LAPORAN
PENDAHULUAN
A S I
T E S
I. KONSEP DASAR MEDIS
A.
Definisi
Ascites berasal dari bahasa yunani
yang artinya kantong atau tas. Ascites adalah menumpuknya cairan patoligis
dalam rongga abdominal. (Jurnal kesehatan, 2012).
Ascites adalah akumulasi dari cairan
(biasanya cairan serous yang adalah cairan kuning pucat dan bening) dalam
rongga perut (peritoneal).
Rongga perut berlokasi dibawah rongga dada, dipisahkan darinya oleh diaphragma.
Cairan ascites dapat mempunyai banyak sumber-sumber seperti penyakit hati, kanker-kanker, gagal jantung , atau gagal
ginjal.
(Randi, 2009)
Terdapat 3 teori mengenai
terbentuknya asites;
1. Teori pengisian; mengatakan bahwa
penyebab utama ketidaknormalan jumlah cairan antara jaringan vaskuler adalah HT
portal dan penurunan sirkulasi aliran darah. Hal ini mengaktifkan renin plasma,
aldosteron, dan saraf simpatis sehingga menyebabkan retensi natrium dan air.
2. Teori overflow; mengatakan bahwa
penyebab utama ketidaknormalan adalah retensi natrium dan air di ginjal akibat
kurangnya volume darah. Teori ini terbentuk berdasarkan observasi pada pasien
sirosis yang terdapat hipervolemia intervaskuler.
3. Teori yang terakhir hipotesa
mengenai vasodilatasi arteri perifer mencakup ke dua teori diatas. Teori ini
mengatakan bahwa hipertensi portal mengakibatkan vasodilatasi yang akan
menyebabkan penurunan voleme darah arteri. Berdasarkan perjalanan penyakit akan
terjadi peningkatan neurohumoral yang akan mengakibatkan retensi natrium dan
cairan plasma keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan cairan pada cavum
peritoneal. Berdasarkan teori vasodilatasi, teori underfilling berlaku pada
sirosis tahap lanjut.
B.
Etiologi
Penyabab yang paling umum dari ascites
adalah penyakit hati yang telah lanjut atau cirrhosis.
Kira-kira 80% dari kasus-kasus ascites diperkirakan disebabkan oleh cirrhosis.
Meskipun mekanisme yang tepat dari perkembangan tidak dimengerti sepenuhnya,
kebanyakan teori-teori menyarankan portal hypertension (tekanan yang meningkat
adalam aliran darah hati) sebagai penyumbang utama. Asas dasarnya adalah serupa
pada pembentukan dari edema ditempat lain di tubuh yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan tekanan antara sirkulasi dalam (sistim tekanan tinggi) dan
luar, dalam kasus ini, rongga perut (ruang tekanan rendah). Kenaikan dalam
tekanan darah portal dan pengurangan dalam albumin (protein yang diangkut dalam
darah) mungkin bertangung jawab dalam pembentukan gradien tekanan dan berakibat
pada ascites perut.
Faktr-faktor lain yang mugkin
berkontribusi pada ascites adalah penahanan garam dan air. Volume darah yang
bersirkulasi mungkin dirasakan rendah oleh sensor-sensor dalam ginjal-ginjal
karena pembentukan dari ascites mungkin menghabiskan beberapa volume dari
darah. Ini memberi sinyal pada ginjal-ginjal untuk menyerap kembali lebih
banyak garam dan air untuk mengkompensasi volume yang hilang.
Beberapa penyebab-penyebab lain dari
ascites berhubungan dengan gradien tekanan yang meningkat adalah gagal jantung
kongestif dan gagal ginjal yang telah lanjut yang disebabkan oleh penahanan
cairan keseluruhan dalam tubuh.
Pada kasus-kasus yang jarang, tekanan
yang meningkat dalam sistim portal dapat disebabkan oleh rintangan internal
atau eksternal dari pembuluh portal, berakibat pada portal hypertension tanpa
cirrhosis. Contoh-contoh dari ini dapat adalah massa (atau tumor) yang menekan
pada pembuluh-pembuluh portal dari rongga perut bagian dalam atau pembentukan
bekuan (gumpalan) darah dalam pembuluh portal yang menghalangi aliran normal
dan menongkatkan tekanan dalam pembuluh (contoh, Budd-Chiari syndrome).
