaha semaksimal mungkin namun kemampuan kami sangat terbatas, sehingga penyusunan tugas ini jauh dari sempurna, dan kami menyadari akan segala kekurangan dalam penyusunan tugas ini.
Kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tugas makalah ini dan kesempatan penulis selanjutnya.
Kami mengucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.Semoga bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.


Watampone, 18  Maret  2016

    Kelompok 5





i
 
 


DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................               i
DAFTAR ISI .............................................................................................               ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.....................................................................               1
B.       Rumusan Masalah.................................................................               2
C.       Tujuan Penulisan...................................................................               2
BAB II... PEMBAHASAN
A.       Konsep Dasar Medis  ..........................................................               3
1.         Pengertian.....................................................................               3
2.         Etiologi.........................................................................               4
3.         Patofisiologi..................................................................               6
4.         Manifestasi Klinis.........................................................               7
5.         Pemeriksaan Diagnostik...............................................               8
6.         Komplikasi ...................................................................               10
7.         Terapi............................................................................               11
8.         Prognosis .....................................................................               13
9.         Pencegahan...................................................................              
B.       Konsep Dasar Keperawatan.................................................               11
1.         Pengkajian....................................................................               11
2.         Diagnosa Keperawatan.................................................               12
3.         Intervensi Keperawatan................................................               13
4.         Implementasi................................................................               15
5.         Evaluasi........................................................................               15
BAB III.. PENUTUP
A.       Kesimpulan...........................................................................               20
B.       Saran.....................................................................................               20
DAFTAR PUSTAKA

ii
 
 

No comments:

Post a Comment

MAKALAHKU

MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN

Tugas Individu MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN Oleh ASRIANI 213095 2006 SEKOLAH TINGGI ILMU P...