Sunday 24 December 2017

LAPORAN PENDAHULUAN A S I T E S

LAPORAN PENDAHULUAN
A S I T E S


I.      KONSEP DASAR MEDIS
A.       Definisi
Ascites berasal dari bahasa yunani yang artinya kantong atau tas. Ascites adalah menumpuknya cairan patoligis dalam rongga abdominal. (Jurnal kesehatan, 2012).
Ascites adalah akumulasi dari cairan (biasanya cairan serous yang adalah cairan kuning pucat dan bening) dalam rongga perut (peritoneal). Rongga perut berlokasi dibawah rongga dada, dipisahkan darinya oleh diaphragma. Cairan ascites dapat mempunyai banyak sumber-sumber seperti penyakit hati, kanker-kanker, gagal jantung , atau gagal ginjal. (Randi, 2009)
Terdapat 3 teori mengenai terbentuknya asites;
1.      Teori pengisian; mengatakan bahwa penyebab utama ketidaknormalan jumlah cairan antara jaringan vaskuler adalah HT portal dan penurunan sirkulasi aliran darah. Hal ini mengaktifkan renin plasma, aldosteron, dan saraf simpatis sehingga menyebabkan retensi natrium dan air.
2.      Teori overflow; mengatakan bahwa penyebab utama ketidaknormalan adalah retensi natrium dan air di ginjal akibat kurangnya volume darah. Teori ini terbentuk berdasarkan observasi pada pasien sirosis yang terdapat hipervolemia intervaskuler.
3.      Teori yang terakhir hipotesa mengenai vasodilatasi arteri perifer mencakup ke dua teori diatas. Teori ini mengatakan bahwa hipertensi portal mengakibatkan vasodilatasi yang akan menyebabkan penurunan voleme darah arteri. Berdasarkan perjalanan penyakit akan terjadi peningkatan neurohumoral yang akan mengakibatkan retensi natrium dan cairan plasma keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan cairan pada cavum peritoneal. Berdasarkan teori vasodilatasi, teori underfilling berlaku pada sirosis tahap lanjut.

B.        Etiologi
Penyabab yang paling umum dari ascites adalah penyakit hati yang telah lanjut atau cirrhosis. Kira-kira 80% dari kasus-kasus ascites diperkirakan disebabkan oleh cirrhosis. Meskipun mekanisme yang tepat dari perkembangan tidak dimengerti sepenuhnya, kebanyakan teori-teori menyarankan portal hypertension (tekanan yang meningkat adalam aliran darah hati) sebagai penyumbang utama. Asas dasarnya adalah serupa pada pembentukan dari edema ditempat lain di tubuh yang disebabkan oleh ketidakseimbangan tekanan antara sirkulasi dalam (sistim tekanan tinggi) dan luar, dalam kasus ini, rongga perut (ruang tekanan rendah). Kenaikan dalam tekanan darah portal dan pengurangan dalam albumin (protein yang diangkut dalam darah) mungkin bertangung jawab dalam pembentukan gradien tekanan dan berakibat pada ascites perut.
Faktr-faktor lain yang mugkin berkontribusi pada ascites adalah penahanan garam dan air. Volume darah yang bersirkulasi mungkin dirasakan rendah oleh sensor-sensor dalam ginjal-ginjal karena pembentukan dari ascites mungkin menghabiskan beberapa volume dari darah. Ini memberi sinyal pada ginjal-ginjal untuk menyerap kembali lebih banyak garam dan air untuk mengkompensasi volume yang hilang.
Beberapa penyebab-penyebab lain dari ascites berhubungan dengan gradien tekanan yang meningkat adalah gagal jantung kongestif dan gagal ginjal yang telah lanjut yang disebabkan oleh penahanan cairan keseluruhan dalam tubuh.
Pada kasus-kasus yang jarang, tekanan yang meningkat dalam sistim portal dapat disebabkan oleh rintangan internal atau eksternal dari pembuluh portal, berakibat pada portal hypertension tanpa cirrhosis. Contoh-contoh dari ini dapat adalah massa (atau tumor) yang menekan pada pembuluh-pembuluh portal dari rongga perut bagian dalam atau pembentukan bekuan (gumpalan) darah dalam pembuluh portal yang menghalangi aliran normal dan menongkatkan tekanan dalam pembuluh (contoh, Budd-Chiari syndrome).
Ada juga pembentukan ascites sebagai akibat dari kanker-kanker, yang disebut malignant ascites. Tipe-tipe ascites ini secara khas adalah manifestasi-manifestasi dari kanker-kanker yang telah lanjut dari organ-organ dalam rongga perut, seperti, kanker usus besar, kanker pankreas, kanker lambung, kanker payudara, lymphoma, kanker paru-paru, atau kanker indung telur.
Pancreatic ascites dapat terlihat pada orang-orang dengan pancreatitis atau peradangan pankreas kronis. Penyebab yang paling umum dari pankreatitis kronis adalah penyalahgunaan alkohol yang berkepanjangan. Pancreatic ascites dapat juga disebabkan oleh pankreatitis akut serta trauma pada pankreas.