Ada juga pembentukan ascites sebagai
akibat dari kanker-kanker, yang disebut malignant ascites. Tipe-tipe ascites
ini secara khas adalah manifestasi-manifestasi dari kanker-kanker yang telah
lanjut dari organ-organ dalam rongga perut, seperti, kanker usus
besar, kanker
pankreas, kanker lambung, kanker
payudara, lymphoma, kanker
paru-paru, atau kanker indung telur.
Pancreatic ascites dapat terlihat pada
orang-orang dengan pancreatitis
atau peradangan pankreas kronis. Penyebab yang paling umum dari pankreatitis
kronis adalah penyalahgunaan alkohol yang berkepanjangan. Pancreatic ascites
dapat juga disebabkan oleh pankreatitis akut serta trauma pada pankreas.
C.
Klasifikasi
Secara tradisi, ascites
dibagi kedalam dua tipe-tipe; transudative atau exudative. Klasifikasi ini
didasarkan pada jumlah dari protein yang ditemukan dalam cairan. Sistim yang lebih berguna telah dikembangkan
berdasarkan pada jumlah dari albumin dalam cairan ascitic dibanding pada serum
albumin (albumin diukur dalam darah). Ini disebut Serum Ascites Albumin
Gradient atau SAAG.
1. Ascites
yang berhubungan dengan hipertensi portal (cirrhosis,
gagal
jantung congestif, Budd-Chiari) umumnya
adalah lebih besar dari 1.1.
2. Ascites
yang disebabkan oleh sebab-sebab lain (malignant, pancreatitis) adalah lebih
rendah dari 1.1.
D.
Tanda
Dan Gejala
Secara
klinis asites ditandai dengan perut buncit, gizi kurang, atrofi otot. Pada saat
tidur pembesaran perut membentuk perut kodok, diketemukan pekak beralih pada
pemeriksaan. Ds
E.
Patofisiologi
Sirosis (pembentukan jaringan parut) di
hati akan menyebabkan vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya
terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang berujung kepada hipertensi
porta. Hipertensi porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh
darah splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone
gene related peptide, endotelin dll). Dengan adanya vasodilatasi splanchnic
bed tersebut, maka akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru
akan membuat hipertensi porta menjadi semakin menetap. Hipertensi porta
tersebut akan meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan
kapiler usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya
menyebabkan asites.
Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic
bed, vasodilator endogen juga akan mempengaruhi sirkulasi arterial
sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif
darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap
perubahan ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan
sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya
itu akan meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti
dengan reabsorpsi air (H20) sehingga menyebabkan semakin banyak
cairan yang terkumpul di rongga tubuh.

Asites dapat terjadi pada peritoneum yang normal atau peritoneum
yang mengalami kelainan patologis. Jika peritoneum normal (tidak ada kelainan),
maka penyebab asites adalah hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Sedangkan
pada peritoneum yang mengalami kelainan patologis, penyebab asites antara lain
infeksi (peritonitis bakterial/TBC/fungal, peritonitis terkait HIV dll),
keganasan/karsinoma peritoneal dll.
F.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Penyebab paling sering asites adalah penyakit hati.
Pasien menyatakan bahwa peningkatan cairan abdomen terjadi dalam waktu singkat.
1.
Pasien dengan asites harus dinyatakan terdapatnya faktor
resiko penyakit hati, meliputi ;
- Hepatitis
virus kronik / iterus
- Penggunaan
alkohol dalam jangka waktu lama
- Penggunaan
obat-obatan i.v
- Sex bebas
- Kelainan
sexual
- Transfusi
darah
- Tatoo
- Bepergian
kedaerah endemik hepatitis
2.
Pasien dengan sirosis alkoholik yang kadang – kadang
berhenti mengkonsumsi alkohol mungkin mendapatkan asites sesui siklus pemakaian
alkohol tersebut. Pasien dengan riwayat sirosis yang lama dan stabil dan
terdapat asites mempunyai kemungkinan terkena karsinoma hepatoseluler.
