Saturday, 23 December 2017

MAKALAH HADITS DAN SUNNAH SEBAGAI SUMBER DAN DALIL ISLAM

HADITS DAN SUNNAH SEBAGAI SUMBER
DAN DALIL ISLAM



 













Makalah  Diajukan  Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqih
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Watampone


Oleh :
Kelompok 3

1.         Firda Sinta
2.         Yuliana
3.         Supra









SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) WATAMPONE


 
2016


KATA PENGANTAR
https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQVlhyueOTON7ERRhRSvV93vad-4TNHBBAEVsxNgO-TlorLvvlVww
          Puji syukur Kehadhirat Allah SWT atas segala perkenaannya sehingga penyusunan Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqih.
Makalah  ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.
          Penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, baik dikalangan Mahasiswa maupun dikalangan masyarakat nantinya yang diajukan sebagai bahan diskusi pada tatap muka perkuliahan.         
 Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan Makalah ini masih banyak terdapat kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak khususnya kepada Dosen pembimbing guna untuk menyempurnakan Makalah ini dan pada akhirnya bisa bermanfaat bagi semua pembaca.
Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan, kami mohon maaf. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Terima kasih.



Watampone, 23 Oktober 2016

    Penyusun
  Kelompok 3


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................               i
DAFTAR ISI .............................................................................................               ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.....................................................................               1
B.       Rumusan Masalah.................................................................               2
C.       Tujuan Penulisan...................................................................               2
BAB II... PEMBAHASAN
A.       Pengertian Hadits dan Sunnah.............................................               3
B.       Macam-macam Hadits dan Sunnah......................................               4
C.       Hadits Sebagai Penjelasan Al-Qur’an..................................               7
D.       Kehujjahan Hadits................................................................               12
E.        Hadits Sebagai Sumber dan Dalil Islam...............................               16
BAB III.. PENUTUP
A.       Kesimpulan...........................................................................               19
B.       Saran.....................................................................................               19
DAFTAR PUSTAKA














BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia untuk memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia dunia dan akhirat. Rosululloh lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam, petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’(seruan Alloh sebagai pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan Hadis, maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni tsubut) seperti hadits yang bukan tergolong mutawatir.
Islam adalah agama yang sempurna di muka bumi ini, semua sisi kehidupan manusia dan makhluk Allah telah digariskan oleh Islam melalui Kalam Allah swt (Al-Qur’an) dan Al Hadits. Al Qur’an sudah jelas di tanggung keasliannya oleh Allah swt sampai akhir nanti, bagaimana dengan Al Hadits.
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikut yaitu peraturan yang apabila dilanggar akan menimbulkan sangsi yang tegas. Al-Qur’an dan As-sunnah merupakan sumber hukum islam, sebagaimana para ulama juga bersepakat bahwa Al-qur’an dan As-sunnah merupakan sumber hukum islam.  Al-Quran adalah sumber hukum islam atau dasar hukum islam yang utama dari semua ajaran dan Syariat islamoleh karena itu Tidak dibenarkan jika seorang mujtahid menggunakan dalil lain sebagai landasan sebelum meneliti ayat-ayat al-Qur’an. As-sunnah adalah sebagai sumber kedua setelah Al-Qur’an, keduanya saling melengkapi antara satu dengan yang lain, dan mentaatinya wajib bagi kaum muslimin sebagaimana wajibnya mentaati Al-Qur’an.
Hadits atau yang lebih dikenal dengan sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber atau disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan. Dan peran hadits sebagai salah satu sumber ajaran Islam yang diakui oleh masyarakat mahdzab tidak dapat dinafikan.
 Hadits merupakan sumber syari’at islam yang kedua setelah Al Qur’an. Hadis memiliki fungsi yang sangat penting terhadap Al qur’an. Dalam fungsi tersebut hadis menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang tidak ada penjelasan yang dapat dimengerti di dalamnya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang fungsi hadis terhadap Al Qur’an dan dalil - dalil kehujahan hadis.

B.  Rumusan Masalah
Dari penjelasan sebagaimana latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1.     Apakah yang dimaksud Hadits dan Sunnah?
2.      Bagaimana pembagian Hadits dan Sunnah?
3.      Bagaimana kedudukan Hadits dan Sinnah sebagai penjelas Al-Qur’an?
4.      Bagaimana Kehujjahan Hadits?
5.      Apa yang mendasari Hadits sehingga dijadikan sumber dan dalil Islam?