C.       Klasifikasi
Secara tradisi, ascites dibagi kedalam dua tipe-tipe; transudative atau exudative. Klasifikasi ini didasarkan pada jumlah dari protein yang ditemukan dalam cairan.  Sistim yang lebih berguna telah dikembangkan berdasarkan pada jumlah dari albumin dalam cairan ascitic dibanding pada serum albumin (albumin diukur dalam darah). Ini disebut Serum Ascites Albumin Gradient atau SAAG.
1.      Ascites yang berhubungan dengan hipertensi portal (cirrhosis, gagal jantung congestif, Budd-Chiari) umumnya adalah lebih besar dari 1.1.
2.      Ascites yang disebabkan oleh sebab-sebab lain (malignant, pancreatitis) adalah lebih rendah dari 1.1.

D.       Tanda Dan Gejala
Secara klinis asites ditandai dengan perut buncit, gizi kurang, atrofi otot. Pada saat tidur pembesaran perut membentuk perut kodok, diketemukan pekak beralih pada pemeriksaan. Ds

E.        Patofisiologi
Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang berujung kepada hipertensi porta. Hipertensi porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related peptide, endotelin dll). Dengan adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut, maka akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru akan membuat hipertensi porta menjadi semakin menetap.  Hipertensi porta tersebut akan meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan kapiler usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya menyebabkan asites.
Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen juga akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi air (H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di rongga tubuh.
patofisiologi-asites

Asites dapat terjadi pada peritoneum yang normal atau peritoneum yang mengalami kelainan patologis. Jika peritoneum normal (tidak ada kelainan), maka penyebab asites adalah hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Sedangkan pada peritoneum yang mengalami kelainan patologis, penyebab asites antara lain infeksi (peritonitis bakterial/TBC/fungal, peritonitis terkait HIV dll), keganasan/karsinoma peritoneal dll.

F.        Riwayat Perjalanan Penyakit
Penyebab paling  sering asites adalah penyakit hati. Pasien menyatakan bahwa peningkatan cairan abdomen terjadi dalam waktu singkat.
1.       Pasien dengan asites harus dinyatakan terdapatnya faktor resiko penyakit hati, meliputi ;
-     Hepatitis virus kronik / iterus
-     Penggunaan alkohol dalam jangka waktu lama
-     Penggunaan obat-obatan i.v
-     Sex bebas
-     Kelainan sexual
-     Transfusi darah
-     Tatoo
-     Bepergian kedaerah endemik hepatitis
2.       Pasien dengan sirosis alkoholik yang kadang – kadang berhenti mengkonsumsi alkohol mungkin mendapatkan asites sesui siklus pemakaian alkohol tersebut. Pasien dengan riwayat sirosis yang lama dan stabil dan terdapat asites mempunyai kemungkinan terkena karsinoma hepatoseluler.
3.    Obesitas, hiperkolesteronemia dan DM tipe 2, sekarang dinyatakan sebagai penyebab steato hepatitis non alkoholik yang dapat mengakibatkan sirosis.
4.    Pasien dengan riwayat keganasan terutama kanker gastrointestinal memilki resiko terjadinya asites maligna. Asites yang berhubungan dengan keganasan umumnya menimbulkan rasa nyeri, sementara asites akibat sirosis biasanya tidak nyeri.
5.    Asites yang terdapat pada pasien dengan riwayat diabetes atau sindrom nefrotik dapat disebut asites nefrotik.