3.
Obesitas, hiperkolesteronemia dan DM tipe 2, sekarang
dinyatakan sebagai penyebab steato hepatitis non alkoholik yang dapat
mengakibatkan sirosis.
4.
Pasien dengan riwayat keganasan terutama kanker
gastrointestinal memilki resiko terjadinya asites maligna. Asites yang
berhubungan dengan keganasan umumnya menimbulkan rasa nyeri, sementara asites
akibat sirosis biasanya tidak nyeri.
5.
Asites yang terdapat pada pasien dengan riwayat diabetes
atau sindrom nefrotik dapat disebut asites nefrotik.
G.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Foto thorax dan abdomen
a.
Kenaikan diafragma dengan atau tanpa efusi pleura
simphatetik (hepatic hydrothorax) terlihat pada asites masif. Jika terdapat
lebih dari 500 ml cairan asites harus dilakukan pemeriksaan BNO.
b.
Tanda-tanda beberapa tanda asites nonspesifik seperti gambar
abdomen buram, penonjolan panggul, batas PSOAS kabur, ketajaman gambar
intraabdomen berkurang. Peningkatan kepadatan pada foto tegak, terpisahnya
gambar lengkung usus halus, dan terkumpulnya gas di usus halus.
c.
Tanda-tanda berikut lebih spesifik dan dapat dipercaya. Pada
80% pasien asites, tepi lateral hati diganti oleh dinding thorax abdomen
(Hellmer sign).
Obliterasi sudut hepatik terlihat
pada 80% orang sehat. Pada pelvic penumpukan cairan pada kantung rektovesika
dan dapat meluap ke fossa paravesika. Adanya cairan memberikan gambaran
kepadatan yang simetris pada kedua sisi kantung vesika urinaria yang di sebut
”dog’s ear” atau ”mickey mouse” appearance. Pergeseran sekum dan kolon ascenden
kearah tengah dan pergeseran, dan pergeseran garis lemak properitoneal
kelateral terlihat pada 90% dengan asites yang signifikan.
2.
USG
a. Real-time sonografi adalah
pemeriksaan cairan asites yang paling mudah dan spesifik. Volume sebesar 5-10
ml dapat dapat terlihat. Asites yang sederhana terlihat sepertigambar yang
homogen, mudah berpindah, anechoic di dalam rongga peritoneal yang akan
menyebabkan terjadinya peningkatan akustik. Cairan asites tidak akan
menggeser organ, tetapi cairan akan berada diantara organ-organ tersebut. Akan
terlihat jelas batas organ, dan terbentuk sudut pada perbatasan antara cairan
dan organ-organ tersebut. Jumlah cairan minimal akan terkumpul pada kantung
morison dan mengelilingi hsti membentuk gsmbar karakteristik polisiklik,
”lollipop” atau arcuate appearance di karenakan cairan tersebut tersusn secara
vertikal pada sisi mesenterium.
b. Gambar sonographic tertentu
menunjukan adanya asites yang terinfeksi, inflamasi, atau adanya keganasan.
Gambar tersebut meliputi echoes internal kasar (darah), echoes internal halus
(chyle), septal multiple (peritonitis tuberkulosa, pseudomyxoma, peritonei),
distribusi cairan terlokalisir atau atipik, gumpalan lengkung usus, dan
penebalan batas antara cairan dan organ yang berdekatan.
c. Pada asites maligna lengkung usus
tidak dapat mengapung secara bebas, tetapi tertambat pada dinding posterior
abdomen, melekat pada hati atau oargan lainnya atau lengkung usus tersebut
dikelilingi oleh cairan yang terlokalisir.
d. Kebanyakan pasien (95%) dengan
keganasan peritonotis mempunyai ketebalan dinding empedu kurang dari 3mm.
Penebalan kantung empedu berhubungan dengan asites jinak pada 82 % kasus.
Penebalan kantung empedu secara umum akibat sirosis dan HT portal.
3.
CT-Scan
a. Asites terlihat jelas dengan
pemeriksaan CT-Scan. Sedikit cairan asites terdapat pada ruang periheoatik
kanan, ruang subhepatik posterior (kantung morison), dan kantung douglas.