C.  Tujuan Penulisan
1.      Untuk menjelaskan pengertian Hadits dan Sunnah .
2.      Untuk mengetahui pembagian Hadits dan Sunnah.
3.      Untuk mengetahui kedudukan Hadits dan Sinnah sebagai penjelas Al-Qur’an
4.      Untuk mengetahui Kehujjahan Hadits
5.      Untuk mengetahui apa yang mendasari Hadits sehingga dijadikan sumber dan dalil Islam.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hadits dan Sunnah
Kata sunnah secara bahasa berarti “perilaku seseorang tertentu, baik perilaku yang baik maupun perilaku yang buruk”.[1] Sedangkan As-Sunnah menurut ulama ushul fiqh adalah segala sesuatu yang diriwayatkan Nabi SAW yang bukan Al-Qur’an, baik berupa segala perkataan, perbuatan, dan pengakuan yang patut dijadikan dalil hukum syara’.[2]
Ditinjau dari segi etimologi, makna kata as-sunnah adalah perbuatan yang semula belum pernah dilakukan kemudian diikuti oleh orang lain, baik perbuatan tersebut terpuji maupun tercela.[3] Sementara secara terminologi, makna kata as-sunnah dapat ditinjau dari tiga disiplin ilmu sebagai berikut.[4]
1.      Menurut para ahli hadits, as-sunnah sama dengan hadits, yaitu: sesuatu yang dinisbahkan kepada Rasulullah, baik perkataan, perbuatan, maupun sikap beliau tentang suatu peristiwa.
2.      Menurut para ahli Ushul Fiqh, as-sunnah ialah: semua yang berkaitan dengan masalah hukum yang dinisbahkan kepada Rasulullah, baik perkataan, perbuatan, maupun sikap beliau terhadap suatu peristiwa.
3.      Menurut ahli Fiqh, makna as-sunnah mengandung dua pengertian; yang pertama sama dengan yang disebut ahli Ushul Fiqh. Sedangkan pengertian yang kedua ialah: suatu perbuatan yang jika dikerjakan mendapat pahala, tetapi jika ditinggalkan tidak berdosa.
4.      Menurut ahli hadits, pengertian hadits dan sunnah mengandung makna yang sama yakni sama-sama semua perbuatan, ucapan dan taqrir nabi. Akan tetapi, pada hakikatnya ada perbedaan antara hadits dan sunnah. Hadits ialah semua peristiwa yang disandarkan kepada nabi, walaupun hanya sekali saja terjadi disepanjang hayatnya. Sedangkan sunnah adalah Amaliyah nabi yang mutawatir, khususnya dari segi maknanya, karena walaupun dari segi lafal penukilannya tidak muatawatir yang menyebabkan sanad nya pun menjadi tidak mutawatir pula namun karena pelaksanaannya mutawatir maka dia dinamakan sunnah.[5]
5.      Sedangkan as-sunnah menurut istilah syara’ adalah ucapan, perbuatan atau pengakuan Rasulullah.[6]

B.     Macam-macam Hadits dan Sunnah
Dalam menyampaikan sebuah hadits terkadang Nabi berhadapan dengan orang yang jumlahnya amat banyak, terkadang dengan beberapa orang, terkadang pula hanya satu atau dua orang saja. Begitu juga halnya dengan para sahabat Nabi, untuk menyampaikan hadits tertentu ada yang didengar oleh banyak murid, tetapi hadits yang lainnya lagi didengar oleh beberapa orang, bahkan ada yang hanya didengar oleh satu orang saja. Hadits yang dibawa oleh banyak orang lebih meyakinkan daripada yang hanya disampaikan oleh satu ataupun dua orang. Sehingga, ada pembagian hadits dari segi jumlah periwayat, yaitu:
a.       Hadits Mutawattir
Hadits mutawattir yaitu, hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang di setiap generasi sahabat hingga generasi akhir (penulis kitab); orang yang banyak tersebut layaknya mustahil sepakat untuk bohong.[7]
Contohnya seperti nukilan-nukilan yang mengenai shalat lima waktu, bilangan rakaat, kadar zakat dan yang sepertinya. Ulama membagi hadits mutawattir menjadi dua, yaitu:
1)      Mutawattir lafdzi, yaitu mutawattir redaksinya. Contoh.[8]
...من كدب على متكدافليتبوأمقعجه من النار...

...orang yang berdusta atas nama saya hendaknya bersiap-siap menduduki api neraka.