G.       Pemeriksaan Penunjang
1.      Foto thorax dan abdomen
a.       Kenaikan diafragma dengan atau tanpa efusi pleura simphatetik (hepatic hydrothorax) terlihat pada asites masif. Jika terdapat lebih dari 500 ml cairan asites harus dilakukan pemeriksaan BNO.
b.       Tanda-tanda beberapa tanda asites nonspesifik seperti gambar abdomen buram, penonjolan panggul, batas PSOAS kabur, ketajaman gambar intraabdomen berkurang. Peningkatan kepadatan pada foto tegak, terpisahnya gambar lengkung usus halus, dan terkumpulnya gas di usus halus.
c.        Tanda-tanda berikut lebih spesifik dan dapat dipercaya. Pada 80% pasien asites, tepi lateral hati diganti oleh dinding thorax abdomen (Hellmer sign).
Obliterasi sudut hepatik terlihat pada 80% orang sehat. Pada pelvic penumpukan cairan pada kantung rektovesika dan dapat meluap ke fossa paravesika. Adanya cairan memberikan gambaran kepadatan yang simetris pada kedua sisi kantung vesika urinaria yang di sebut ”dog’s ear” atau ”mickey mouse” appearance. Pergeseran sekum dan kolon ascenden kearah tengah dan pergeseran, dan pergeseran garis lemak properitoneal kelateral terlihat pada 90% dengan asites yang signifikan.
2.      USG
a.       Real-time sonografi adalah pemeriksaan cairan asites yang paling mudah dan spesifik. Volume sebesar 5-10 ml dapat dapat terlihat. Asites yang sederhana terlihat sepertigambar yang homogen, mudah berpindah, anechoic di dalam rongga peritoneal yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan akustik. Cairan  asites tidak akan menggeser organ, tetapi cairan akan berada diantara organ-organ tersebut. Akan terlihat jelas batas organ, dan terbentuk sudut pada perbatasan antara cairan dan organ-organ tersebut. Jumlah cairan minimal akan terkumpul pada kantung morison dan mengelilingi hsti membentuk gsmbar karakteristik polisiklik, ”lollipop” atau arcuate appearance di karenakan cairan tersebut tersusn secara vertikal pada sisi mesenterium.
b.      Gambar sonographic tertentu menunjukan adanya asites yang terinfeksi, inflamasi, atau adanya keganasan. Gambar tersebut meliputi echoes internal kasar (darah), echoes internal halus (chyle), septal multiple (peritonitis tuberkulosa, pseudomyxoma, peritonei), distribusi cairan terlokalisir atau atipik, gumpalan lengkung usus, dan penebalan batas antara cairan dan organ yang berdekatan.
c.       Pada asites maligna lengkung usus tidak dapat mengapung secara bebas, tetapi tertambat pada dinding posterior abdomen, melekat pada hati atau oargan lainnya atau lengkung usus tersebut dikelilingi oleh cairan yang terlokalisir.
d.      Kebanyakan pasien (95%) dengan  keganasan peritonotis mempunyai ketebalan dinding empedu kurang dari 3mm. Penebalan kantung empedu berhubungan dengan asites jinak pada 82 % kasus. Penebalan kantung empedu secara umum akibat sirosis dan HT portal.
3.      CT-Scan
a.       Asites terlihat jelas dengan pemeriksaan CT-Scan. Sedikit cairan asites terdapat pada ruang periheoatik kanan, ruang subhepatik posterior (kantung morison), dan kantung douglas. Bebarapa gambar pada CT-Scan menunjukkan adanya neoplasia, hepatik, adrenal, splenik, atau lesi  kelenjar limfe berhubungan dengan adanya massa yang berasal dari usus, ovarium, atau pankreas, yang menunjukkan adanya asites maligna.
b.      Pada pasien dengan asites maligna kumpulan cairan terdapat pada ruang yang lebih besar dan lebih kecil, sementara pada pasien dengan asites benign cairan terutama terdapat pada ruang yang lebih besar dan tidak pada bursa omental yang lebih kecil.
4.      Pemeriksaan Lain
a.       Laparoskopi dilakukan jika terdapat asites maligna.
Pemeriksaan ini penting untuk mendiagnosa adanya mesothelioma maligna.
b.      Parasentesis abdomen
Parasentesis abdomen adalah pemeriksaan yang paling cepat dan efektif untuk mendiagnosa penyebab asites.
c.       Transjugular intrahepatik portacaval shunt (TIPS)
Metode ini dilakukan dengan cara memasang paracarval shunt dari sisi kesisi melalui radiologis dibawah anestesi lokal. Metode ini sering digunakan untuk asites yang berulang.
5.      Derajat
Secara Semikuantitatif
a.       Derajat 1+ terdeteksi hanya pada pemeriksaan yang secara seksama.
b.      Derajat 2+ dapat mudah terlihat tetapi dengan volume relatif sedikit.
c.       Derajat 3+ asites jelas tetapi belum masif.
d.      Derajat 4+ asites masif.