Bebarapa gambar pada CT-Scan menunjukkan adanya neoplasia, hepatik, adrenal, splenik,
atau lesi kelenjar limfe berhubungan dengan adanya massa yang berasal
dari usus, ovarium, atau pankreas, yang menunjukkan adanya asites maligna.
b. Pada pasien dengan asites maligna
kumpulan cairan terdapat pada ruang yang lebih besar dan lebih kecil, sementara
pada pasien dengan asites benign cairan terutama terdapat pada ruang yang lebih
besar dan tidak pada bursa omental yang lebih kecil.
4.
Pemeriksaan Lain
a. Laparoskopi dilakukan jika terdapat
asites maligna.
Pemeriksaan ini penting untuk
mendiagnosa adanya mesothelioma maligna.
b. Parasentesis abdomen
Parasentesis abdomen adalah
pemeriksaan yang paling cepat dan efektif untuk mendiagnosa penyebab asites.
c. Transjugular intrahepatik portacaval
shunt (TIPS)
Metode ini dilakukan dengan cara
memasang paracarval shunt dari sisi kesisi melalui radiologis dibawah anestesi
lokal. Metode ini sering digunakan untuk asites yang berulang.
5.
Derajat
Secara Semikuantitatif
a. Derajat 1+ terdeteksi hanya pada
pemeriksaan yang secara seksama.
b. Derajat 2+ dapat mudah terlihat tetapi
dengan volume relatif sedikit.
c. Derajat 3+ asites jelas tetapi belum
masif.
d. Derajat 4+ asites masif.
H.
Komplikasi Ascites
Beberapa komplikasi-komplikasi dari
ascites dapat dihubungkan pada ukurannya. Akumulasi dari cairan mungkin
menyebabkan kesulitan-kesulitan bernapas oleh penekanan diaphragma dan
pembentukan dari pleural effusion.
Infeksi-infeksi adalah
komplikasi-komplikasi lain yang serius dari ascites. Pada pasien-pasien dengan
ascites yang berhubungan dengan portal
hypertension, bakteri-bakteri dari usus mungkin secara spontan menyerang
cairan peritoneal (ascites) dan menyebabkan infeksi. Ini disebut spontaneous
bacterial peritonitis atau SBP.
Antibodi adalah jarang pada ascites dan, oleh karenanya, respon imun pada
cairan ascites adalah sangat terbatas. Diagnosis dari SBP dibuat dengan
melakukan paracentesis dan menganalisa cairan untuk jumlah sel-sel darah putih
atau bukti dari pertumbuhan bakteri.
Hepatorenal
syndrome
adalah komplikasi yang jarang, namun serius dan berpotensi mematikan (angka
kelangsungan hidup rata-rata mencakup dari 2 minggu sampai kira-kira 3 bulan)
dari yang berhubungan dengan sirosis hati yang menjurus pada gagal ginjal yang
progresif. Mekanisme yang tepat dari sindrom ini tidak diketahui dengan baik,
namun ini mungkin berakibat dari perubahan dalam cairan, aliran darah ke ginjal
yang terganggu, penggunaan yang berlebihan dari diuretics, dan
pemasukan-pemasukan dari zat-zat kontras atau obat-obatan yang mungkin
berbahaya untuk ginjal. (Unngul Budihusodo, 2012).
I.
Penatalaksanaan
1.
Pengobatan
Pembatasan pemberian Na
(20-30 mEq/hr) dan diuretik merupakan terapi standar untuk asites dan
efektif pada 95% pasien.
a. Pembatasan
cairan dilakukan jika terdapat hiponatremi.
b. Parasentesis
terapetik harus dipersiapkan pada pasien yang menunjukkan adanya asites masif.
c. TIPS
adalah metode radiologis yang dapat menurunkan tekanan portal dan merupakan
tindakan yang paling efektif pada pasien asites yang resisten terhadappemberian
diuretik.
Metode
ini dilakukan dengan cara memasukkan jarum panjang dari V.Jugularis kanan ke
V.Hepatik. ini merupakan terapi standar pada pasien asites berulang.
2.