2)      Mutawattir ma’na, yaitu beberapa riwayat yang berlainan, mengandung satu hal atau satu sifat atau satu perbuatan.[9] Contoh:[10]
انماالأعمال بالنيات
Bahwasannya segala amalan itu menurut niat.
Sesuatu dapat dikatakan hadits mutawatir apabila memenuhi syarat-syarat yaitu;[11]pertama, diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi. Kedua, adanya keseimbangan antara perawi pada thobaqot pertama dengan thobaqot berikutnya. Ketiga, berdasarkan tanggapan pancaindra.
b.      Hadits Masyhur
Hadits masyhur yaitu, hadits yang diriwayatkan dari Nabi oleh beberapa orang sahabat tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir.[12]  Di antara as-sunnah ini adalah sebagian hadits Rasulullah yang diriwayatkan dari Umar bin Khatab, Abdullah bin Mas’ud, atau Abu Bakar ash-Shiddiq, kemudian diriwayatkan oleh kelompok yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta; seperti hadits:
لاضررولاضرار
Tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan juga tidak boleh membalas sesuatu yang membahayakan.
c.       Hadits ahad
Adalah as-sunnah yang diriwayatkan oleh perorangan yang tidak sampai pada hitungan mutawattir. Artinya, satu, dua atau beberapa orang rawi meriwayatkan dari Rasulullah yang kemudian diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang sepadan dan demikian seterusnya sehingga sampai kepada kita dengan sanad seperti itu. Yakni pada setiap tingkatannya adalah perorangan, tidak sampai pada hitungan mutawatir.[13]
Perbedaan hadits dan atsar yaitu terdapat beberapa istilah yang mengandung perbedaan makna dalam membicarakan as-sunnah, hadits dan astar. Istilah sunnah bisa disandarkan kepada Nabi Muhammad, sahabat, dan umat manusia pada umumnya. Istilah hadits biasanya digunakan hanya terbatas terhadap apa yang datang dari Nabi Muhammad. Sedangkan istilah atsar digunakan terhadap apa yang datang dari sahabat, tabi’in dan orang-orang sesudahnya.[14]
2.      Macam-macam As-Sunnah
Sunnah dapat dibedakan kepada tiga macam, yaitu :
a.       Sunnah Qauliyah
Sunnah Qauliyah (ucapan), ialah hadits-hadits Rasulullah SAW yang berupa ucapan di dalam berbagai tujuan dan permasalahan. Seperti sabda Rasulullah SAW :
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ. رواه مالك وابن ماجه.
“Tidak diperkenankan berbuat madharat, dan tidak boleh mengadakan balasan dengan madharat”. (H.R. Malik dan Ibnu Majjah)
b.      Sunnah Fi’liyah Sunnah Fi’liyah (perbuatan), yaitu perbuatan Rasulullah SAW. Misalnya perbuatan melakukan shalat lima kali lengkap dengan kaifiyahnya (cara melakukan) dan rukun-rukunnya serta perbuatan Rasulullah SAW.
c.       Sunnah Taqririyah (persetujuan)
Sunnah Taqririyah, yaitu perbuatan beberapa sahabat nabi yang disetujui oleh rasulullah saw. Baik mengenai ucapan sahabat atau perbuatannya. Taqrir disini, dengan cara membiarkan atau tidak ada tanda-tanda menolak atau merestui atau menganggap baik terhadap perbuatan itu.

C.    Hadits Sebagai Penjelasan Al-Qur’an
  1. Hadits sebagai bayan tafsil
Yang dimaksud bayan tafsil adalah bahwa kehadiran hadits berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Al Qur'an yang masih bersifat global (mujmal)[15]. Atau dengan kata lain adalah penjelasan hadith terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka fungsi hadith dalam hal ini memberikan perincian (tafshil).
Diantara contoh ayat-ayat yang Al Qur'an yang masih mujmal adalah perintah shalat, ayat Al Qur'an tentang shalat masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, syarat-syarat, atau halangan-halangannya. Oleh karena itu Rasulullah SAW, melalui haditsnya menafsilkan dan menjelaskan masalah tersebut. Sebagai contoh salah satu haditsnya adalah bersumber dari Abu hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوْءَ , ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبَّرْ , ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ, ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا, ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا, ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سّاجِدًا, ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا, ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا, ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا (رواه البجارى) 
Arinya: Apa bila kamu berdiri untuk shalat, maka sempurnakan wudhu, kemudian menghadaplah kiblat, kemudian takbirlah, kemudian bacalah ayat yang ringan, kemudian ruku'lah hingga tuma'nina dalam keadaan ruku', kemudian beririlah hingga i'tidal dalam keadaan tegak, kemudian sujudlah hingga tuma'ninah dalam sujud, kemudian bangunlah hingga tuma'ninah dalam keadaan duduk, kemudian sujudlah hingga tuma'ninah dalam sujud, kemudian kerjakanlah hal tersebut disetiap kali kamu shalat. (HR Buhori)
Hadits ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam Al Qur'an tidak menjelaskan secara rinci, salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ  
Artinya: Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku' (QS. Al Baqarah (3): 43)
  1. Hadits sebagai bayan takhsis
Bayan takhsis, yaitu menghususkan Al Qur'an, maka yang 'amm kemudian dikhususkan.[16] Berfungsi memberikan takhsis (penentuan khusus) ayat-ayat Al Qur'an yang masih umum. Misalnya  perintah  mengerjakan  shalat, membayar zakat dan menunaikan ibadah haji di dalam Al Qur'an tidak dijelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara-cara mendirikan shalat, tidak diperincikan nisab-nisab zakat dan juga tidak dijelaskan cara-cara melakukan ibadah haji. Tetapi semuanya itu telah diterangkan secara terperinci dan ditafsirkan sejelas-jelasnya oleh Hadits.
Al Qur'an juga telah mengharamkan bangkai dan darah secara mutlak dalam surat Al Maidah ayat 3
ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøŠyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ͍ƒÌYσø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎŽötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/ ...
Arinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah], daging babi ....  (QS. Al Maidah (5): 3)