H.       Komplikasi Ascites
Beberapa komplikasi-komplikasi dari ascites dapat dihubungkan pada ukurannya. Akumulasi dari cairan mungkin menyebabkan kesulitan-kesulitan bernapas oleh penekanan diaphragma dan pembentukan dari pleural effusion.
Infeksi-infeksi adalah komplikasi-komplikasi lain yang serius dari ascites. Pada pasien-pasien dengan ascites yang berhubungan dengan portal hypertension, bakteri-bakteri dari usus mungkin secara spontan menyerang cairan peritoneal (ascites) dan menyebabkan infeksi. Ini disebut spontaneous bacterial peritonitis atau SBP. Antibodi adalah jarang pada ascites dan, oleh karenanya, respon imun pada cairan ascites adalah sangat terbatas. Diagnosis dari SBP dibuat dengan melakukan paracentesis dan menganalisa cairan untuk jumlah sel-sel darah putih atau bukti dari pertumbuhan bakteri.
Hepatorenal syndrome adalah komplikasi yang jarang, namun serius dan berpotensi mematikan (angka kelangsungan hidup rata-rata mencakup dari 2 minggu sampai kira-kira 3 bulan) dari yang berhubungan dengan sirosis hati yang menjurus pada gagal ginjal yang progresif. Mekanisme yang tepat dari sindrom ini tidak diketahui dengan baik, namun ini mungkin berakibat dari perubahan dalam cairan, aliran darah ke ginjal yang terganggu, penggunaan yang berlebihan dari diuretics, dan pemasukan-pemasukan dari zat-zat kontras atau obat-obatan yang mungkin berbahaya untuk ginjal. (Unngul Budihusodo, 2012).