Pembedahan
Peritoneovenous shunt
merupakan tindakan alternatif pada pasien asites yang resisten terhadap
pemberian obat-obatan. Penggunaan megalymphatik shunt yang berfungsi untuk
mengembalikan cairan asites ke vena. Efek positif pemasangan shunt ini meliputi
peningkatan CO, aliran darah ginjal, FGR, volume urin, eksresi Na, dan
penurunan aktivitas renin plasma dan konsentrasi aldosteron plasma. Belum ditemukan
bukti yang menunjukkan bahwa pemasangan shunt ini dapat meningkatkan kemampuan
untuk bertahan hidup. Dengan adanya prosedur TIPS, metode ini sudah tidak
terpakai.
3.
Konsultasi
Konsultasi dengan
spesialis gastrointestinal dan atau hepatolog diperlukan untuk pasien dengan
asites, terutama pada asites yang resisten terhadap pengobatan.
4.
Diet
Pembatasn Na 500 mg/hr
(22 mmol/hr) dapat dilakukan dengan mudah jika pasien di rawat di RS. , akan
tetapi sulit dilakukan pada pasien rawat jalan, oleh karena itu pembatasan
cairan Na sebesar 2000 mg/hr (88 mmol/hr). Pembatasan cairan tidak diperlukan
kecuali jika kadar Na dibawah 120 mmol/l.
5.
Perawatan
Lebih Lanjut Pasien Rawat Inap
a. Pantau
keadaan asites jika pemakaian Na < 10 mmol/hr.
b. Pengukuran
Na urin 24 jam berguna pada pasien dengan asites yang berhubungan dengan HT
portal sehingga dinilai kadar Na, respon terhadap diuretik , dan menilai
kepatuhan diet.
c. Untuk
pasien asites derajat 3 dan 4 parasentesis terapi dilakukan secara intermiten.
6.
Perwatan
Lebih Lanjut Pasien Rawat Jalan
a. Metode
untuk menilai keberhasilan terapi diuretik dilakukan dengan cara memantau berat
badan dan kadar Na urin.
b. Secara
umum pemberian diuretik harus dapat mengurangi 300-500 g/hr pada pasien
tanpa udem dan 800-1000 g/hr pada pasien dengan udem.
c. Apabila
asites mulai menghilang pemberian diuretik harus di atur untuk menjaga pasien
bebas asites.
7.
Obat-Obatan
Pada Pasien Rawat Inap/Jalan
Diuretik mulai
diberikan pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap Na. Agen pertama
dimulai dengan pemberian spironolakton100 mg/hr. Penambahan loop diuretik
diperluka pada beberapa kasus dimana terjadi peningkatan natriuretik. Jika
respon tidak terlihat selama 4-5 hr dosis dinaikkan sampai 400 mg/hr di tambah
furosemid 160 mg/hr.
J.
Prognosis Untuk Ascites
Harapan (prognosis) pada ascites
terutama tergantung pada penyebab dan keparahan yang mendasarinya. Pada
umumnya, prognosis dari malignant ascites adalah buruk. Kebanyakan kasus-kasus
mempunyai waktu kelangsungan hidup yang berarti antara 20 sampai 58 minggu,
tergantung pada tipe dari malignancy seperti yang ditunjukan oleh kelompok dari
penyelidik-penyelidik. Ascites yang disebabkan oleh cirrhosis biasanya adalah
tanda dari penyakit hati yang telah lanjut dan ia biasanya mempunyai prognosis
yang sedang (3 tahun kelangsungan hidup kira-kira 50%). Ascites yang disebabkan
oleh gagal jantung mempunyai prognosis yang sedang karena pasien mungkin hidup
bertahun-tahun dengan perawatan-perawatan yang tepat (kelangsungan hidup
rata-rata kira-kira 1.7 tahun untuk laki-laki dan kira-kira 3.8 untuk
wanita-wanita pada satu studi yang besar). (Randi, 2009)
II.
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN ASITES
Di dalam memberikan asuhan keperawatan terdiri dari
beberapa tahap atau langkah-langkah proses keperawatan yaitu pengkajian,
perencanan, pelaksanaan, dan evaluasi.
A.