Kemudian Hadits mentakhsiskan keharamannya, serta menjelaskan macam-macam bangkai dan darah yakni dengan sabda Nabi SAW
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّاالْمَيْتَتَانِ الْحُوْتُ وَالْجَرَادُ وَاَمَّاالدَّمَانِ الْكَبِدُ وَالطَّحَال  (رواه ابن ماجة و حاكم)
Artinya : “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai itu ialah bangkai ikan dan bangkai belalang, sedangkan dua macam darah itu adalah hati dan limpa”. (HR. Ibnu Majah dan al-Hakim).
  1. Hadits sebagai bayan taqyid
Bayan taqyid, ialah  membatasi  ayat-ayat mutlaq dengan sifat, keadaan, atau syarat-syarat tertentu. Sedangkan mutlaq artinya kata yang menunjukkan pada hakekat kata itu sendiri apa adanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Sebagai contoh hadis Rasul SAW berikut:
لاتقطع يد السارق الا في ربع دينار فصاعدا (رواه مسلم)[17]
Artinya: Tangan  pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian senilai) seperempat dinar atau lebih. (HR. Muslim)
Hadits ini mentaqyid ayat berikut:
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtƒÏ÷ƒr& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÌÑÈ  
Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Maidah (5): 38)

  1. Hadits sebagai bayan ta'kid
Bayan ta'kid disebut juga dengan bayan taqrir atau bayan itsbat. Yang di maksud bayan ta'kid adalah menetapkan dan memperkuat apa yang diterangkan dalam Al Qur'an.[18] Bayan al-Ta’kid , yaitu penjelasan untuk memperkuat pernyataan al-Qur’an.
Dalam hal ini, Hadits semakna dengan apa yang disampaikan Al-Qur'an, karena masih dalam tujuan dan sasaran yang sama. Maka dalam keadaan seperti ini, ia berkedudukan sebagai penguat dan menegaskan apa yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an. Sebagai contoh adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari ibnu umar, sebagai berikut:
إِذَا رَأيْتُمُـوْاهُ فَصُـوْمُوْا  وَإِذَا رَأَيْتُمُوْاهُ فَأَفْطِرُوْاهُ (رواه مسلم)]
Artinya: Apabila kalian melihat (ru'yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila kalian melihat (ru'yah) bulan, maka berbukalah. (HR. Muslim).
Hadits ini menta'kid Al Qur'an surat Al Baqoroh ayat 185:
Artinya: …… barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu ….(QS. Al Baqoroh (2): 185)
Rasulullah SAW juga bersabda,
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لاَتُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ (رواه البخارى
Artinya: Rasulullah SAW bersabda: tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sebelum berwudhu. (HR Buhori)
Hadits di atas menta'kid Al Qur'an surat al maidah ayat 6 mengenai keharusan berwudhu ketika hendak mendirikan shalat. Ayat tersebut adalah:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sŒÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tƒÏ÷ƒr&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4 ........ (المائدة/6:5)
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (QS. Al Maidah (5): 6)