I.          Penatalaksanaan
1.      Pengobatan
Pembatasan pemberian Na (20-30 mEq/hr) dan diuretik merupakan terapi standar untuk asites  dan efektif pada 95% pasien.
a.       Pembatasan cairan dilakukan jika terdapat hiponatremi.
b.      Parasentesis terapetik harus dipersiapkan pada pasien yang menunjukkan adanya asites masif.
c.       TIPS adalah metode radiologis yang dapat menurunkan tekanan portal dan merupakan tindakan yang paling efektif pada pasien asites yang resisten terhadappemberian diuretik.
Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan jarum panjang dari V.Jugularis kanan ke V.Hepatik. ini merupakan terapi standar pada pasien asites berulang.
2.      Pembedahan
Peritoneovenous shunt merupakan tindakan alternatif pada pasien asites yang resisten terhadap pemberian obat-obatan. Penggunaan megalymphatik shunt yang berfungsi untuk mengembalikan cairan asites ke vena. Efek positif pemasangan shunt ini meliputi peningkatan CO, aliran darah ginjal, FGR, volume urin, eksresi Na, dan penurunan aktivitas renin plasma dan konsentrasi aldosteron plasma. Belum ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa pemasangan shunt ini dapat meningkatkan kemampuan untuk bertahan hidup. Dengan adanya prosedur TIPS, metode ini sudah tidak terpakai.
3.      Konsultasi
Konsultasi dengan spesialis gastrointestinal dan atau hepatolog diperlukan untuk pasien dengan asites, terutama pada asites yang resisten terhadap pengobatan.

4.      Diet
Pembatasn Na 500 mg/hr (22 mmol/hr) dapat dilakukan dengan mudah jika pasien di rawat di RS. , akan tetapi sulit dilakukan pada pasien rawat jalan, oleh karena itu pembatasan cairan Na sebesar 2000 mg/hr (88 mmol/hr). Pembatasan cairan tidak diperlukan kecuali jika kadar Na dibawah 120 mmol/l.

5.      Perawatan Lebih Lanjut Pasien Rawat Inap
a.       Pantau keadaan asites jika pemakaian Na < 10 mmol/hr.
b.      Pengukuran Na urin 24 jam berguna pada pasien dengan asites yang berhubungan dengan HT portal sehingga dinilai kadar Na, respon terhadap diuretik , dan menilai kepatuhan diet.
c.       Untuk pasien asites derajat 3 dan 4 parasentesis terapi dilakukan secara intermiten.
6.      Perwatan Lebih Lanjut Pasien Rawat Jalan
a.       Metode untuk menilai keberhasilan terapi diuretik dilakukan dengan cara memantau berat badan dan kadar Na urin.
b.      Secara umum pemberian diuretik  harus dapat mengurangi 300-500 g/hr pada pasien tanpa udem dan 800-1000 g/hr pada pasien dengan udem.
c.       Apabila asites mulai menghilang pemberian diuretik harus di atur untuk menjaga pasien bebas asites.
7.      Obat-Obatan Pada Pasien Rawat Inap/Jalan
Diuretik mulai diberikan pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap Na. Agen pertama dimulai dengan pemberian spironolakton100 mg/hr. Penambahan loop diuretik diperluka pada beberapa kasus dimana terjadi peningkatan natriuretik. Jika respon tidak terlihat selama 4-5 hr dosis dinaikkan sampai 400 mg/hr di tambah furosemid 160 mg/hr.

J.           Prognosis Untuk Ascites
Harapan (prognosis) pada ascites terutama tergantung pada penyebab dan keparahan yang mendasarinya. Pada umumnya, prognosis dari malignant ascites adalah buruk. Kebanyakan kasus-kasus mempunyai waktu kelangsungan hidup yang berarti antara 20 sampai 58 minggu, tergantung pada tipe dari malignancy seperti yang ditunjukan oleh kelompok dari penyelidik-penyelidik. Ascites yang disebabkan oleh cirrhosis biasanya adalah tanda dari penyakit hati yang telah lanjut dan ia biasanya mempunyai prognosis yang sedang (3 tahun kelangsungan hidup kira-kira 50%). Ascites yang disebabkan oleh gagal jantung mempunyai prognosis yang sedang karena pasien mungkin hidup bertahun-tahun dengan perawatan-perawatan yang tepat (kelangsungan hidup rata-rata kira-kira 1.7 tahun untuk laki-laki dan kira-kira 3.8 untuk wanita-wanita pada satu studi yang besar). (Randi, 2009)