Pengkajian
Hasil proses pengkajian adalah data objektif &
subjektif tentang klien.
Adapun pengkajian yang sistimatis meliputi 3 kegiatan yaitu :
a.
Pengumpulan data
Data yang berhubungan dengan kasus Asites perlu dikaji sebagai berikut :
1)
Biodata
(a)
Identitas klien : Nama, umur,
jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa.
(b)
Identitas penanggung : Nama
umur, jenis kelamin, agama, alamat suku bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, hubungan keluarga.
2)
Riwayat kesehatan sekarang
(a)
Adanya nyeri epigastrium.
(b)
Gejala awal biasanya anoreksia,
dispepsia, nausea, muntah, flatulen.
3)
Riwayat kesehatan sebelumnya
(a)
Riwayat alkohol.
(b)
Riwayat merokok.
(c)
Riwayat DM.
(d)
Riwayat toksis dan obat
4)
Aspek-aspek lain yang
berhubungan misalnya pola istirahat, aspek psikologis, sosial, dan spiritual.
5)
Data-data pengkajian klien.
-
Aktifitas/istirahat.
Gejala : kelemahan,
kelelahan, terlalu lelah.
Tanda : letargi, penurunan
massa otot/tonus.
-
Sirkulasi
Gejala :
Riwayat Gjk kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik, kanker (malfungsi
hati menimbulkan gagal hati).
Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
Dvj, vena abdomen distensi.
-
Eliminasi
Gejala : Flatus.
Tanda : Distensi abdomen
(hepatomegali, splenomegali, asites).
penurunan atau tidak ada bising usus.
Faeces warna tanah liat, melena.
Urin gelap, pekat.
-
Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran
terhadap makanan/tidak dapat menerima.
Mual, muntah.
Tanda : Penurunan berat badan
atau peningkatan cairan penggunaan jaringan.
Edema umum pada jaringan.
Kulit kering.
Turgor buruk.
Ikterik, angioma spider.
Nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
-
Neuresensori
Gejala : Orang terdekat dapat
melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental,
bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
Asterik
-
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan
abdomen/nyeri kuadran atas.
Pruritus
Neuritis Perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi.
Fokus pada diri sendiri.
-
Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Takipnea, pernapasan
dangkal, bunyi napas tambahan.
Ekspansi paru terbatas (asites)
Hipoksia
-
Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam (lebih umum pada
sirosis alkoholik)
Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
-
Seksualitas
Gejala : Gangguan
menstruasi/impoten.
Tanda : Atrofi testis,
ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis).
-
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat penggunaan
alkohol jangka panjang/ penyalahgunaan, penyakit hati alkoholik.
Riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpajan pada toksin, trauma
hati, perdarahan GI atas, episode perdarahan varises esopageal, penggunaan obat
yang mempengaruhi fungsi hati.
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 7,2 hari.
Rencana
pengulangan : Mungkin memerlukan bantuan dengan tugas perawatan/pengaturan rumah.
Pemeriksaan diagnostik
-
Skan/biopsi hati : Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis,
kerusakan jaringan hati.
-
Esofagoskopi : Dapat menunjukkan adanya varises esopagus.
-
Portografi transhepatik
perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi
sistem vena portal.
-
Bilirubin serum : Meningkat karena gangguan seluler,
ketidakmampuan hati untuk mengkonjugasi atau obstruksi billier.
-
SGOT, SGPT, LDH : Meningkat karena kerusakan seluler
dan mengeluarkan enzim.
-
Alkalin fosfatase : Meningkat karena penurunan ekskresi.
-
Albumin serum.
-
Globulin C Ig A & Ig G : Peningkatan sintesis.
-
Fibrinogen : Menurun
-
BUN : Meningkat menunjukkan kerusakan darah/protein.
-
merubah di amonia menjadi urea.
-
Glukosa serum : Hipoglikemia diduga mengganggu
glikogenesis.
-
Kalsium : Mungkin menurun sehubungan dengan gangguan absorbsi vitamin
D.
-
Uribilinogen fecal : Menurunkan ekskresi.