Abu hamadah menyebutkan bayan ta'kid atau bayan taqrir ini dengan istilah bayan al muwaffiq lin nash al kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadits itu sealur (sesuai) dengan nash Al Qur'an.[19]
  1. Hadits sebagai bayan tasyri'
Dasar tasyri (syari'at Islam) tidaklah asing bagi kaum muslimin dan tidak diragukan lagi bahwa As-Sunnah merupakan salah satu sumber hukum Islam disamping Al-Qur'an dan dia mempunyai cabang-cabang yang sangat luas, hal ini disebabkan karena Al-Qur'an kebanyakan hanya mencantumkan kaidah-kaidah yang bersifat umum serta hukum-hukum yang sifatnya global yang mana penjelasannya didapatkan dalam As-Sunnah An-Nabawiyah.
Dengan demikian maka yang dimaksud bayan al-tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an, atau hanya terdapat pokok-pokoknya (ashl) saja[20].  Hadits Rasulullah SAW berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul, yang tidak terdapat dalam Al Qur'an. beliau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat atau yang tidak diketahuinya, dengan menjelaskan duduk persoalannya.
Hadis Rasulullah SAW yang termasuk ke dalam kelompok ini, diantaranya hadis tentang zakat fitrah penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara isteri dengan bibinya), hukum syuf’ah, hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak.[21]
Suatu contoh, hadits tentang zakat fitrah, sebagai berikut:
أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليهوسلم فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْصَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ (رواه مسلم)[22]
Arinya: Bahwasannya Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah dari bulan Ramadhan atas manusia, satu sho' berupa kurma atau satu sho' berupa gandum kepada setiap orang merdeka, hamba baik laki-laki maupun perempuan yang Islam. (HR Muslim)

6.      Kedudukan Hadist Dan Sunnah  Sebagai penjelas  al-Qur’an.
Berdasarkan fungsi as-sunnah sebagai penjelas al-Qur’an, maka as-sunnah menduduki posisi kedua sebagai sumber hukum dan dalil hukum Islam, setelah al- Qur’an sebagai sumber dan dalil hukum Islam yang pertama.[23]
Setelah lebih terperinci dapat disebutkan, fungsi as-sunnah sebagai penjelas terhadap al-Qur’an terdiri atas tiga kategori sebagai berikut.[24]
a.       Menjelaskan maksud ayat-ayat hukum al-Qur’an
1)      Merinci ketentuan-ketentuan hukum al-Qur’an yang disebutkan secara garis besar.
2)      Menerangkan kata-kata yang maknanya belum spesifik dalam al-Qur’an. 
b.      Men-takhsish ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat umum.
c.       Mengukuhkan dan mempertegas kembali ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam al-Qur’an.
d.      Menetapkan hukum baru yang menurut zahirnya tidak terdapat dalam al-Qur’an.