II.         KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ASITES
Di dalam memberikan asuhan keperawatan terdiri dari beberapa tahap atau langkah-langkah proses keperawatan yaitu pengkajian, perencanan, pelaksanaan, dan evaluasi.
A.    Pengkajian
Hasil proses pengkajian adalah data objektif & subjektif tentang klien.
Adapun pengkajian yang sistimatis meliputi 3 kegiatan yaitu :
a.       Pengumpulan data
Data yang berhubungan dengan kasus Asites  perlu dikaji sebagai berikut :
1)     Biodata
(a)    Identitas klien : Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa.
(b)   Identitas penanggung : Nama umur, jenis kelamin, agama, alamat suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, hubungan keluarga.
2)     Riwayat kesehatan sekarang
(a)    Adanya nyeri epigastrium.
(b)   Gejala awal biasanya anoreksia, dispepsia, nausea, muntah, flatulen.
3)     Riwayat kesehatan sebelumnya
(a)    Riwayat alkohol.
(b)   Riwayat merokok.
(c)    Riwayat DM.
(d)   Riwayat toksis dan obat
4)     Aspek-aspek lain yang berhubungan misalnya pola istirahat, aspek psikologis, sosial, dan spiritual.
5)     Data-data pengkajian klien.
-         Aktifitas/istirahat.
Gejala     : kelemahan, kelelahan, terlalu lelah.
Tanda     : letargi, penurunan massa otot/tonus.
-         Sirkulasi
Gejala     : Riwayat Gjk kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati).
Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
Dvj, vena abdomen distensi.
-         Eliminasi
Gejala     :  Flatus.
Tanda     :  Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites).
penurunan atau tidak ada bising usus.
Faeces warna tanah liat, melena.
Urin gelap, pekat.
-         Makanan/cairan
Gejala     :  Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima.
Mual, muntah.
Tanda     :  Penurunan berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan.
Edema umum pada jaringan.
Kulit kering.
Turgor buruk.
Ikterik, angioma spider.
Nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
-         Neuresensori
Gejala     :  Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental.
Tanda     :  Perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
Asterik
-         Nyeri/kenyamanan
Gejala     :  Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas.
Pruritus
Neuritis Perifer.
Tanda     :  Perilaku berhati-hati/distraksi.
Fokus pada diri sendiri.