B. Diagnosa keperawatan.
Menurut H. Lismidar dkk, dalam buku Proses Keperawatan
penerbit Universitas Indonesia (UI-pres) tahun 1990 halaman 12. Diagnosa
keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah pasien, yang
dapat diatasi dengan tindakan keperawatan, diagnosa keperawatan ditetapkan
berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh melalui pengkajian
data.
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan dengan
gangguan sistem pencernaan pada kasus sirosis hati :
1)
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
2)
Perubahan volume cairan
(kelebihan) berhubungan dengan kelebihan natrium atau masukan cairan.
3)
Resiko tinggi terhadap
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit buruk, penonjolan
tulang, adanya edema, asites.
4)
Resiko terhadap pola napas
tidak efektif berhubungan dengan asites.
5)
Resiko tinggi terhadap cedera
berhubungan dengan hipertensi portal.
6)
Resiko tinggi terhadap proses
pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (Peningkatan kadar amonia serum,
ketidakmampuan hati untuk detoksikasi enzim).
7)
Gangguan harga diri berhubungan
dengan perubahan peran fungsi.
8)
Kurang pengetahuan berhubungan
dengan informasi tidak adekuat.
C.
Perencanaan
Perencanaan perawatan adalah penentuan apa yang akan
dilaksanakan untuk membantu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah
keperawatan dan tindakan keperawatan serta rasional dari tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan.
a.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
Tujuan : Tidak mengalami
malnutrisi lebih lanjut.
Intervensi :
(a)
Ukur masukan diet harian dengan
jumlah kalori.
Rasional : Memberikan
informasi tentang kebutuhan pemasukan/defisiensi.
(b)
Berikan makan sedikit dan
sering.
Rasional : Buruknya
toleransi terhadap makan banyak, mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan
intra abdomen/asites.
(c)
Berikan makanan halus, hindari
makanan kasar sesuai indikasi.
Rasional : Perdarahan
dari varises esopagus dapat terjadi pada sirosis berat.
(d)
Anjurkan menghentikan merokok.
Rasional : Menurunkan
rangsangan gaster berlebihan dan resiko iritasi/perdarahan.
2)
Perubahan volume cairan
(kelebihan) berhubungan dengan natrium/masukan cairan.
Tujuan : Menunjukkan volume
cairan stabil berhubungan dengan kelebihan natrium/masukan cairan.
Intervensi :
(a)
Ukur pemasukan dan pengeluaran.
Rasional : Menunjukkan
status volume sirkulasi.
(b)
Observasi tekanan darah.
Rasional : Peningkatan
tekanan darah biasanya berhubungan dengan volume cairan.
(c)
Dorong untuk tirah baring bila
ada asites
Rasional : Dapat
meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
(d)
Berikan perawatan mulut, kadang
beri es batu.
Rasional : Menurunkan
rasa haus.
3)
Resiko tinggi terhadap
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit buruk, adanya edema
asites.
Tujuan : Mengidentifikasikan
faktor resiko dan menunjukkan teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
(a)
Ubah posisi pada jadwal
teratur.
Rasional : Perubahan
posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi.
(b)
Tinggikan ekstremitas bawah.
Rasional : Meningkatkan
aliran balik vena & menurunkan edema pada ekstremitas.
(c)
Pertahankan sprei kering dan
bebas lipatan.
Rasional : Kelembaban
meningkatkan pruritus dan meningkatkan resiko kerusakan kulit.
(d)
Gunting kuku jari hingga
pendek, berikan sarung tangan bila diindikasikan
Rasional : Mencegah
dari cedera.
4)
Resiko tinggi terhadap pola
napas tidak efektif berhubungan dengan asites.
Tujuan : Mempertahankan
pola napas efektif.
Intervensi :
(a)
Kaji frekuensi, kedalaman, dan
daya upaya pernapasan.
Rasional : Pernapasan
cepat dan dangkal mungkin sehubungan dengan hipoxia dan akumulasi cairan dalam
abdomen.
(b)
Auskultasi bunyi napas, mengi,
ronchi.
Rasional : Menunjukkan
terjadinya komplikasi.
(c)
Ubah posisi dengan sering ;
dorong napas dalam, latihan batuk secara efektif.
Rasional : Membantu
ekspansi paru dan mobilisasi sekret.