D.    Kehujjahan Hadits
Sunnah atau Hadis Nabi Saw merupakan salah satu sumber ajaran agama Islam sekaligus merupakan wahyu dari Allah seperti Al-Qur’an, hanya saja perbedaan antara keduanya terletak pada sisi lafaz dan makna. dimana lafaz dan makna al-Qur’an berasal dari Allah Swt semetara Hadis maknanya dari Allah Swt dan lafaznya dari Rasulullah Saw, kedudukannya dalam ajaran agama sebagai sumber kedua setelah Al-Qur’an, keduanya saling melengkapi antara satu dengan yang lain, dan mentaatinya wajib bagi kaum muslimin sebagaimana wajibnya mentaati Al-Qur’an. [25]
 Adapun dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan sunnah antara lain:
1.      Al-Qur’an
Banyak ayat al-Qur’an yang menunjukkan akan kehujjahan Sunnah diantaranya adalah ayat-ayat yang memerintahkan kepada kaum muslim untuk taat kepada Rasulullah SAW. firman Allah SWT :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqß§9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqß§9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah  Allah  dan  taatilah  Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS An-Nisa : 59)
Kembali kepada Allah maksudnya kembali kepada Al-Qur’an, dan kembali kepada Rasul maksudnya kembali kepada Sunnah atau Hadis beliau SAW.
Perintah untuk mengikuti segala apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw dan menjauhi segala apa yang dilaranagnnya, Allah SWT berfirman:
4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqß§9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù
Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr :7)
Allah SWT telah memperingatkan kita untuk tidak menyelisihi segala apa yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW, Allah berfirman:
žšÍxósuŠù=sù tûïÏ%©!$# tbqàÿÏ9$sƒä ô`tã ÿ¾Ín͐öDr& br& öNåkz:ŠÅÁè? îpuZ÷FÏù ÷rr& öNåkz:ÅÁムë>#xtã íOŠÏ9r&
Artinya : “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (QS An-Nuur : 63)
Pada Banyak ayat, Allah SWT menyandingkan kata Kitab yang berarti al-Qur’an dengan kata Hikmah yang berarti hadis atau sunnah diantara ayat-ayat tersebut adalah firman Allah SWT:
 tAtRr&ur ª!$# šøn=tã |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur šyJ©=tãur $tB öNs9 `ä3s? ãNn=÷ès? 4 šc%x.ur ã@ôÒsù «!$# y7øn=tã $VJŠÏàtã ÇÊÊÌÈ  
Artinya : “Dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan Hikmah kepadamu (Muhammad), dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu”. (QS. An-Nisa> : 113)\
2.      Hadits Nabi
Terdapat banyak hadis-hadis Rasulullah saw. yang  menunjukkan kewajiban untuk mengikuti Sunnah Nabawiyah  dan menegaskan bahwa Sunnah itu memliki kedudukan yang sama seperti al-Qur’an dari segi keadaannya sebagai sumber untuk menetapkan hukum-hukum. Diantara hadis-hadis tersebut:
a.       Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dengan sanadnya dari sahabat Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
Artinya : “Setiap umatku akan masuk surga, kecuali mereka yang enggan dan tidak mau”. Para Sahabat kemudian bertanya (keheranan); ‘Siapakah yang tidak mau memasukinya itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: “orang yang mentaatiku akan masuk surga dan orang yang mendurhakaiku (melangkar ketentuanku) berarti dia enggan dan tidak mau”.[26]
b.      Hadis yang menjelaskan bahwa dengan berpegangteguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah, maka tidak akan tersesat untuk selamnya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Malik bin Anas bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Artinya : “Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat untuk (selamanya) selama kalian berpegangteguh kepada keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”
c.       Hadis yang memerintahkan untuk senantiasa ber-tamassuk  (berpegang teguh) Sunnah Rasulullah saw dan para sahabat beliau saw dan larangan melakukan kebid’ahan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Artinya : “Hendaklah kalian (mengikuti) Sunnahku dan Sunnah para khalifah ra>syidah yang telah mendapatkan hidayah, berpegangteguhlah kepadanya, dan gigitlah (Sunnah tersebut) dengan gigi grahammu, dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru, krena segala bentuk yang bersifat baru adalah bid’ah dan semua bentuk bid’ah adalah sesat”.
d.      Hadis yang menjelaskan bahwa telah diturunkan kepada Rasulullah saw al-Quran dan yang semidal dengannya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari sahabat al-Miqdam bin Ma’di Karib ra, Rasulullah SAW bersabda:
أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَه
Artinya : “Sesungguhnya telah diberikan (diturunkan) kepadaku al-Kitab (al-Qura’n) dan bersamanya sesuatu yang semisal dengannya (al-Sunnah)”.
3.      Ijma’ (Kesepakatan)
Para Sahabat seluruhnya telah menyepakati kewajiban mengikuti Sunnah Nabi SAW, karena sunnah tersebut merupakan wahyu dari Allah swt dan telah memerintahkan kepada kita untuk mengikutinya demikian pula dengan Rasul-Nya sebagiaman dalam riwayat-riwayat yang telah disebutkan terdahulu. Fakta-fakta yang menunjukkan kesepakatan mereka akan kehujjahan sunnah dalam agama cukup banyak dan tidak terbilang jummlahnya dan tidak diketahui ada seorang pun diantara mereka yang menyalahi dan menentang hal tersebut.
Kemudian para Tabi’in menempuh jalan para Sahabat dengan mengambil dan mengikuti apa yang terdapat (warid ) dalam Sunnaah berupa hukum, adab, dan tidak seorang dari mereka (Taabi’in) berani memenentang Sunnah yang shahih.
Kemudian keum muslimin sesudah mereka hingga hari ini telah menyepakati akan kewjiban menerima dan mengambil hukum-hukum yang di-nuqil dari Sunnah dan barang siapa yang menentang hal tersebut dianatara mereka, makka mereka telah menentang Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW serta mengikuti jalan selain jalan orang mu’min.
Oleh karena itu, kaum muslimin sangat setia menuqilnya, memeliharanya, dan berpegang teguh dengannya karena taat kepada Allah swt dan mengikuti Rasulullah SAW.