-         Pernapasan
Gejala     :  Dispnea
Tanda     :  Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan.
Ekspansi paru terbatas (asites)
Hipoksia
-         Keamanan
Gejala     :  Pruritus.
Tanda     :  Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik)
Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
-         Seksualitas
Gejala     :  Gangguan menstruasi/impoten.
Tanda     :  Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis).
-         Penyuluhan/pembelajaran
Gejala     :  Riwayat penggunaan alkohol jangka panjang/ penyalahgunaan, penyakit hati alkoholik.
Riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpajan pada toksin, trauma hati, perdarahan GI atas, episode perdarahan varises esopageal, penggunaan obat yang mempengaruhi fungsi hati.
Pertimbangan                 :  DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 7,2 hari.
Rencana pengulangan    :  Mungkin memerlukan bantuan dengan tugas perawatan/pengaturan rumah.
Pemeriksaan diagnostik
-         Skan/biopsi hati     : Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
-         Esofagoskopi  : Dapat menunjukkan adanya varises esopagus.
-         Portografi transhepatik perkutaneus   : Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.
-         Bilirubin serum      : Meningkat karena gangguan seluler, ketidakmampuan hati untuk mengkonjugasi atau obstruksi billier.
-         SGOT, SGPT, LDH            : Meningkat karena kerusakan seluler dan mengeluarkan enzim.
-         Alkalin fosfatase      : Meningkat karena penurunan ekskresi.
-         Albumin serum.
-         Globulin C Ig A & Ig G   : Peningkatan sintesis.
-         Fibrinogen    : Menurun
-         BUN            : Meningkat menunjukkan kerusakan darah/protein.
-         merubah di amonia menjadi urea.
-         Glukosa serum   : Hipoglikemia diduga mengganggu glikogenesis.
-         Kalsium        : Mungkin menurun sehubungan dengan gangguan absorbsi vitamin D.
-         Uribilinogen fecal    : Menurunkan ekskresi.
B.  Diagnosa keperawatan.
Menurut H. Lismidar dkk, dalam buku Proses Keperawatan penerbit Universitas Indonesia (UI-pres) tahun 1990 halaman 12. Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah pasien, yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan, diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh melalui pengkajian data.
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan dengan gangguan sistem pencernaan pada kasus sirosis hati :
1)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
2)      Perubahan volume cairan (kelebihan) berhubungan dengan kelebihan natrium atau masukan cairan.
3)      Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit buruk, penonjolan tulang, adanya edema, asites.
4)      Resiko terhadap pola napas tidak efektif berhubungan dengan asites.
5)      Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan hipertensi portal.
6)      Resiko tinggi terhadap proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (Peningkatan kadar amonia serum, ketidakmampuan hati untuk detoksikasi enzim).
7)      Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan peran fungsi.
8)      Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi tidak adekuat.
C.         Perencanaan
Perencanaan perawatan adalah penentuan apa yang akan dilaksanakan untuk membantu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah keperawatan dan tindakan keperawatan serta rasional dari tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan.
a.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
Tujuan       : Tidak mengalami malnutrisi lebih lanjut.
Intervensi  :
(a)    Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional :     Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/defisiensi.
(b)   Berikan makan sedikit dan sering.
Rasional :     Buruknya toleransi terhadap makan banyak, mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen/asites.
(c)    Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi.
Rasional :     Perdarahan dari varises esopagus dapat terjadi pada sirosis berat.
(d)   Anjurkan menghentikan merokok.
Rasional :     Menurunkan rangsangan gaster berlebihan dan resiko iritasi/perdarahan.
2)     Perubahan volume cairan (kelebihan) berhubungan dengan natrium/masukan cairan.
Tujuan       :  Menunjukkan volume cairan stabil berhubungan dengan kelebihan natrium/masukan cairan.
Intervensi  :
(a)    Ukur pemasukan dan pengeluaran.
Rasional :     Menunjukkan status volume sirkulasi.
(b)   Observasi tekanan darah.
Rasional :     Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan volume cairan.
(c)    Dorong untuk tirah baring bila ada asites
Rasional :     Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
(d)   Berikan perawatan mulut, kadang beri es batu.
Rasional :     Menurunkan rasa haus.
3)     Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit buruk, adanya edema asites.
Tujuan       :  Mengidentifikasikan faktor resiko dan menunjukkan teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi  :