(d)
Awasi suhu ; catat adanya
menggigil.
Rasional : Menunjukkan
timbulnya infeksi.
5)
Resiko tinggi terhadap cedera
berhubungan dengan hipertensi portal.
Tujuan : Mempertahankan
homeostatis dengan tanpa perdarahan.
Intervensi :
(a)
Kaji adanya tanda-tanda dan
gejala perdarahan G.I.
Rasional : Traktus
Gastro Intestinal paling biasa sumber perdarahan sehubungan dengan mukosa yang
rusak.
(b)
Awasi nadi, TD, dan CVP bila
ada.
Rasional : Dapat
menunjukkan adanya kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi
lanjut.
(c)
Gunakan jarum kecil untuk
injeksi, tekan lebih lama bagian suntikan.
Rasional : Meminimalkan
kerusakan jaringan, menurunkan resiko perdarahan.
(d)
Hindarkan penggunaan produk
yang mengandung aspirin.
Rasional : Koagulasi
memanjang, berpotensi untuk resiko perdarahan.
6)
Resiko tinggi terhadap
perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis.
Tujuan : Mempertahankan
tingkat mental/orientasi kenyataan.
Intervensi :
(a)
Catat terjadinya/adanya
asterik, fetor hepatikum, aktivitas kejang.
Rasional : Menunjukkan
peningkatan kadar amonia serum, peningkatan resiko berlanjutnya ensefalopati.
(b)
Konsul pada orang terdekat
tentang perilaku umum/mental pasien.
Rasional : Memberikan
dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
(c)
Orientasikan kembali pada
waktu, tempat, orang sesuai kebutuhan.
Rasional : Membantu
dalam mempertahankan orientasi kenyataan, menurunkan bingung/ansietas.
(d)
Pertahankan tirah baring, bantu
aktifitas perawatan diri.
Rasional : Menurunkan
kebutuhan metabolik hati.
7)
Gangguan harga diri berhubungan
dengan prubahan peran fungsi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman
akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada.
Intervensi :
(a)
Dorong keluarga untuk
menyatakan perasaan berkunjung/ berpartisipasi pada perawatan.
Rasional : Partisipasi
pada perawatan membantu mereka merasa berguna.
(b)
Dukung dan dorong pasien,
berikan perawatan positif.
Rasional : Pemberian
perawatan kadang-kadang memungkinkan penilaian perasaan untuk mempengaruhi
perawatan pasien.
(c)
Diskusikan situasi/masalah,
jelaskan hubungan antara gejala dengan asal penyakit.
Rasional : Pasien
sangat sensitif terhadap perubahan tubuh dan juga mengalami perasaan bersalah
bila penyebab berhubungan dengan alkohol.
(d)
Bantu pasien/orang terdekat
untuk mengatasi perubahan pada penampilan.
Rasional : Pasien
dapat menunjukkan penampilan kurang menarik sehubungan dengan ikterik, asites.
Beri dorongan untuk meningkatkan harga diri.
8)
Kurang pengetahuan berhubungan
dengan informasi tidak adekuat.
Tujuan : Menyatakan
pemahaman tentang proses penyakitnya.
Intervensi :
(a)
Kaji ulang proses
penyakit/prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional : Memberikan
dasar pengetahuan pada pasien yang dapat membuat pilihan informasi.
(b)
Tekankan pentingnya menghindari
alkohol
Rasional : Karena
alkohol menyebabkan terjadinya sirosis.
(c)
Informasikan pasien tentang
efek gangguan karena obat pada sirosis dan pentingnya penggunaan obat hanya
yang diresepkan.
Rasional : Beberapa
obat bersifat hepatotoksik selain itu kerusakan hati telah menurunkan kemampuan
metabolisme obat, meningkatkan kecenderungan perdarahan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Prof dr H. M. Sjaifullah Noer, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga Jakarta 2006 Hal 271 -
279.
2.
Arif
Mansjoer Dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi Ketiga FKUI
2002 Hal 508 - 509.
3.
Sylvia
A Price, Larrane. M Wilson, Patofisiologi Edisi 4 Jilid I Tahun 2006
Hal 426 - 450.
No comments:
Post a Comment