E.     Hadits Sebagai Sumber dan Dalil Islam
Uraian di bawah ini merupakan paparan tentang kedudukan Hadits sebagai argument dasar dalam hukum Islam setelah Al Qur'an dengan melihat beberapa dalil, baik naqli maupun aqli.
1.      Dalil Al Qur'an
Banyak ayat Al Qur'an yang menjelaskan tentang kewajiban memepercayai dan menerima segala yang disampaikan Rasulullah Muhammad SAW baik berupa perintah maupun larangan, khabar nikmat surga dan tentang siksa neraka.  Allah SWT berfirman dalam surat An nur ayat 54:
ö@è% (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqß§9$# ( cÎ*sù (#öq©9uqs? $yJ¯RÎ*sù Ïmøn=tã $tB Ÿ@ÏiHäq Nà6øn=tæur $¨B óOçFù=ÏiHäq ( bÎ)ur çnqãèÏÜè? (#rßtGôgs? 4 $tBur n?tã ÉAqß§9$# žwÎ) à÷»n=t7ø9$# ÚúüÎ7ßJø9$# ÇÎÍÈ  
Artinya:  Katakanlah: "Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling Maka Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang".(QS. An Nur (24): 54)
Kemudian dalam ayat lain, Allah SWT juga berfirman:
Artinya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS. Al Hsyr (59): 7)
Artinya:  Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. (QS. Al Maidah (5): 92)
Dari tiga ayat diatas tergambar bahwa setiap ada perintah taat kepada Allah SWT dalam Al Qur'an selalu diiringi dengan perintah taat kepada Rasul-Nya. Demikian pula peringatan (ancaman) karena durhaka kepada Allah SWT, sering disejajarkan dengan ancaman karena durhaka kepada Rasul SAW.
Bentuk-bentuk ayat seperti ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan penetapan kewajiban taat kepada semua yang disampaikan oleh Rasul SAW. Dari sinilah sebetulnya dapat dinyatakan bahwa ungkapan wajib taat kepada Rasul SAW dan larangan mendurhakainya, merupakan merupakan kesepakatan yang tidak diperselisihkan oleh umat Islam.[27]
2.      Dalil Hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikan Hadits sebagai pedoman hidup, di samping Al Qur'an sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّـهِ (رواه مالك]
Artinya: Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitab Allah SWT (Al Qur'an) dan Sunnah Rasul-Nya (Hadits). (HR. Malik)
Hadits tersebut di atas, menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada Hadits atau menjadikan Hadits sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajibnya perpegang teguh terhadap Al Qur'an
3.      Kesepakatan Ulama (Ijma')
Kesepakatan umat muslimin dalam memepercayai, menerima dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung dalam Hadits ternyata sejak Rasulullah SAW masih hidup. Sepeninggal beliau, semenjak masa Khulafaaur Rasyidid hingga masa-masa selanjutnya, tidak ada yang mengingkarinya.banyak diantara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungannya, akan tetapi bahakan mereka menghafal, memelihara dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi selanjutnya.
Banyak peristiwa yang menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan Hadits sebagai sumber hukum Islam, diantaranya adalah:
a.       Ketika Abu Bakar di bai'at menjadi khalifah, ia pernah berkata: "saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan/dilaksanakan oleh Rasulillah, sesunggunya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya".
b.      Saat Umar bin Khattab berada didepan hajar aswad ia berkata: "saya tahu bahwa engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, maka saya tidak akan menciummu".
c.       Pernah ditanya kepada Abdullah bin Umar tenteng ketentuan shalat safar dalam Al-Qur'an. Ibnu Umar menjawab: "Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad  SAW kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu. Maka sesungguhnya kami berbuat sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah dan saya shalat sebagaimana shalatnya Rasul".
d.      Diceritakan dari sa'id bin musayyab bahwa Utsman bin Afwan berkata: "saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah, saya makan sebagaimana makanya rasulullah dan saya shalat sebagaimana shalatnya Rasulullah".[28]

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Menurut ahli hadits, pengertian hadits dan sunnah mengandung makna yang sama yakni sama-sama semua perbuatan, ucapan dan taqrir nabi. Akan tetapi, pada hakikatnya ada perbedaan antara hadits dan sunnah. Hadits ialah semua peristiwa yang disandarkan kepada nabi, walaupun hanya sekali saja terjadi disepanjang hayatnya. Sedangkan sunnah adalah Amaliyah nabi yang mutawatir, khususnya dari segi maknanya, karena walaupun dari segi lafal penukilannya tidak muatawatir yang menyebabkan sanad nya pun menjadi tidak mutawatir pula namun karena pelaksanaannya mutawatir maka dia dinamakan sunnah
Ada beberapa pembagian sunnah yang sering kita ketahui dikehidupan sehari-hari diantaranya adalah sebagai berikut: Sunnah Qauliyah, Sunnah Fi’liyah dan   Sunnah Taqririyah.
Berdasarkan fungsi as-sunnah sebagai penjelas al-Qur’an, maka as-sunnah menduduki posisi kedua sebagai sumber hukum dan dalil hukum Islam, setelah al- Qur’an sebagai sumber dan dalil hukum Islam yang pertama.

B.     Saran
1.      Untuk lebih cepat memahami makalah ini penulis menyarankan untuk membaca dengan teliti dan berulang-ulang.
2.      Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Sehingga kritik dan saran pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan tugas selanjutnya.