(a)    Ubah posisi pada jadwal teratur.
Rasional :     Perubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi.
(b)   Tinggikan ekstremitas bawah.
Rasional :     Meningkatkan aliran balik vena & menurunkan edema pada ekstremitas.
(c)    Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan.
Rasional :     Kelembaban meningkatkan pruritus dan meningkatkan resiko kerusakan kulit.
(d)   Gunting kuku jari hingga pendek, berikan sarung tangan bila diindikasikan
Rasional :     Mencegah dari cedera.
4)     Resiko tinggi terhadap pola napas tidak efektif berhubungan dengan asites.
Tujuan       : Mempertahankan pola napas efektif.
Intervensi  :
(a)    Kaji frekuensi, kedalaman, dan daya upaya pernapasan.
Rasional :     Pernapasan cepat dan dangkal mungkin sehubungan dengan hipoxia dan akumulasi cairan dalam abdomen.
(b)   Auskultasi bunyi napas, mengi, ronchi.
Rasional :     Menunjukkan terjadinya komplikasi.
(c)    Ubah posisi dengan sering ; dorong napas dalam, latihan batuk secara efektif.
Rasional :     Membantu ekspansi paru dan mobilisasi sekret.
(d)   Awasi suhu ; catat adanya menggigil.
Rasional :     Menunjukkan timbulnya infeksi.
5)     Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan hipertensi portal.
Tujuan       : Mempertahankan homeostatis dengan tanpa perdarahan.
Intervensi  :
(a)    Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan G.I.
Rasional :     Traktus Gastro Intestinal paling biasa sumber perdarahan sehubungan dengan mukosa yang rusak.
(b)   Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.
Rasional :     Dapat menunjukkan adanya kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut.
(c)    Gunakan jarum kecil untuk injeksi, tekan lebih lama bagian suntikan.
Rasional :     Meminimalkan kerusakan jaringan, menurunkan resiko perdarahan.
(d)   Hindarkan penggunaan produk yang mengandung aspirin.
Rasional :     Koagulasi memanjang, berpotensi untuk resiko perdarahan.
6)     Resiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis.
Tujuan       : Mempertahankan tingkat mental/orientasi kenyataan.
Intervensi  :
(a)    Catat terjadinya/adanya asterik, fetor hepatikum, aktivitas kejang.
Rasional :     Menunjukkan peningkatan kadar amonia serum, peningkatan resiko berlanjutnya ensefalopati.
(b)   Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum/mental pasien.
Rasional :     Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
(c)    Orientasikan kembali pada waktu, tempat, orang sesuai kebutuhan.
Rasional :     Membantu dalam mempertahankan orientasi kenyataan, menurunkan bingung/ansietas.
(d)   Pertahankan tirah baring, bantu aktifitas perawatan diri.
Rasional :     Menurunkan kebutuhan metabolik hati.
7)     Gangguan harga diri berhubungan dengan prubahan peran fungsi.
Tujuan       :  Menyatakan pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada.
Intervensi  :
(a)    Dorong keluarga untuk menyatakan perasaan berkunjung/ berpartisipasi pada perawatan.
Rasional :     Partisipasi pada perawatan membantu mereka merasa berguna.
(b)   Dukung dan dorong pasien, berikan perawatan positif.
Rasional :     Pemberian perawatan kadang-kadang memungkinkan penilaian perasaan untuk mempengaruhi perawatan pasien.
(c)    Diskusikan situasi/masalah, jelaskan hubungan antara gejala dengan asal penyakit.
Rasional :     Pasien sangat sensitif terhadap perubahan tubuh dan juga mengalami perasaan bersalah bila penyebab berhubungan dengan alkohol.
(d)   Bantu pasien/orang terdekat untuk mengatasi perubahan pada penampilan.
Rasional :     Pasien dapat menunjukkan penampilan kurang menarik sehubungan dengan ikterik, asites. Beri dorongan untuk meningkatkan harga diri.
8)     Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi tidak adekuat.
Tujuan       : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakitnya.
Intervensi  :
(a)    Kaji ulang proses penyakit/prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional :     Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang dapat membuat pilihan informasi.
(b)   Tekankan pentingnya menghindari alkohol
Rasional :     Karena alkohol menyebabkan terjadinya sirosis.
(c)    Informasikan pasien tentang efek gangguan karena obat pada sirosis dan pentingnya penggunaan obat hanya yang diresepkan.
Rasional :     Beberapa obat bersifat hepatotoksik selain itu kerusakan hati telah menurunkan kemampuan metabolisme obat, meningkatkan kecenderungan perdarahan.





DAFTAR PUSTAKA


1.      Prof dr H. M. Sjaifullah Noer, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga Jakarta 2006 Hal 271 - 279.

2.      Arif Mansjoer Dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi Ketiga FKUI 2002 Hal 508 - 509.


3.      Sylvia A Price, Larrane. M Wilson, Patofisiologi Edisi 4 Jilid I Tahun 2006 Hal 426 - 450.

No comments:

Post a Comment

MAKALAHKU

MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN

Tugas Individu MAKALAH TATANIAGA HASIL PERIKANAN Oleh ASRIANI 213095 2006 SEKOLAH TINGGI ILMU P...