DAFTAR PUSTAKA


Abdul Wahhab Khallaf, 2003.  Ilmu Ushul Fikih; Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Amani.

Ahmad bin Hambal, Abu Abdillah. t.t. Musnad Ahmad bin Hambal, Beirut: Al Maktab Al Islami

Dahlan, Abd. Rahman. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta: Amzah.

Hasbiyallah, 2013. Fiqh dan Ushul Fiqh: Metode Istinbath dan Istidlal, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Hasbi ash Shiddieqy, Teungku Muhammad. 2013. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Hassan, Qodir. 2007. Ilmu Musththalah Hadits. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.

Khod Abdul Majid, 2012. Ulumul Hadist. Jakarta: Amzah.

Kholis, Nur. 2008.  Pengantar Studi Al Qur'an dan Hadits, Yogyakarta: Teras

Rofiah, Khusniati, 2010. Studi Ilmu Hadith .Ponorogo: STAIN PO Press

Saebani, Beni Ahmad, dkk. 2008. Fiqh Ushul Fiqh. Bandung: Cv Pustaka Setia.

Saleh, Faisal, 2008. Mutiara Ilmu Atsar. Jakarta: Akbar Media            

Sulaiman , M. Noor. 2008.  Antologi Ilmu Hadits, Jakarta: Gaung Persada Press

Suparta, Munzier. 2008. Ilmu Hadits, Jakarta: PT Grafindo Persada

Usman, Suparman. 2011. Hukum Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Zuhri, Muh. 2011. Hadis Nabi; Telaah Historis & Metodologis. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 2011.








[1]  Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh: Metode Istinbath dan Istidlal, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 20.
[2]  Abdul Majid Khod, Ulumul Hadist. (Jakarta: Amzah, 2012)
[3]  Dr. H. Abd. Rahman Dahlan, M. A., Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 130.
[4]  Ibid., hlm. 131.
[5]   Saebani, Beni Ahmad. 2008. Fiqh Ushul Fiqh . Jakarta: cv Pustaka Setia. Hal 154
[6]   Prof. Dr. Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih; Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2003), cet. 1, hlm. 39.
[7]   Prof. Dr. Muh. Zuhri, Hadis Nabi; Telaah Historis & Metodologis, (Yogyakarta: Tiara Wacana  Yogya, 2011), cet. III, hlm. 83.
[8]   Ibid., hlm. 84.
[9] A. Qodir Hassan, Ilmu Musththalah Hadits, ( Bandung: CV Penerbit Diponegoro,2007), hlm. 48.
[10] Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2013), cet. VIII, hlm. 154.
[11] Dr. H. Munzier Suparta M.A., Ilmu Hadits, ( Jakarta: Rajawali Pres, 2011), hlm. 97-105.
[12] Prof. Dr. Muh. Zuhri, Op. Cit., hlm. 85.
[13] Prof. Dr. Abdul Wahhab Khallaf, Op. Cit., hlm. 49.
[14] Suparman Usman, Hukum Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2011), hlm. 45-46.
[15] Drs. Munzier Suparta, M.Ag, Ilmu Hadits, Hal. 61
[16] Prof. Dr. H. M. Noor Sulaiman, Antologi Ilmu Hadits, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008) Hal. 40
[17]  Al Hafidz Ibnu Hajar Al 'Asqolani, Bulughul Marom min Adlatil Akhkam, , Hal. 231
[18] Nur Kholis, M.Ag, Pengantar Studi Al Qur'an dan Hadits, Hal. 224
[19] Drs. Munzier Suparta, M.Ag, Ilmu Hadits, Hal. 60
[20] Drs. Munzier Suparta, M.Ag, Ilmu Hadits, Hal. 64
[21] Nur Kholis, M.Ag, Pengantar Studi Al Qur'an dan Hadits, Hal. 230
[22] Al Hafidz Ibnu Hajar Al 'Asqolani, Bulughul Marom min Adlatil Akhkam, , Hal. 111
[23] Dr. H. Abd. Rahman Dahlan, Op. Cit., hlm. 141.
[24]Ibid., hlm. 141-142.
[25] Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadith, (Ponorogo: STAIN Press, 2010), hal. 29
[26] Faisal Saleh, Mutiara Ilmu Atsar, (Jakarta: Akbar Media, 2008), hal. 109
[27][6]Drs. Munzier Suparta, M.Ag, Ilmu Hadits, Hal. 53
[28] Abu Abdillah Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, Juz I, 378

No comments:

Post a Comment

MAKALAHKU

MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN

Tugas Individu MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN Oleh ASRIANI 213095 2006 SEKOLAH TINGGI ILMU P...